Ghea menuruni anak tangga. Dari kejauhan dia melihat sang mommy sedang sibuk di dapur membuatkan kopi. Seperti yang dikatakan oleh kakaknya, dia harus membujuk sang mommy terlebih dahulu, agar sang mommy berada di pihaknya dan dapat membantu. Dengan segera Ghea menghampiri mommy-nya. “Pagi,” sapanya. “Pagi.” Mommy Shea tersenyum. Seperti biasa senyumannya itu selalu menghiasi hari-harinya. “Mom,” regek Ghea. Tanpa Ghea mengatakan apa-apa seorang ibu selalu tahu yang dirasakan anaknya. Pun dengan Ghea kali ini. Dia tahu anaknya sedang sangat sedih karena perihal semalam. “Apa?” tanyanya pura-pura ingin tahu. “Apa Mommy tidak percaya yang dikatakan Rowan?” Ghea mendekat. Berada di tepat di belakang sang mommy menyandarkan dagunya di bahu sang mommy. Mommy Shea menahan senyuman muncul di wajahnya. Ingin melihat usaha anaknya sebesar apa lebih dulu. “Mama Lyra dan Papa Erix sudah mengatakan juga yang mereka ketahui. Apa Mommy masih belum yakin?” Ghea melanjutkan ucapannya. “Lalu k
Di saat kedua orang tuanya di taman belakang, Ghea yang berada di dalam rumah mencoba menghubungi Rowan. Untuk sesaat telepon tidak terhubung, hingga akhirnya Gemma yang mengangkat sambungan telepon. “Hello, Mommy,” ucap Gemma dengan suara khas anak kecil. “Hello, Sayang, apa daddy ada?” tanya Ghea pada Gemma. “Daddy sedang mandi.” “Oh … ya sudah, sampaikan pada daddy untuk membawa Gemma ke rumah grandpa dan grandma.” Ghea memilih untuk menyampaikan pesan itu. “Ye … ke rumah grandpa … ke rumah grandma.” Gemma tampak senang. Ghea tersenyum ketika mendengar suara yang begitu riang dari Ghea. “Baiklah, Sayang, sampai jumpa.” “Da … Mommy.” Ghea mematikan sambungan telepon. Dia berharap jika Gemma akan menyampaikan pada Rowan untuk datang ke rumah. ***Rowan keluar dari kamar mandi dengan menggosok rambutnya yang basah. Dilihatnya anaknya sedang memegang ponselnya di tempat tidur. “Siapa yang telepon, Gem?” tanyanya. “Mommy.” Gemma menjawab dengan senyuman d
Rowan melajukan mobil Daddy Bryan. Tidak ada yang memulai bicara. Hingga akhirnya Rowanlah yang memulainya. “Apa ada kerusakan, Pak?” tanya Rowan menoleh sejenak. Membagi konsentrasinya dengan jalanan. “Bagian mana?” Rowan begitu ingin tahu. Sesama pria dia tahu sedikit tentang mobil. “Hati.” Tanpa sadar jawaban itu yang keluar dari mulut Daddy Bryan. Rowan mengerutkan dahinya. Bingung dengan yang sedang dibahas oleh Daddy Bryan. Padahal jelas yang dibahas adalah mobil dan tidak mungkin salah mendengar. “Maksudnya?” tanyanya. Daddy Bryan yang menyadari jika salah bicara pun memilih mengalihkan pembicaraan. “Hati-hati maksud aku, kamu bicara terus sedari tadi. Aku masih mau hidup lama. Masih mau menimang anak Ghea. Jika aku mati sekarang karenamu, semua impianku sirna.” Bisa saja Daddy Bryan mengelak. “Jika Anda mati karena kecelakaan, artinya saya juga. Artinya Ghea akan jadi janda sebelum menikah.” Rowan tersenyum tipis. Kali ini dia tanpa menoleh sama sekali. Pandanganny
