Home / CEO / Hello Love Sign / 3. Yang Paling Berharga

Share

3. Yang Paling Berharga

Author: Bi Lafianna
last update Last Updated: 2021-06-27 17:50:55

Tanpa melepaskan ciuman bergairah dan saling mendominasi di antara mereka, Key perlahan mendorong tubuh Phoebe agar berbaring di atas ranjang. Saat ini bibirnya sedang sibuk dengan leher mulus Phoebe sedangkan tangannya mulai menarik kaki jenjang milik Phoebe bergantian dan membuat tubuhnya berada tepat di antara kedua paha Phoebe. Pertama dia menarik kaki kirinya lalu kaki kanannya, setelah itu tangannya mulai bergerak seduktif di atas kulit kaki Phoebe yang semakin terbuka karena ujung midi dress-nya sedikit terangkat, membuat Phoebe mulai merasakan desiran panas hingga mengeluarkan suara desisan perlahan. Sekujur tubuh Phoebe meremang, kedua tangannya mencari pelampiasan untuk digenggam hingga tangan kanannya tidak sengaja menyentuh ponsel milik Key yang tadi sempat ia lemparkan asal ke atas ranjang. Tangannya tidak sengaja menggeser tombol hijau lalu mengaktifkan mode pengeras suara saat ponsel Key tiba-tiba saja kembali berdering.

Bro, kenapa lama banget angkat teleponnya? Sorry kalau gue ganggu kalian berdua, tapi lo harus balik sekarang juga. Kami gak bisa handle meeting sama si Bos Besar. Semuanya nyaris kacau. Jadi, kami butuh lo di sini.” Suara seorang pria menggema di seberang telepon. Nada suaranya terdengar terburu-buru dan panik, hingga membuat keduanya kembali ke dunia nyata seketika.

Key tiba-tiba bangkit dan segera menjauh untuk menjawab teleponnya. Phoebe tahu perjalanan mereka sudah gagal total dengan sangat menyedihkan.

Tidak berselang lama, ponsel canggih miliknya juga berdering. Dia merasa panggilan ini pasti penting karena si penelepon tidak berhenti menghubunginya sejak tadi, membuatnya memutuskan untuk menjawab panggilan itu secepatnya. Di layar ponselnya terpampang nomor milik sang adik.

“Hallo” Tidak ada jawaban dari adiknya. Phoebe hanya mendengar suara isakan, “Kenapa nangis, Dek?” Phoebe menjadi semakin panik ketika adiknya tidak memberikan jawaban apa pun. Adiknya menangis semakin kencang di seberang sambungan telepon saat mendengar suara Phoebe. “Monica Aretha Breslin! Kamu kenapa, Dek? Apa ada sesuatu sama kamu atau orang rumah? Kalau kamu gak mau jawab pertanyaan Kakak sekarang juga, berarti Kakak akan cari tau sendiri. Pakai cara Kakak pastinya!”

Ja-jangan, Kak. Aku bisa nginap di tempat Kakak aja malam ini? Aku nggak mau pulang,” jawab Monica terbata-bata di antara suara tangisannya. Suara adiknya membuat Phoebe sangat khawatir dan takut di saat yang bersamaan.

“Oke, kalau gitu kita ketemu di tempat biasa aja, jangan di tempat Kakak. Kakak berangkat sekarang juga.” Tanpa berpikir dua kali, Phoebe segera menulis sebuah catatan di selembar post note untuk Key setelah ia menutup koper cabin-sized miliknya. Dia bergegas pergi meninggalkan cottage karena sudah tidak memiliki waktu untuk menjelaskan dengan detail kepada Key. Bagi Phoebe, kondisi adiknya jauh lebih penting saat ini.

✧✧✧

Ketika Phoebe tiba di sebuah bangunan tinggi yang terlihat familier, dia segera menuju ke lantai paling atas. Dia berjalan dengan tergesa-gesa, detak jantungnya berpacu kencang dan dia tidak bisa berpikir jernih semenjak dia meninggalkan cottage. Dia takut jika sesuatu sampai terulang dan ia datang terlambat seperti saat kejadian paling mengerikan lebih dari tiga tahun yang lalu.

“Beebee, I miss you so bad. Emang segitu sibuknya ya? Sampai Kakak udah lama nggak pulang buat nengokin kami?” Aretha memeluk erat kakaknya seperti anak kecil yang ketakutan ketika mereka pergi mengunjungi dokter gigi.

“Masa sih segitu kangennya? Sampai jadi anak cengeng gini coba,” Phoebe tahu jika ada sesuatu yang terjadi. Walaupun manja, tetapi adiknya ini sudah lama sekali tidak pernah menangis seperti saat di telepon tadi. Meskipun dia tidak bisa menunggu dan merasa sangat gugup, tapi dia juga tidak bisa memaksa adiknya untuk segera menceritakan apa yang ingin dia dengar.

“Emang beneran kangen kok, aku juga kangen sama masakan Kakak. Lihat nih, aku kelihatan kurus kering begini setelah best chef kita nggak ada di rumah lagi,” Aretha sudah tidak menangis lagi, tapi dia masih memeluk erat kakaknya bahkan tidak membiarkannya bergerak meski satu inci pun.

