Beranda / Romansa / Hey, Mama! / 5. Mogok Makan

Share

5. Mogok Makan

Penulis: dian_nurlaili
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-31 09:54:43

"Whattt? Lo gilaaa!!"

Ify meletakkan jarinya di depan mulut, meminta Via agar tak terlalu berisik karena semua pengunjung kafe kini menatap mereka dengan pandangan terganggu.

"Jangan teriak! Malu-maluin aja sih," bisik Ify sambil tersenyum dan mengucapkan maaf kepada semua pengunjung yang terganggu.

"Tapi kita-kita sudah menduga sih, soalnya pas Pak Riko turun tuh dia kaya kesakitan dan megangin selangkangan. Tapi gue nggak nyangka kalau si brengsek itu sampai mecat lo. Tapi syukurlah, lo lepas dari orang brengsek kaya dia," ucap Via dengan emosi menggebu.

"Syukur pala lo pitak, gue pengangguran anjir!" sungut Ify.

"Terus lo kenapa nggak ada kabar setelahnya? Gue hubungin nggak pernah lo angkat, gue ke kos nggak ada orang."

Ify menghela napas, sampai juga mereka ke cerita yang sebenarnya.

"Mama gue meninggal, Vi!"

Via terdiam, ia menatap sosok sahabatnya itu dengan mata yang mulai memburam. Ikut merasakan sakit yang menyayat, melihat sang sahabat yang mencoba tetap tegar ditengah gempuran cobaan. Lalu tanpa kata, Via beranjak ke kursi di sebelah Ify, merengkuh gadis itu dalam pelukannya yang langsung meledakkan tangis. Tangisan kedua setelah di depan jasad sang mama. Tangis yang ia tahan karena tak ingin membuat sang adik lebih bersedih karenanya.

"Maaf, maaf karena nggak ada di sebelah lo saat itu. Gue kira lo butuh waktu sendiri soalnya lo nggak ada di kos pas kemarin gue ke sana. Gue nggak tahu kalau lo dapat musibah segini beratnya," air mata Sivia menetes mendengar tangis pilu dari sang sahabat. Mereka sama sekali tidak peduli dengan respon pengunjung yang heran dan juga penasaran.

*

"POKOKNYA ATAN NGGAK MAU!"

Rio mengurut hidungnya lelah. Ini sudah lewat empat hari sejak ia menjemput Natham di tempat wanita yang Rio ketahui namanya sebagai Ify.

Hari pertama dan kedua, Rio masih bisa membujuk sang anak untuk makan dengan iming-iming. Tapi hari ketiga mulai susah karena Atan ingin makan masakan 'mama'. Puncaknya hari keempat, Atan sama sekali tidak mau makan dari pagi, membuat semua orang di rumah panik, terutama Rio. Bahkan ayah dan ibu Rio sendiri sudah tak tahu harus bagaimana untuk membujuk cucu kesayangannya agar mau makan.

"Ini gimana, Yo? Siapa yang Atan panggil mama sejak kemarin?" tanya Ibu Rio tak mengerti. Sejak kemarin dirinya bertanya, tak juga mendapat jawaban memuaskan kecuali 'wanita yang menolong Atan'.

"Kan Rio sudah bilang, Ma! Namanya Ify, dia wanita yang nolong Atan," jawab Rio sama dengan jawaban yang ia berikan sejak kemarin.

"Terus kenapa Atan tiba-tiba manggil mama? Kamu berhubungan sama dia?"

Rio berdecak. "Bagaimana aku bisa berhubungan sama dia kalau ketemu aja baru kemarin?"

"Terus gimana bisa Atan manggil dia mama? Kamu tau sendiri anakmu kalau sama orang asing gimana? Sama wanitamu kemarin aja butuh waktu berbulan-bulan, sekalinya mau diajak keluar malah dihilangin." Ibu Rio masih merasa kesal dengan insiden hilangnya cucu kesayangan.

"Shilla itu temen Rio, Ma! Bukan wanita Rio."

"Sama aja, dia gatel kan sama kamu, nempel terus kaya lem," sungut Ibu Rio yang membuat Rio hanya menggelengkan kepala. Entah kenapa sejak awal ibunya itu tidak menyukai kehadiran Shilla.

"Terserah mama, deh!" Pasrah Rio akhirnya.

"Cucu Oma yang paling ganteng, makan dulu, yuk! Nanti sore kita jalan-jalan ke timezone mau nggak?" Nyonya Wirasena itu kembali membujuk sang cucu.

