Share

The Laugh

Penulis: Bia Baharda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-11 14:40:09

Sbastian dengan terpaksa memakan cokelat pemberian Cheril meski dia sebenarnya tidak suka makan-makanan manis, ia tidak mau gadis kecil itu kembali merasa takut padanya. Carla masih berdiri di tempatnya, menatap Sbastian dengan pandangan awas, ia tidak ingin dokter itu kembali menyakiti hati sahabat kecilnya.

“Kau lebih tampan saat dilihat dari dekat,” ucap Cheril sambil terus menatap Sbastian yang sedang memakan cokelat pemberiannya.

“Benarkah? Aku tidak merasa tampan selama ini,” ucap Sbastian dengan wajah datar.

“Sok rendah hati,” celetuk Carla yang membuat Sbastian langsung memberikan lirikan kesal.

“Kau tampan tapi wajahmu juga terlihat sedikit menyeramkan, apalagi saat kau sedang marah,” ucap Cheril kembali.

“Dia seperti monster saat sedang marah,” ucap Carla yang membuat Cheril dan teman-temannya tertawa. Sbastian berpura-pura tak mendengarnya. Ia sudah malas berdebat dengan Carla.

“Carla duduklah! Kenapa kau terus berdiri, aku lelah berbicara sambil mendongakkan wajahku padamu,” protes Cheril karena Carla tak mau duduk di atas rerumputan itu.

“Aku tidak mau duduk berdekatan dengan dokter kasar ini!” ucap Carla dengan wajah kesal.

“Bukannya kau menyukainya?” tanya Cheril dengan wajah polos.

Carla mengangkat sebelah alisnya, “Mana mungkin aku menyukai dokter seperti dia.”

Cheril terlihat bingung, gadis kecil itu menatap Sbastian dengan tatapan penuh tanya. Dokter spesialis kanker itu menhentikan kegiatan makan cokelatnya. Kemudian, ia kembali berbisik pada si gadis kecil. Lagi-lagi Cheril tertawa setelah mendengarkan bisikan Sbastian. Carla kembali memberikan tatapan curiganya pada Sbastian tetapi dokter itu hanya memberikan tatapan sinis pada Carla.

“Tersenyumlah!” pinta Cheril saat Sbastian kembali memakan cokelat batangnya.

Sbastian terkejut dengan permintaan itu, “Kau menyuruhku?” tanya Sbastian dengan bingung.

Cheril mengangguk-anggukan kepalanya, “Tentu saja aku menyuruhmu, kami semua tertawa saat mendengar lelucon Carla, aku juga tertawa saat kau menceritakan tentang Carla, tapi kau dari tadi hanya makan cokelat itu. Kau sama sekali tidak ikut tertawa bersama kami bahkan tersenyum saja tidak.”

Sbastian menelan salivanya, ia tidak senang tertwa atau tersenyum. Itu sama sekali bukan keahliannya.

“Apa kau sebenarnya tidak benar-benar meminta maaf padaku? Apa kau pura-pura menyesal? Apa jangan-jangan benar kata Carla bahwa kau bukan orang yamg baik?” Cheril terus bertanya tanpa henti. Sbastian menatap Carla dengan tatapan siap menerkam. Dokter muda itu penasaran dengan apa yang telah Carla katakana pada gadis kecil itu hingga gadis kecil itu mengatakan bahwa dirinya bukan orang baik.

“Kenapa diam saja?” Cheril kembali bersuara.

Sbastian mencoba untuk mencari alasan, “Jika aku bukan orang baik aku tidak mungkin datang mencarimu untuk meminta maaf, jika aku tidak tulus meminta maaf padamu mana mungkin aku memakan cokelat ini sampai hampir habis.”

“Tapi kenapa kau tidak tertawa dan tersenyum seperti kami?” Cheril kembali bertanya.

“Itu bukan hobiku,” ucap Sbastian asal.