Phoebe tersenyum mendengar kalimat berlebihan dari adiknya. Dia mengambil telepon di dekatnya dan memesan beberapa makanan untuk makan malam mereka yang nyaris terlambat. Rencananya dia akan memulai interogasinya saat mereka berdua makan malam nanti. Mereka memutuskan untuk bermain online game sambil menunggu pesanan makan malamnya datang. Di tengah kompetisi yang sedang berlangsung, Phoebe menanyakan tentang keadaan ibu mereka. Aretha tidak memberikan jawaban apa pun pada kakaknya, tapi wajahnya tiba-tiba berubah sendu. Seketika Phoebe menyadari satu hal jika ini semua pasti berkaitan dengan ibu mereka. Mungkin saja sesuatu sedang terjadi di rumah besar itu atau antara ibunya dengan orang-orang yang dia kenal, atau bisa jadi itu adalah seseorang yang ada di sekitar mereka.

“Princess, gimana kalau besok kita jemput mommy? Kayaknya udah lama kita gak pergi bareng-bareng buat Momster’s date,” tanya Phoebe yang sedang berpura-pura tetap fokus dengan permainan mereka. Ia tidak memutar tubuhnya menghadap sang adik, tapi ia mengamati gerak-gerik si adik melalui sudut matanya tanpa Aretha sadari.

Aretha tiba-tiba menghadap ke arah Phoebe dan berteriak, “MOMSTER’S DATE?! Oh, I loooove that idea, Beebee. Ayo kita jemput mommy pas pagi aja biar kita bisa puas main SEHARIAN! Eh, tunggu. Gimana kalau kita balik pas sebelum matahari terbit? Tunggu, tunggu! Mending sekarang kita bikin daftar rencana buat besok lebih dulu ...,”

Aretha mulai mengoceh tentang apa saja yang akan mereka lakukan esok hari, ia membuat catatan sedetail yang ia inginkan. Phoebe membiarkan adiknya membuat rencana tentang kegiatan mereka seharian. Sementara itu, Phoebe memutuskan untuk menelepon ibu mereka.

“Mom, mommy udah gak sayang lagi nih sama aku? Masa gak ada kangen-kangennya sama anak gadis manisnya satu ini?” berondong Phoebe tepat setelah ia mendengar ibunya menjawab sambungan telepon mereka. Kata-kata Phoebe membuat Aretha tertawa geli dan berhenti mengetik catatan di ponsel pintarnya.

Gadis konyol! Kamu tuh yang udah lupa sama keberadaan wanita tua ini. Jangankan nelepon, kirim pesan seminggu sekali aja enggak. Apalagi sekali sehari. Sibuk kok sampai segitunya.” Ibu mereka mulai melayangkan protes, “Atau kamu udah ketemu sama makhluk mitologi dan jatuh cinta beneran sama dia? Kelihatannya para pria yang bisa menarik perhatian anak gadis Mommy udah enggak eksis lagi di dunia ini, kasihan banget.”

“Tungguuu! Excusez-moi, Madame. Emangnya Mommy lagi ada di mana sekarang? Sepertinya kata-kata tadi sangat tak asing di telingaku.” Phoebe merasa curiga pada ibunya.

It’s a secret.” Ibunya memberikan jawaban singkat sambil berusaha keras menahan tawanya.

“Mom, Aku serius loh ini!” 

It’s secret, Bee. Itu tuh banyak banget tulisannya,” —Jane tidak bisa menahan tawanya lagi saat ini, ia tertawa terbahak-bahak—“di mana-mana.

“Woah, WHAT?! WAIT! Apakah Anda sedang berada di wilayah terlarang saya?! Benar begitu, Nyonya?”

Oh, tentu saja, Dear! Memangnya kamu pikir Mommy lagi ada di mana sekarang, sampai bisa tahu soal makhluk mitologi super tampan? Ya ampun, Mommy tuh enggak pernah nyangka kalau anak sulung Mommy ternyata punya fantasi ‘menakjubkan’ macam gini.

Mendadak Phoebe ingin menangis dan tertawa di saat yang bersamaan saat ini. Bagaimana bisa, di antara begitu banyak ruangan di rumah mereka malah ibunya memilih untuk menghabiskan waktu di benteng rahasia milik putri sulungnya. Padahal semua “barang gelap” favorit Phoebe ada di sana. Benda-benda berwarna gelap, beberapa buku catatan hitam, ide-ide gelap, bahkan fantasi tergelapnya, dan hal-hal gelap lainnya yang tak terhitung lagi jumlahnya, termasuk beberapa barang gelap yang seksi.

Madame, jangan lupa untuk mengunci pintu saat Anda sedang berada di sana dan juga sangat disarankan agar Anda bisa menggunakan waktu Anda dengan bijak saat menjelajahi benteng rahasia milik Phoebe Amaya Breslin. Meskipun, akan lebih bijak lagi kalau Anda segera mengunci pintunya dari luar saja,” ucap Phoebe dengan nada suara yang ia buat serius dan penuh penekanan disertai sedikit saran yang mengancam.

“Kalian lagi ngomongin soal apa sih? Emangnya Mommy nemuin apaan? Kasih tahu dong, aku kan jadi penasaran kalau gini.” Aretha baru mengutarakan pertanyaannya setelah ia bingung sekian lama dengan pembahasan kakak dan ibunya.

NO!!” Phoebe and ibunya berteriak serempak.

“Apa? Kenapa kalian berdua pakai teriak segala?! Emangnya aku bikin salah apa?!” 

“Maaf, Princess, tapi pembahasan ini sangat terlarang untuk mereka yang usianya di bawah 18 tahun,” jelas Phoebe dengan nada serius dan dingin.

Hey! Aku sudah 21 tahun sekarang!”

Kau selamanya akan tetap menjadi bayi kecil kami, Princess,” tutur ibu mereka di sela tawa kencang karena berhasil mengerjai para anak gadisnya.

