Hero dan Leander mengendap-endap menuju bagian belakang bangunan tempat mereka tinggal. Leander memberi kode dengan tangannya untuk menahan langkah Hero. “Di sini saja,” kata Leander lalu menyentuh sebatang pohon dengan telapak tangannya.
“Apa yang kaulakukan, Lean?” bisik Hero sambil menahan rasa penasaran.
“Aku akan memanggil Lyonell ke sini,” ucap Leander kemudian mengirimkan pesan lewat akar-akar pohon di dekatnya.
Hero kagum dengan kemampuan keluarga Lupine yang dapat mengendalikan pohon. Ia ingin sekali mempelajari itu, tetapi kekuatan yang dimiliki peri tak semuanya bisa dipelajari, beberapa kemampuan memang hanya diwarisi.
Namun, ada pula kekuatan yang dapat dimodifikasi seperti yang dimiliki keluarga Mimosa. Mereka dapat membuat diri menjadi transparan, hampir tak terlihat, dan Callia memodifikasinya menjadi kekuatan yang dapat menghilangkan aura keberadaan.
“Bagaimana kau akan mengelabui penjaga, Lean?”
“Rencanaku kita akan p
Di bawah langit dengan warna yang tak berubah, sembilan remaja sedang fokus mendengarkan pengarahan Farrabi. Latihan hari pertama dimulai, Farrabi akan membuat sembilan remaja itu mengasah kemampuan berpedang lebih baik lagi.“Di kota ini tak diwajibkan menggunakan pedang selama kalian bisa melindungi diri,” ucap Farrabi sambil memperhatikan ekspresi tegang di wajah sembilan remaja di hadapannya.“Namun, khusus untuk sembilan pedang suci ... harus dinyatakan lulus di tingkat ahli. Silakan jika ingin menggabungkan kemampuan berpedang dengan kekuatan khas yang kalian miliki,” tegas Farrabi kemudian meminta murid-muridnya memakai pelindung tubuh dan segera bersiap-siap.Selama ini, setiap latihan memang hanya mengandalkan kekuatan fisik dan taktik tanpa kemampuan yang diwarisi dari keluarga. Latihan kali ini juga berbeda dengan latihan yang didapatkan di kelas, sebab mereka akan berhadapan langsung dengan Farrabi.Pada tingkat pemula,
Setelah melihat pedang Seema meleleh, Farrabi pun menjeda latihan. Beberapa saat kemudian, ia memanggil Teon Nigella. Tak membutuhkan waktu lama, Farrabi bisa mengalahkan Teon karena pertahanan muridnya itu masih lemah. Teon memang belum terbiasa melakukan latih tanding satu lawan satu.“Bahaya jika tak bisa menangkis atau mengelak dari serangan lawan. Kau harus menjaga posisi pedangmu, Teon,” pesan Farrabi. “Luangkan waktumu untuk latihan sendirian atau duel dengan teman,” tambahnya.Angin bertiup pelan menghilangkan ketegangan di tengah-tengah mereka. Hero tampak memberikan semangat untuk Teon. “Nanti, kita bisa latihan bersama,” ujar Hero lalu keduanya melakukan jabat tangan homie handshake.Setelah Teon, Dann Orchid maju dan tampak percaya diri memegang pedang kemudian mengayunkannya dengan kecepatan yang mengagumkan. Seperti tombak yang biasa digunakan oleh Dann, pedangnya pun tampak berputar disertai gemuruh sua
Dua pedang masih beradu. Keringat di wajah Hero menetes dan rambutnya yang dikuncir setengah itu tampak sedikit berantakan. Hero ingin memberikan serangan balasan pada gurunya, tetapi wajahnya mendadak tegang.“Guru, ada serangan mengarah ke sini. Teman-teman, lari!” teriak Hero lalu bergegas memacu langkah. Farrabi memang tak dapat menghilangkan atau merasakan aura, tetapi instingnya mengatakan ada seseorang yang mengirim serangan dari atas.Duaarr!!Suara ledakan membuat mereka semua tiarap dan menutup telinga. Berbeda dari ledakan yang menyerang Hero dan Nino saat itu, kali ini tertinggal tombak kecil yang merupakan sumber ledakan.Beberapa penjaga mendatangi lokasi latihan, tetapi Farrabi menahan langkah mereka sebab ia waspada pada ledakan susulan. Namun, tak ada lagi suara ledakan. Setelah beberapa menit berlalu dan memperhatikan keadaan di sekitar mereka, Farrabi meminta murid-muridnya berdiri.“Tidak, jangan disen