Atan menggeleng. Ia sudah hampir menangis karena matanya berkaca-kaca.

"Atan mau masakan mama, kata mama kalau Atan jadi anak baik, mama bakal nyusul, kenapa mama belum datang, Yah?"

Rio meringis, ia tak tega membohongi anaknya sendiri, tapi ia juga tak mungkin kembali merepotkan orang lain. Apalagi orang itu tidak mau menerima hadiahnya yang membuatnya semakin merasa sungkan.

"Rio, mama minta alamat wanita itu, biar mama yang jemput. Mama tidak tega lihat Atan yang tidak mau makan," ucap sang ibu yang membuat Rio melotot.

"Jangan, Ma! Rio tidak mau merepotkan dia lagi. Apalagi kemarin dia juga menolak ucapan terima kasih dari Rio. Terlihat tidak tahu diri kalau kita merepotkan dia lagi."

"Terus kamu mau melihat anakmu mati kelaparan, hah?"

Rio menggeleng.

"Kamu sendiri tahu bagaimana watak anakmu, Rio! Dia persis seperti kamu, dia akan melakukan apapun sampai keinginannya terwujud termasuk mogok makan. Memangnya kamu mau Atan masuk rumah sakit?"

Rio kembali menggeleng.

"Sini alamatnya, mama yang akan kesana kalau kamu tidak mau. Mama tidak tega liatnya."

"Biar Rio aja, Ma! Sekalian Rio ajak Atan ke sana. Takutnya Ify tidak nyaman kalau tiba-tiba dijemput ke sini," ucap Rio pada akhirnya. Mengalah pada perang batin dan rasa tidak enak demi sang buah hati.

"Kenapa? Sekalian kan mama bisa kenalan sama dia. Wanita seperti apa yang bisa membuat anakmu sampai seperti ini."

"Dia cantik, Ma!" Namun ucapan itu hanya tertahan di tenggorokan Rio. Hanya seluas senyum tipis sebelum kemudian menghampiri Atan.

"Atan mau ke tempat mama nggak?" tanya Rio yang tanpa sadar ikut memanggil Ify dengan sebutan mama.

Atan menatap sang ayah dengan mata berbinar. Tangan kecilnya menyeka air mata yang sempat turun.

"Boleh? Atan boleh ke tempat mama? Ayah mau anter Atan ke tempat mama?" tanyanya antusias.

Rio terkekeh gemas. "Tapi Atan harus janji kalau nanti ketemu mama, harus makan yang banyak, ya? Dari pagi Atan nggak mau makan loh, apa tidak lapar?"

Atan mengangguk. "Atan lapar, tapi Atan mau masakan mama."

"Haah, oke Kids! Ayo, Ayah anter ke tempat mama!" Tangannya terulur disambut dengan antusias oleh balita itu. Dalam hitungan detik, ia sudah ada dalam gendongan Rio.

"Rio sama Atan pergi dulu, Ma! Mumpung masih jam dua, biar nggak kemaleman di jalan," pamit Rio yang dibalas dengan hati-hati oleh sang ibu.

*

"Kaya gini?" Ify membetulkan letak kue yang akan difoto oleh Ray demi promosi di sosial media.

"Lebih kanan dikit, itu daunnya jangan sampai tidur, tegakin lagi!" Meski kesal, Ify hanya menuruti apa yang dikatakan Ray.

"Nah, perfect! Minggir dulu, Kak!"

Ray memotret kue itu dengan serius. Meski hanya memakai ponsel, tetapi Ray adalah anak fotografi saat di SMA. Maka, tak heran foto yang dihasilkan juga bagus. Berbanding terbalik dengan Ify yang sama sekali tak mengerti tentang dunia perfotoa-an.

"Nah tinggal edit dikit, abis itu siap diposting di i*******m," ucap Ray puas dengan hasil tangannya. "Udah bikin akun i*******mnya kan?"

Ify hanya mengangguk, lalu memperlihatkan layar laptop yang sudah terbuka dengan akun i*******m baru yang belum ada pengikutnya.

Ify baru saja berniat membereskan meja yang digunakan untuk foto saat mendengar suara mobil yang berhenti di depan pintu kosan.

"Ah, palingan juga tetangga," Ify mengurungkan niat untuk kepo dan lanjut beres-beres sebelum kemudian terdengar pekikan anak kecil.