Aretha menjadi kesal. Dia tidak pernah suka jika ibu dan kakaknya bersekutu untuk menyembunyikan sesuatu seperti sekarang. Phoebe memeluk erat adiknya saat melihatnya merajuk dan cemberut, ia juga memberikan ciuman bertubi-tubi untuk menggodanya. 

Anyway, Mom. Mohon kiranya agar segera meninggalkan benteng rahasia saya silakan tidur lebih awal, dan mohon bersiap-siap lebih awal untuk Momster’s date kita esok hari. Kereta kencana emas akan menjemput Anda sebelum matahari terbit, Madame.” Phoebe menjelaskan maksudnya menelepon sang ibu malam ini.

Hmm, bisakah saya memesan kereta kencana emas untuk menjemput saya saat ini juga, Mademoiselle?”

“Oh, big no-no, Madame. Karena kami harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna, sampai menjadi hal terlarang bagi Aurora dan Snow White untuk tidur lebih cepat malam ini.”

“Wow! Ada pesta makanan,” Aretha menjadi semangat seketika saat makan malam mereka sudah datang. 

“Mom, aku harus mengawasi Aurora kita, jika tidak dia bisa segera tertidur setelah memakan kalori-kalori ini sebelum dia menyelesaikan tugasnya. Love you, Mom. Nikmatilah makan malammu juga dan tolong berhentilah mengunjungi benteng rahasiaku. Pretty please, Madame.” Nyonya Breslin kembali tertawa sebagai jawaban atas saran konyol putrinya.

Setelah Phoebe meletakkan ponsel pintarnya di atas meja, dia segera bergabung dengan adiknya dan menemaninya menikmati makan malam mereka. Ketika akhirnya mereka hampir menyelesaikan makan malam itu, adiknya terlihat tertarik dengan satu set chinoiserie cantik di depan  Phoebe.

“Beebee, itu apa sih? Kok lucu banget,” celoteh Aretha sambil menunjukkan jarinya ke arah satu set peralatan minum teh dan sebuah mangkuk kecil dengan corak yang sama. Phoebe menjelaskan jika teko itu berisi teh oriental dan ada kantong kecil berisi teh ditambah dengan beberapa bahan rahasia yang tidak Aretha pahami bentuknya. Ketika Aretha semakin penasaran, Phoebe menjawab jika mereka akan meminum teh itu sekaligus menggunakannya sebagai masker.

“Lihat tuh mata. Emangnya kamu mau ketemu mommy pas wajahmu begini?” Aretha tiba-tiba menyadari jika wajahnya sekarang ini pasti berantakan dengan mata membengkak persis seperti ikan Koi.

“Jadi, apa yang bikin Aurora bisa punya mata Dori kayak gini?” Aretha tersenyum simpul mendengar perkataan Phoebe. Kakaknya yang satu ini memang seperti ini sejak dulu, dia selalu suka menggunakan kosa kata yang lucu dan tak terduga untuk segala hal.

“Tahu gak, Beebee? Suatu malam aku pernah lihat mommy minum sendirian di kegelapan. Lebih tepatnya pas aku baru balik dari party, sih.” Mendadak Aretha merasa merinding. Saat dia menoleh untuk melihat ke arah wajah Phoebe, kakaknya itu sedang memberikan tatapan mengintimidasi dan mengeluarkan aura dingin. “Ooo-kay, aku ngaku deh. Aku emang nyelinap dan nggak kasih tahu siapa pun.”

“Maksudnya ‘siapa pun’ di sini tuh TIDAK ADA SEORANG PUN TERMASUK PARA MAID DI RUMAH BESAR ITU?!” Aretha mengangguk dengan seringaian lebar yang tak berdosa di wajahnya.

“Teruskan dulu ceritamu, Young Lady!” Phoebe lebih penasaran dengan cerita tentang ibu mereka daripada menceramahi adiknya saat ini juga.

“Waktu aku bantuin mommy balik ke kamarnya kan,”—Aretha menarik lalu menghela napas panjang—”aku dengar mommy bilang soal sekarat, aturan, dan aku nggak bisa ingat apa lagi karena aku juga masih mabuk malam itu. Seandainya aku nggak mabuk, mungkin aku bisa cari tahu lebih banyak.”

Phoebe mengatur napas, dadanya terasa nyeri seketika, “Terus?”—ia bertanya lagi setelah menegak habis teh oriental di cawan yang dari tadi ia genggam erat—”Kenapa kamu baru kepikiran sekarang, Dek?"

“Soalnya aku udah lama juga gak pernah ketemu sama daddy, semenjak ...,” Aretha terlihat berpikir keras sampai alisnya bertaut, “Aku lupa, mungkin habis pesta ulang tahunku waktu itu? Aku jadi takut kalau mereka bakal ninggalin kita, kayak—”

‘Orang-orang itu, mau berapa lama lagi mereka bertingkah memuakkan seperti ini terus? Bahkan ketika aku sudah tidak ada lagi di sekitar mereka.’ Phoebe berusaha mengontrol emosinya, dia tidak boleh mengambil keputusan yang salah. Dia sadar saat ini dia tidak bisa melakukan apa pun.

Dia tidak boleh gegabah. Dia harus kembali ke rumah mereka karena ada banyak hal yang harus dia lakukan di benteng rahasianya, dia harus menyusun rencana yang matang dan sempurna sampai waktunya datang.

