Beranda / Romansa / Hey, Mama! / 6. Good Luck

Share

6. Good Luck

Penulis: dian_nurlaili
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-23 18:12:01

Rio benar-benar tak bisa mengalihkan pandang dari sang buah hati yang tengah makan dengan sangat lahap. Selama tiga tahun, Rio tak pernah sekalipun melihat sang anak yang begitu menikmati hidangan di hadapannya. Padahal jika Rio bisa berkomentar, makanan yang kini dimakan sang anak sangatlah sederhana dibanding apa yang mereka makan sehari-hari. Hal lain yang membuat Rio semakin takjub adalah kenyataan jika Atan sebenarnya sangat susah untuk makan sayur dan buah, chef di rumah mereka pun harus memutar otak agar nutrisi Atan tetap terjaga dengan membuat berbagai hidangan sayur yang dimodifikasi. Namun kini di depannya, Atan makan dengan lahap tanpa protes sedikitpun, padahal Ify hanya memasak menu sederhana. Nasi ayam jamur, dengan rebusan brokoli dan wortel. Ify juga memotong satu buah apel sebagai pencuci mulut saat Atan selesai makan.

"Ayah, mau coba masakan mama, nggak?" celetuk Atan yang membuat semua atensi orang dewasa di sana tertuju padanya.

"Atan makan yang banyak dulu aja, ya? Ayah makan nanti saja," jawab Rio dengan senyum lebarnya. Tak pernah ia sebahagia ini melihat Atan makan dengan lahap.

"Tapi ini enak, Yah! Aaaaaa ...." Atan menodongkan sendok dengan tangan kecilnya yang mau tak mau membuat Rio membuka mulut.

Rio mengunyah dengan pelan sambil memejamkan mata. Menikmati rasa istimewa yang tersebar di lidahnya. Rio tak bisa mendeskripsikan bagaimana rasanya, selama ini ia sudah menikmati berbagai hidangan yang lebih lezat masakan para chef terkenal dunia. Namun rasa masakan di lidahnya ini, membuat Rio seolah-olah 'pulang'. Semua rasa lelah yang ia rasakan akibat pekerjaan dan juga ayah tunggal seolah luntur begitu saja. Kini Rio mengerti, kenapa Atan sampai mogok makan.

"Enak kan, Yah?"

Rio mengangguk. "Hmmm, enak! Atan suka banget ya masakan ma-eh tante Ify?" Hampir saja Rio keceplosan ikut menyebut Ify dengan sebutan mama.

Atan mengangguk antusias, lalu tersenyum hingga lesung pipinya terlihat, membuat Ify gemas dan ingin menyimpan Atan dalam sakunya.

"Ify, terima kasih karena sudah membuatkan Atan makan, dan maaf karena lagi-lagi kami merepotkan," ucap Rio setelah keadaan hening beberapa saat. Sungguh, suasana di dalam kamar kos sempit ini sangat canggung. Bahkan, Ray merasa menjadi patung karena tak tahu harus berbuat dan berbicara apa sehingga membuatnya sibuk dengan ponsel meski telinganya siaga.

"Ah, tidak merepotkan, Pak! Saya malah seneng kalau Atan suka masakan saya," jawab Ify dengan senyum tertahan, apalagi saat melihat lesung pipi yang sama seperti milik Atan saat pria dewasa itu tersenyum.

"Masakan kamu enak, tidak heran kalau Atan sampai ketagihan." Pujian secara terang-terangan membuat rona merah mulai menjalar di pipi Ify.

"Oh ya, kamu tidak bekerja? Atau seorang freelancer?" basa-basi Rio yang tak tahu lagi harus berkata apa.

"Tidak, Pak! Saya baru saja keluar dari pekerjaan saya."

"Panggil saya Rio saja, sepertinya usia kita juga tidak terpaut terlalu jauh, lagipula kamu juga bukan karyawan saya, jadi panggil Rio saja biar nyaman."

"Tapi rasanya tidak sopan kalau saya panggil pake nama saja. Kalau Mas Rio gimana?"