"MAMAAAA!"

Bab terkait

  • Hey, Mama!   6. Good Luck

    Rio benar-benar tak bisa mengalihkan pandang dari sang buah hati yang tengah makan dengan sangat lahap. Selama tiga tahun, Rio tak pernah sekalipun melihat sang anak yang begitu menikmati hidangan di hadapannya. Padahal jika Rio bisa berkomentar, makanan yang kini dimakan sang anak sangatlah sederhana dibanding apa yang mereka makan sehari-hari. Hal lain yang membuat Rio semakin takjub adalah kenyataan jika Atan sebenarnya sangat susah untuk makan sayur dan buah, chef di rumah mereka pun harus memutar otak agar nutrisi Atan tetap terjaga dengan membuat berbagai hidangan sayur yang dimodifikasi. Namun kini di depannya, Atan makan dengan lahap tanpa protes sedikitpun, padahal Ify hanya memasak menu sederhana. Nasi ayam jamur, dengan rebusan brokoli dan wortel. Ify juga memotong satu buah apel sebagai pencuci mulut saat Atan selesai makan. "Ayah, mau coba masakan mama, nggak?" celetuk Atan yang membuat semua atensi orang dewasa di sana tertuju padanya."Atan makan yang banyak dulu aja, y

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-23
  • Hey, Mama!   7. Kemarahan sang CEO

    Rio menatap tumpukan berkas yang ada di depannya dengan lelah. Memijit pangkal hidungnya pelan, Rio menghembuskan napas panjang saat menyadari jika tanggungannya untuk hari ini masih sangat banyak.Sebentar lagi waktu makan siang, Rio baru saja berniat untuk menelepon putranya saat pintu ruangannya diketuk."Masuk!"Alvin masuk dengan sebuah amplop coklat di tangan. "Sudah dapat informasinya?" tanya Rio langsung yang membuat Alvin mengangguk. "Nona Ify pernah bekerja di Jade Imperial sebagai chef dan berhenti bekerja tiga minggu yang lalu. Menurut kesaksian para karyawan, malam itu Nona Ify dipanggil oleh Riko ke ruangan, tapi tak berapa lama Nona Ify keluar dalam keadaan marah, membereskan semua barang-barangnya dan tidak pernah kembali setelahnya.""Lalu?" "Karena di kantor Riko tidak ada CCTV, saya agak kesulitan untuk mencari tahu apa yang terjadi malam itu. Tapi menurut informan saya, malam hari sebelumnya Riko menyatakan cinta kepada Nona Ify dan ditolak."Seketika sebuah ske

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24
  • Hey, Mama!   8. Lunch

    Pikiran adalah salah satu pembunuh secara tak langsung. Tak ada kegiatan di saat tengah hari yang sunyi, membuat Ify lagi-lagi tenggelam dalam pikiran yang akhir-akhir ini membuatnya sakit kepala. Semua tak berjalan sesuai rencana. Banner promosi katering miliknya yang direncanakan oleh Ray tak berjalan sesuai ekspekstasi. Memang, ada satu dua yang pesan atau beli, tapi itu tak bisa menutup modal awal yang lagi-lagi membuat Ify harus memutar otak. Apalagi saat kabar menggembirakan dimana sang adik diterima di kampus ternama Universitas Airlangga. Meski beasiswa penuh, tak memungkiri kebutuhan lain juga membesar. Ongkos dan uang saku sang adik yang sudah pasti. Tak mungkin juga Ify membiarkan sang adik memegang uang pas-pasan. Ify harus memikirkan alternatif lain untuk menopang hidup mereka.Air mata tanpa sadar mulai menitik, Ify merasa pundaknya terasa sangat berat. Memikul beban sebegitu besar dalam waktu yang tak singkat, sampai Ify sendiri tak sempat untuk mengerti arti bahagia.