“Ssst! Itu gak bakalan terjadi. Udah, sekarang jangan mikir macem-macem. Mending sekarang kamu pakai skincare terus pakai ini buat ngilangin mata Dori itu. Kamu pasti belum skincare-an, ‘kan?” Phoebe menyodorkan kantung dingin di dalam mangkuk chinoiserie pada adiknya.

“Terus gimana sama rencana buat besok kalau aku ntar ketiduran duluan? Lagian juga aku nggak bawa skincare-ku, Kak.”

“Emang itu apa, Dek? Gak lihat Kakak sampai bawa travel bag khusus buat kamu. Lagi pula soal rencana buat besok kan itu cuma garis besarnya aja. Mana pernah kita beneran ikutin daftar yang segitu panjangnya?” Ah, travel? Phoebe segera menyambar ponselnya dan mencoba menghubungi Key, tetapi panggilan itu tidak tersambung juga. Akhirnya dia menyerah setelah mencoba beberapa kali.

✧✧✧

Sekitar dini hari mereka tiba di rumah yang sudah lama tidak Phoebe kunjungi. Setelah meminta ibu dan adiknya untuk bersiap-siap, Phoebe segera menyelinap ke benteng rahasianya dan mengambil beberapa peralatan yang ia butuhkan untuk misi berikutnya. Tepat setelah dia menyusun barang bawaannya di dalam bagasi, dua orang yang paling berharga dalam hidupnya berjalan mendekat dengan ekspresi kekaguman.

“Wow, lihat deh style Kakak keren banget. Permisi, Mrs. Smith. Apakah Anda sedang sendirian? Kemana Mr. Smith? Kalian tidak pergi bersama?” Aretha menggoda kakaknya.

Princess, ingat ya. Bukan sembarangan Mr. Smith, tapi Mr. Smith itu datang dari Dragon's Valley dan dia datang jemput Beebee kita pakai seekor unicorn waktu dia berubah wujud jadi Pangeran Tampan.” Tawa Aretha langsung meledak mendengar perkataan ibu mereka, sementara sang ibu mengerling lalu turut tertawa lebar bersama si bungsu.

Oh my, kenapa lagi-lagi Anda membahas soal ini, Madame.” Phoebe menghela napas pasrah, lalu dia berbalik mengancam adiknya, “Hey! Princess, kalau kamu terus ketawa ngeselin kayak gitu berarti kamu harus nyetir si black baby ini SEHARIAN!”

Nooo way! Aku ini Princess, Kak. Bukan kusir kereta kencana,” tolak Aretha segera duduk di jok belakang mobil kesayangan kakaknya.

Seperti biasa, ibu dan adiknya tidak pernah bisa memutuskan di mana mereka akan sarapan, ke mana tempat tujuan pertama mereka, barang-barang apa saja yang akan mereka beli, dan lain-lain, dan sebagainya. Setelah makan siang yang kesorean, Phoebe memutar kemudi mobilnya ke tempat favorit mereka bertiga untuk menghabiskan waktu bersama.

“Beebee, emangnya ada acara spesial apa?” Aretha penasaran kenapa kakaknya memilih tempat ini sebagai destinasi terakhir mereka.

“Kenapa emangnya, kamu gak mau menghabiskan waktu di sini? Tumben banget, padahal salah satu teman Kakak sengaja pesan tempat khusus full service buat kita bertiga dari semalam.”

“Teman yang mana?” Ibu dan adiknya bertanya serempak penuh curiga karena seseorang itu berhasil membuat pesanan hanya dalam waktu semalam saja untuk seluruh servis yang ada di sini.

“Teman paling tampan yang aku punya. Udah jelas dan puas sama jawabanku? Madame, Mademoiselle?”

“Jelas aja gak puas. Kakak sekarang sengaja godain kami, ‘kan? Iya ‘kan, Mom?” Jane Breslin mengangguk setuju.

Mereka bertiga berjalan memasuki resort. Sebenarnya dia sudah mengetahui siapa teman paling tampan yang dimaksud putri sulungnya karena saat ini mereka sedang berjalan ke arah pria yang diperdebatkan oleh kedua putrinya sejak mobil mereka memasuki area valet parking di resort ini, sementara para anak gadis masih tidak menyadari keberadaan pria itu sebab mereka terlalu sibuk mendebatkan tentang identitas si pria tampan misterius, “Ayolah, Kaaaak. Kasih tahu siapa teman kakak yang paling tampan itu, terus kenapa dia repot-repot pesenin kita tempat di sini?”

“Wow, dia beneran bilang gitu? Aku temannya yang paling tampan?” Suara berat, dalam, dan serak mengejutkan mereka berdua hingga tubuh Phoebe membentur sesuatu yang terasa keras dengan dramatis lalu berakhir mendarat di pelukan lengan berotot seseorang. Ups, sepertinya dia membentur dada bidang pria bertubuh kekar ini.

“Terima kasih untuk pujiannya, dan juga buat ciuman selamat datangnya walaupun bibirku ada di atas sini, My Bee.” Phoebe tercengang. Sementara itu, Aretha diam-diam merekam kejadian epik ini melalui ponsel yang ada di tangannya. Anak ini selalu menggenggam ponsel canggihnya ke mana pun dia pergi padahal dia selalu membawa sebuah tas kecil di pundaknya.

“Mom, apa dia pangeran naga itu? Si pangeran yang Mommy bilang sebelumnya. Ini beneran? Serius? Mommy yakin? Mereka akhirnya beneran jadian? Oh, I loooove it!” Aretha berbisik kegirangan pada ibunya karena dia melihat kakaknya masih tersihir dengan pesona yang dimiliki si Pangeran Naga.