Uhuk!

Rio tersedak ludahnya sendiri mendengar panggilan dari Ify. Rasa panas menyebar ke pipinya dengan detakan jantungnya yang menggila. Ini bahaya!

"Mas Rio nggak apa-apa?" tanya Ify panik sambil menyerahkan segelas air putih yang diterima Rio dengan tangan yang sedikit gemetar.

Ray yang sejak tadi menyimak menahan tawa. Ia sengaja duduk membelakangi Ify dan Rio, menghalangi Atan dari dua orang dewasa itu.

"Atan, Atan sayang sama mama nggak?" bisik Rio kepada Atan yang kini sedang memakan apel.

"Sayang," jawab Atan dengan polos.

"Kalau mama menikah dengan ayah? Atan mau nggak?"

"Menikah itu ... apa?"

Waduh! Gawat! Ray memutar otak bagaimana menjelaskan secara sederhana kepada bocah polos di hadapannya ini.

"Emm, nanti Kak Ray jelasin! Sekarang Atan mau jalan-jalan sama Kak Ray dulu nggak?" bujuk Ray saat melihat piring Atan sudah bersih.

"Jalan-jalan?" tanya Atan sedikit ragu. Sepertinya ia masih agak trauma, takut ditinggal seperti dulu.

"Iya jalan-jalan. Nanti kita ke taman, di sana banyak anak-anak yang bermain."

"Tapi Atan jangan ditinggal, ya?"

Ray menggigit bibir menyadari jika Atan memiliki trauma.

"Tidak akan! Nanti Kak Ray akan ikat tangan kita berdua biar nggak kepisah," ucap Ray lalu mengambil pita dan mengikat tangan mereka berdua dengan kuat.

"Nah, kaya gini!"

Atan tertawa, melihat pergelangan tangan kecilnya terikat dengan pita kuning, yang membuatnya tak khawatir jika akan ditinggal.

"Ayo! Kita jalan-jalan," ajak Atan dengan semangat.

"Nah, sekarang ayo ijin sama ayah dan mama."

"Ayah, Mama, Atan jalan-jalan sama Kak Ray dulu, ya?" pamitnya yang membuat Ify sedikit kagok. Ia merasa seperti seorang ibu yang dihadapkan dengan situasi dimana seorang anak meminta ijinnya.

"Hati-hati ya sayang!" Rio yang menjawab lalu melihat ke arah Ray. "Tolong kembali sebelum petang!"

"Pasti!" balas Rio sambil mengacungkan jempol kanannya yang tidak terikat tali.

"Itu apa?" tanya Ify heran saat melihat tangan Ray dan Atan saling terikat.

"Ini biar kita nggak kepisah, iya kan?" Ray menatap Atan yang mengangguk antusias.

"Kata Kak Ray, kalau diikat kaya gini, kita bisa terus sama-sama dan nggak takut kepisah."

Rio tersenyum pedih. Rasa takut sang anak kalau ditinggal lagi membuatnya merasa tak becus sebagai orangtua. Harusnya ia tak mengijinkan Shilla mengajak Atan keluar saat itu. Atau harusnya ia ikut, harusnya ia meminta orang untuk mengawal mereka. Ify bisa melihat tatapan sendu dan penuh rasa bersalah Rio kepada anaknya.

"Ya sudah kita berangkat dulu!" pamit Ray, lalu berjongkok, menyamakan dirinya dengan posisi Ify yang tengah duduk di lantai lalu mendekatkan mulutnya ke telinga sang kakak.

"Good luck ... sama MAS RIO," bisik Ray dengan sedikit tekanan saat mengatakan nama Rio.

Ify melotot, ia sangat ingin menggeplak kepala Ray sekarang, namun ia tahan karena tak mau menunjukkan kekerasan kepada balita lucu di hadapannya. Maka yang bisa ia lakukan hanya menatap Ray tajam dengan penuh ancaman yang sayangnya tak mempan. Adik laknatnya itu justru tertawa penuh kemenangan melihat rona merah di pipi sang kakak.