Mereka berdua menikmati kopi. Daddy Bryan memang pencinta kopi. Berbeda dengan putranya yang lebih suka teh. Menikmati sesapan kopi yang dibuat Rowan membuat Daddy Bryan merasakan kenikmatan. Banyak kopi yang pernah diminumnya, tetapi tidak ada yang senikmat ini. “Bagaimana, Pak, apa enak?” tanya Rowan yang menatap Daddy Bryan. “Lumayan tidak mengecewakan. Rowan tersenyum tipis. Dari ekspresi Daddy Bryan tadi saat meminum kopi, Rowan tahu jika sang daddy begitu menyukai kopi buatannya, tetapi terlalu gengsi untuk mengatakannya. “Kopi memang harus dibuat dengan benar. Dari komposisi bahan dan dari waktu yang ada. Jika waktunya terlalu lama hasilnya pun tidak enak.” Daddy Bryan tahu sedikit tentang kopi, jadi dia mengerti yang dijelaskan oleh Rowan. “Seperti halnya cinta, komposisinya juga harus pas. Wanita yang mencintai dan pria yang mencintai. Sebagai pelengkap adalah restu orang tua. Maka jadilah pernikahan itu akan jadi bahagia.” Rowan menatap Daddy Bryan. Dia mengibaratkan di
Mereka semua masuk ke rumah. Daddy Bryan akhirnya menemani Papa Felix untuk minum kopi di taman belakang. Di saat Papa Felix minum kopi, Daddy Bryan mengajaknya sambil bermain catur. Sayangnya, Papa Felix tidak mau dan memilih untuk menemani saja. Meminta Rowan yang bermain catur. “Kamu bisa main catur?” tanya Daddy Bryan saat memasang pion-pion catur. “Sedikit.” Rowan tersenyum. Daddy Bryan merasa senang ketika Rowan hanya mengerti sedikit saja. Paling tidak dia harus menang melawan Rowan. Tak mau sampai dikalahkan. Permainan catur dimulai. Daddy Bryan memimpin pertandingan. Dia bersorak senang karena dia dapat mengalahkan Rowan. “Lihat, aku akan menang,” ucapnya pada Papa Felix. Papa Felix yang menyeruput kopi tersenyum tipis. “Jangan salah, biasanya jagoan itu mengeluarkan jurusnya di akhir.” Dia sudah sedari tadi memerhatikan Rowan. Pria muda itu tampak tenang sekali. Hingga membuatnya menyadari jika dia sedang memerhatikan pergerakan Daddy Bryan. Rowan tersenyum. Dia meman
Usai makan, Ghea bersiap untuk pulang ke rumah yang dikontraknya. Daddy Bryan dan Mommy Shea ikut mengantarkan sampai ke depan rumah. Di sana mereka menunggu Gemma yang sedang dipasang sabuk pengaman di kursi belakang. Mommy Shea menghampiri Gemma. Mendaratkan kecupan di pipi manis Gemma. “Sampai berjumpa anak manis.”“Sampai jumpa Grandma.” Gemma pun membalas dengan memberikan kecupan di pipi Gemma. Mommy Shea memudurkan tubuhnya. Daddy Bryan dari kejauhan melihat sabuk pengaman yang dipakai Gemma. Dia begitu khawatir tidak pas. Rasa khawatir itu mengantarkannya untuk mendekat. Mengecek sudah pas atau belum. Benar saja dengan feeling-nya. Ternyata ada yang belum terkait. “Aku sudah bilang kaitkan yang benar. Ini akan bahaya,” gumam Daddy Bryan mengaitkan sabuk pengaman. Jaraknya yang begitu dekat dengan Gemma membuat Gemma mendaratkan kecupan di pipi sang daddy. Hal itu membuat Daddy Bryan terperangah. Tersenyum tipis ketika menoleh. “Sampai jumpa, Gemma,” ucapnya lir
Sesuai dengan rencana pagi ini Daddy Bryan dan Papa Felix pergi mengunjungi Ghea. Mereka ingin mengecek vila dan juga menikmati restoran juga.“Nanti jangan lupa foto setia sudut. Jadi aku bisa membayangkan acara apa yang cocok di sana.” Mommy Shea yang mengantarkan suaminya sampai ke depan.“Iya, nanti aku akan foto setiap sudut.” Daddy Bryan tidak tahu apa yang dilakukan istrinya dan para wanita. Tepat di depan rumah, Papa Felix sudah menghampiri. Daddy Bryan pun bergegas mengajaknya untuk masuk ke mobil dan tidak berlama-lama. Beralasan jika mereka akan kena macet nanti. Kali ini mereka menggunakan supir. Kemarin saat Daddy Bryan mengatakan jika akan ke sana, anaknya itu mengatakan jika harus memakai supir agar orang tuanya tidak merasa lelah. Alhasil Daddy Bryan pun menuruti semuanya. Daddy Bryan dan Papa Felix duduk di kursi belakang. Saat mereka sudah siap, supir mengantarkan mereka untuk ke rumah yang selama ini di sewa oleh Ghea. “Kenapa paper bag-nya masih di sini?” Papa F