“Kamu suka banget ya aku peluk gini, My Bee? Kalau kamu mau aku bisa kasih kamu lebih dari sekedar pelukan macam ini, gimana?” Phoebe seketika tersadar saat dia mendengarkan pertanyaannya dan suara-suara cekikikan di belakangnya.

“KA-KAMU!” Phoebe kehabisan kata-kata.

✧✧✧

Note:

Post note: Catatan kecil yang bisa ditempel.

Koper cabin-sized: ukuran koper yang bisa dibawa masuk ke dalam kabin pesawat.

I miss you so bad: Aku amat sangat merindukanmu.

Momster's Date maksudnya Mom(s) and Daughter(s) Date atau Kencan Ibu dan Anak.

Excusez-moi, Madame: Permisi, Nyonya dalam bahasa Prancis.

Mademoiselle: Nona dalam bahasa Prancis.

Pretty please: Mohon dengan sangat.

Chinoiserie: Berasal dari istilah bahasa Prancis untuk "Chinesery" atau "Chinese-esque” yang bermakna peleburan dari ditemukannya motif Asia dan Eropa yang diciptakan oleh desainer dan perajin di Barat. 

Young Lady: Nona.

Black baby merujuk pada sebutan mobil berwarna hitam yang biasa Phoebe gunakan.

Related chapters

  • Hello Love Sign   4. Pria Paling Tampan

    “KA-KAMU!” Phoebe tergagap seolah kehabisan kata-kata. “Yes, My Bee. Ini aku, priamu yang paling tampan?” Pria tampan itu mengedipkan matanya ke arah Phoebe. “Menggelikan!” “Kamulah alasannya.” “Oh my, pergilah!” “Kemana, kamar bulan madu kita?” “Apa?! Pergilah ke neraka!” “Pilihan buruk, ayo kita pergi ke surga setiap malam, atau setiap saat yang kita inginkan? Gimana kalau mulai malam ini?” “Kamu gila!” “Karena dirimu.” “MOOOOMMYY!!” Ibu dan adik Phoebe sontak menutup telinga mereka bersamaan, tetapi tidak dengan pria tampan di depannya yang sedang tertawa kencang. Dia masih memeluk Phoebe dengan erat membuat tubuh mereka semakin dekat dan menempel satu sama lain. “Not bad. Aku yakin kamu akan meneriakkan namaku seperti ini, atau mungkin lebih bergairah dari ini? Aku udah gak sabar pengen dengar, My Bee.” “Cium saja dia kalau sampai berani berteriak kencang-ke

    Last Updated : 2021-06-28
  • Hello Love Sign   5. Sayap-sayap Patah

    "Kenapa kamu kelihatan takut banget dan nyaris gemetaran gini? Apa kamu juga bereaksi tepat seperti ini semalam?" "Jangan gila! Rencana itu bahkan udah gagal total karena tendernya kembali mengalami masalah. Jadi, dia ninggalin aku gitu aja pas aku mulai turn on, mana sampai sekarang dia gak bisa dihubungi sama sekali." "Serius! Semalam beneran gak berhasil? Astaga,”—dia memberikan senyuman yang mencurigakan—“sayang banget, apa kamu mau menuntaskannya bersamaku? Kamu pasti penasaran sama sensasinya, ‘kan?" Franz menangkap tangan Phoebe yang hampir memukul kepalanya, "Eits! Kau boleh mukul atau mencakarku hanya buat pelampiasan saat kau akan mencapai puncak bersamaku. Selain itu, jangan pernah bermimpi, Mrs. Franz Hanseen." "Terkutuklah pikiran mesummu itu!" hardik Phoebe. Franz terbahak mendengar umpatan Phoebe, "Ngomong-ngomong, itu bagus juga. Karena sebentar lagi dia bakalan segera pergi dari hidupmu. Jadi, kamu ga

    Last Updated : 2021-07-04
  • Hello Love Sign   6. Gemuruh Langit

    'Duh, bisa gak sih dia gak bisik-bisik terus di telingaku?!' Phoebe merasa tidak nyaman dengan kelakuan pria di belakangnya.Setelah memastikan ke mana arah para pria itu pergi dan menghilang dari pandangannya, dia memutar tungkainya lalu segera menendang tulang kering lelaki di belakangnya denganstilettoberwarna hitam dengan sol merah menyala di kaki jenjangnya. Namun, tiba-tiba dia membungkam mulut pria yang hampir menunduk kesakitan di depannya sebelum sempat memekik, lalu mendorong tubuh kekar itu sekuat tenaga dengan mudahnya karena pria itu tidak berdiri seimbang akibat tendangan tak berperasaan dari gadis barbar di depannya, hingga tubuh pria itu membentur cukup keras ke dinding berlapis marmer di belakangnya, "Heuummpp!"Mata biru milik Phoebe mengawasi setiap penjuru hingga pintu masukhall. Namun, tampaknya sia-sia belaka karena dia belum menemukan jejak makhluk apa pun sete

