Pagi-pagi sekali Gemma kembali menangis. Dia merengek ingin bertemu dengan mommy-nya. Rowan terpaksa memberitahu jika mommy-nya belum kembali. Jadi dia belum bisa menemui. Sayangnya, anaknya tidak mendengarkan apa yang dijelaskannya. Rowan sampai tidak tega melihat anaknya menangis. Namun, ini sudah menjadi pilihannya. Dia memilih membiarkan anaknya tenang dengan sendirinya saja. Dari pada terus memberikan alasan bohong. “Bagaimana jika kita ke restoran?” Rowan pun memilih untuk membawa anaknya bekerja. Paling tidak itu dapat membuat Gemma lupa dengan keinginannya. “Mau-mau. Gemma mau.” Gemma menjawab dengan masih sesenggukan. Namun, begitu senang sekali ketika mendengar jika daddy-nya mengajak ke restoran. Karena jarang sekali daddy-nya mengajak ke restoran. “Baiklah, Daddy akan bilang pada bibi untuk menyiapkan semuanya.” Rowan mendaratkan kecupan di dahi sang anak. Di depan pintu ada asisten rumah tangganya yang sejak tadi menunggu Rowan yang menunggu. Saat Rowan berdiri, dia la
Seharian kemarin Gemma benar-benar melupakan mommy-nya. Gadis itu seharian bermain dengan asisten rumah tangga di taman restoran. Pagi ini pun gadis kecil itu masih tidur saat Rowan berangkat. “Apa Gemma belum bangun, Bi?” tanya Rowan pada asisten rumah tangga. “Biarkan dulu dia tidur. Aku sudah minta izin pada gurunya.” Rowan tidak mau sampai anaknya menangis lagi. Lebih baik anaknya beristirahat dari pada dia harus menangis. “Baik, Pak.” Rowan kali ini berangkat dengan lebih tenang karena anaknya tidak menangis sama sekali. Namun, dia akan tetap mencari cara untuk memberikan alasan yang tepat untuk Gemma. Asisten rumah tangga melanjutkan pekerjaan ketika sang majikan pergi. Menjelang jam sembilan dia menghampiri Gemma mengecek keadaan gadis kecil yang sudah terlampau pulas. Saat sampai di kamar, dia mendapati Gemma masih tertidur pulas. “Nona Gemma.” Bibi menghampiri. Membelai lembut dahi Gemma. Namun, baru saja tangannya menempel, dia mendapati dahi Gemma panas. Bibi langsun
Langit mulai gelap. Lampu-lampu di sepanjang jalan mulai menyala menerangi jalanan. Mobil Rowan terus melaju menuju rumahnya. Ghea masih terus mendekap erat Gemma. Pendingin mobil tak dapat mendinginkan suhu tubuh yang begitu panas. Hingga membuat tubuh Ghea berkeringatMobil akhirnya sampai di rumah kediaman Kavin. Ghea langsung membawa Gemma masuk ke dalam. Dia sudah seperti pemilik rumah. Masuk tanpa permisi dan langsung menuju ke kamar Gemma. Menurunkan gadis kecil itu di tempat tidur. Saat diturunkan Gemma membuka matanya. Posisi Ghea yang menunduk membuat wajah Ghea berada tepat di depan wajah Gemma. “Mommy.” Tangan mungil itu membelai wajah Ghea. Sorot mata penuh kerinduan terlihat jelas di sana. Ghea merasa tidak tega melihat gadis kecil di depannya itu. Wajahnya yang pucat dan lemas begitu tampak merindukannya. “Iya, Sayang, ini Mommy.” Ghea menahan tangisnya. Biarlah orang-orang dewasa yang egois, tetapi tidak bisa dirinya membiarkan anak kecil menjadi korban.
