"Kenapa kamu kelihatan takut banget dan nyaris gemetaran gini? Apa kamu juga bereaksi tepat seperti ini semalam?"
"Jangan gila! Rencana itu bahkan udah gagal total karena tendernya kembali mengalami masalah. Jadi, dia ninggalin aku gitu aja pas aku mulai turn on, mana sampai sekarang dia gak bisa dihubungi sama sekali."
"Serius! Semalam beneran gak berhasil? Astaga,”—dia memberikan senyuman yang mencurigakan—“sayang banget, apa kamu mau menuntaskannya bersamaku? Kamu pasti penasaran sama sensasinya, ‘kan?" Franz menangkap tangan Phoebe yang hampir memukul kepalanya, "Eits! Kau boleh mukul atau mencakarku hanya buat pelampiasan saat kau akan mencapai puncak bersamaku. Selain itu, jangan pernah bermimpi, Mrs. Franz Hanseen."
"Terkutuklah pikiran mesummu itu!" hardik Phoebe.
Franz terbahak mendengar umpatan Phoebe, "Ngomong-ngomong, itu bagus juga. Karena sebentar lagi dia bakalan segera pergi dari hidupmu. Jadi, kamu gak perlu terlalu sering menghabiskan waktu bersama dia lagi, benar ‘kan?" Franz berdiri dan mengulurkan tangannya.
"Apa maksudnya ini? Kenapa kau tiba-tiba bertingkah aneh begini?" Phoebe memberikan pandangan menyelidik saat melihat tangan Franz terulur ke arahnya.
"Kenapa kau kelihatan kecewa? Kau mau kita benar-benar menuntaskan apa yang semalam tertunda? Sekarang juga? Aku sih gak keberatan." Franz mengatakan hal konyol itu dengan ekspresi tengilnya.
"Dalam mimpimu!"
"Astaga, kalimat itu benar-benar menyakitkan, My Bee."
"Aku gak peduli. Minggir sana! Aku ingin menghabiskan waktuku dengan mommy dan adikku. Sebaiknya kau berbaikanlah dengan salah satu perempuanmu itu. Kau bisa bilang aku tadi sepupumu yang lagi iseng."
"Dasar konyol, kau kira dia akan semudah itu percaya? Lagi pula semua wanita itu sama aja. Sebenarnya sudah lama aku ingin lepas darinya sebelum dia membuat kartuku berlubang. Terima kasih, berkat bantuanmu malah bikin segalanya jadi semakin mudah. Kau memang calon istri yang bisa diandalkan, My Bee."
"Berhentilah mengatakan hal-hal konyol, Franz Hanssen! Jangan nyalahin gadis-gadis itu, karena kaulah penjahatnya di sini," cibir Phoebe sambil memberikan ekspresi jengah.
“Memangnya apa yang kulakukan? Justru akulah korban mereka di sini. Hey! Jangan lari, pengantinku.” Franz tertawa terbahak-bahak ketika melihat Phoebe mencoba melarikan diri darinya secepat yang dia bisa.
Phoebe keluar dari kamar Franz dan berjalan menuju tempat di mana mommy dan adiknya berada. Rencananya mereka akan menghabiskan waktu dengan menikmati SPA di resort ini. Ia ingin menghibur adik dan sang mommy. Jadi, saat semalam Franz memberikan ide untuk menghabiskan waktu di resort ini maka dia pun segera menyetujuinya. Lagi pula di sini akan jauh lebih mudah dan leluasa untuk mengerjakan tugasnya mengedit footage baru untuk proyek selanjutnya.
Mereka baru saja selesai makan malam setelah memanjakan diri selama berjam-jam di SPA eksklusif yang menjadi fasilitas andalan resort ini. Saat ini Phoebe berjalan berdua dengan mommy tercintanya menyusuri taman bunga dengan permainan lampu warna-warni yang indah. Jika adiknya ada di sini, gadis itu pasti sudah menjadi model dadakan dan sibuk membuat Phoebe menjadi fotografer dadakan juga, bahkan jika perlu ia akan membuat Phoebe memanjat sampai tiarap agar mendapatkan angle foto terbaik.
Entah sedang apa adik manjanya itu sekarang. Tadi dia berpamitan untuk pergi lebih dulu ke kamar yang akan digunakan olehnya dan sahabatnya. Karena Phoebe dan sang mommy juga sudah mengenal dengan baik gadis manis yang menjadi sahabat setia Aretha sejak mereka masih ada di bangku sekolah maka mereka mengundangnya untuk menyusul kemari dan menghabiskan waktu bersama-sama. Lagi pula menurut dia dan mommynya, akan jauh lebih aman jika adiknya selalu bisa mereka awasi karena gadis nakal itu selalu punya cara untuk menyelinap dan melarikan diri. Sepertinya ini adalah bakat terpendam di keluarga Breslin karena para anak gadis dalam keluarga ini semuanya selalu suka pergi menyelinap setiap kali ada kesempatan.
