Bryan memilih salah satu out fit yang telah dipilihkan oleh Ayahnya yaitu kemeja berwarna putih dengan celana slim fit berwarna hitam. “Daripada gue makai ini, bisa-bisa di kira Pak Ustadz,” gumam Bryan dengan menatap ngeri pakaian lainnnya yang berbentuk koko, ditambah kopiahnya pula.
“Papah kayak nggak ngerti seleraku aja,” celetuknya kesal. “Tapi, ini bolehlah, walau gue nggak suka juga.” Bryan tersenyum sendiri melihat pantulan dirinya di cermin. Pria itu mengambil ponsel di atas nakas dan terakhir, menyampirkan jas hitam di bahunya. “Let’s go!” gumamnya.
Detak langkah Bryan mengiringinya menuruni anak tangga, terlihat Eric tengah duduk di ruang tamu sembari sesekali menengok arlojinya. Bryan berdiri saja di depan sang Ayah, tanpa berbicara apapun. Wajahnya jelas ia buat masam, karena tidak suka dengan pakaian dan acara hari ini.
Eric tersenyum kecil di balik wajah datarnya ketika melihat penampilan
Sesampainya di basement hotel bintang lima, kepala Bryan masih saja dipenuhi oleh bayangan Zeliya yang menyetop taksi. Dirinya menduga malam ini pasti Zeliya akan mendapat beberapa kali orderan karena ada pernikahan besar yang membuat para artis, pejabat dan pengusaha berkumpul. Tentu, Bryan tahu konsep pernikahan sahabat Selena ini, di sana pasti akan banyak tersaji minuman memabukkan dan tentunya beberapa para undangan akan teler.Bryan berjalan di depan diikuti Selena, pria itu tidak sadar jika sedari tadi Selena terus saja berusaha mengaitkan lengannya. “Bry,” panggil Selena di belakang. “Oh iya, sory gue kecepetan jalan ya?” Bryan terkekeh. Selena mengangguk dengan senyum kecil di bibirnya.“Bry, boleh aku pegang tanganmu?” tanya Selena, Bryan menyamakan langkah, membuat pose agar Selena bisa menaruh lengannya di sana. Jangan ditanya, Selena kini jantungnya berdebar tidak karuan, merasa ini adalah kemajuan bagi hubungan mereka berdua.Tidak ada awak kamera yang di sewa, bahkan
Memberontak dari kekangan tangan pria mabuk itu tidak mudah, Zeliya akhirnya menggigit tangan itu dengan gigi dibalik cadarnya. Merasakan kesakitan yang sangat, Angkasa melepaskan cekalannya.Kelengahan Angkasa sembari meniup punggung telapak tangannya, dimanfaatkan oleh Zeliya untuk kabur. Ia membuka pintu mobil mewah itu dengan tergesa. Sedangkan Angkasa, ia dalam keadaan sadar dan tidak mabuk sama sekali, beberapa menit lalu ia hanya beprurapura saja. Tidak ingin melewatkan kesempatan, ia keluar dari mobil menyusul Zeliya.“Hei, mau kemana?” tanya Angkasa dengan santainya. Zeliya beralari semampu yang ia bisa. Namun, pria asing itu ternyata mampu menyusulnya. Jalanan yang sepi, membuat Zeliya bertambah ketakutan.“Ya Allah, lindungi hambamu dari pria mabuk ini,” lirih Zeliya dengan menepis kasar tangan pria asing yang kembali menahannya.Tubuhnya kembali terseret mendekat ke arah mobil. Zeliya berusaha memberontak tubuhnya
“Coba aja kamu melamar lebih cepat Bang, aku tidak harus berurusan dengan keluarga Davidson,” lirih Zeliya begitu saja. Entah mengapa, di lubuk hatinya yang terdalam tidak dapat ia pungkiri bahwa begitu menyayangkan Arham yang terlambat melamarnya.“Astahfirullah, Zeliya, kamu mikir apa,” gumam Zeliya menggelengkan kepala. Ia sudah terlanjur mengambil keputusan untuk menikah dengan Bryan dan ia tidak boleh mundur.Menata hati untuk meluruskan niat ibadah menikah adalah PR-nya sekarang. Walau pun Bryan telah memberi kesepakatan bahwa pernikahan in akan berjalan sementara, tapi Zeliya, tidak begitu. Ia akan mencoba membina rumah tangga dengan benar sesuai dengan yang Tuhan perintahkan padanya, karena pernikahan bukan ajang untuk bermain-main, urusannya menyangkut dunia dan akhirat. Ia tidak mau ikut permainan Bryan yang konyol itu.“Ah, kacamataku.” Zeliya menatap kaca mata yang sudah tidak berbentuk di atas meja riasnya. Lalu, tangannya menyentuh wajahnya yang bersih yang tidak sembara