Cheril menghembuskan nafas berat, “Tertawa dan tersenyum memangnya hobi? Bukannya hobi itu seperti membaca dan menggambar?” gadis kecil itu merasa bingung.

“Sudahlah Cheril dia memang tidak bisa tertawa,” ucap Carla sambil menatap sinis pada Sbastian.

“Tertawalah dokter! Aku ingin melihat tawa dokter, iya kan teman-teman?” Cheril merengek, tak mendengarkan ucapan Carla. Gadis kecil itu meminta dukungan teman-temannya. Setelah itu, teman-teman Cheril pun ikut membantu Cheril untuk mendesak Sbastian memamerkan tawanya.

Dokter muda itu merasa frustasi dengan teriakan anak-anak di sekitarnya. Ia pun mengalah dan mencoba untuk mengeluarkan tawanya. Hanya tawa kaku yang dapat dikeluarkan oleh Sbastian. Hal itu membuat Cheril, teman-temannya, dan juga Carla tertawa geli.

“Kau tertawa seperti robot,” ucap Cheril di sela tawanya.

Sbastian terdiam. Dia benar-benar merasa seperti pria bodoh yang mengikuti keinginan anak-anak di hadapannya. Ia merasa harga dirinya telah dijatuhkan. Jika bukan karena terpaksa pastilah dia tidak akan melakukan hal yang menurutnya bodoh itu.

Setelah terperangkap dalam keadaan yang menurut dokter itu membuat harga dirinya jatuh selama kurang lebih setengah jam, dia pun akhirnya bisa bernafas lega ketika para perawat meminta agar para pasien kembali ke kamar rawat untuk pemeriksaan pagi. Cheril dan teman-temannya melambaikan tangan pada Sbastian sebelum kembali ke kamar mereka yang dibalas dengan lambaian kaku.

Setelah anak-anak itu pergi, Sbastian pun bersiap untuk pergi dari sana. Namun, Carla mencegahnya. Perempuan itu menganggap bahwa Sbastian berhutang penjelasan padanya.

“Sekarang katakana apa yang sebenarnya kau bisikkan pada Cheril?” desak Carla.

“Bukan urusanmu!” jawab Sbastian dengan kasar. Dokter itu kembali ingin berjalan meninggalkan Carla, namun si gadis bermata abu-abu itu menarik tangannya.

“Lepaskan tanganku!” bentak Sbastian.

“Tidak sebelum kau katakana padaku apa yang kau bisikkan pada Cheril,” ancam Carla.

“Aku hanya mengatakan padanya bahwa bukan hadiahnya yang tidak aku suka tetapi kurir yang mengantarkannya karena kurir itu adalah perempuan yang selalu mengejar-ngejar cintaku dan selalu aku tolak,” ucap Sbastian dengan dingin.

Carla melepaskan tangan Sbastian dengan kasar, menatap pria itu dengan kesal, “Berani sekali kau mengarang cerita,” sungut Carla.

Sbastian tersenyum sinis, “Tidak masalah, jika itu bisa membuatku dimaafkan. Oh ada lagi, saat aku berbisik padanya untuk kedua kali, aku mengatakan padanya bahwa sikapmu yang sinis dan kasar padaku karena kau patah hati padaku karena terlalu mencintaiku.”

Carla rasanya ingin mencengkram pemuda di hadapannya itu, Sbastian benar-benar membuatnya kesal, “Kau benar-benar kurang ajar!” ucap Carla dengan geram.

Sbastian tertawa mengejek, “Aku bisa mengatakan apa pun yang aku mau, bukankah kau juga melakukan hal yang sama? Kau menjelek-jelekkanku di hadapan Cheril bukan? Kau mengatakan padanya bahwa aku bukanlah orang yang baik, benar bukan?”

Carla menelan salivanya, kini giliran dirinya yang diintrogasi, “Iya, aku memang mengatakan pada Cheril bahwa kau bukan orang yang baik, tapi itu memang kenyataan. Kau membuang hadiah dari seseorang, kau tidak menghargainya, itu membuktikan bahwa kau bukan orang yang baik,” Carla mencoba untuk membela diri.