“Tentu saja, aku akan pulang.” Ghea mengayunkan langkahnya. Kali ini dia memilih untuk jalan kaki saja. Lagi pula rumahnya tidak terlalu jauh. Gemma saja sering jalan kaki ke rumahnya. “Kamu mau jalan kaki?” Rowan berteriak. “Iya.” Ghea menjawab tanpa menoleh. “Mau aku antar saja?” tanya Rowan masih dengan berteriak. Ghea terus saja berjalan. “Tidak,” jawabnya tanpa menoleh lagi. “Baiklah.” Rowan pasrah ketika sang mantan tidak mau diantar pulang. Ghea terus mengayunkan langkahnya. Jalanan begitu sepi. Mengingat sudah hampir tengah malam. Mungkin orang-orang sudah tidur. Komplek yang memang dihuni oleh rumah-rumah besar. Sehingga terasa horor ketika dilewati. Entah kenapa bulu kuduk Ghea seketika berdiri. Merasakan rasa takut. Tepat saat itu Ghea mendengar suara langkah kaki mengikutinya. Ghea berbalik. Sayangnya, tidak ada siapa-siapa di sana. Ghea semakin ketakutan. Dia takut ada orang jahat yang mengikutinya. Ghea semakin mempercepat langkah kakinya. Merasa dia harus
“Baiklah, aku akan mendengarkanmu.” Kali ini Ghea memilih untuk mendengarkan apa yang terjadi pada Rowan. Tak akan menjeda ucapan Rowan sama sekali seperti yang dia minta. Rowan mengangguk. Memulai pembicaraannya. “Enam tahun yang lalu ada seorang yang datang menemuiku. Dia mengatakan jika dia adalah kakakku dan memintaku untuk menemui seorang wanita paruh baya di Rumah sakit di daerah ini. Saat aku melihat wanita itu, ternyata dia benar adalah ibuku. Wajahnya sama persis seperti foto yang pernah diberikan papaku. Ternyata selama ini papa menyembunyikan fakta jika mama masih hidup. Sayangnya, aku hanya bertemu dengannya sebentar, karena beberapa jam setelah aku bertemu, dia meninggal dunia.” Air mata Rowan lolos begitu saja dari sudut matanya. Sesungguhnya dia teramat merindukan mereka yang pernah singgah sebentar saja di kehidupannya. Ghea benar-benar tidak menduga jika itu semua terjadi pada Rowan. Dia tidak tahu mengenai itu semua. Tidak menyangka juga jika Rowan benar-benar memi
“Tidak apa-apa, kini aku sudah tahu dan tidak masalah jika Gemma menganggap aku adalah mommy-nya. Biarkan dia menganggap hal itu agar dia bahagia. Jangan hancurkan impian itu.” Ghea menghapus air mata Rowan. “Ghe,” panggilnya menatap Ghea lekat. “Aku tidak keberatan jika dia menganggapku mommy-nya.” “Terima kasih, Ghe.” Rowan memeluk Ghea erat. Merasa bersyukur karena bisa mengerti akan dirinya. Pelukan Rowan itu benar-benar menenangkan hingga perlahan Rowan kembali tenang. Perlahan dia melepaskan pelukannya. “Maafkan aku kamu melihatku begitu rapuh.” Rowan merasa malu karena menangis di hadapan Ghea.“Jika aku tahu sejak lama, mungkin aku akan memelukmu sejak lama.” Ghea tersenyum tipis. “Maaf aku sudah meninggalkamu.” Tangan Rowan membelai lembut wajah Ghea. Tidak ada niat Rowan sama sekali. Dia hanya ingin memilih mana yang harus diprioritaskan saat itu. “Jika aku jadi kamu, aku akan melakukan hal yang sama. Aku sadar jika dulu memang aku terlalu manja. Selalu memintamu ada un
Seharian Ghea berada di rumah Rowan. Menjaga Gemma agar lebih cepat sembuh. Gemma begitu senang ketika ada Ghea di rumahnya. Dia merasa jika mommy-nya selalu ada di sisinya. Hingga tak takut lagi kehilangan. “Besok jika Gemma sembuh, kita akan main ke kebun binatang.” Besok Ghea praktik sore. Jadi dia punya waktu untuk jalan-jalan di pagi hari. Dia ingin membuat Gemma senang. Karena dengan begitu Gemma akan cepat sembuh. “Benarkah, Mommy.” Bola mata kecil yang begitu polos berbinar. Tidak sabar menunggu hari di mana dia akan segera sembuh dan pergi untuk jalan-jalan.“Iya, jadi Gemma harus cepat sembuh.” Ghea membelai lembut rambut Gemma. Sore hari Ghea harus kembali ke Klinik. Dia berpamitan dengan Gemma. Awalnya Gemma tidak mengizinkan Ghea untuk pergi. Namun, setelah dibujuk akhirnya Gemma mau juga membiarkan Ghea pergi. Rowan mengantarkan Ghea ke Klinik, mengingat mobil Ghea masih dibawa oleh Raya.“Aku rasa nanti malam, kamu tidak perlu ke rumah.” Rowan yang menyetir menoleh s