    Last Updated : 2021-07-08
  • Hello Love Sign   7. Neraka Dunia

    Pandangan mereka berdua terkunci. Mereka berada dalam posisi ini cukup lama, "Kau selalu aja melakukan hal ekstrim saat minta kupeluk. Aah, jadi karena ini kau gak mau kupeluk dengan cara yang lebih lembut kemarin? Kau lebih suka jika jantung kita berdegup kencang seperti bersahutan saat saling memeluk begini?" Rasanya Phoebe sangat ingin menjambak pria aneh di depannya ini. Dia selalu merasa menyesal setiap kali sudah menaruh rasa empati berlebihan pada seorang Franz Hanssen. "Lepas! Dasar pria cabul, pencuri kesempatan!" hardik Phoebe tepat di depan wajah tampan Franz. "Tentu aja gak akan kulepasin! Kalau kulepasin bisa aja kau akan melakukan hal ekstrim lainnya yang hanya diketahui sama Tuhan dan dirimu sendiri. Kalau kau berani melakukannya maka saat itu juga akan kupastikan kau segera berganti nama menjadi Phoebe Amaya Hanssen dalam sekejap!" gertak Franz sambil menatap sepasang mata biru yang sekarang sedang terbelalak sempurna. "Selalu aja paka

    Last Updated : 2021-07-22
  • Hello Love Sign   8. Kesempatan dan Siasat

    "Sshh, haaahh, lagi! Shhh, haahh!" Tidak hanya wajah, tapi mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki Phoebe rasanya sudah basah oleh keringat. Air mata yang sempat menetes bersama bulir keringat sejak tadi sudah tidak tampak lagi bedanya sekarang. "Ini yang terakhir. Kau harus berhenti, atau aku terpaksa membawamu ke rumah sakit sebelum kau pingsan," kata pria bertubuh kekar yang saat ini menemani Phoebe, dia dibuat sibuk karena terus menuruti permintaan Phoebe. "Ini hukumanmu, sshhh. Kau yang harus bertanggung jawab, haaah, karena membuatku seperti ini. Astaga! Rasanya seperti terbakar! Haaah." Phoebe mendongak sambil menggelengkan kepalanya agar helaian rambut yang menempel di wajah dan lehernya tak mengganggu kegiatanya. "Memang apa salahku? Tentu saja rasanya membakar lidah sampai ke perutmu. Lihat! Berapa banyak currywurst dengan level hellish yang kau pesan?! Kurasa kau sedang memakan lapisan saus cabai neraka dengan topping sosis, bukan seb

    Last Updated : 2021-09-02
  • Hello Love Sign   9. Kupastikan Kau Menyesal!

    The View Supper Club,Manhattan, NYC., "Wajahmu terlalu berseri untuk ukuran seseorang yang sedang patah hati,MaBelle." Seorang pria menyapa Phoebe setelah keluar dari salah satu ruangan VVIP di dekat meja bar. Keduanya bertukar salam dengan pelukan singkat sambil menyentuhkan pipi kanan mereka sekilas. "Berhentilah menggodaku, Lex. Di mana 'panggung’ utamanya, apa di tempat biasa?" "Pastinya dong. Itu adalahspotterbaik untuk adegan terbaik, tapi,Belle—" sela pria itu berwajah gamang. "Oh!Come on,Alex. Kau harusnya tahu kalau aku tidak suka kata 'tapi' di saat penting seperti ini," dengus Phoebe lalu memandang datar, membuat Alex menelan kembali kata-katanya yang sudah di ujung lidah. "Oke, tidak ada 'tapi' untuk saat ini,"—Alex menatap Phoebe dengan senyum kikuk di wajahnya, lalu sekilas memandang ke belakang—"setidaknya sampai tamumu pergi dengan wajah merah karen

    Last Updated : 2021-10-10
  • Hello Love Sign   10. Kesempatan Yang Selalu Datang

    Phoebe memang memejamkan kedua matanya, tapi saat ini di dalam kepalanya seperti sedang terjadi perang besar di tengah gurun yang mulai tersapu badai. Benar-benar kacau! Dia mulai berandai-andai, jika saja dia terlahir di keluarga sederhana yang hangat dan saling mendukung, pasti tidak akan ada lagi parasit yang mengganggu hidupnya demi hal-hal duniawi. Namun tunggu dulu, jika dia hidup di tengah keluarga sederhana, lalu bagaimana seandainya jika ada benalu yang ingin memanfaatkannya seperti apa yang selalu dialami olehnya dan beberapa anggota keluarga Breslin selama ini? Dia tidak ingin menjadi damsel in distress dengan berharap seorang kesatria rupawan dari golongan bangsawan akan datang ke hidupnya bak dongeng klasik yang selalu ia baca ketika masih kecil. Daripada bermimpi seperti remaja berusia belasan, lebih baik dia tetap menjalani kehidupan penuh persona dalam permainan politik di setiap lapisannya dengan nama belakang keluarga Breslin. Nama yang selalu menj

    Last Updated : 2021-11-20
  • Hello Love Sign   11. Menjaga Wanitaku

    Ruangan VVIP East Medical Centre, York Ave, New York.,“Kak Samuel, apa dia wanita yang kau ceritakan saat kita lagi di Berlin kemarin? Pas acara malam amal itu?” tanya seorang wanita dengan jas snelli putih ciri khas seorang dokter dengan bordiran nama Audrey Marseille Levanchois di bagian dadanya.Pria yang dipanggil Samuel ini mengangguk dengan bibir tak bisa berhenti tersenyum sejak tadi saat menyadari Tuhan dan alam semesta selalu ada di pihaknya. Bagaimana tidak, jika kesempatan selalu saja datang padanya. Tepat seperti sekarang, saat ia merasa sangat penasaran dengan sosok wanita unik yang dilihatnya di Berlin malah wanita inilah yang menariknya mendekat dengan cara tak terduga.“Marsh, apa kau yakin dia akan segera siuman?” tanya Samuel pada adik sepupunya yang biasa dipanggil Marsha Levanchois.“Kak Sam gak sedang meremehkan pengalamanku menangani pasien, ‘kan? Sudah berapa kali Kakak menanyaka