"Jadi, kapan kau akan menikah dengan Franz?" Jane Breslin bertanya saat mereka duduk di depan air mancur yang sedang menari mengikuti alunan musik.
"Oh, come on. Kenapa Mommy selalu mengulang topik yang sama satu ini?" Phoebe terlihat tidak tertarik jika harus membahas tentang pernikahannya dengan Franz. Dia tidak memikirkan akan memiliki hubungan yang serius dengan sahabat masa kecilnya itu.
"Karena Mommy ingin melihatmu bahagia, Sweatheart,"—ia menggenggam tangan kanan putri sulungnya—"apakah kau tidak ingin memiliki keluargamu sendiri? Ada anak yang akan bermain di pangkuanmu, seorang suami yang memanjakanmu dan mencintaimu sepenuhnya, lalu aku masih cukup kuat untuk menemani dan bermain dengan anakmu saat kau dan suami tercintamu nanti pergi berbulan madu lagi untuk memberikan cucu kedua untukku." Jane Breslin tersenyum lebar saat membayangkan salah satu mimpi sederhana tentang si putri sulungnya.
"Gimana bisa Mommy bikin rencana yang sangat menggelikan seperti itu? Apa satu cucu lelaki dariku gak cukup, Mom?" Phoebe tidak berani menatap wajah mommynya. Dia memalingkan wajah dan sibuk menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya agar tidak menetes tepat mengenai punggung tangan mommynya.
"Enggak tahu kenapa, Mommy hanya merasa kau sudah lama sekali enggak bermimpi. Jadi, Mommy membantumu mencari ide dasarnya. Bukankah seperti itu, Miss editor?"
"Mom, aku sekarang editor konten di perusahaan media. Bukan editor di sebuah penerbitan seperti Ayana, atau editor-editor yang lain. Aku masih pakai imajinasiku buat bekerja, tapi bukan bermimpi seperti gadis remaja usia belasan tahun. Aku bahkan hampir tiga puluh tahun sekarang. Waktuku untuk bermimpi seperti seorang gadis naif udah lewat."
"Inilah yang Mommy takutkan. Kau membuang mimpi-mimpimu untuk kami. Apa kami sudah menjadi sebuah beban untukmu? Mommy enggak ingin membuatmu berkorban atau melakukan hal-hal yang sangat berat untuk kau tanggung sendirian."
"Apa sih yang Mommy katakan? Aku gak sedang berkorban atau menanggung hal berat, Mom. Jadi, berhentilah bilang hal-hal yang aneh seperti ini."
"Apa kau tahu? Yang terjadi dalam hidup Mommy sekarang sudah bisa Mommy prediksikan sebelumnya. Saat Mommy memakai nama Breslin di belakang nama Mommy, detik itu juga Mommy sudah menyiapkan diri kalau suatu hari harus berada dalam situasi seperti ini. Mommy bisa mengatasi masalah Mommy sendiri. Jadi, mulai sekarang pikirkan tentang masa depan dan kebahagiaanmu. Karena jika kau bahagia itu artinya kau sedang membuat Mommy bahagia juga." Jane Breslin menangkup wajah putri sulungnya, lalu menyeka pelan air mata yang sejak tadi berusaha disembunyikan oleh Phoebe.
"Mommy pasti udah tahu jika kebahagianku bergantung sama kebahagiaan Mommy," ucap Phoebe sambil menumpahkan semua air mata yang sudah tidak bisa dia bendung lagi.
"Dasar gadis konyol. Kau kira Mommy enggak akan tahu jika kau selalu berusaha menyembunyikan tangisanmu begini? Inilah yang paling Mommy enggak sukai. Mommy harus memastikan suamimu nanti enggak akan biarin kamu nangis sendirian seperti ini. Karena itu, Mommy berharap Franz akan jadi pria yang bisa menjagamu, seperti yang selalu dia lakukan selama ini." Mommy Phoebe kembali menyebutkan nama calon menantu kesayangannya lagi, dan lagi.
"Apakah cuma Franz satu-satunya pria di dunia ini yang bisa menjagaku dan gak akan biarin aku nangis sendirian lagi? Gimana kalau suatu hari ternyata dialah yang bikin aku nangis? Mommy kira pangeran tampanku yang datang dari Dragon's Valley pakai seekor unicorn benar-benar gak nyata dan cuma sebuah ilusi belaka? Yakin sekali Anda, Nyonya Breslin?" Seketika ucapan konyol Phoebe membuat mereka berdua tertawa bersama dengan sisa air mata yang masih membasahi pipi mereka berdua.