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • Hey, Mama!   9. Chef Arjun

    Selama dua puluh empat tahun, Ify tak pernah menginjakkan kaki di restoran mewah kecuali Jade Imperial dan beberapa restoran sebelum ia bekerja untuk proses interview. Namun sekarang, ia berdiri di depan sebuah hotel bintang lima yang terkenal dengan fine diningnya. Untuk bisa makan dan menginap di hotel ini, mereka harus reservasi satu minggu sebelumnya."Kak, serius kita mau makan di sini?" bisik Ray.Ify terdiam, menatap pantulan dirinya di kaca mobil. Sial! Dirinya terlihat seperti gembel saat melihat Rio yang begitu rapi dengan setelan jas sementara dirinya dan Ray hanya menggunakan pakaian santai karena tak mengira jika Rio akan membawa mereka ke tempat semewah ini."Mas, kita nggak salah tempat?" tanya Ify memastikan. Ia bahkan takut melangkah lebih jauh, membuat Rio pun menghentikan langkahnya."Kenapa? Kalian nggak suka makan di sini?""Bukannya kita nggak suka, Mas! Tapi lihat, kita salah kostum. Udah macem gembel aja kita, ntar kalau disangka mau ngemis gimana?""Sebenarny

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • Hey, Mama!   10. Apartemen Baru

    "Makasih untuk makan siangnya, Mas! Hati-hati di jalan!" ucap Ify begitu turun dari mobil. Rio hanya mengangguk dengan senyum singkat lalu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan kosan milik Ify. Ray dan Ify, keduanya tak langsung masuk tetapi memilih untuk duduk di kursi teras. "Kak, lo kelihatan badmood daritadi, kenapa?" tanya Ray setelah sekian lama berdiam diri. "Hah? Siapa?""Yang tanya?""Gue tanya beneran!""Ya elo lah, emang di sini ada siapa lagi? Mbak kunti?" jawab Ray kesal karena sang kakak yang sedang dalam mode lemot. Ia sudah cukup kesal lantaran waktu makan siangnya yang nikmat harus dinodai dengan datangnya entitas tante-tante bohay yang entah ada hubungan apa dengan Om Rio (yang jelas Ray bisa menyimpulkan jika keduanya lumayan dekat), yang sangat berisik membuat Ray gatal ingin menyumpal mulut tante itu dengan piring dessert di depannya. "Gue nggak badmood dih, perasaan biasa aja," jawab Ify lalu membuka ponsel, sekedar mengecek riwayat pesan yang ternyata pen

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-27
  • Hey, Mama!   11. Bolehkah?

    Sekian lama bersahabat dengan Ify, Sivia tidak pernah dikejutkan dengan sebegini hebatnya. Kehidupan Ify itu cenderung flat, kalau Sivia boleh bilang, sangat membosankan. Karena kehidupan Ify hanya berputar antara restoran dan rumah. Tak pernah berminat jika Sivia mengajak Ify untuk sekedar bersenang-senang di luar. Karena Ify cenderung menghindari hal-hal yang akan membuatnya repot, dan Sivia tak pernah bisa memaksa. Akhirnya, hanya Sivia yang sering berkunjung ke kosan Ify jika sedang ingin bermain bersama.Namun akhir-akhir ini, Sivia sudah tidak bisa menghitung berapa kali ia terkejut karena Ify. Puncaknya adalah saat ini, di depan pintu apartemen milik sahabatnya itu, melihat bos besar yang dengan santai keluar dari apartemen, dengan bocah cilik yang memanggil Ify dengan sebutan 'Mama'. Sungguh, Sivia merasa sedang berada diantara nyata dan mimpi. "Mama, tadi Atan di sekolah diajarin menggambar. Dipuji sama Bu guru katanya gambar Atan bagus," celoteh bocah tiga tahun menceritaka

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-31
  • Hey, Mama!   12. Kembali Bekerja

    Hari pertama kembali bekerja disambut dengan antusias oleh Ify. Bahkan ia sudah bangun sejak jam lima pagi, sibuk membuat sarapan di dapur. Pukul enam, semua sudah terhidang rapi di meja makan. Ia kemudian masuk ke dalam kamar untuk mandi dan bersiap. Restoran buka pukul delapan, tetapi karyawan datang pukul tujuh, karena mereka harus menyiapkan banyak hal sebelum benar-benar membuka restoran. Memang derita shift pagi, tapi shift malam pun juga harus melakukan yang sama, banyak hal yang harus dibereskan sebelum akhirnya bisa pulang. Jadi, restoran yang tutup pukul sepuluh, mereka baru bisa pulang pukul sebelas. Rambutnya masih setengah basah saat Ify keluar dari kamar bersamaan dengan pintu kamar sebelah yang terbuka, memperlihatkan Ray yang baru bangun dengan mata yang belum sempurna terbuka."Tumben lo udah rapi?" komentarnya saat melihat sang kakak yang tak biasa. Mandi pagi adalah hal yang sangat jarang Ify lakukan. Oke, ini memalukan tapi bagi Ify, mandi pagi itu tidak wajib kal