“Kamu bisa menebak.” “Aku ingat sekali kita menghias rumahmu dengan lampu-lampu.” Dulu, Ghea sering sekali menghabiskan waktu dengan Rowan. Semua terasa begitu indah. “Kamu masih ingat.” Rowan tersenyum.“Sebuah kenangan bukan untuk dilupakan, tetapi untuk dikenang.” “Apa berat saat aku tidak ada di sisimu?” Rowan menatap lekat wajah Ghea. Dia ingin tahu apa hanya dirinya saja yang terluka atas hubungan dengan Ghea. “Awalnya cukup berat, tetapi aku mulai terbiasa.” Ghea tersenyum tipis. Memang tidak nyaman di awal-awal saat mengetahui jika hubungan kandas. Terbiasa ada Rowan dalam hidupnya membuatnya harus beradaptasi ulang ketika pria itu tidak ada. “Apa kamu membenciku saat itu?” “Sangat,” jawab Ghea dengan tersenyum tipis. Setiap hari dia mencaci maki Rowan yang dengan teganya meninggalkannya tanpa alasan. Ingin rasanya saat itu dia mencekik Rowan untuk membuat kekesalannya lega. Sayangnya, hal itu tak pernah dilakukannya. “Apa sekarang juga kamu membenciku?” Rowan menarik t
Kiara dan Kafi sampai di hotel. Hotel bertema Santorini tampak begitu indah sekali. Dominasi warna putih dan biru tampak cantik.“Cantik sekali.” Kiara yang melihat kamar yang dapat melihat laut, begitu terpesona. Apalagi suasananya benar-benar serasa di luar negeri.Dia segera membuka pintu balkon. Kolam renang yang berada di depan kamar menghadap ke laut. Warna air yang biru seperti laut membuat hati menjadi begitu tenang sekali. Suasana ini benar-benar memberikan kenyamanan luar biasa.“Kamu suka?” Kafi memeluk Kiara dari belakang. Mendaratkan kecupan di pipi Kiara.Pipi Kiara menghangat. Dia merasa malu dengan apa yang baru saja dilakukan Kafi.“Suka.” Kiara menjawab lirih.“Kita akan menikmati waktu di sini dan menikmati keindahan di sini.” Kafi akan menghabiskan waktu dengan sang istri nanti.Kiara tidak sabar untuk melihat keindahan tempat ini. Apalagi semua orang tahu laut di sini menyajikan keindahan yang luar biasa.Kafi memutar tubuh Kiara. Membuat sang istri berhadapan den
Gemma akhirnya ikut ke kamar hotel. Dia tampak begitu senang sekali. Apalagi dia akan tidur dengan daddy barunya. Kiara dan Kafi pun tidak keberatan sama sekali. Mereka jadi bersemangat ketika melihat Gemma.Saat masuk ke kamar, Kafi segera menyalakan lampu. Gemma yang bersemangat, langsung masuk lebih dulu. Membuat Kiara dan Kafi hanya bisa tersenyum. “Ada bunga.” Gemma yang melihat bunga di atas tempat tidur begitu senang. “Bunganya bentuk love.” Gemma merasa bentuknya begitu bagus sekali.Kiara dan Kafi yang masuk, melihat kamar yang didekor untuk malam pertama. Ada bunga yang ditata di atas tempat tidur. Mereka berdua merasa jika sepertinya memang salah mengajak Gemma ke kamar pengantin. Namun, mau bagaimana lagi, anaknya begitu ingin sekali tidur bersama.“Mommy boleh naik ke tempat tidur?” tanya Gemma.“Gemma bersihkan diri dulu. Ganti baju dulu, baru nanti naik.” Kiara menasihati sang anak.“Baiklah.”Akhirnya Gemma, Kiara, Kafi memilih segera membersihkan diri dulu sebelum ti