"Kau ini, tapi kau memang ahlinya, Nak. Mommy rasa Mommy akan jadi pengunjung tetap benteng rahasiamu. Di sana memang benar-benar seru dan bikin Mommy punya banyak ide buat melukis lagi. Rasanya Mommy selalu ingin melukis tanpa henti setelah berkunjung ke wilayah terlarangmu itu."
"Tidakkah kata-kata Anda sangat berlebihan, Madame? Bukannya ini hanya akal-akalan aja biar Mommy bisa cari sesuatu yang mencurigakan. Oh, atau mungkin, sesuatu yang bisa menimbulkan sensasi yang tidak pernah Anda bayangkan sebelumnya, Madame? Entah sensasi apa pun itu," goda Phoebe mencoba memancing sejauh mana nyonya Breslin yang tercinta ini sudah mengeksplorasi benteng rahasianya. Karena jika mommynya bisa menjawab pertanyaan ini dengan mudah maka dia harus memikirkan untuk memindahkan barang-barang tertentu dari wilayah terlarang itu ke tempat lain yang lebih aman, atau mungkin dia harus menambahkan sistem pengaman yang tidak mudah dibuka oleh orang-orang yang serba ingin tahu selain mommynya. Karena tidak mungkin juga dia akan melarang mommynya pergi ke sana lagi. Dia tahu mommynya butuh hiburan untuk bisa bertahan di rumah itu.
✧✧✧
Tinggal empat hari lagi sampai cuti khusus Phoebe berakhir. Hari ini Franz memiliki jadwal ke Jerman, dia menanyakan apakah para wanita ingin melanjutkan Momster's date mereka di sana. Sudah pasti mereka sangat menyukai ide itu karena artinya Phoebe akan mendapatkan footage tambahan, Jane bisa memperoleh ide untuk pameran berikutnya, dan para gadis bisa menambahkan postingan terbaru di media sosial mereka. Namun yang terpenting, Franz bisa tetap menjaga janjinya agar selalu berada dekat dengan para wanita Breslin, seperti apa yang selama ini dia janjikan diam-diam pada orang-orang yang memercayainya.
—✧✧✧—
Berlin, Jerman.,
“Woohoo! Aroma Lebkuchen. Mom, ayo kita makan Lebkuchen dan Bienenstich dulu untuk acara afternoon tea nanti. Aku udah ngiler banget dan terhipnotis sama aroma manis ini.” Aretha dan Hera menjadi sangat bersemangat saat mobil yang mereka tumpangi melintasi pusat kota. Franz tertawa geli melihat kelakuan kedua gadis yang tidak bisa mengalihkan pandangan mereka dari jendela, sebelum dia akhirnya menyadari jika Phoebe dan ibunya menjadi terlalu pendiam. Sepertinya mereka sedang larut dalam pikiran mereka masing-masing saat ini, dan Franz tahu apa penyebabnya.
Setelah barang bawaan mereka tiba di kamar masing-masing, Franz meminta Phoebe untuk menemaninya makan malam bersama dengan para koleganya besok malam. Sekarang dia akan pergi sebentar bersama asistennya untuk menandatangani perjanjian bisnis. Tentu saja rencana itu membuat para wanita mendadak berubah menjadi ibu peri dan mulai membantu Phoebe untuk memilih semua barang yang akan dia kenakan ke acara makan malam besok. Namun sebelum itu, para wanita sepertinya membutuhkan makanan manis yang bisa meningkatkan hormon dopamin mereka, karena sudah pasti mereka membutuhkan tenaga ekstra agar mendapatkan style terbaik untuk Phoebe Amaya Breslin yang tercinta.
✧✧✧
"Sepertinya udah lama kita gak memainkan peran seperti ini, benarkan, Franz?" Phoebe melingkarkan tangannya pada lengan Franz dan segera diapit oleh pria itu, mereka berjalan menuju kerumunan. Ternyata ini bukanlah acara makan malam biasa, tetapi lebih seperti acara malam amal.
"Hanya untuk mengingatkan di mana tempatmu yang seharusnya." Franz memberikan senyuman tulus dan tatapan hangatnya, "Selamat datang di dunia kita, My Bee."