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Hey, Mama!   13. Mama Suka

    Ify hanya memandang datar entitas yang akhir-akhir ini selalu berada di sekitarnya. Laki-laki itu duduk dengan senyum lebar, belum menyadari bagaimana ekspresi Ify saat memandangnya."Maaf, saya telat karena ada kendala sedikit tadi di kantor," ucapnya sambil mendudukkan diri di kursi seberang Ify.Suasana kafe tidak terlalu ramai karena belum memasuki jam makan malam. Malah lebih ramai jalanan di luar karena waktu jam pulang kantor. Tak mendapatkan jawaban, Rio kemudian mendongak, menatap Ify yang juga tengah menatapnya tajam. Merasa aneh karena mendapat tatapan tak biasa, Rio kemudian bertanya."Ada yang salah dengan saya, Fy?"Ify bergeming. Membuat Rio menggaruk tengkuknya bingung, hingga beberapa saat kemudian dia melotot."Maaf maaf, saya sebenarnya mau menjemput Atan, tapi saya kemudian berpikir kalau lebih baik saya menjemput kamu untuk bertemu Atan yang ada di rumah."Ify mengangguk singkat, sama sekali belum berniat membuka suara."Ify, saya minta maaf karena tidak bilang t

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-02

Bab terbaru

  • Hey, Mama!   47. Extra Part 2

    "Bawa seperlunya saja, Sayang! Kita nanti bisa beli di sana," ucap Rio saat melihat sang istri yang kebingungan karena kopernya yang tidak muat."Apakah boleh?" tanya Ify polos yang membuat Rio terkekeh."Kamu masih belum terbiasa dengan dompet suamimu ini?"Ify mendengus, meski Rio sudah memberinya black card, terkadang Ify terus saja lupa. Kebiasaannya berhemat ternyata sangat susah dihilangkan. "Baiklah, aku akan menghabiskan seluruh uangmu nanti," ancam Ify yang diangguki dengan semangat oleh Rio."Habiskan Sayang! Memang sudah tugasmu menghabiskan uangku. Aku takut pihak bank nanti kewalahan menyimpan uangku.""Sombong sekali," cibir Ify yang membuat Rio gemas dan mencuri kecupan kecil di bibir sang istri."Tapi, Mas! Atan tidak apa-apa ditinggal?" Entah ini pertanyaan ke-berapa kali yang Rio dengar saat mereka akhirnya memutuskan untuk bulan madu selama satu bulan penuh dengan mengunjungi beberapa negara.Rio menutup koper lalu membimbing istrinya untuk duduk di ranjang."Sayang

  • Hey, Mama!   46. Extra Part 1

    "Taruh di sana, awas jangan sampai telurnya pecah!" "Sayurannya di sini."Ify terus memberikan pengarahan demi kenyamanan dapurnya. Agar ia bisa bergerak cepat, ia juga harus mengetahui letak bahan-bahannya dengan baik. Ify melihat lawan-lawannya yang juga melakukan hal yang sama. Sebagai yang terpilih mewakili Jade Imperial, Lintang memiliki harapan yang tinggi dan itu sedikit membuat gugup. Apalagi head chef-nya itu hadir di barisan para juri.Tangan Ify terasa agak gemetar karena gugup. Ini adalah kali pertama ia mengikuti acara kontes memasak. Tidak seperti saat ia mengikuti tes interview, kali ini semua orang akan melihat karena acaranya diliput secara exclusif oleh salah satu stasiun TV terkenal."Semangatt!! Kamu bisa!!" Sivia mengepalkan tangannya, memberi semangat kepada sang sahabat yang dibalas Ify dengan senyuman tipis. Apron sudah terpasang apik di tubuhnya. Ia kembali mengingat semua resep yang telah dihapalnya. Matanya memejam sembari berdoa agar ia bisa menyelesaika

  • Hey, Mama!   45. Epilog (21+)