Kiara berjalan ke ballroom hotel diantar oleh Rowan. Rowan mengantarkan Kiara pada pria yang akan menjaga Kiara seumur hidupnya. Kiara berjalan dengan perlahan sambil melingkarkan tangannya di lengan Rowan. Kiara tampak gugup sekali hingga Rowan berusaha untuk menenangkan Kiara. Menggenggam tangan Kiara untuk menenangkannya. Saat Rowan memegangi tangannya Kiara jauh lebih tenang.Dari kejauhan tampak Kafi menunggu Kiara di sana. Kafi begitu tampan dengan setelan jas dengan hiasan dasi. Pin bunga yang tersemat di dada sebelah kirinya tampak pas dengan jas yang dipakai. Saat melihat Kiara, Kafi begitu terpesona. Kiara tampak cantik dengan gaun yang dipakainya. Gaun itu membentuk tubuh Kiara. Wajah Kiara yang dirias pun membuat wajahnya semakin cantik. Jelas Kafi dibuat terpesona dengan kecantikan Kiara.Tidak melihat Kiara selama tiga hari karena sang mama melarangnya, membuat Kafi begitu senang ketika melihat Kiara untuk pertama kali. Rasa rindunya sedikit terobati.Kiara melihat Kafi
Kiara yang datang langsung menyalami orang tua Kafi. Ini kali pertama mereka bertemu dan langsung lamaran. Tentu saja perkenalan yang cukup mendadak.Orang tua Kafi melihat Kiara yang begitu cantik, terpeona. Pantas saja anak mereka sampai tergila-gila dengan Kiara. Karena ternyata memang secantik itu Kiara.Setelah berkenalan, Kiara langsung duduk di sofa. Duduk di antara Ghea dan juga Rowan. Tentu saja berhadapan dengan keluarga Kafi.“Kak, keluarga Kafi datang ke sini untuk melamar Kak Kiara. Apakah Kak Kiara mau?” Rowan langsung menatap Kiara.Kiara menatap Kafi sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan adiknya. “Aku mau.” Kiara mengangguk.“Syukurlah. Akhirnya lamaran kita diterima.” Winda merasa senang sekali.Kafi yang mendengar jawaban dari Kiara pun tak kalah senang. Akhirnya satu tahapan dapat dilalui juga.Rowan bernapas lega. Akhirnya Kiara dapat memulai hidup baru. Ini adalah gerbang pembuka untuk Kiara menuju ke masa depan.“Kapan kira-kira pernikahan diadakan? Apa ak
Kafi mengajak Kiara ke restoran hotel Maxton. Kafi memesan satu tempat di sana untuk menikmati makan malam romantis dengan Kiara.Restoran berada di rooftop hotel. Saat sampai sampai mereka langsung disuguhi pemandangan dari atas. Tampak gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi. Lampu-lampu yang menyala tampak indah saat dilihat dari ketinggian. Langit malam pun tampak indah dengan bintang-bintang yang bersinar.“Kenapa sepi?” Kiara tidak mendapatkan satu orang pun di restoran.“Aku memesan semuanya.” Kafi ini makan malam romantis. Karena itu dia memesan satu tempat untuk beberapa jam.Kiara benar-benar tidak menyangka Kafi akan melakukan hal semacam itu. Itu membuat bahagia sekali, karena dengan begitu dia bisa menikmati makan malam romantis dengan Kafi.Kafi menarik mengajak Kiara ke tempat yang sudah dipesan. Alangkankah terkejutnya ketika melihat meja makan dihiasi dengan lampu-lampu kecil. Tampak begitu cantik sekali.“Kamu mempersiapkan ini?” tanya Kiara.“Iya.” Kafi menarik t
“Kenapa Kak Kiara meminta aku pulang? Apa Kak Kiara baik-baik saja?” tanya Rowan yang panik. Dia takut kakaknya kenapa-kenapa.“Aku baik-baik saja. Hanya saja ada yang aku mau bicarakan denganmu.” Kiara pun menyampaikan apa yang membuatnya menghubungi Rowan.“Ada apa?” tanya Rowan.“Kafi menyatakan cinta padaku. Apa kamu mengizinkan jika aku menerimanya?” Kiara menatap lekat wajah adiknya.Rowan benar-benar tidak menyangka jika Kiara akan menanyakan hal itu. Dia pikir kakaknya sudah menjawab pertanyaan Kafi itu. Namun, ternyata sang kakak menanyakan padanya lebih dulu.“Terima kasih sudah mau bertanya padaku, Kak. Kak Kiara harusnya memberikan jawaban sesuai dengan keinginan Kak Kiara. Sekarang Kak Kiara sudah pulih. Jadi tidak apa-apa jika Kak Kiara menentukan pilihan sendiri.” Rowan menarik tangan Kiara.“Kamu bukan sekadar adikku saja. Kamu adalah waliku. Jadi memang sewajarnya aku meminta izin padamu.” Kiara tidak bisa mengingkari fakta jika Rowan yang bertanggung jawab dengan dir