Ucapan Atalla membuat Hero tak bisa terlelap. Ia kembali berlatih sendirian di halaman belakang. Menurut Hero, Atalla memang sudah tahu bahwa sembilan pedang suci melakukan penyelidikan diam-diam tentang sejarah 16 tahun lalu, karena itulah Atalla tak ragu menyebutkan nama Adark.Namun, cerita setengah-setengah dari Atalla hanya membuat sembilan remaja itu kebingungan. Hero paham tentang kata-kata Farrabi saat itu bahwa orang dewasa di kota ini ingin setiap anak tumbuh tanpa dibayangi rasa takut akan kejadian belasan tahun silam. Mereka ingin melindungi kebahagiaan anak-anak.“Tapi kami berbeda dari anak-anak lain, harusnya ceritakan saja!” gumam Hero sambil menyeka keringatnya dan ingin istirahat dari latihan malam.“Hero, harusnya tadi kau membangunkanku.” Teon menghampiri Hero.“Kalian semua pasti lelah,” kata Hero yang mengingat kejadian setelah mereka latihan.“Jadi, apa kau tidak lelah?” tanya T
Atalla memanggil Arion Primrose untuk maju, lelaki jangkung bermata biru itu berdiri memegang pedang dengan percaya diri. Kemampuan khusus keluarga Primrose adalah menggandakan benda, tetapi tak bisa bertahan lama.Hector, ayah Arion, menurut penjelasan Atalla belum menamai kemampuannya. Jadi, Arion bebas untuk memberikan nama apa pun seperti yang ia pikirkan.Arion berkonsentrasi penuh dan berpikir keras untuk menyalurkan kemampuan pada pedang yang sekarang digenggamnya. Ia membuka kaki selebar bahu, kaki kanannya mundur dan Arion memposisikan pedang menyamping.“Primtheradobiennis!” seru Arion. Seketika muncul dua pedang yang melayang di sisi kanan dan kiri Arion.Atalla tersenyum bangga dan memberikan tepuk tangan ketika Arion selesai. “Dua pedang itu kemungkinan akan bertahan cukup lama sebelum menghilang,” kata Atalla yang tahu bahwa benda yang digandakan dengan kemampuan keluarga Primrose biasanya akan menghilang di esok hari
Seseorang tidak akan bertambah kuat jika ia mempertahankan kebiasaan lama yang membuatnya sudah merasa cukup berada di zona nyaman. Sejak kemarin, sembilan pedang suci mengubah kebiasaan mereka yang selama ini masih lebih banyak istirahat.Sembilan remaja itu memutuskan untuk lebih disiplin latihan, mengisi setiap waktu kosong dengan latih tanding, tidur tak lebih dari tiga jam, dan hanya istirahat pada saat makan.Hero memang sudah terbiasa menghabiskan waktu untuk berlatih sendirian, tetapi ia benar-benar harus bertarung dengan rasa lelah. Berbeda dengan teman-temannya yang sekarang memiliki energi tak terbatas, Hero hanya mengandalkan ketahanan fisik.“Menurutku, latihan hari ini akan sangat melelahkan,” ujar Leander yang baru saja menyelesaikan sarapannya. “Guru Callia pasti akan menguji kekuatan fisik kita sebelum menggunakan kemampuan,” lanjut Leander.Cia pun mengangguk setuju, ia tahu betul karakter kakaknya saat melatih pa