Sbastian mendekatkan wajahnya pada gadis bermata abu-abu itu, “Jika kau tahu aku memang bukan orang yang baik, harusnya kau berhati-hati padaku bukan? Harusnya kau takut padaku iya kan?” ucap Sbastian dengan tatapan mengintimidasi.

Carla merasa gugup, tapi berusaha dengan cepat mengendalikan dirinya, “Aku tidak takut padamu, aku tidak takut pada apa pun bahkan maut sekalipun,” ucap Carla dengan sambil mengepalkan tangannya di samping badan, mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri.

Sbastian kembali menjauhkan wajahnya dari gadis itu, “Gadis pemberani atau sok berani?” ucap Sbastian dengan nada meremehkan.

“Aku memang tidak takut padamu,” ucap Carla dengan penuh keyakinan.

“Aku tidak peduli,” ucap Sbastian dengan acuh, kemudian dokter muda itu kembali berjalan meninggalkan Carla.

“Jangan pernah dekati Cheril lagi!” teriak Carla yang hanya ditanggapi Sbastian dengan lambaian tangan. Gadis bermata abu-abu itu tidak ingin Cheril mendapatkan pengaruh buruk dari pria dingin dan kasar seperti Sbastian.

Bab terkait

  • Heartbeat   The Stare

    Jalanan Oxford memang tidak pernah mati, semakin sore suasana semakin ramai. Toko-toko berderet sepanjang jalan, menyediakan berbagai macam barang-barang bermerek, suvernir, kafe, dan lain-lain. Surga belanja bagi mereka yang hobi berbelanja.Sore itu ketika jalanan Oxford mulai bercahaya karena lampu-lampu jalanan dan pertokoan mulai dinyalakan, Carla masih sibuk dengan bunga-bunga di tokonya. Orchid, itulah nama tokonya. Diberi nama demikan karena ibunda Carla sangat menyukai bunga anggrek. Berbagai macam warna, jenis, bentuk, dan wangi bunga dapat ditemui di toko bunga miliknya. Terletak di salah satu sudut jalan Oxford. Bersebelahan dengan kafe dan toko buku.Di toko dengan interior bergaya Inggris modern itulah Carla menghabiskan hari-harinya jika sedang tidak menjadi relawan di rumah sakit. Toko peninggalan ibunda tercintanya itu ia rawat dengan penuh cinta. Dia sangat mencintai toko bunganya, selain karena alasan Carla begitu menyukai bunga dan tanaman, dia juga

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Heartbeat   Behind The Gaze

    “Hai, apa yang kau lakukan di sini?” tegur Suster Jane pada Carla yang sedang mengintip-intip di balik tembok tak jauh dari ruangan Sbastian.Gadis bermata abu-abu itu terkejut ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya, “Oh Tuhan Suster Jane,” ucap Carla sambil memegang dada kirinya.“Apa aku mengejutkanmu?” tanya Suster Jane dengan wajah sedikit khawatir.“Ya, sedikit,” ujar Carla sambil mengerucutkan bibirnya.“Tapi, kau baik-baik saja bukan?” Suster Jane nampak khawatir.Carla tersenyum lembut, “Aku baik-baik saja Suster Jane.”“Syukurlah, tapi apa yang sedang kau lakukan di sini? Kenapa kau seperti bersembunyi?” tanya Suster Jane sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.Carla menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tindakannya memang tak masuk akal karena terlihat seperti seorang pengintai, tapi dia benar-benar merasa penasaran ddengan si dokter