Sampai Ray dan Atan pergi, Ify rasanya ingin mengubur diri karena rasa malu. Apalagi mengingat idenya memanggil Rio dengan sebutan Mas.

"Lo emang gila, Fy!" rutuk Ify dalam hati.

Rio berdehem untuk mencairkan kecanggungan antara dirinya dan Ify.

"Saya-saya boleh bertanya hal yang pribadi?" tanya Rio dengan hati-hati.

Ify hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Apakah kamu sudah ... menikah?" Kata terakhir diucapkan Rio dengan pelan.

"Belum."

"Syukurlah," bisik Rio.

"Kenapa, Mas?" tanya Ify yang sedikit mendengar Rio bergumam.

"Ah, tidak apa-apa, maaf suasana menjadi canggung seperti ini. Saya tidak tahu harus bersikap seperti apa," ucap Rio dengan jujur.

"Tidak apa-apa, Mas! Maaf juga karena tidak ada tempat yang lebih luas lagi."

"Kalau boleh tahu, kamu dulu kerja di mana?"

"Jade Imperial."

"Chef?"

"Kok Mas tahu?"

"Dengan rasa makanan yang luar biasa, mustahil kamu bekerja di sana sebagai waitress."

Ify memalingkan wajah, padahal ia sudah terbiasa saat masakannya dipuji, tapi entah kenapa saat Rio yang memuji masakannya terasa sangat berbeda.

"Lalu, kenapa kamu berhenti bekerja? Setahu saya Jade Imperial cukup menjanjikan dari segi gaji, apalagi untuk chef terbaik seperti kamu."

Ify terdiam cukup lama dengan tangan yang terkepal. Jika mengingat malam itu, Ify kembali merasakan gejolak amarah yang membuatnya ingin mematahkan tangan si brengsek itu.

"Tidak apa-apa, hanya tidak nyaman," ucap Ify dengan senyum paksa.

Rio yang melihat gelagat aneh dari Ify, memilih untuk memendam kembali pertanyaannya. Ia kemudian mengalihkan pembicaraan ke hal-hal yang sepele yang membuat keduanya terlibat percakapan yang menyenangkan.

Bab terkait

  • Hey, Mama!   7. Kemarahan sang CEO

    Rio menatap tumpukan berkas yang ada di depannya dengan lelah. Memijit pangkal hidungnya pelan, Rio menghembuskan napas panjang saat menyadari jika tanggungannya untuk hari ini masih sangat banyak.Sebentar lagi waktu makan siang, Rio baru saja berniat untuk menelepon putranya saat pintu ruangannya diketuk."Masuk!"Alvin masuk dengan sebuah amplop coklat di tangan. "Sudah dapat informasinya?" tanya Rio langsung yang membuat Alvin mengangguk. "Nona Ify pernah bekerja di Jade Imperial sebagai chef dan berhenti bekerja tiga minggu yang lalu. Menurut kesaksian para karyawan, malam itu Nona Ify dipanggil oleh Riko ke ruangan, tapi tak berapa lama Nona Ify keluar dalam keadaan marah, membereskan semua barang-barangnya dan tidak pernah kembali setelahnya.""Lalu?" "Karena di kantor Riko tidak ada CCTV, saya agak kesulitan untuk mencari tahu apa yang terjadi malam itu. Tapi menurut informan saya, malam hari sebelumnya Riko menyatakan cinta kepada Nona Ify dan ditolak."Seketika sebuah ske

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-24
  • Hey, Mama!   8. Lunch

