Damian sudah memutuskan bahwa dia akan bicara dengan Alisa perihal tentang rencana pemindahan Abidzar ke rumah sakit yang lebih besar lagi. Seperti sekarang ini, Damian memberanikan dirinya untuk bertemu dengan Alisa, walau dia tahu kemungkinan besar wanita itu akan menolaknya. Tapi dia akan tetap mencobanya lagi karena bagaimanapun Damian ingin yang terbaik untuk putranya. Alisa dan ketika langsung menatap ke arah pintu ruangannya ketika mendengar ada seseorang yang mengetuk pintunya. "Masuk," ucap Tika mempersilahkan seseorang tersebut untuk masuk. Deg!Jantung Alisa seperti berhenti berdetak ketika melihat siapa yang datang. Walau dia sudah bisa mengendalikan dirinya, tapi tetap saja dia merasakan hal yang sama. Masih ada rasa takut yang tertinggal dalam dirinya dan itu masih dirasakan hingga saat ini ketika melihat Damian. "Bisa aku bicara?" tanya Damian untuk pertama kalinya, saat dia sudah dipersilakan untuk masuk. "Pergi, aku tidak ingin melihatmu lagi. Aku tidak ingin mel
"Jelaskan kenapa ini bisa ada di tempat sampahmu, Alisa!!" Sentak Usman dengan nada tinggi kepada Alisa yang saat ini tengah menatapnya dengan terkejut. Semua orang di ruangan itu terdiam kala Kyai pemilik pondok pesantren itu tiba-tiba datang sembari melemparkan sebuah benda putih ke atas meja. “A-abi..” PLAK!! "Katakan pada Abi, Alisa! Darimana kamu mendapatkan benda ini?!!" suara Usman semakin meninggi.Bahkan kali ini ia berani main tangan dengan putri yang selama ini selalu ia didik dengan lembut. Kisah hidup Alisa sejak ia bayi, belajar berjalan, masuk tsanawiyah dan aliyah kini berputar di kepala pria paruh baya itu dan membuatnya semakin sesak.Diam-diam ia berharap kalau benda itu hanyalah bentuk keisengan putrinya semata.Namun, garis dua di testpack itu menunjukkan kalau benda itu pernah digunakan dan memberi hasil yang positif. Sikap Alisa yang tak kunjung menjawab membuat Usman semakin muntab.Dengan segera ia melangkah maju dan meraih tubuh putri tertuanya i
"Ibu harap kamu tumbuh dengan sehat. Kita juga akan memulai semuanya dari awal. Ibu janji ibu akan bertanggung jawab atas diri kamu. Ibu akan berusaha menjadi ibu yang baik. Kita bisa melewati ini semua, Nak." gumam Alisa sembari mengelus perutnya yang masih rata. Dia baru saja mendapatkan rumah sewa yang menurutnya layak untuk menjadi tempat tinggalnya saat ini.Lokasinya dekat dengan stasiun dan tepat menghadap ke arah timur sehingga Alisa bisa melihat semburat fajar yang menyongsong. Untuk hari ini biarlah dia istirahat, karena besok dia akan memulai harinya yang baru. Dia pun akan segera mencari pekerjaan dan berharap semuanya akan berjalan dengan lancar. Namun, baru beberapa menit terlelap, Alisa sudah kembali bermimpi tentang kejadian malam itu. "Aku mohon lepaskan aku. Aku mohon jangan lakukan itu. Aku mohon..." Alisa benar-benar gelisah.Sosok pria itu, aromanya, dan hentakannya yang kasar di organ intimnya membuat Alisa tercekat dalam tidur. Dia bahkan tidak bisa b
Sepeninggal pria itu, jantung Alisa masih terasa berdebar kencang dan dadanya terasa sesak. Bayangan kilas balik adegan itu terus berputar di kepalanya hingga membuat Alisa dipenuhi oleh keringat dingin. Tanpa sadar, suara isak tangis yang ia sedari awal berusaha Alisa tahan mulai keluar dengan bebas. Air mata yang keluar dari matanya pun semakin deras hingga membasahi cadar yang Alisa kenakan. "Astaghfirullah, kamu siapa?" Suara seorang pria membuat isakan Alisa sontak berhenti dan menatap ke arah sumber suara. Saat ini di depannya, berdiri seorang pria dengan celana cingkrang dan baju koko berwarna putih. Sosok pria itu mendekatinya dan Alisa semakin mundur ke belakang. Dia mulai ketakutan ketika melihat laki-laki itu. Apalagi saat laki-laki itu ingin menyentuhnya. "Jangan sentuh aku! Aku mohon jangan sentuh aku," ucapnya dengan perasaan takut. Bayangan kejadian malam itu membuat Alisa bertarung dengan memori dalam otaknya dan melupakan realita aktual yang ia lalui seka