“Guru, jumlah mereka sangat banyak. K-kita sepertinya akan mati di sini,” ucap Dann dengan suara yang bergetar. “Jangan mau membuang nyawamu semudah itu, Dann.” Callia mencabut pedangnya. “Kau pergilah! Bahaya jika tetap di sini,” suruh Callia yang siap menebaskan pedangnya. “Aku tidak mungkin meninggalkanmu sendirian, Guru,” kata Dann yang masih menahan rasa gugup dan memegangi sabuk pedang di pinggang. “Aku akan melindungimu!” seru Dann lalu mencabut pedangnya. Dann berpikir bahwa teman satu timnya pasti sedang menunggu, karena itu ia meniup peluit logam yang diberikan Luka. Tiupan peluit yang dibuat keluarga Zinnia itu melengking seolah ingin membelah hutan. Luka yang mendengar bunyi itu pun bergegas memacu langkah mengajak Eireena. “Luka, lewat sini!” Eireena menunjukkan jalan. Mereka berdua berlari sekuat tenaga. Sesampainya, Eireena dan Luka melihat Callia sedang melawan puluhan boneka kayu. Dann juga tampak terpojok, tetapi Luka langsun
Tim dua sudah berada di titik awal, tepat di tengah hutan. Namun, Callia sudah tak ada di sana. Sayangnya, mereka juga tidak bisa merasakan aura seperti yang dilakukan Hero atau orang dewasa lainnya.Beberapa jam mencari dan keluar masuk hutan, keberadaan Callia sama sekali tidak diketahui. Bendera merah yang dikatakan Callia juga tak berhasil ditemukan.“Aku yakin bendera itu memang ada pada guru Callia,” ujar Arion yang masih memikirkan cara untuk menemukan gurunya.“Kami juga memikirkan hal yang sama,” sahut Eireena. Tim tiga kembali ke titik awal sebab Dann ingat saat Callia memintanya untuk mundur Dann melihat bendera merah di pinggang Callia, persis di dekat sarung pedang.“Tapi, kami juga tak berhasil menemukan guru Callia,” tambah Luka kemudian duduk di sebelah Teon. Mereka semua merasakan hal yang sama, termasuk rasa lapar yang mulai bergejolak dan perut pun menagih untuk diisi.“Tim satu sekarang
Setiap orangtua tentu menginginkan hal terbaik untuk anaknya. Begitu pula Atalla yang sudah menyanggupi tantangan Hero. Ia ingin melihat putranya tumbuh menjadi lebih kuat dan mampu melindungi banyak orang.Sementara itu, Hero bertaruh pada keberanian dan latihannya selama ini. Remaja lelaki yang menguncir setengah rambutnya itu pun tahu bahwa tidak mudah untuk mengalahkan Atalla. Namun, ia masih ingin mencoba dan tak mau menyia-nyiakan kesempatan sekecil apa pun.“Tidak masalah jika kau ingin mundur sekarang, Hero,” gertak Atalla sebelum pertarungan mereka dimulai.“Itu adalah hal yang tak mungkin kulakukan, Ayah,” ucap Hero dengan raut wajah yang serius.“Tapi ... kau bisa terluka,” kata Atalla sambil mengeluarkan pedang.“Hal yang sama juga berlaku untukmu, Ayah.” Hero tampak bersiap-siap untuk melancarkan serangan.Di detik selanjutnya ketika denting pedang beradu, pertarungan antara ayah d
Kekalahan tidak selamanya hanya menelurkan rasa putus asa, melainkan juga dapat menjadi sebuah motivasi untuk memperbaiki diri dan terus berlatih hingga mencapai versi terbaik diri sendiri.Seema tak hanya sekali atau dua kali saja kalah dari Arion, ia sama sekali belum pernah memiliki kesempatan untuk menang. Dengan memilih Arion sebagai lawannya di momen ujian ini, Seema ingin membuktikan bahwa kemampuannya sudah jauh lebih baik.“Arion, kau tak perlu ragu untuk menyerangku dengan alasan apa pun!” tantang Seema agar Arion tetap serius meski sedang bertarung dengan seorang gadis.“Tentu, aku tak pernah berpikir untuk mengalah,” ucap Arion sambil bersiaga.Seema cenderung lebih berani dan nekat dari gadis seusianya, tetapi bukan berarti ia tidak memiliki rasa takut. Jauh di dalam hatinya, ia merasa cemas jika teman-temannya dilukai oleh para iblis dan ia pun khawatir penduduk akan diserang.“Kali ini aku akan mengalahk