    Pikiran adalah salah satu pembunuh secara tak langsung. Tak ada kegiatan di saat tengah hari yang sunyi, membuat Ify lagi-lagi tenggelam dalam pikiran yang akhir-akhir ini membuatnya sakit kepala. Semua tak berjalan sesuai rencana. Banner promosi katering miliknya yang direncanakan oleh Ray tak berjalan sesuai ekspekstasi. Memang, ada satu dua yang pesan atau beli, tapi itu tak bisa menutup modal awal yang lagi-lagi membuat Ify harus memutar otak. Apalagi saat kabar menggembirakan dimana sang adik diterima di kampus ternama Universitas Airlangga. Meski beasiswa penuh, tak memungkiri kebutuhan lain juga membesar. Ongkos dan uang saku sang adik yang sudah pasti. Tak mungkin juga Ify membiarkan sang adik memegang uang pas-pasan. Ify harus memikirkan alternatif lain untuk menopang hidup mereka.Air mata tanpa sadar mulai menitik, Ify merasa pundaknya terasa sangat berat. Memikul beban sebegitu besar dalam waktu yang tak singkat, sampai Ify sendiri tak sempat untuk mengerti arti bahagia.

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • Hey, Mama!   9. Chef Arjun

    Selama dua puluh empat tahun, Ify tak pernah menginjakkan kaki di restoran mewah kecuali Jade Imperial dan beberapa restoran sebelum ia bekerja untuk proses interview. Namun sekarang, ia berdiri di depan sebuah hotel bintang lima yang terkenal dengan fine diningnya. Untuk bisa makan dan menginap di hotel ini, mereka harus reservasi satu minggu sebelumnya."Kak, serius kita mau makan di sini?" bisik Ray.Ify terdiam, menatap pantulan dirinya di kaca mobil. Sial! Dirinya terlihat seperti gembel saat melihat Rio yang begitu rapi dengan setelan jas sementara dirinya dan Ray hanya menggunakan pakaian santai karena tak mengira jika Rio akan membawa mereka ke tempat semewah ini."Mas, kita nggak salah tempat?" tanya Ify memastikan. Ia bahkan takut melangkah lebih jauh, membuat Rio pun menghentikan langkahnya."Kenapa? Kalian nggak suka makan di sini?""Bukannya kita nggak suka, Mas! Tapi lihat, kita salah kostum. Udah macem gembel aja kita, ntar kalau disangka mau ngemis gimana?""Sebenarny

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-26
  • Hey, Mama!   10. Apartemen Baru

    "Makasih untuk makan siangnya, Mas! Hati-hati di jalan!" ucap Ify begitu turun dari mobil. Rio hanya mengangguk dengan senyum singkat lalu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan kosan milik Ify. Ray dan Ify, keduanya tak langsung masuk tetapi memilih untuk duduk di kursi teras. "Kak, lo kelihatan badmood daritadi, kenapa?" tanya Ray setelah sekian lama berdiam diri. "Hah? Siapa?""Yang tanya?""Gue tanya beneran!""Ya elo lah, emang di sini ada siapa lagi? Mbak kunti?" jawab Ray kesal karena sang kakak yang sedang dalam mode lemot. Ia sudah cukup kesal lantaran waktu makan siangnya yang nikmat harus dinodai dengan datangnya entitas tante-tante bohay yang entah ada hubungan apa dengan Om Rio (yang jelas Ray bisa menyimpulkan jika keduanya lumayan dekat), yang sangat berisik membuat Ray gatal ingin menyumpal mulut tante itu dengan piring dessert di depannya. "Gue nggak badmood dih, perasaan biasa aja," jawab Ify lalu membuka ponsel, sekedar mengecek riwayat pesan yang ternyata pen

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-27
  • Hey, Mama!   11. Bolehkah?

    Sekian lama bersahabat dengan Ify, Sivia tidak pernah dikejutkan dengan sebegini hebatnya. Kehidupan Ify itu cenderung flat, kalau Sivia boleh bilang, sangat membosankan. Karena kehidupan Ify hanya berputar antara restoran dan rumah. Tak pernah berminat jika Sivia mengajak Ify untuk sekedar bersenang-senang di luar. Karena Ify cenderung menghindari hal-hal yang akan membuatnya repot, dan Sivia tak pernah bisa memaksa. Akhirnya, hanya Sivia yang sering berkunjung ke kosan Ify jika sedang ingin bermain bersama.Namun akhir-akhir ini, Sivia sudah tidak bisa menghitung berapa kali ia terkejut karena Ify. Puncaknya adalah saat ini, di depan pintu apartemen milik sahabatnya itu, melihat bos besar yang dengan santai keluar dari apartemen, dengan bocah cilik yang memanggil Ify dengan sebutan 'Mama'. Sungguh, Sivia merasa sedang berada diantara nyata dan mimpi. "Mama, tadi Atan di sekolah diajarin menggambar. Dipuji sama Bu guru katanya gambar Atan bagus," celoteh bocah tiga tahun menceritaka