Setelah kejadian itu, Alisa di antar ke rumah kontrakannya oleh keluarga Zaki.Dia juga baru mengetahui bahwa laki-laki yang menolongnya tadi bernama Zaki, dan ibunya bernama Fatimah.Sedangkan seorang wanita lainnya lagi bernama Zahra. Mereka mengantarnya sampai ke depan rumahnya dan Alisa berterima kasih banyak karena mereka telah menolong dirinya.Sebab, entah apa yang akan terjadi kalau tadi mereka tidak menolongnya. Namun, yang membuatnya lebih bersyukur lagi adalah karena dia tidak bertemu dengan laki-laki itu.Alisa tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia sampai bertemu dengan laki-laki itu tadi. "Ya, Allah apa lagi rencana-Mu untuk hamba?" apa yang akan terjadi setelah ini?" tanya Alisa sambil menatap potret dirinya di dalam cermin.Kata orang, dia memiliki struktur wajah yang mirip dengan abinya, sedangkan alis dan matanya mirip dengan uminya. Terlihat cantik. “Abi.. umi.. Alisa rindu" gumam Alisa dengan wajah berlinang air mata. Pada waktu seperti ini, biasan
Saat Damian masuk ke dalam ruangan, Jack langsung berdiri dan menyambut kedatangannya dengan sigap. "Semua yang Anda butuhkan ada di dalamnya, Pak" ucap Jack kepada Damian. Perkataan Jack membuat Damian mengambil map coklat itu tanpa basa-basi. Baris demi baris ia baca hingga akhirnya netra coklatnya menangkap deretan huruf kapital yang tersusun menjadi sebuah nama, "Alisa Al-Humaira". "Alisa," ucapnya untuk memvalidasi setelah mengetahui bahwa wanita yang dicarinya bernama Alisa. Ternyata, memang tidak sia-sia dia menghabiskan banyak uang untuk menyuruh para anak buahnya untuk mencari informasi tentang wanita yang bersamanya malam itu. Dia melakukan semuanya karena dia ingin bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Namun, entah kenapa dia mau mengejar wanita itu sejauh ini. Padahal, selama ini dia bisa mendapatkan wanita manapun yang diinginkan tanpa harus bersusah payah. Bahkan mereka dengan sukarela menyerahkan diri untuk naik ke atas ranjangnya. "Apa alamatnya jauh
Saat sedang asyik membaca, Alisa terkejut karena tiba-tiba saja ada orang yang mengetuk pintu rumah. Dirinya yang sedang tidak memakai hijab pun langsung berlari mencari di mana hijabnya tadi, lalu memakai cadarnya sebelum membuka pintu. Saat Alisa pintu dibuka, Alisa mendapati sosok perempuan paruh baya yang berdiri berdampingan dengan sosok pria yang ia kenal. "Assalamu'alaikum nak, Alis," ucap Fatimah saat Alisa membukakan pintu rumahnya. "Waalaikumsalam, Ibu." jawab Alisa sebelum mengambil tangan wanita itu untuk dicium. Apa yang Alisa lakukan saat ini membuat Fatimah semakin menyukai wanita itu. Dia semakin yakin bahwa Alisa yang terbaik untuk Zaki dan menjadi pendamping dari anaknya. "Ibu ganggu kamu tidak?" tanya Fatimah sebelum Alisa mempersilahkan mereka untuk masuk. "Nggak kok, Bu. Ayo, masuk." ajaknya pada mereka. Saat kedua orang itu duduk, Alisa langsung merasa tidak nyaman. Sebab, di rumah ini, tidak ada apa pun selain tikar yang menjadi alas untuk mereka d
Keesokan harinya, Alisa yang baru saja selesai bersiap-siap langsung dikagetkan oleh kedatangan Fatimah dan Zaki di depan pintu rumahnya. "Assalamu'alaikum cantiknya, Ibu." ujar Bu Fatimah ketika melihat Alisa yang baru saja membuka pintu rumah. Alisa hampir saja berteriak saat melihat mereka berdua sudah tiba di rumahnya tanpa aba-aba. Sebab, dia memang telah memperkirakan kedatangan Fatimah dan Zaki, tapi ia sama sekali tidak menyangka kalau mereka akan datang secepat ini. "Waalaikumsalam ibu" jawab Alisa dengan lembut setelah lebih dulu beristighfar di dalam hati. Wajah Fatimah yang berseri membuat perasaan Alisa menjadi damai. Dia merasa bahwa wanita ini terlihat begitu mirip dengan Uminya di pondok yang juga begitu menyayangi dirinya. Namun, Alisa tidak ingin berbesar kepala, karena ia sadar kalau semua mungkin tidak akan sama lagi apabila kehamilannya telah ketahuan. Tiba-tiba saja Alisa melihat ke arah Zaki dan kedua mata mereka saling mengunci satu sama lain. Buru-buru