Rowan sudah menebak jika Kiara akan bertanya hal itu. Senyum manis pun menghiasi wajah Rowan.Bertepatan dengan Kiara yang bertanya, mobil Kafi berhenti tepat di depan rumah.“Kak Kiara tanya sendiri saja pada Pak Kafi.” Rowan langsung melemparkan pada Kafi. Meminta sang kakak mendapat jawab dari Kafi sendiri. Itu akan jauh lebih baik dibanding dirinya yang memberikan jawaban.Kiara langsung mengalihkan pandangan pada mobil Kafi yang berhenti di depan rumah. Tampak Kafi turun dari mobil dan berjalan, menghampiri Kiara dan Rowan.“Apa kamu punya waktu? Aku ingin bicara denganmu.” Kafi menatap Kiara. Ada banyak hal yang harus dibicarakan. Jadi dia ingin mengajak Kiara pergi sebentar.Kiara langsung menatap Rowan. Seolah meminta izin pada adiknya itu. Walaupun Rowan adalah adiknya, tetapi Kiara lebih menganggapnya seorang kakak yang melindungi.“Pergilah, Kak.” Rowan yang mengerti tatapan Kiara itu langsung memberikan izin.Mendapatkan izin dari adiknya, Kiara langsung mengangguk. “Aku a
“Fi, siapa wanita tadi?” Baru juga Kafa sampai rumah, sudah disambut dengan pertanyaan itu.“Aku baru pulang, Ma. Sabar.” Kafi benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa sang mama langsung melemparkan pertanyaan seperti itu.“Kamu ini, Mama sudah penasaran sejak tadi.” Winda memang sudah ingin tahu sejak tadi. Jadi dia merasa harus segera tahu.“Kafi jelaskan sambil duduk saja.” Kafi pun segera mengajak sang mama untuk di ruang tamu.Winda yang begitu penasaran dan ingin tahu segera ikut sang anak. Dia langsung duduk di sofa yang berada di ruang tamu.“Wanita tadi namanya Kiara.” Kafi mencoba menjelaskan.“Mama sudah berkenalan tadi. Jadi tidak perlu dijelaskan lagi.” Winda merasa anaknya benar-benar berbasa-basi sekali.Kafi tersenyum. Dia lupa jika sang mama sudah berkenalan. “Kiara adalah ibu dari salah satu anak murid di sekolahan kita. Anak tadi itu adalah anaknya.” Kafi mencoba menceritakan pada sang mama.Winda terdiam sejenak ketika mendengar jika Gemma adalah anak Kiara. T
Kiara langsung memegangi pipinya. Pipinya memang menghangat. Jadi wajar jika pipinya memerah.“Ini bukan karena matahari.” Kiara langsung mengelak.“Lalu karena apa?” tanya Kafi.“Ini karena aku malu.”Kafi langsung tersenyum. Senang sekali ketika melihat rona merah di pipi Kiara. Ternyata Kiara malu karena dirinya.Gemma yang menarik Kafi membuat Kafi akhirnya harus ikut Gemma. Tangan Kafi yang menggenggam Kiara pun membuat Kiara ikut juga. Mereka bertiga bersama-sama menuju ke permainan lain.Gemma meminta untuk berada di bawah tong air. Mereka menunggu air di bawah tong air. Saat air tumpah, Gemma, Kiara, dan Kafi langsung berteriak. Keseruan begitu terasa sekali.Dari sana mereka bermain di kolam busa. Semburan busa tampak begitu seru sekali. Gemma begitu menikmati. Biasanya hanya bermain di bathtub saja kini dia bisa main di kolam besar. Tentu saja itu begitu mengasyikkan sekali.“Ho ... ho ....” Kafi meletakkan busa si bawah dagunya. Tawa Kiara dan Gemma langsung terdengar. Kafi