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-31
  • Hey, Mama!   12. Kembali Bekerja

    Hari pertama kembali bekerja disambut dengan antusias oleh Ify. Bahkan ia sudah bangun sejak jam lima pagi, sibuk membuat sarapan di dapur. Pukul enam, semua sudah terhidang rapi di meja makan. Ia kemudian masuk ke dalam kamar untuk mandi dan bersiap. Restoran buka pukul delapan, tetapi karyawan datang pukul tujuh, karena mereka harus menyiapkan banyak hal sebelum benar-benar membuka restoran. Memang derita shift pagi, tapi shift malam pun juga harus melakukan yang sama, banyak hal yang harus dibereskan sebelum akhirnya bisa pulang. Jadi, restoran yang tutup pukul sepuluh, mereka baru bisa pulang pukul sebelas. Rambutnya masih setengah basah saat Ify keluar dari kamar bersamaan dengan pintu kamar sebelah yang terbuka, memperlihatkan Ray yang baru bangun dengan mata yang belum sempurna terbuka."Tumben lo udah rapi?" komentarnya saat melihat sang kakak yang tak biasa. Mandi pagi adalah hal yang sangat jarang Ify lakukan. Oke, ini memalukan tapi bagi Ify, mandi pagi itu tidak wajib kal

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Hey, Mama!   13. Mama Suka

    Ify hanya memandang datar entitas yang akhir-akhir ini selalu berada di sekitarnya. Laki-laki itu duduk dengan senyum lebar, belum menyadari bagaimana ekspresi Ify saat memandangnya."Maaf, saya telat karena ada kendala sedikit tadi di kantor," ucapnya sambil mendudukkan diri di kursi seberang Ify.Suasana kafe tidak terlalu ramai karena belum memasuki jam makan malam. Malah lebih ramai jalanan di luar karena waktu jam pulang kantor. Tak mendapatkan jawaban, Rio kemudian mendongak, menatap Ify yang juga tengah menatapnya tajam. Merasa aneh karena mendapat tatapan tak biasa, Rio kemudian bertanya."Ada yang salah dengan saya, Fy?"Ify bergeming. Membuat Rio menggaruk tengkuknya bingung, hingga beberapa saat kemudian dia melotot."Maaf maaf, saya sebenarnya mau menjemput Atan, tapi saya kemudian berpikir kalau lebih baik saya menjemput kamu untuk bertemu Atan yang ada di rumah."Ify mengangguk singkat, sama sekali belum berniat membuka suara."Ify, saya minta maaf karena tidak bilang t

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-02
  • Hey, Mama!   14. Deserve to be Happy

    Mas Rio :Terima kasih, karena sudah mau datang ke rumahIfy baru saja selesai mandi saat pop up ponselnya menampilkan pesan masuk dari Rio. Hari ini sedikit melelahkan. Lelah hati dan pikiran. Karena Ify terlalu banyak berpikir dan overthinking. Meski endingnya tak sesuai yang ia duga, padahal ia sudah menyiapkan mental kalau-kalau ia akan diusir dan dicaci maki. Namun, nyatanya Ibu Rio begitu baik padanya. Suasana makan malam hasil masakannya pun, terlihat sangat hangat, meski ia sendiri masih agak kikuk. Me : Sama-sama, Pak!Mas Rio: Jangan panggil saya Pak, berapa kali saya harus bilang?Me : Maaf, rasanya sangat canggungMas Rio : Saya yang harus meminta maaf. Maaf karena mengambil keputusan sendiri tanpa berdiskusi denganmu.Me :Sudah, Mas! Tidak usah dibahas lagi. Aku udah maafin kok!Mas Rio : Syukurlah! Cepatlah istirahat, kau pasti lelah karena memasak untuk keluargaku.Me :Iya Mas, selamat malam!Mas Rio :Selamat malam, Ify. Have a nice dream!