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • Heartbeat   The Story

    Suster Jane menatap Carla dengan tajam, gadis bermata abu-abu itu menggosok-gosok telinganya yang terasa panas karena mendapatkan jeweran yang cukup lama dari sang suster. Mereka kini berada di kantin rumah sakit.Carla berpura-pura mengamati kantin rumah sakit itu, ia tidak ingin langsung menatap Suster Jane yang masih terlihat sangat kesal padanya. Suster Jane meminum jus jeruk yang dipesannya, tatapannya tetap berkonsentrasi pada Carla.“Kau meman gadis keras kepala,” ucap Suster Jane dengan sinis.“Itu sudah takdirku,” ucap Carla dengan santai.Suster Jane melipat kedua tangannya di atas meja, “Kenapa kau tidak bisa sekali saja mendengarkan nasihatku?”“Aku hanya tidak bisa melakukannya. Aku tahu itu salah, tapi aku tidak bisa berhenti sebelum rasa penasaranku terobati,” ucap Carla sambil memainkan bunga plastic yang ada di atas meja mereka.Suster Jane menghembuskan nafas berat, menatap Ca

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Heartbeat   The Beginning

    “Aku harap setelah kau mendengarkan ceritaku, kau tidak akan lagi memiliki niat untuk mengintai Dokter Sbastian,” ucap Suster Jane ketika Carla berpamitan padanya untuk kembali ke toko bunga.“Aku memang sudah tidak berniat untuk mengintainya lagi atau sembunyi-sembunyi memperhatikannya,” ucap Carla diiringi senyum misterius.“Aku tidak menyukai senyuman itu, aku sangat tahu arti senyuman itu Carla,” ucap Suster Jane dengan tatapan kesal.Carla memainkan matanya, “Jangan terlalu khawatir, aku akan baik-baik saja,” Carla mencoba untuk menyakinkan Suster Jane.“Kau memang keras kepal.”Carla tersenyum kecil, “Ya, itulah aku. Tapi aku masih penasaran bagaimana Suster tahu tentang ancaman yang diberikan oleh Kakek Sbastian?” Carla menatap penuh selidik suster kenalan baiknya itu.“Aku tidak akan mengatakan alasannya, lagi pula bukankah kau harus kembali ke toko bunga?&

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Heartbeat   Beautiful

    “Gaun itu sangat cocok untukmu Carla,” ucap Joy dengan raut bahagia ketika gadis bermata abu-abu itu keluar ruang ganti.Halter dress berwarna cokelat muda nampak begitu indah dipakai Carla. Membuat leher gadis berambut panjang itu terlihat jenjang. Gaun sepanjang kaki Carla itu terbuat dari bahan Barbie Crepe kualitas nomor satu hingga terasa nyaman saat dipakai dan kainnya yang jatuh akan mengikuti bentuk tubuh. Terdapat belahan di bagian samping gaun itu dari bagian paha hingga ujung gaun yang akan terbuka jika digunakan untuk berjalan. Hal itu menambah kesan seksi dan membuat kaki jenjang Carla tampak terlihat indah.“Kau membuatnya dengan sempurna Joy. Ini indah sekali,” puji Carla dengan tulus.“Aku senang jika kau menyukainya,” Joy merapikan gaun itu sambil melihat jika ada kekurangan di gaun rancangannya.“Aku sangat menyukainya, bagiamana bisa kau membuat gaun ini begitu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Heartbeat   The Stubborn

    Jalanan London terlihat begitu berkilau di malam hari. Lampu-lampu bergaya clasik menghiasi jalanan kota yang sedang menyambut musim gugur itu. Kafe-kafe di sepanjang jalan menuju rumah sakit St Thomas’ nampak ramai pengunjung. Itu memang sudah waktunya untuk makan malam.Carla dengan wajah ceria kembali ke rumah sakit St Thomas’, ia tahu hari itu Suster Jane sedang bertugas malam dan siang sebelumnya dia juga mengecek ke bagian adiministrasi bahwa Sbastian ada jadwal untuk mengoperasi pasiennya pukul enam sore. Oleh karena itu, Carla memutuskan untuk kembali berkunjung ke rumah sakit yang hanya berjarak sekitar dua puluh menit dari toko bungannya itu.“Kau ada di sini?” Suster Jane yang sedang berada di pos jaga bagian depan terkejut dengan kedatangan Carla.Gadis bermata abu-abu itu tersenyum riang sambil memberikan pelukan hangat pada sang suster.“Carla, apa yang kau lakukan di sini malam-malam begini?” tanya Suster