Rowan terperangah. Dia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Daddy Bryan. Dia pikir Daddy dari Ghea itu tidak ada terbesit di hatinya untuk menerimanya. Papa Felix selalu senang ketika temannya dengan bodoh mengatakan apa yang di dalam hatinya. Saat menyadari jika yang dikatakannya adalah sesuatu yang sangat penting untuk dijaga, dia pun memutar otak untuk bagaimana caranya menghindar. “Aku ingin menghubungi Ghea dulu. Anak itu bilang selesai praktik jam segini, tetapi jam segini dia belum sampai.” Daddy Bryan langsung berdiri. Kemudian berlalu menuju menjauh dari meja. Papa Felix tertawa melihat aksi temannya. “Dia sudah mengizinkanmu sebenarnya, tetapi masih terlalu gengsi.” Rowan tersenyum. Dia senang mendengar hal itu dari mulut Daddy Bryan. “Temui dia, bujuklah. Dia pasti akan luluh.” Papa Felix menatap Rowan. “Baiklah.” Rowan berdiri dan menyusuk Daddy Bryan. Daddy Bryan benar-benar menghubungi Ghea. Dia ingin memastikan anaknya itu karena sudah berjanji akan sege
Kiara dan Kafi sampai di hotel. Hotel bertema Santorini tampak begitu indah sekali. Dominasi warna putih dan biru tampak cantik.“Cantik sekali.” Kiara yang melihat kamar yang dapat melihat laut, begitu terpesona. Apalagi suasananya benar-benar serasa di luar negeri.Dia segera membuka pintu balkon. Kolam renang yang berada di depan kamar menghadap ke laut. Warna air yang biru seperti laut membuat hati menjadi begitu tenang sekali. Suasana ini benar-benar memberikan kenyamanan luar biasa.“Kamu suka?” Kafi memeluk Kiara dari belakang. Mendaratkan kecupan di pipi Kiara.Pipi Kiara menghangat. Dia merasa malu dengan apa yang baru saja dilakukan Kafi.“Suka.” Kiara menjawab lirih.“Kita akan menikmati waktu di sini dan menikmati keindahan di sini.” Kafi akan menghabiskan waktu dengan sang istri nanti.Kiara tidak sabar untuk melihat keindahan tempat ini. Apalagi semua orang tahu laut di sini menyajikan keindahan yang luar biasa.Kafi memutar tubuh Kiara. Membuat sang istri berhadapan den
Gemma akhirnya ikut ke kamar hotel. Dia tampak begitu senang sekali. Apalagi dia akan tidur dengan daddy barunya. Kiara dan Kafi pun tidak keberatan sama sekali. Mereka jadi bersemangat ketika melihat Gemma.Saat masuk ke kamar, Kafi segera menyalakan lampu. Gemma yang bersemangat, langsung masuk lebih dulu. Membuat Kiara dan Kafi hanya bisa tersenyum. “Ada bunga.” Gemma yang melihat bunga di atas tempat tidur begitu senang. “Bunganya bentuk love.” Gemma merasa bentuknya begitu bagus sekali.Kiara dan Kafi yang masuk, melihat kamar yang didekor untuk malam pertama. Ada bunga yang ditata di atas tempat tidur. Mereka berdua merasa jika sepertinya memang salah mengajak Gemma ke kamar pengantin. Namun, mau bagaimana lagi, anaknya begitu ingin sekali tidur bersama.“Mommy boleh naik ke tempat tidur?” tanya Gemma.“Gemma bersihkan diri dulu. Ganti baju dulu, baru nanti naik.” Kiara menasihati sang anak.“Baiklah.”Akhirnya Gemma, Kiara, Kafi memilih segera membersihkan diri dulu sebelum ti