Sepanjang malam, keduanya sibuk berbincang-bincang tentang hal-hal yang belakangan sedang marak terjadi di dunia bisnis dengan rekan mereka, atau katakanlah, Franz bersama dengan para rekan bisnisnya. Phoebe juga berbaur dengan para wanita dan membicarakan tentang emansipasi wanita dan segala hal yang berhubungan dengan dunia wanita, termasuk pelelangan benda antik yang sebentar lagi akan digelar. Tidak hanya para pebisnis pria yang ada di sini, tapi beberapa wanita yang sukses memimpin perusahaannya dan menjadibagian dari ekonomi dunia juga berada di ruangan yang sama dengan Phoebe. Dia selalu suka jika berada di tempat seperti ini karena itu berarti dia bisa mendapatkan informasi terbaru dalam perkembangan dunia bisnis dan fashion dunia hanya dalam satu tempat. Jadi sudah pasti, dia bisa belajar banyak dari orang-orang yang ada di sini. Mendapatkan informasi terbaru dan relasi baru, bukankah itu sangat menyenangkan?
Sebuah notifikasi surel muncul di layar ponselnya. Phoebe berbisik pada Franz jika dia akan pergi ke kamar mandi. Phoebe tahu benar bahwa ada sesuatu yang sedang terjadi berkaitan dengan Key karena tingkahnya semakin mencurigakan akhir-akhir ini. Dia mengatakan pada orang-orang kepercayaannya untuk terus mengawasi pria itu, dan saat ini mereka malah menghubunginya melalui surel. Pasti mereka sudah menemukan sesuatu yang besar dan menunggunya untuk pulang terlebih dahulu karena sudah jelas ini adalah hal yang serius sampai bisa mengganggu waktu berharganya dengan orang-orang yang dia sayangi saat ini. Sepertinya hal besar akan segera datang
Ketika dia berjalan kembali ke aula utama, matanya menangkap sosok familier sedang berjalan melewatinya dari kejauhan lalu berhenti tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dia penasaran apa yang sedang pria itu lakukan di sini? Ketika dia akan beranjak mendekatinya, sosok familier lain tiba-tiba mendekat dan mereka tampak berbincang-bincang dengan hangat. Phoebe berencana mencuri dengar, sebelum suara seorang pria menyapa telinganya dengan nada berat dan dingin, “Kalau aku jadi kamu, Aku gak akan mengamati mereka di bawah sorotan sinar lampu seperti yang kau lakukan sekarang, tapi aku akan cari tempat yang dapat menyembunyikan bayanganku dengan sempurna.”
Phoebe hendak membalas perkataan penyusup di belakangnya. Namun, ketika ia akan berbalik, sebuah kalimat mencengangkan tertangkap pendengarannya, “Dad, apa yang kau lakukan di sini? Ayo, kita bicara di dalam saja.” Para pria berbeda usia itu saling melemparkan senyuman. “Baiklah, ayo kita kembali ke dalam, Mr. Levanchois?”
Phoebe mendadak kaku di tempatnya berdiri, "Dad? Mr. Levanchois? Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" gumamnya mencoba menelaah kejadian yang baru saja terjadi.
"Aku juga jadi penasaran sekarang, sama sepertimu." Suara pria di belakangnya berbisik tepat di telinganya, menghantarkan sensasi menggelitik yang aneh. Phoebe terkesiap, dia menutup mulutnya dengan kedua tangan sebelum bibirnya yang seksi memekik atau mungkin membuatnya mendesah tipis karena merasakan sensasi itu. Oh, sial!
—✧✧✧—
Note:
Lebkuchen atau biasa disebut roti jahe adalah salah satu kue tradisional khas Jerman. Dibuat dari adonan tepung, madu, telur, hazelnut, walnut, badam, manisan jeruk, potongan lemon, marzipan, juga rempah-rempah seperti kayu manis, jahe, adas manis, pimento, ketumbar, dan kapulaga.
Bienenstich atau dikenal dengan nama kue sengatan lebah karena ada sejarah dibalik pembuatan kue ini yang berhubungan dengan usaha pertahan diri dari masyarakat pembuatnya dari serangan pasukan musuh. Kue tradisional ini terbuat dari adonan ragi manis berisi custard vanila lalu dilapisi madu dan taburan badam di atasnya.