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-05

Bab terbaru

  • Hey, Mama!   47. Extra Part 2

    "Bawa seperlunya saja, Sayang! Kita nanti bisa beli di sana," ucap Rio saat melihat sang istri yang kebingungan karena kopernya yang tidak muat."Apakah boleh?" tanya Ify polos yang membuat Rio terkekeh."Kamu masih belum terbiasa dengan dompet suamimu ini?"Ify mendengus, meski Rio sudah memberinya black card, terkadang Ify terus saja lupa. Kebiasaannya berhemat ternyata sangat susah dihilangkan. "Baiklah, aku akan menghabiskan seluruh uangmu nanti," ancam Ify yang diangguki dengan semangat oleh Rio."Habiskan Sayang! Memang sudah tugasmu menghabiskan uangku. Aku takut pihak bank nanti kewalahan menyimpan uangku.""Sombong sekali," cibir Ify yang membuat Rio gemas dan mencuri kecupan kecil di bibir sang istri."Tapi, Mas! Atan tidak apa-apa ditinggal?" Entah ini pertanyaan ke-berapa kali yang Rio dengar saat mereka akhirnya memutuskan untuk bulan madu selama satu bulan penuh dengan mengunjungi beberapa negara.Rio menutup koper lalu membimbing istrinya untuk duduk di ranjang."Sayang

  • Hey, Mama!   46. Extra Part 1

    "Taruh di sana, awas jangan sampai telurnya pecah!" "Sayurannya di sini."Ify terus memberikan pengarahan demi kenyamanan dapurnya. Agar ia bisa bergerak cepat, ia juga harus mengetahui letak bahan-bahannya dengan baik. Ify melihat lawan-lawannya yang juga melakukan hal yang sama. Sebagai yang terpilih mewakili Jade Imperial, Lintang memiliki harapan yang tinggi dan itu sedikit membuat gugup. Apalagi head chef-nya itu hadir di barisan para juri.Tangan Ify terasa agak gemetar karena gugup. Ini adalah kali pertama ia mengikuti acara kontes memasak. Tidak seperti saat ia mengikuti tes interview, kali ini semua orang akan melihat karena acaranya diliput secara exclusif oleh salah satu stasiun TV terkenal."Semangatt!! Kamu bisa!!" Sivia mengepalkan tangannya, memberi semangat kepada sang sahabat yang dibalas Ify dengan senyuman tipis. Apron sudah terpasang apik di tubuhnya. Ia kembali mengingat semua resep yang telah dihapalnya. Matanya memejam sembari berdoa agar ia bisa menyelesaika

  • Hey, Mama!   45. Epilog (21+)

    "Mas, bangun! Mas ....!" Ify terus menggoyang-goyangkan tubuh Rio, berharap suaminya itu terbangun. Pasalnya, Rio tengah merintih dalam tidurnya dengan air mata yang berderai."Sudah bangun suamimu, Fy?" "Belum, Ma! Mas Rio susah banget dibangunin. Nggak tahu mimpi apa sampai nangis kaya gini." Ify terus mengusap peluh dan air mata Rio. Sedikit khawatir karena Rio seperti sedang berada di dimensi mimpi yang sangat jauh sehingga sulit meraih kesadaran."Coba guyur pake air, Fy!" Zahra sudah datang dengan segayung air setelah sebelumnya masuk ke kamar mandi pengantin baru itu."Kasihan Mas Rio dong, Ma!""Ya terus gimana? Takutnya mimpinya terlalu jauh itu, Fy! Susah banget dibilangin jangan tidur menjelang maghrib juga, malah istrinya ditinggal sendirian," omel Zahra."Mas Rio kecapekan, Ma! Biar Ify usap aja siapa tahu Mas Rio bangun." Ify lantas mengambil alih gayung air dari tangan mertuanya, mencelupkan tangan lantas mengusapkan di wajah Rio. Dua kali usapan, kerjapan mata dari s