Di bawah segel yang menyelimuti Kota Gardraff, kemampuan kaum peri memang terbatas, tetapi semenjak Atalla mengajarkan untuk memberi nama pada setiap kemampuan setidaknya energi mereka tak akan berkurang kecuali sudah benar-benar terluka parah.Tidak pernah terbayangkan oleh Leander harus berhadapan dengan Dann seserius sekarang. Mereka saling mengacungkan pedang dan bersiap untuk menyerang, sementara Lyonell dan Flash tampak siaga.“Aku tidak akan kalah darimu, Lean!” tukas Dann dengan mata cokelatnya yang menatap penuh hati-hati ke arah Leander.“Oh, ayolah! Aku pun tak akan membiarkanmu menang, Dann.” Leander mulai melancarkan serangan.Denting suara pedang yang beradu memecah keheningan hutan. Leander menangkis kecepatan Denocyphaca brassa milik Dann dengan bantuan akar-akar pohon. Hebatnya, Dann menggunakan dua pedang sehingga membuat Leander cukup kesulitan.Di detik selanjutnya, Leander melilit tubuh Dann dengan akar-
Dini hari dengan udara dingin menyeruak yang membuat bulu kuduk berdiri, wajah Hero dan Leander justru dipenuhi keringat karena berlomba menghancurkan dinding yang menghubungkan ruangan mereka.“Lihat saja, aku pasti bisa menghancurkan dinding ini lebih dulu!” ucap Leander yang sama sekali tak peduli dengan perban di tangannya.“Tak akan kubiarkan, lihatlah dinding ini sudah retak!” kata Hero sambil melayangkan pukulan tanpa henti seolah dinding itu adalah tumpukan pasir.“Dasar, kekanakan!” umpat Seema seraya mengatur napasnya.Mereka bertiga menunggu waktu pembebasan dari hukuman sebab hari ini ujian akan dimulai, sementara enam anggota sembilan pedang suci lainnya telah siap dengan segala bentuk ujian yang akan dilewati.“Tiga ruangan di pojok lantai atas cukup heboh,” komentar Dann sambil berjalan-jalan pelan memeriksa persenjataan yang akan digunakan. “Tombak ini sepertinya cocok denganku,&
Setiap orang pasti memiliki rasa takut dalam dirinya, ketakutan akan kehilangan sesuatu, takut pada kegelapan, dan takut berhadapan dengan sosok yang jauh lebih kuat, serta ketakutan lainnya yang diam-diam bersemayam dalam hati.“Lean, apa kau tidak takut gagal melewati ujian besok?” tanya Hero sambil duduk bersandar di dinding. Keringat tampak mengalir di wajahnya karena latihan terus menerus.“Sejujurnya ... tentu takut, tapi aku percaya bahwa tak hanya ketampanan yang kumiliki, kemampuan dan kekuatan fisik juga,” jawab Leander percaya diri.“Konon, orang yang sombong akan kalah sebelum pertarungan dimulai,” timpal Seema yang menyinggung Leander.“Aku tidak menyombongkan diri, Seema! Memang itulah kenyataannya,” sanggah Leander dan perdebatan pun dimulai.Hero tersenyum mendengar kedua temannya bercekcok. Ia memandangi kedua tangannya yang sama sekali tak memiliki bekas luka meskipun Hero terus memu
Pengalaman hadir sebagai peringatan agar tak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kelalaian atau kecerobohan yang telah dilakukan memiliki peran layaknya sebuah pelajaran.Di dalam ruangan sempit, Hero terlelap dengan sebilah pedang di tangannya. Deru napas yang sangat kelelahan membuat remaja itu meringkuk dengan tenang. Ia memiliki alis tebal dan bulu mata yang lurus, jika benar-benar diperhatikan Hero memiliki tahi lalat kecil di bawah dagu.Di alam bawah sadarnya, Hero kembali lagi ke tempat itu dan seseorang yang mengaku sebagai ibunya sedang tersenyum lalu duduk di sebelah Hero.“Hero, tanganmu berdarah,” ucap perempuan itu sambil memegang kedua tangan Hero. Sejenak kemudian, luka lecet dan darah di tangan Hero pun hilang setelah diusap oleh perempuan berambut merah gelap itu.Cuaca di sana hangat, langitnya biru cerah, dan angin yang bertiup pelan menggerakkan rambut panjang bergelombang milik seseorang di sebelah Hero.