Kiara berjalan ke ballroom hotel diantar oleh Rowan. Rowan mengantarkan Kiara pada pria yang akan menjaga Kiara seumur hidupnya. Kiara berjalan dengan perlahan sambil melingkarkan tangannya di lengan Rowan. Kiara tampak gugup sekali hingga Rowan berusaha untuk menenangkan Kiara. Menggenggam tangan Kiara untuk menenangkannya. Saat Rowan memegangi tangannya Kiara jauh lebih tenang.Dari kejauhan tampak Kafi menunggu Kiara di sana. Kafi begitu tampan dengan setelan jas dengan hiasan dasi. Pin bunga yang tersemat di dada sebelah kirinya tampak pas dengan jas yang dipakai. Saat melihat Kiara, Kafi begitu terpesona. Kiara tampak cantik dengan gaun yang dipakainya. Gaun itu membentuk tubuh Kiara. Wajah Kiara yang dirias pun membuat wajahnya semakin cantik. Jelas Kafi dibuat terpesona dengan kecantikan Kiara.Tidak melihat Kiara selama tiga hari karena sang mama melarangnya, membuat Kafi begitu senang ketika melihat Kiara untuk pertama kali. Rasa rindunya sedikit terobati.Kiara melihat Kafi
Kiara yang datang langsung menyalami orang tua Kafi. Ini kali pertama mereka bertemu dan langsung lamaran. Tentu saja perkenalan yang cukup mendadak.Orang tua Kafi melihat Kiara yang begitu cantik, terpeona. Pantas saja anak mereka sampai tergila-gila dengan Kiara. Karena ternyata memang secantik itu Kiara.Setelah berkenalan, Kiara langsung duduk di sofa. Duduk di antara Ghea dan juga Rowan. Tentu saja berhadapan dengan keluarga Kafi.“Kak, keluarga Kafi datang ke sini untuk melamar Kak Kiara. Apakah Kak Kiara mau?” Rowan langsung menatap Kiara.Kiara menatap Kafi sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan adiknya. “Aku mau.” Kiara mengangguk.“Syukurlah. Akhirnya lamaran kita diterima.” Winda merasa senang sekali.Kafi yang mendengar jawaban dari Kiara pun tak kalah senang. Akhirnya satu tahapan dapat dilalui juga.Rowan bernapas lega. Akhirnya Kiara dapat memulai hidup baru. Ini adalah gerbang pembuka untuk Kiara menuju ke masa depan.“Kapan kira-kira pernikahan diadakan? Apa ak
Kafi mengajak Kiara ke restoran hotel Maxton. Kafi memesan satu tempat di sana untuk menikmati makan malam romantis dengan Kiara.Restoran berada di rooftop hotel. Saat sampai sampai mereka langsung disuguhi pemandangan dari atas. Tampak gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi. Lampu-lampu yang menyala tampak indah saat dilihat dari ketinggian. Langit malam pun tampak indah dengan bintang-bintang yang bersinar.“Kenapa sepi?” Kiara tidak mendapatkan satu orang pun di restoran.“Aku memesan semuanya.” Kafi ini makan malam romantis. Karena itu dia memesan satu tempat untuk beberapa jam.Kiara benar-benar tidak menyangka Kafi akan melakukan hal semacam itu. Itu membuat bahagia sekali, karena dengan begitu dia bisa menikmati makan malam romantis dengan Kafi.Kafi menarik mengajak Kiara ke tempat yang sudah dipesan. Alangkankah terkejutnya ketika melihat meja makan dihiasi dengan lampu-lampu kecil. Tampak begitu cantik sekali.“Kamu mempersiapkan ini?” tanya Kiara.“Iya.” Kafi menarik t
“Kenapa Kak Kiara meminta aku pulang? Apa Kak Kiara baik-baik saja?” tanya Rowan yang panik. Dia takut kakaknya kenapa-kenapa.“Aku baik-baik saja. Hanya saja ada yang aku mau bicarakan denganmu.” Kiara pun menyampaikan apa yang membuatnya menghubungi Rowan.“Ada apa?” tanya Rowan.“Kafi menyatakan cinta padaku. Apa kamu mengizinkan jika aku menerimanya?” Kiara menatap lekat wajah adiknya.Rowan benar-benar tidak menyangka jika Kiara akan menanyakan hal itu. Dia pikir kakaknya sudah menjawab pertanyaan Kafi itu. Namun, ternyata sang kakak menanyakan padanya lebih dulu.“Terima kasih sudah mau bertanya padaku, Kak. Kak Kiara harusnya memberikan jawaban sesuai dengan keinginan Kak Kiara. Sekarang Kak Kiara sudah pulih. Jadi tidak apa-apa jika Kak Kiara menentukan pilihan sendiri.” Rowan menarik tangan Kiara.“Kamu bukan sekadar adikku saja. Kamu adalah waliku. Jadi memang sewajarnya aku meminta izin padamu.” Kiara tidak bisa mengingkari fakta jika Rowan yang bertanggung jawab dengan dir