'Duh, bisa gak sih dia gak bisik-bisik terus di telingaku?!' Phoebe merasa tidak nyaman dengan kelakuan pria di belakangnya.Setelah memastikan ke mana arah para pria itu pergi dan menghilang dari pandangannya, dia memutar tungkainya lalu segera menendang tulang kering lelaki di belakangnya denganstilettoberwarna hitam dengan sol merah menyala di kaki jenjangnya. Namun, tiba-tiba dia membungkam mulut pria yang hampir menunduk kesakitan di depannya sebelum sempat memekik, lalu mendorong tubuh kekar itu sekuat tenaga dengan mudahnya karena pria itu tidak berdiri seimbang akibat tendangan tak berperasaan dari gadis barbar di depannya, hingga tubuh pria itu membentur cukup keras ke dinding berlapis marmer di belakangnya, "Heuummpp!"Mata biru milik Phoebe mengawasi setiap penjuru hingga pintu masukhall. Namun, tampaknya sia-sia belaka karena dia belum menemukan jejak makhluk apa pun sete
Pandangan mereka berdua terkunci. Mereka berada dalam posisi ini cukup lama, "Kau selalu aja melakukan hal ekstrim saat minta kupeluk. Aah, jadi karena ini kau gak mau kupeluk dengan cara yang lebih lembut kemarin? Kau lebih suka jika jantung kita berdegup kencang seperti bersahutan saat saling memeluk begini?" Rasanya Phoebe sangat ingin menjambak pria aneh di depannya ini. Dia selalu merasa menyesal setiap kali sudah menaruh rasa empati berlebihan pada seorang Franz Hanssen. "Lepas! Dasar pria cabul, pencuri kesempatan!" hardik Phoebe tepat di depan wajah tampan Franz. "Tentu aja gak akan kulepasin! Kalau kulepasin bisa aja kau akan melakukan hal ekstrim lainnya yang hanya diketahui sama Tuhan dan dirimu sendiri. Kalau kau berani melakukannya maka saat itu juga akan kupastikan kau segera berganti nama menjadi Phoebe Amaya Hanssen dalam sekejap!" gertak Franz sambil menatap sepasang mata biru yang sekarang sedang terbelalak sempurna. "Selalu aja paka
"Sshh, haaahh, lagi! Shhh, haahh!" Tidak hanya wajah, tapi mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki Phoebe rasanya sudah basah oleh keringat. Air mata yang sempat menetes bersama bulir keringat sejak tadi sudah tidak tampak lagi bedanya sekarang. "Ini yang terakhir. Kau harus berhenti, atau aku terpaksa membawamu ke rumah sakit sebelum kau pingsan," kata pria bertubuh kekar yang saat ini menemani Phoebe, dia dibuat sibuk karena terus menuruti permintaan Phoebe. "Ini hukumanmu, sshhh. Kau yang harus bertanggung jawab, haaah, karena membuatku seperti ini. Astaga! Rasanya seperti terbakar! Haaah." Phoebe mendongak sambil menggelengkan kepalanya agar helaian rambut yang menempel di wajah dan lehernya tak mengganggu kegiatanya. "Memang apa salahku? Tentu saja rasanya membakar lidah sampai ke perutmu. Lihat! Berapa banyak currywurst dengan level hellish yang kau pesan?! Kurasa kau sedang memakan lapisan saus cabai neraka dengan topping sosis, bukan seb
The View Supper Club,Manhattan, NYC., "Wajahmu terlalu berseri untuk ukuran seseorang yang sedang patah hati,MaBelle." Seorang pria menyapa Phoebe setelah keluar dari salah satu ruangan VVIP di dekat meja bar. Keduanya bertukar salam dengan pelukan singkat sambil menyentuhkan pipi kanan mereka sekilas. "Berhentilah menggodaku, Lex. Di mana 'panggung’ utamanya, apa di tempat biasa?" "Pastinya dong. Itu adalahspotterbaik untuk adegan terbaik, tapi,Belle—" sela pria itu berwajah gamang. "Oh!Come on,Alex. Kau harusnya tahu kalau aku tidak suka kata 'tapi' di saat penting seperti ini," dengus Phoebe lalu memandang datar, membuat Alex menelan kembali kata-katanya yang sudah di ujung lidah. "Oke, tidak ada 'tapi' untuk saat ini,"—Alex menatap Phoebe dengan senyum kikuk di wajahnya, lalu sekilas memandang ke belakang—"setidaknya sampai tamumu pergi dengan wajah merah karen
Phoebe memang memejamkan kedua matanya, tapi saat ini di dalam kepalanya seperti sedang terjadi perang besar di tengah gurun yang mulai tersapu badai. Benar-benar kacau! Dia mulai berandai-andai, jika saja dia terlahir di keluarga sederhana yang hangat dan saling mendukung, pasti tidak akan ada lagi parasit yang mengganggu hidupnya demi hal-hal duniawi. Namun tunggu dulu, jika dia hidup di tengah keluarga sederhana, lalu bagaimana seandainya jika ada benalu yang ingin memanfaatkannya seperti apa yang selalu dialami olehnya dan beberapa anggota keluarga Breslin selama ini? Dia tidak ingin menjadi damsel in distress dengan berharap seorang kesatria rupawan dari golongan bangsawan akan datang ke hidupnya bak dongeng klasik yang selalu ia baca ketika masih kecil. Daripada bermimpi seperti remaja berusia belasan, lebih baik dia tetap menjalani kehidupan penuh persona dalam permainan politik di setiap lapisannya dengan nama belakang keluarga Breslin. Nama yang selalu menj