Helldan melahap jiwa peri penjaga kota yang ditangkapnya. Sayatan di kaki Helldan pun perlahan sembuh dan racun yang telah menyebar tak lagi bereaksi. Tawa iblis pengikut itu menggelegar memecah kedalaman hutan larangan.Helldan terbang ke sana ke mari seolah mengejek tiga remaja yang terduduk lemas karena menyaksikan salah satu penduduk Kota Gardraff telah gugur. Ia pun menghilang setelah melemparkan baju zirah penjaga kota ke arah Hero kemudian tertawa puas.Sementara itu, Hero, Seema, dan Leander nyaris tak mampu berdiri karena terkejut. Keberanian yang selama ini mengalir di diri mereka seketika menciut saat melihat kematian di depan mata untuk pertama kalinya.Hero terduduk sambil memegang baju zirah penjaga kota yang dijatuhkan Helldan. Tubuh penjaga itu telah sirna saat jiwanya ditelan.Pepohonan yang bergerak hampir menjauhkan posisi karena mereka bertiga hanya berdiam diri, tetapi Lyonell datang dan langsung melemparkan ketiga remaja itu ke pungg
Sembilan pedang suci terus berlatih mengasah kemampuan mereka. Melewati hari demi hari dengan latihan tanpa henti, Hector dan Argana bahkan pernah dibuat takjub akan kemampuan sembilan remaja itu.Namun, saat kebosanan mencapai puncak, beberapa orang di antara mereka diam-diam pergi ke pusat kota karena rindu pada suasana keramaian di sana.“Hero, kenapa berhenti?” tanya Seema ketika melihat Hero tertinggal di tengah-tengah pusat perbelanjaan kota.“Seema, Leander ... ayo, ikut aku!” ajak Hero kemudian menjauh dari keramaian. “Aku merasakan keberadaan aura itu lagi,” ucap Hero dan mengingatkan kedua temannya pada pertarungan Dryas melawan Helldan.“Di mana?” tanya Leander berbisik.Hero menunjuk hutan larangan dan kedua temannya pun terdiam sejenak. “Tunggu apa lagi? Ayo!” ajak Seema dan mereka pun kembali memasuki hutan larangan.Deretan pepohonan mulai bergerak secara acak. Mereka
Dryas menemui Atalla setelah melatih sembilan pedang suci. Ia pun menanyakan beberapa hal karena terusik dengan ucapan Helldan yang menyebutkan kutu pengganggu. Awalnya, Dryas berpikir maksud sebutan itu tertuju pada Farrabi sebab Farrabi adalah satu-satunya manusia di Kota Gardraff.Namun, sejak belasan tahun Farrabi berada di Kota Gardraff, para iblis tak menganggu sesering belakangan ini. Ia pun akhirnya sadar bahwa tak hanya Farrabi, melainkan Hero juga seorang manusia meskipun Atalla sudah mengangkatnya sebagai anak.Sementara itu, Atalla tidak merasakan ada sesuatu yang janggal di diri Hero. Remaja lelaki itu datang ke Kota Gardraff karena ia memenuhi syarat seperti manusia-manusia yang datang sebelum Hero.Dryas yang masih belum puas pun mendatangi Hero di malam hari. Mereka berbincang empat mata dan Dryas ingin mendengarkan cerita Hero selama di dunia manusia.“Sebelumnya aku tak terlalu peduli dengan manusia yang dipanggil Atalla ke kota in