Rumah Zeliya sudah terhias dengan dekorasi cantik bernuansa putih dengan sedemikian rupa. Bunga-bunga yang menjadi penghias, menambah menawan suasananya. Zeliya menyerahkan konsep acara kepada Ustad-ustadzahnya di yayasan Tahfidz, ia ingin resepsi pernikahan berlangsung sesuai syariat dan tentunya berkonsep terpisah antara tamu perempuan dan laki-laki agar tidak ada campur baur.Zeliya kini telah di dandani dengan sedemikian rupa oleh MUA yang di di pilihkan oleh Ustadzahnya. Kepalanya dibalut kerudung berwarna putih, diatasnya ada mahkota kecil yang menempel dengan begitu cantik. Gaun putih berenda yang elegan dan berkualitas itu menjadi pilihan Zeliya. Kedua punggung tangannya sudah ramai oleh hana berwarna putih yang berkemilauan. Sungguh, Zeliya tidak pernah membayangkan, seperti ini rasanya mejadi ratu sehari.Bibir Zeliya sudah dipoles dengan lipstrik merah muda tidak mencolok dan permanen, tidak akan luntur akibat terkena makanan atau minuman. Matanya tida
Demi apapun, Bryan menahan lapar seharian dan hanya mencomot beberapa cemilan ringan di meja prasmanan khusus tamu undangan pria. Itu pun ia curi-curi ambil ketika para tamu telah sepi.“Nikah kok nelangsa begini,” keluhnya.Sebenarnya Bryan sudah dua kali mengganti kostum dan dua kali pula melakukan take foto keluarga dan bersama Zeliya. Bryan berganti khusus di ruangan yang di sediakan di dalam rumah Zeliya, walau sebenarnya Zeliya menawarinya berganti di kamar wanita itu. Tapi, Bryan tidak mau. Ia tidak ingin terlihat bego lagi karena melihat kecantikan Zeliya walau hanya melihat matanya.“Sadar Bry. Dia itu jelek, nggak menarik. Kalau cantik, ngapain nututupin wajahnya ya ‘kan? Padahal bisa aja di dandanin pakai bedak dempul. Mungkin wajahnya itam kali,” gumam Bryan sembari melepaskan jas penganten berwrna putih yang telah selesai ia kenakan.Hari sudah petang dan acara resepsi pun berjalan lancar. Para WO sudah mem
Bryan tidak melihat tanda-tanda pergerakan dari Zeliya. Punggung wanita itu terlihat tenang dan naik turun dengan teratur. Suasana kamar yang masih terang dengan pencahayaan lampu pasti tidak mudah untuk Byran diam-diam pergi. Ia harus mematikan lampu terlebih dahulu, agar pergerakannya tidak terlalu kentara.Telponnya kembali berdering, membuat Bryan yang sudah melangkah jauh dari sofa kecil yang hanya muat untuk duduk saja itu lari pontang-panting, ia khawatir Zeliya dapat mendengar suara ringote hapenya yang cukup nyaring. “Lo dimana huh?” suara Angkasa terdengar menggebu.“Masih di rumah,” cicit Bryan.“Lo bisa tanding ‘kan malam ini?” tanya Angkasa.“Iya. Tadi Alex udah ngasih tau gue. Geng Odong-odong bakal minta denda kalau pertandingan nggak jadi malam ini,” jelas Bryan. Ia membuang nafas kasar. Walau ia tidak akan pernah melewatkan balapan, namun mengingat situasinya sekarang yang
Bryan memarkirkan sepeda motornya dengan pelan tepat di halaman rumah Zeliya. Langkahnya kembali mengendap, namun dadanya bergemuruh terasa ingin sekali marah-marah. Sama siapa lagi, jika bukan pada wanita yang begitu berani mengabaikan ancamannya. Zeliya Khayria.Saat Bryan tiba di depan jendela kamar istrinya tepat pukul tiga subuh, ternyata jendela itu masih tetap terbuka, tidak terkunci sama sekali. Sepertinya, Zeliya tidak ingin Bryan ketahuan keluar oleh sang Ibu.Suara merdu yang membacakan Ayat al-qur’an pertama kali menyapa telinga Bryan. Setelah masuk lewat jendela dengan aman dan tanpa hambatan. Kini, pria itu tertegun mendengar suara dari seorang wanita yang tengah bersimpuh di atas sajadah. Memunggunginya.Beberapa menit lalu, dada Bryan rasanya penuh amarah. Namun, mendengar suara lembut itu, rasa murkanya seolah sirna begitu saja. Tidak ada yang dilakukan Bryan, selain berdiri menyimak sang istri melakukan aktivitasnya hingga ia tidak mendengar suara lagi.“Bilang ke Pa
Berhenti dari pekerjaan sebagai supir kaget, membuat Zeliya kembali memutuskan untuk kembali mencari pekerjaan yang bisa dilakukan sambil berkuliah. Ayah mertuanya memang menyusuruhnya untuk tidak bekerja dan biar saja pria itu yang memberi suntikan dana padanya. Namun, dari awal ia memang tidak menginginkan apa-apa dari Eric. Selain, menghargai usaha pria itu untuk membuat anaknya menjadi pribadi yang lebih baik.Notifikasi Whatsapp dari Arham membuat Zeliya terkejut ketika ia sedang mencari lowongan pekerjaan di Instagram. Sisca sempat menawarkannya bekerja di cafe, tapi sayang sekali tidak mendukung untuk pakaiannya, lagi-lagi Zeliya menemukan masalah yang sama. Tinggal di perkotaan memang tidak semudah yang di kira namun juga tidak sesulit yang dibayangkan. Buktinya, ia dan Ibunya masih bisa hidup berkecukupan sampai saat ini.[Assalamualaikim. Zeliya][Wa'alaikumussalam][Maafkan perkataanku tempo hari. Aku nggak berfikir dulu sebelum bicara. Maaf ya][Aku sudah lupa ko Bang. Ada