    Last Updated : 2022-03-05

Latest chapter

  • Hello Love Sign   15. Kau Membuatku Lelah

    Samuel merasa ada yang aneh dengan cengkeraman yang ia rasakan di bagian punggungnya. Tangan Phoebe terasa bergetar, membuat senyum jahilnya lenyap seketika. Wajah pucat Phoebe yang ia lihat saat Samuel membalikkan badan membuatnya semakin panik, “Phoebe, ada apa denganmu? Phoebe!” teriak Samuel, dengan sigap ia menangkap tubuh Phoebe yang sudah limbung dan hampir terjerembab ke atas lantai pualam. Samuel membopong tubuh lemas Phoebe kembali ke kamar. Sudah tentu nama Marsha pasti langsung terlintas di benaknya saat menghadapi situasi seperti ini.Marsha sampai dalam sekejap setelah mendapatkan kabar dari kakak sepupunya, “Infeksinya kambuh lagi, Kak. Sepertinya dia sedang stres berat dan terlalu lelah, aku udah bilang, ‘kan?” jelas Marsha. Tatapan dengan sorot mata menyelidik membuat Samuel menatap balik pada adik sepupunya.“Aku sudah memesan sarapan bergizi, kau bisa lihat sendiri di meja makan. Kenapa aku merasa sepertinya kau ma

  • Hello Love Sign   14. Berbagi Ranjang

    Samuel segera menyita ponsel Phoebe dan meletakkannya bersisian dengan miliknya di atas meja yang terdekat dengan mereka, lalu membopong gadisnya tanpa berniat menjawab pertanyaan Phoebe. Tentu saja Phoebe menjadi kesal karena merasa diacuhkan, “Apa susahnya sih menjawab? Semua pria memang sama aja, sangat menyebalkan!” gerutu Phoebe dengan penuh penekanan yang sengaja tak ia tutupi.“Aku lelah sekali, Honey. Jika mereka membutuhkan kita, pasti mereka akan segera menghubungiku.”Benar juga batin Phoebe menyetujui perkataan Samuel, tapi mulutnya masih gatal untuk mendebat pria yang selalu muncul di saat tepat tiap kali ia butuhkan. Persis seperti sebuah kebetulan, “Kalau gitu jangan selalu menggendongku, nanti kalau tanganmu patah kau malah menyalahkanku,” sindir Phoebe sambil memutar bola matanya.“Tentu aja kau yang harus bertanggung jawab karena aku tak mengasuransikan tubuhku, Honey,” balas Samuel enteng.

  • Hello Love Sign   13. Bukan Salahmu

    Mereka segera sampai di rumah sakit tempat Phoebe di rawat tadi pagi. Sudah ada Marsheille yang baru saja sampai di East Medical Centre tempatnya bekerja selama ini.“Kalian tunggulah di sini dulu. Percayakan dia pada kami, Calon Kakak Ipar,” tutur Marsha sambil tersenyum ke arah Phoebe lalu mengangguk singkat pada Samuel. Setelahnya ia segera pergi untuk membantu menangani Juan.“Aku akan mengurus administrasinya, kau duduklah di sini dulu,” ajak Samuel sambil merangkul Phoebe yang terlihat masih syok.Saat Samuel kembali, ia mendapati seorang pria sedang mengelus kepala Phoebe sambil mendengarnya menceritakan kronologis singkat tentang kejadian yang menimpa Juan, “Aku takut Hwan, kenapa selalu seperti ini? Kenapa mereka?” lirih Phoebe sedikit terbata, tersedak dalam tangisnya.“Tenangkan dirimu, ada Marsha yang akan membantu tim medis khusus di sini. Kau percaya pada kami, ‘kan?” ujar Hwan dengan sua

  • Hello Love Sign   12. Balasan Tak Terduga

    “Kenapa kau gak istirahat dan malah sembunyi di sini? Harus ya, minta semuanya siap sebelum tengah malam? Memangnya belum puas tidur di bangsal rumah sakit?” cecar Franz yang muncul tanpa permisi. Kenapa juga dia butuh izin untuk mengganggu Phoebe saat sedang bekerja, jika Franz bisa bebas keluar masuk semua tempat rahasia milik Phoebe termasuk griya tawang ini? Dia bahkan sudah tahu seluk beluk tempat ini karena bisa muncul tiba-tiba dari tangga geser rahasia yang menghubungkan studio berperangkat editing di lantai satu dengan area baca sekaligus ruang kerja di lantai dua.Phoebe beranjak dari kursinya sambil melipat kedua tangan di dadanya, “Memang ya, gak ada yang namanya privasi kalau udah berhubungan sama Tuan Franz Hanssen. Ngapain pakai acara ke sini sore-sore, sih? Sekarang baru juga jam tujuh. Kalau dilihat orang ‘kan aku yang rugi! Terus apa gunanya benda persegi super canggihmu itu?! Kalau kau ke sini cuma untuk menceramahiku mendin