    "Mas, bangun! Mas ....!" Ify terus menggoyang-goyangkan tubuh Rio, berharap suaminya itu terbangun. Pasalnya, Rio tengah merintih dalam tidurnya dengan air mata yang berderai."Sudah bangun suamimu, Fy?" "Belum, Ma! Mas Rio susah banget dibangunin. Nggak tahu mimpi apa sampai nangis kaya gini." Ify terus mengusap peluh dan air mata Rio. Sedikit khawatir karena Rio seperti sedang berada di dimensi mimpi yang sangat jauh sehingga sulit meraih kesadaran."Coba guyur pake air, Fy!" Zahra sudah datang dengan segayung air setelah sebelumnya masuk ke kamar mandi pengantin baru itu."Kasihan Mas Rio dong, Ma!""Ya terus gimana? Takutnya mimpinya terlalu jauh itu, Fy! Susah banget dibilangin jangan tidur menjelang maghrib juga, malah istrinya ditinggal sendirian," omel Zahra."Mas Rio kecapekan, Ma! Biar Ify usap aja siapa tahu Mas Rio bangun." Ify lantas mengambil alih gayung air dari tangan mertuanya, mencelupkan tangan lantas mengusapkan di wajah Rio. Dua kali usapan, kerjapan mata dari s

  • Hey, Mama!   44. Hari Bahagia (Ending)

    Gugup. Satu kata yang cukup menggambarkan bagaimana kacaunya Rio. Berkali-kali ia merapikan jas yang sudah rapi. Berjalan bolak-balik dari ranjang ke depan kaca karena takut penampilannya tidak memuaskan. Tangannya menggenggam tisu karena keringat dingin yang terus keluar. "Tenang Rio, tenang ... tarik napas ... buang ..." Rio terus menyugesti dirinya sendiri agar tak terlalu gugup. Suara pintu terbuka membuat Rio berjengit kaget. Ia menekan dadanya sendiri karena detak jantung yang semakin menggila seolah jantung itu bisa keluar dari dadanya dengan sendirinya."Mama ngangetin!" pekik Rio begitu mendapati entitas penyebab jantungnya semakin berdetak anomali."Padahal mama udah ketuk pintu, loh!" Zahra berjalan masuk perhalan. Menahan senyum melihat kegugupan sang anak yang terlihat sangat jelas."Gugup? Padahal bukan pertama kali loh!""Ish, Mama! Meskipun ini bukan pertama kali buat Rio, tapi sensasinya tetep aja bikin gugup, Ma!""Cih, cemen!" cibir Zahra yang membuat Rio melotot

  • Hey, Mama!   43. Resign

    Ify menghela napas panjang usai mendengar semua penjelasan Rio dan melihat rekaman CCTV. Memang terlihat jelas bagaimana Rio mencoba untuk menjaga jarak, tetapi perempuan itu mengambil kesempatan, dan entah kenapa momen itu tepat saat Ify tiba. Klasik, seperti momen-momen yang sering Ify baca di novel. Namun, itu juga alasan kenapa Ify mau mendengarkan penjelasan dari Rio. Ify hanya tak ingin menjadi orang yang menyesal karena kesalahpahaman."Sayang, jangan marah lagi ya! Aku minta maaf," Rio menatap Ify dengan pandangan memelas. Ify hanya mengangguk singkat. Meski tak lagi marah, tapi rasa kesal masih ada. Ingin rasanya ia menjambak rambut wanita itu hingga botak.Rio menghela napas melihat Ify yang setia dengan kebungkamannya. Harusnya ia memang mulai membuat peraturan tak tertulis kalau wanita itu kini dilarang datang ke kantornya."Aku harus apa biar kamu maafin aku?"Ify menoleh, mendapati Rio dengan ekspresi putus asa."Aku sudah maafin kamu, Mas! Lagian bukan salah Mas juga,

  • Hey, Mama!   42. Ujian

    "Ikut aku ke kantor aja gimana?" tawar Rio sebelum masuk ke mobil. "Mau ngapain, Mas? Jadwalku nanti masuk siang."Rio mencebik. "Kalau gitu nanti makan siang bareng ya?""Aku kan harus siap-siap ke restoran, Mas!""Sayaaang, nggak bisa apa bolos sehari gitu nemenin aku kerja?" Ify terkikik geli, Rio yang bertingkah clingy benar-benar sesuatu yang baru. Sisi yang cukup mengejutkan mengingat kesan pertama yang Ify lihat dari Rio adalah hot daddy."Ada ya, bos yang nyuruh karyawannya bolos?" "Ya lagian kamu sibuk banget, padahal di sini bosnya aku.""Kan aku ikut bantu ngurus persiapan pernikahan kita, Mas! Justru yang sibuk itu Mas Rio tau. Masa kita yang mau nikah tapi Mas Rio pasrah aja gitu nyerahin semuanya ke WO."Kali ini Rio menyengir dengan penuh rasa bersalah. "Maaf, sayang! Aku lagi ngebut kerjaan buat tiga bulan ke depan biar abis kita nikah, bisa honeymoon keliling dunia."Mendengar ucapan Rio, tak ayal dada Ify kembang kempis, perutnya terasa tergelitik mengundang sen