  • Hey, Mama!   44. Hari Bahagia (Ending)

    Gugup. Satu kata yang cukup menggambarkan bagaimana kacaunya Rio. Berkali-kali ia merapikan jas yang sudah rapi. Berjalan bolak-balik dari ranjang ke depan kaca karena takut penampilannya tidak memuaskan. Tangannya menggenggam tisu karena keringat dingin yang terus keluar. "Tenang Rio, tenang ... tarik napas ... buang ..." Rio terus menyugesti dirinya sendiri agar tak terlalu gugup. Suara pintu terbuka membuat Rio berjengit kaget. Ia menekan dadanya sendiri karena detak jantung yang semakin menggila seolah jantung itu bisa keluar dari dadanya dengan sendirinya."Mama ngangetin!" pekik Rio begitu mendapati entitas penyebab jantungnya semakin berdetak anomali."Padahal mama udah ketuk pintu, loh!" Zahra berjalan masuk perhalan. Menahan senyum melihat kegugupan sang anak yang terlihat sangat jelas."Gugup? Padahal bukan pertama kali loh!""Ish, Mama! Meskipun ini bukan pertama kali buat Rio, tapi sensasinya tetep aja bikin gugup, Ma!""Cih, cemen!" cibir Zahra yang membuat Rio melotot

  • Hey, Mama!   43. Resign

    Ify menghela napas panjang usai mendengar semua penjelasan Rio dan melihat rekaman CCTV. Memang terlihat jelas bagaimana Rio mencoba untuk menjaga jarak, tetapi perempuan itu mengambil kesempatan, dan entah kenapa momen itu tepat saat Ify tiba. Klasik, seperti momen-momen yang sering Ify baca di novel. Namun, itu juga alasan kenapa Ify mau mendengarkan penjelasan dari Rio. Ify hanya tak ingin menjadi orang yang menyesal karena kesalahpahaman."Sayang, jangan marah lagi ya! Aku minta maaf," Rio menatap Ify dengan pandangan memelas. Ify hanya mengangguk singkat. Meski tak lagi marah, tapi rasa kesal masih ada. Ingin rasanya ia menjambak rambut wanita itu hingga botak.Rio menghela napas melihat Ify yang setia dengan kebungkamannya. Harusnya ia memang mulai membuat peraturan tak tertulis kalau wanita itu kini dilarang datang ke kantornya."Aku harus apa biar kamu maafin aku?"Ify menoleh, mendapati Rio dengan ekspresi putus asa."Aku sudah maafin kamu, Mas! Lagian bukan salah Mas juga,

  • Hey, Mama!   42. Ujian

    "Ikut aku ke kantor aja gimana?" tawar Rio sebelum masuk ke mobil. "Mau ngapain, Mas? Jadwalku nanti masuk siang."Rio mencebik. "Kalau gitu nanti makan siang bareng ya?""Aku kan harus siap-siap ke restoran, Mas!""Sayaaang, nggak bisa apa bolos sehari gitu nemenin aku kerja?" Ify terkikik geli, Rio yang bertingkah clingy benar-benar sesuatu yang baru. Sisi yang cukup mengejutkan mengingat kesan pertama yang Ify lihat dari Rio adalah hot daddy."Ada ya, bos yang nyuruh karyawannya bolos?" "Ya lagian kamu sibuk banget, padahal di sini bosnya aku.""Kan aku ikut bantu ngurus persiapan pernikahan kita, Mas! Justru yang sibuk itu Mas Rio tau. Masa kita yang mau nikah tapi Mas Rio pasrah aja gitu nyerahin semuanya ke WO."Kali ini Rio menyengir dengan penuh rasa bersalah. "Maaf, sayang! Aku lagi ngebut kerjaan buat tiga bulan ke depan biar abis kita nikah, bisa honeymoon keliling dunia."Mendengar ucapan Rio, tak ayal dada Ify kembang kempis, perutnya terasa tergelitik mengundang sen