Ruangan VVIP East Medical Centre, York Ave, New York.,“Kak Samuel, apa dia wanita yang kau ceritakan saat kita lagi di Berlin kemarin? Pas acara malam amal itu?” tanya seorang wanita dengan jas snelli putih ciri khas seorang dokter dengan bordiran nama Audrey Marseille Levanchois di bagian dadanya.Pria yang dipanggil Samuel ini mengangguk dengan bibir tak bisa berhenti tersenyum sejak tadi saat menyadari Tuhan dan alam semesta selalu ada di pihaknya. Bagaimana tidak, jika kesempatan selalu saja datang padanya. Tepat seperti sekarang, saat ia merasa sangat penasaran dengan sosok wanita unik yang dilihatnya di Berlin malah wanita inilah yang menariknya mendekat dengan cara tak terduga.“Marsh, apa kau yakin dia akan segera siuman?” tanya Samuel pada adik sepupunya yang biasa dipanggil Marsha Levanchois.“Kak Sam gak sedang meremehkan pengalamanku menangani pasien, ‘kan? Sudah berapa kali Kakak menanyaka
“Kenapa kau gak istirahat dan malah sembunyi di sini? Harus ya, minta semuanya siap sebelum tengah malam? Memangnya belum puas tidur di bangsal rumah sakit?” cecar Franz yang muncul tanpa permisi. Kenapa juga dia butuh izin untuk mengganggu Phoebe saat sedang bekerja, jika Franz bisa bebas keluar masuk semua tempat rahasia milik Phoebe termasuk griya tawang ini? Dia bahkan sudah tahu seluk beluk tempat ini karena bisa muncul tiba-tiba dari tangga geser rahasia yang menghubungkan studio berperangkat editing di lantai satu dengan area baca sekaligus ruang kerja di lantai dua.Phoebe beranjak dari kursinya sambil melipat kedua tangan di dadanya, “Memang ya, gak ada yang namanya privasi kalau udah berhubungan sama Tuan Franz Hanssen. Ngapain pakai acara ke sini sore-sore, sih? Sekarang baru juga jam tujuh. Kalau dilihat orang ‘kan aku yang rugi! Terus apa gunanya benda persegi super canggihmu itu?! Kalau kau ke sini cuma untuk menceramahiku mendin
Mereka segera sampai di rumah sakit tempat Phoebe di rawat tadi pagi. Sudah ada Marsheille yang baru saja sampai di East Medical Centre tempatnya bekerja selama ini.“Kalian tunggulah di sini dulu. Percayakan dia pada kami, Calon Kakak Ipar,” tutur Marsha sambil tersenyum ke arah Phoebe lalu mengangguk singkat pada Samuel. Setelahnya ia segera pergi untuk membantu menangani Juan.“Aku akan mengurus administrasinya, kau duduklah di sini dulu,” ajak Samuel sambil merangkul Phoebe yang terlihat masih syok.Saat Samuel kembali, ia mendapati seorang pria sedang mengelus kepala Phoebe sambil mendengarnya menceritakan kronologis singkat tentang kejadian yang menimpa Juan, “Aku takut Hwan, kenapa selalu seperti ini? Kenapa mereka?” lirih Phoebe sedikit terbata, tersedak dalam tangisnya.“Tenangkan dirimu, ada Marsha yang akan membantu tim medis khusus di sini. Kau percaya pada kami, ‘kan?” ujar Hwan dengan sua
Samuel merasa ada yang aneh dengan cengkeraman yang ia rasakan di bagian punggungnya. Tangan Phoebe terasa bergetar, membuat senyum jahilnya lenyap seketika. Wajah pucat Phoebe yang ia lihat saat Samuel membalikkan badan membuatnya semakin panik, “Phoebe, ada apa denganmu? Phoebe!” teriak Samuel, dengan sigap ia menangkap tubuh Phoebe yang sudah limbung dan hampir terjerembab ke atas lantai pualam. Samuel membopong tubuh lemas Phoebe kembali ke kamar. Sudah tentu nama Marsha pasti langsung terlintas di benaknya saat menghadapi situasi seperti ini.Marsha sampai dalam sekejap setelah mendapatkan kabar dari kakak sepupunya, “Infeksinya kambuh lagi, Kak. Sepertinya dia sedang stres berat dan terlalu lelah, aku udah bilang, ‘kan?” jelas Marsha. Tatapan dengan sorot mata menyelidik membuat Samuel menatap balik pada adik sepupunya.“Aku sudah memesan sarapan bergizi, kau bisa lihat sendiri di meja makan. Kenapa aku merasa sepertinya kau ma
Samuel segera menyita ponsel Phoebe dan meletakkannya bersisian dengan miliknya di atas meja yang terdekat dengan mereka, lalu membopong gadisnya tanpa berniat menjawab pertanyaan Phoebe. Tentu saja Phoebe menjadi kesal karena merasa diacuhkan, “Apa susahnya sih menjawab? Semua pria memang sama aja, sangat menyebalkan!” gerutu Phoebe dengan penuh penekanan yang sengaja tak ia tutupi.“Aku lelah sekali, Honey. Jika mereka membutuhkan kita, pasti mereka akan segera menghubungiku.”Benar juga batin Phoebe menyetujui perkataan Samuel, tapi mulutnya masih gatal untuk mendebat pria yang selalu muncul di saat tepat tiap kali ia butuhkan. Persis seperti sebuah kebetulan, “Kalau gitu jangan selalu menggendongku, nanti kalau tanganmu patah kau malah menyalahkanku,” sindir Phoebe sambil memutar bola matanya.“Tentu aja kau yang harus bertanggung jawab karena aku tak mengasuransikan tubuhku, Honey,” balas Samuel enteng.