Rowan sudah menebak jika Kiara akan bertanya hal itu. Senyum manis pun menghiasi wajah Rowan.Bertepatan dengan Kiara yang bertanya, mobil Kafi berhenti tepat di depan rumah.“Kak Kiara tanya sendiri saja pada Pak Kafi.” Rowan langsung melemparkan pada Kafi. Meminta sang kakak mendapat jawab dari Kafi sendiri. Itu akan jauh lebih baik dibanding dirinya yang memberikan jawaban.Kiara langsung mengalihkan pandangan pada mobil Kafi yang berhenti di depan rumah. Tampak Kafi turun dari mobil dan berjalan, menghampiri Kiara dan Rowan.“Apa kamu punya waktu? Aku ingin bicara denganmu.” Kafi menatap Kiara. Ada banyak hal yang harus dibicarakan. Jadi dia ingin mengajak Kiara pergi sebentar.Kiara langsung menatap Rowan. Seolah meminta izin pada adiknya itu. Walaupun Rowan adalah adiknya, tetapi Kiara lebih menganggapnya seorang kakak yang melindungi.“Pergilah, Kak.” Rowan yang mengerti tatapan Kiara itu langsung memberikan izin.Mendapatkan izin dari adiknya, Kiara langsung mengangguk. “Aku a
“Fi, siapa wanita tadi?” Baru juga Kafa sampai rumah, sudah disambut dengan pertanyaan itu.“Aku baru pulang, Ma. Sabar.” Kafi benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa sang mama langsung melemparkan pertanyaan seperti itu.“Kamu ini, Mama sudah penasaran sejak tadi.” Winda memang sudah ingin tahu sejak tadi. Jadi dia merasa harus segera tahu.“Kafi jelaskan sambil duduk saja.” Kafi pun segera mengajak sang mama untuk di ruang tamu.Winda yang begitu penasaran dan ingin tahu segera ikut sang anak. Dia langsung duduk di sofa yang berada di ruang tamu.“Wanita tadi namanya Kiara.” Kafi mencoba menjelaskan.“Mama sudah berkenalan tadi. Jadi tidak perlu dijelaskan lagi.” Winda merasa anaknya benar-benar berbasa-basi sekali.Kafi tersenyum. Dia lupa jika sang mama sudah berkenalan. “Kiara adalah ibu dari salah satu anak murid di sekolahan kita. Anak tadi itu adalah anaknya.” Kafi mencoba menceritakan pada sang mama.Winda terdiam sejenak ketika mendengar jika Gemma adalah anak Kiara. T
Kiara langsung memegangi pipinya. Pipinya memang menghangat. Jadi wajar jika pipinya memerah.“Ini bukan karena matahari.” Kiara langsung mengelak.“Lalu karena apa?” tanya Kafi.“Ini karena aku malu.”Kafi langsung tersenyum. Senang sekali ketika melihat rona merah di pipi Kiara. Ternyata Kiara malu karena dirinya.Gemma yang menarik Kafi membuat Kafi akhirnya harus ikut Gemma. Tangan Kafi yang menggenggam Kiara pun membuat Kiara ikut juga. Mereka bertiga bersama-sama menuju ke permainan lain.Gemma meminta untuk berada di bawah tong air. Mereka menunggu air di bawah tong air. Saat air tumpah, Gemma, Kiara, dan Kafi langsung berteriak. Keseruan begitu terasa sekali.Dari sana mereka bermain di kolam busa. Semburan busa tampak begitu seru sekali. Gemma begitu menikmati. Biasanya hanya bermain di bathtub saja kini dia bisa main di kolam besar. Tentu saja itu begitu mengasyikkan sekali.“Ho ... ho ....” Kafi meletakkan busa si bawah dagunya. Tawa Kiara dan Gemma langsung terdengar. Kafi