  • Hey, Mama!   41. Brother Feelings

    Mas Rio :Sayang, aku nanti agak telat nggak apa-apa ya? Masih ada sedikit pekerjaan mendesak :( Me :Nggak apa-apa, Mas!Lagian aku nanti juga mau belanja bentar di supermarketMas Rio : Belanjanya nggak pas kita pulang aja?Me :Nggak deh Mas! Takutnya nanti keburu capek, kita kan nggak tahu fitting-nya nanti sampai jam berapaMas Rio: Ya udah deh, hati-hati ya sayang!Belanja pake kartu yang aku kasih aja!Me :Iya Mas sayaang!Lagian aku cuma belanja dikit doang kok, Mas!Mas Rio: Pokoknya pake aja, Sayang! Aku nungguin notifikasi kartu yang kamu pake, nih!Me :Kamu aneh deh, Mas! Nggak takut apa kalau aku cuma mau porotin kamu doang?Mas Rio: Ngapain takut? Duitku banyak dan tugasmu buat habisinIfy tercengang tanpa bisa berkata melihat balasan terakhir dari Rio. Memang aneh orang kaya satu ini. Saat yang lain menyeleksi calonnya dengan ketat karena takut dimanfaatkan, Rio justru menyodorkan diri untuk diporoti. Jika sudah begini, maka Ify pun tak akan ragu lagi. Dengan se

  • Hey, Mama!   40. Satu Langkah

    "Pulang aja, ya! Aku lebih suka masakanmu."Ini adalah kelima kalinya Rio meminta untuk pulang. Ify hanya terdiam tanpa berniat merespon."Ify .... Sayaaang!" Rio merengek bak anak kecil, sama sekali tidak malu dengan Pak Aziz, sang supir yang tersenyum tipis melihat tingkah majikannya."Apa sih, Mas! Diem, kita hampir sampai!" Rio merengut. Menegakkan tubuhnya dengan tangan bersedekap dan memandang ke depan dengan penuh permusuhan. Bangunan hotel bintang lima itu seolah ingin ia musnahkan dalam sekali pandang."Nggak mau turun, Mas!"Ify tersenyum tipis melihat Rio yang merajuk. Sangat mirip dengan Atan. Sampai merek ke dalam hotel dan masuk ke restoran, Rio sama sekali tak berniat untuk mengubah ekspresi wajahnya yang penuh permusuhan. Semua orang yang menyapanya dengan ramah ia balas dengan pandangan dingin dan menusuk. Terutama saat melihat entitas seseorang yang kini tengah berjalan ke arah mereka dengan senyum lebarnya."Hai, Cantik! Aku udah siapin meja yang spesial buat ka

  • Hey, Mama!   39. Sampai Kapan?

    Keadaan hening di dalam lobi saat Agni, selaku mantan istri dari Rio berhasil diusir meski melibatkan satpam. Ify menghela napas sekali lagi saat Rio tak juga membuka suara."Mau sampai kapan kita kaya gini?" Ify membuka suara yang membuat Rio terlonjak kaget. Sedikit tergagap dan melihat Ify dengan sendu."Maaf," ucapnya lirih."Maaf kenapa?""Maaf karena aku selalu membuatmu dalam posisi yang sulit, aku juga selalu membuatmu berada dalam bahaya."Ify melangkahkan kakinya ke kursi yang memang tersedia di lobby dekat receptionist, duduk disana diikuti oleh Rio."Jadi itu alasan Mas Rio pergi?"Lidah Rio kelu, tak sanggup menatap Ify yang kini memusatkan perhatian padanya.Rio kembali membisu, Ify menghela napas tajam. Meskipun ada rasa tak tega melihat Rio yang sangat kacau, tapi Ify harus melakukannya. Agar Rio tak lagi mencoba kabur dan berani menghadapi ketakutannya."Itukah cara Mas untuk kabur dari tanggungjawab?" Lagi-lagi Rio tak membuka suara."Mau tahu cerita nggak, Mas? Ak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status