Mereka segera sampai di rumah sakit tempat Phoebe di rawat tadi pagi. Sudah ada Marsheille yang baru saja sampai di East Medical Centre tempatnya bekerja selama ini.“Kalian tunggulah di sini dulu. Percayakan dia pada kami, Calon Kakak Ipar,” tutur Marsha sambil tersenyum ke arah Phoebe lalu mengangguk singkat pada Samuel. Setelahnya ia segera pergi untuk membantu menangani Juan.“Aku akan mengurus administrasinya, kau duduklah di sini dulu,” ajak Samuel sambil merangkul Phoebe yang terlihat masih syok.Saat Samuel kembali, ia mendapati seorang pria sedang mengelus kepala Phoebe sambil mendengarnya menceritakan kronologis singkat tentang kejadian yang menimpa Juan, “Aku takut Hwan, kenapa selalu seperti ini? Kenapa mereka?” lirih Phoebe sedikit terbata, tersedak dalam tangisnya.“Tenangkan dirimu, ada Marsha yang akan membantu tim medis khusus di sini. Kau percaya pada kami, ‘kan?” ujar Hwan dengan sua
“Kenapa kau gak istirahat dan malah sembunyi di sini? Harus ya, minta semuanya siap sebelum tengah malam? Memangnya belum puas tidur di bangsal rumah sakit?” cecar Franz yang muncul tanpa permisi. Kenapa juga dia butuh izin untuk mengganggu Phoebe saat sedang bekerja, jika Franz bisa bebas keluar masuk semua tempat rahasia milik Phoebe termasuk griya tawang ini? Dia bahkan sudah tahu seluk beluk tempat ini karena bisa muncul tiba-tiba dari tangga geser rahasia yang menghubungkan studio berperangkat editing di lantai satu dengan area baca sekaligus ruang kerja di lantai dua.Phoebe beranjak dari kursinya sambil melipat kedua tangan di dadanya, “Memang ya, gak ada yang namanya privasi kalau udah berhubungan sama Tuan Franz Hanssen. Ngapain pakai acara ke sini sore-sore, sih? Sekarang baru juga jam tujuh. Kalau dilihat orang ‘kan aku yang rugi! Terus apa gunanya benda persegi super canggihmu itu?! Kalau kau ke sini cuma untuk menceramahiku mendin
Ruangan VVIP East Medical Centre, York Ave, New York.,“Kak Samuel, apa dia wanita yang kau ceritakan saat kita lagi di Berlin kemarin? Pas acara malam amal itu?” tanya seorang wanita dengan jas snelli putih ciri khas seorang dokter dengan bordiran nama Audrey Marseille Levanchois di bagian dadanya.Pria yang dipanggil Samuel ini mengangguk dengan bibir tak bisa berhenti tersenyum sejak tadi saat menyadari Tuhan dan alam semesta selalu ada di pihaknya. Bagaimana tidak, jika kesempatan selalu saja datang padanya. Tepat seperti sekarang, saat ia merasa sangat penasaran dengan sosok wanita unik yang dilihatnya di Berlin malah wanita inilah yang menariknya mendekat dengan cara tak terduga.“Marsh, apa kau yakin dia akan segera siuman?” tanya Samuel pada adik sepupunya yang biasa dipanggil Marsha Levanchois.“Kak Sam gak sedang meremehkan pengalamanku menangani pasien, ‘kan? Sudah berapa kali Kakak menanyaka
Phoebe memang memejamkan kedua matanya, tapi saat ini di dalam kepalanya seperti sedang terjadi perang besar di tengah gurun yang mulai tersapu badai. Benar-benar kacau! Dia mulai berandai-andai, jika saja dia terlahir di keluarga sederhana yang hangat dan saling mendukung, pasti tidak akan ada lagi parasit yang mengganggu hidupnya demi hal-hal duniawi. Namun tunggu dulu, jika dia hidup di tengah keluarga sederhana, lalu bagaimana seandainya jika ada benalu yang ingin memanfaatkannya seperti apa yang selalu dialami olehnya dan beberapa anggota keluarga Breslin selama ini? Dia tidak ingin menjadi damsel in distress dengan berharap seorang kesatria rupawan dari golongan bangsawan akan datang ke hidupnya bak dongeng klasik yang selalu ia baca ketika masih kecil. Daripada bermimpi seperti remaja berusia belasan, lebih baik dia tetap menjalani kehidupan penuh persona dalam permainan politik di setiap lapisannya dengan nama belakang keluarga Breslin. Nama yang selalu menj