  • Hey, Mama!   41. Brother Feelings

    Mas Rio :Sayang, aku nanti agak telat nggak apa-apa ya? Masih ada sedikit pekerjaan mendesak :( Me :Nggak apa-apa, Mas!Lagian aku nanti juga mau belanja bentar di supermarketMas Rio : Belanjanya nggak pas kita pulang aja?Me :Nggak deh Mas! Takutnya nanti keburu capek, kita kan nggak tahu fitting-nya nanti sampai jam berapaMas Rio: Ya udah deh, hati-hati ya sayang!Belanja pake kartu yang aku kasih aja!Me :Iya Mas sayaang!Lagian aku cuma belanja dikit doang kok, Mas!Mas Rio: Pokoknya pake aja, Sayang! Aku nungguin notifikasi kartu yang kamu pake, nih!Me :Kamu aneh deh, Mas! Nggak takut apa kalau aku cuma mau porotin kamu doang?Mas Rio: Ngapain takut? Duitku banyak dan tugasmu buat habisinIfy tercengang tanpa bisa berkata melihat balasan terakhir dari Rio. Memang aneh orang kaya satu ini. Saat yang lain menyeleksi calonnya dengan ketat karena takut dimanfaatkan, Rio justru menyodorkan diri untuk diporoti. Jika sudah begini, maka Ify pun tak akan ragu lagi. Dengan se

  • Hey, Mama!   40. Satu Langkah

    "Pulang aja, ya! Aku lebih suka masakanmu."Ini adalah kelima kalinya Rio meminta untuk pulang. Ify hanya terdiam tanpa berniat merespon."Ify .... Sayaaang!" Rio merengek bak anak kecil, sama sekali tidak malu dengan Pak Aziz, sang supir yang tersenyum tipis melihat tingkah majikannya."Apa sih, Mas! Diem, kita hampir sampai!" Rio merengut. Menegakkan tubuhnya dengan tangan bersedekap dan memandang ke depan dengan penuh permusuhan. Bangunan hotel bintang lima itu seolah ingin ia musnahkan dalam sekali pandang."Nggak mau turun, Mas!"Ify tersenyum tipis melihat Rio yang merajuk. Sangat mirip dengan Atan. Sampai merek ke dalam hotel dan masuk ke restoran, Rio sama sekali tak berniat untuk mengubah ekspresi wajahnya yang penuh permusuhan. Semua orang yang menyapanya dengan ramah ia balas dengan pandangan dingin dan menusuk. Terutama saat melihat entitas seseorang yang kini tengah berjalan ke arah mereka dengan senyum lebarnya."Hai, Cantik! Aku udah siapin meja yang spesial buat ka

  • Hey, Mama!   39. Sampai Kapan?

    Keadaan hening di dalam lobi saat Agni, selaku mantan istri dari Rio berhasil diusir meski melibatkan satpam. Ify menghela napas sekali lagi saat Rio tak juga membuka suara."Mau sampai kapan kita kaya gini?" Ify membuka suara yang membuat Rio terlonjak kaget. Sedikit tergagap dan melihat Ify dengan sendu."Maaf," ucapnya lirih."Maaf kenapa?""Maaf karena aku selalu membuatmu dalam posisi yang sulit, aku juga selalu membuatmu berada dalam bahaya."Ify melangkahkan kakinya ke kursi yang memang tersedia di lobby dekat receptionist, duduk disana diikuti oleh Rio."Jadi itu alasan Mas Rio pergi?"Lidah Rio kelu, tak sanggup menatap Ify yang kini memusatkan perhatian padanya.Rio kembali membisu, Ify menghela napas tajam. Meskipun ada rasa tak tega melihat Rio yang sangat kacau, tapi Ify harus melakukannya. Agar Rio tak lagi mencoba kabur dan berani menghadapi ketakutannya."Itukah cara Mas untuk kabur dari tanggungjawab?" Lagi-lagi Rio tak membuka suara."Mau tahu cerita nggak, Mas? Ak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status