  • Hello Love Sign   11. Menjaga Wanitaku

    Ruangan VVIP East Medical Centre, York Ave, New York.,“Kak Samuel, apa dia wanita yang kau ceritakan saat kita lagi di Berlin kemarin? Pas acara malam amal itu?” tanya seorang wanita dengan jas snelli putih ciri khas seorang dokter dengan bordiran nama Audrey Marseille Levanchois di bagian dadanya.Pria yang dipanggil Samuel ini mengangguk dengan bibir tak bisa berhenti tersenyum sejak tadi saat menyadari Tuhan dan alam semesta selalu ada di pihaknya. Bagaimana tidak, jika kesempatan selalu saja datang padanya. Tepat seperti sekarang, saat ia merasa sangat penasaran dengan sosok wanita unik yang dilihatnya di Berlin malah wanita inilah yang menariknya mendekat dengan cara tak terduga.“Marsh, apa kau yakin dia akan segera siuman?” tanya Samuel pada adik sepupunya yang biasa dipanggil Marsha Levanchois.“Kak Sam gak sedang meremehkan pengalamanku menangani pasien, ‘kan? Sudah berapa kali Kakak menanyaka

  • Hello Love Sign   10. Kesempatan Yang Selalu Datang

    Phoebe memang memejamkan kedua matanya, tapi saat ini di dalam kepalanya seperti sedang terjadi perang besar di tengah gurun yang mulai tersapu badai. Benar-benar kacau! Dia mulai berandai-andai, jika saja dia terlahir di keluarga sederhana yang hangat dan saling mendukung, pasti tidak akan ada lagi parasit yang mengganggu hidupnya demi hal-hal duniawi. Namun tunggu dulu, jika dia hidup di tengah keluarga sederhana, lalu bagaimana seandainya jika ada benalu yang ingin memanfaatkannya seperti apa yang selalu dialami olehnya dan beberapa anggota keluarga Breslin selama ini? Dia tidak ingin menjadi damsel in distress dengan berharap seorang kesatria rupawan dari golongan bangsawan akan datang ke hidupnya bak dongeng klasik yang selalu ia baca ketika masih kecil. Daripada bermimpi seperti remaja berusia belasan, lebih baik dia tetap menjalani kehidupan penuh persona dalam permainan politik di setiap lapisannya dengan nama belakang keluarga Breslin. Nama yang selalu menj

  • Hello Love Sign   9. Kupastikan Kau Menyesal!

    The View Supper Club,Manhattan, NYC., "Wajahmu terlalu berseri untuk ukuran seseorang yang sedang patah hati,MaBelle." Seorang pria menyapa Phoebe setelah keluar dari salah satu ruangan VVIP di dekat meja bar. Keduanya bertukar salam dengan pelukan singkat sambil menyentuhkan pipi kanan mereka sekilas. "Berhentilah menggodaku, Lex. Di mana 'panggung’ utamanya, apa di tempat biasa?" "Pastinya dong. Itu adalahspotterbaik untuk adegan terbaik, tapi,Belle—" sela pria itu berwajah gamang. "Oh!Come on,Alex. Kau harusnya tahu kalau aku tidak suka kata 'tapi' di saat penting seperti ini," dengus Phoebe lalu memandang datar, membuat Alex menelan kembali kata-katanya yang sudah di ujung lidah. "Oke, tidak ada 'tapi' untuk saat ini,"—Alex menatap Phoebe dengan senyum kikuk di wajahnya, lalu sekilas memandang ke belakang—"setidaknya sampai tamumu pergi dengan wajah merah karen

  • Hello Love Sign   8. Kesempatan dan Siasat

    "Sshh, haaahh, lagi! Shhh, haahh!" Tidak hanya wajah, tapi mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki Phoebe rasanya sudah basah oleh keringat. Air mata yang sempat menetes bersama bulir keringat sejak tadi sudah tidak tampak lagi bedanya sekarang. "Ini yang terakhir. Kau harus berhenti, atau aku terpaksa membawamu ke rumah sakit sebelum kau pingsan," kata pria bertubuh kekar yang saat ini menemani Phoebe, dia dibuat sibuk karena terus menuruti permintaan Phoebe. "Ini hukumanmu, sshhh. Kau yang harus bertanggung jawab, haaah, karena membuatku seperti ini. Astaga! Rasanya seperti terbakar! Haaah." Phoebe mendongak sambil menggelengkan kepalanya agar helaian rambut yang menempel di wajah dan lehernya tak mengganggu kegiatanya. "Memang apa salahku? Tentu saja rasanya membakar lidah sampai ke perutmu. Lihat! Berapa banyak currywurst dengan level hellish yang kau pesan?! Kurasa kau sedang memakan lapisan saus cabai neraka dengan topping sosis, bukan seb

  • Hello Love Sign   7. Neraka Dunia

    Pandangan mereka berdua terkunci. Mereka berada dalam posisi ini cukup lama, "Kau selalu aja melakukan hal ekstrim saat minta kupeluk. Aah, jadi karena ini kau gak mau kupeluk dengan cara yang lebih lembut kemarin? Kau lebih suka jika jantung kita berdegup kencang seperti bersahutan saat saling memeluk begini?" Rasanya Phoebe sangat ingin menjambak pria aneh di depannya ini. Dia selalu merasa menyesal setiap kali sudah menaruh rasa empati berlebihan pada seorang Franz Hanssen. "Lepas! Dasar pria cabul, pencuri kesempatan!" hardik Phoebe tepat di depan wajah tampan Franz. "Tentu aja gak akan kulepasin! Kalau kulepasin bisa aja kau akan melakukan hal ekstrim lainnya yang hanya diketahui sama Tuhan dan dirimu sendiri. Kalau kau berani melakukannya maka saat itu juga akan kupastikan kau segera berganti nama menjadi Phoebe Amaya Hanssen dalam sekejap!" gertak Franz sambil menatap sepasang mata biru yang sekarang sedang terbelalak sempurna. "Selalu aja paka

DMCA.com Protection Status