The View Supper Club,Manhattan, NYC., "Wajahmu terlalu berseri untuk ukuran seseorang yang sedang patah hati,MaBelle." Seorang pria menyapa Phoebe setelah keluar dari salah satu ruangan VVIP di dekat meja bar. Keduanya bertukar salam dengan pelukan singkat sambil menyentuhkan pipi kanan mereka sekilas. "Berhentilah menggodaku, Lex. Di mana 'panggung’ utamanya, apa di tempat biasa?" "Pastinya dong. Itu adalahspotterbaik untuk adegan terbaik, tapi,Belle—" sela pria itu berwajah gamang. "Oh!Come on,Alex. Kau harusnya tahu kalau aku tidak suka kata 'tapi' di saat penting seperti ini," dengus Phoebe lalu memandang datar, membuat Alex menelan kembali kata-katanya yang sudah di ujung lidah. "Oke, tidak ada 'tapi' untuk saat ini,"—Alex menatap Phoebe dengan senyum kikuk di wajahnya, lalu sekilas memandang ke belakang—"setidaknya sampai tamumu pergi dengan wajah merah karen
"Sshh, haaahh, lagi! Shhh, haahh!" Tidak hanya wajah, tapi mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki Phoebe rasanya sudah basah oleh keringat. Air mata yang sempat menetes bersama bulir keringat sejak tadi sudah tidak tampak lagi bedanya sekarang. "Ini yang terakhir. Kau harus berhenti, atau aku terpaksa membawamu ke rumah sakit sebelum kau pingsan," kata pria bertubuh kekar yang saat ini menemani Phoebe, dia dibuat sibuk karena terus menuruti permintaan Phoebe. "Ini hukumanmu, sshhh. Kau yang harus bertanggung jawab, haaah, karena membuatku seperti ini. Astaga! Rasanya seperti terbakar! Haaah." Phoebe mendongak sambil menggelengkan kepalanya agar helaian rambut yang menempel di wajah dan lehernya tak mengganggu kegiatanya. "Memang apa salahku? Tentu saja rasanya membakar lidah sampai ke perutmu. Lihat! Berapa banyak currywurst dengan level hellish yang kau pesan?! Kurasa kau sedang memakan lapisan saus cabai neraka dengan topping sosis, bukan seb
Pandangan mereka berdua terkunci. Mereka berada dalam posisi ini cukup lama, "Kau selalu aja melakukan hal ekstrim saat minta kupeluk. Aah, jadi karena ini kau gak mau kupeluk dengan cara yang lebih lembut kemarin? Kau lebih suka jika jantung kita berdegup kencang seperti bersahutan saat saling memeluk begini?" Rasanya Phoebe sangat ingin menjambak pria aneh di depannya ini. Dia selalu merasa menyesal setiap kali sudah menaruh rasa empati berlebihan pada seorang Franz Hanssen. "Lepas! Dasar pria cabul, pencuri kesempatan!" hardik Phoebe tepat di depan wajah tampan Franz. "Tentu aja gak akan kulepasin! Kalau kulepasin bisa aja kau akan melakukan hal ekstrim lainnya yang hanya diketahui sama Tuhan dan dirimu sendiri. Kalau kau berani melakukannya maka saat itu juga akan kupastikan kau segera berganti nama menjadi Phoebe Amaya Hanssen dalam sekejap!" gertak Franz sambil menatap sepasang mata biru yang sekarang sedang terbelalak sempurna. "Selalu aja paka