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Heartbeat   The Truth

    Carla tak menyerah meski di malam sebelumnya ia menerima penolakan dari Sbastian bahkan menerima amarah pemuda itu. Ia akan berusaha untuk mendekati si dokter angkuh dan dingin itu. Siang hari, ketika jam makan siang tiba, Carla kembali mengunjungi rumah sakit St Thomas’ dengan membawa makan siang berupas Fish and Chips. Salah satu hidangan yang umum di sajikan di Inggri. Ikan yang telah dibersihkan bagian durinya digoreng dengan baluran tepung yang telah diberi bumbu. Kemudian, disajikan dengan kentang goreng dan dipadukan dengan saus tartar dan saus sambal. Carla berharap agar kali ini Sbastian menerima makanan yang dibawanya.Pada saat Carla hampir tiba di ruangan si deokter bermata hijau itu, ia melihat seorang perempuan yang sangat dikenalnya dengan baik keluar dari ruangan sang dokter dengan wajah berurai air mata. Rasa panik menyergap diri Carla. Buru-buru ia menghampiri perempuan itu.“Evelyn, apa yang terjadi? Kenapa kau keluar dari ruangan ahli ka

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • Heartbeat   Locked

    Carla berjalan ke ruangan Sbastian dengan rencana di kepalanya. Kali ini ia tidak akan membiarkan dirinya kalah dari sang dokter keras hati. Kali ini ia akan pastikan bahwa Sbastian pasti akan memakan siang yang dibawakannya.Sesampainya di depan ruang Sbastian, Carla mengetuk pintu itu beberapa kali, suara Sbastian yang terlihat kesal mempersilahkannya masuk. Tangan Carla meraih gagang pintu ruangan itu, membukanya perlahan. Kemudian, dengan hati-hati ia melangkahkan kakinya, masuk ke dalam ruangan dan setelah itu kembali menutup pintu dengan hati.Sbastian yang saat itu nampak sedang menundukkan kepalanya sambil memijat-mijat keningnya dengan tangan segera mengangkat kepalanya ketika mendengar suara pintu ditutup kembali setelah dibuka.“Kau?” Sbastian nampak terkejut melihat Carla berada di depan pintu ruangannya. Ia tak menyangka yang mengetuk pintu itu adalah si gadis yang dianggapnya sebagai pengganggu. Ia kira orang yang mengetuk pintu ruangan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17

Bab terbaru

  • Heartbeat   The Message

    Berbagai macam bunga dengan warna yang bermacam-macam pula memenuhi pembaringan terakhir Carla. Prosesi pemakaman itu telah usai sejak beberapa jam yang lalu. Namun, Sbastian nampaknya enggan untuk meninggalkan kuburan gadis penjual bunga itu.“Semua orang sudah pergi, apa kau akan tetap di sini?” tanya seorang perempuan berambut pirang. Ada beberapa luka memar di wajah perempuan itu.Sbastian mengalihkan tatapannya dari nisan bertuliskan nama Carla ke sosok yang mengajaknya berbicara, “Kau sendiri masih di sini,” ucap Sbastian dengan nada dingin.Perempuan berambut pirang itu tersenyum getir, lalu ia duduk bersimpuh di samping kuburan Carla, tepat di samping Sbastian, “Aku hanya ingin sedikit lebih lama lagi di sini. Saat dia masih hidup tidak banyak waktu yang kami habiskan bersama. Aku tidak begitu menyukainya karena sejak Mom menikah dengan Daddy Carla, Mom lebih perhatian padanya,” perempuan ber

  • Heartbeat   You Will...

    Sbastian dengan menggunakan kursi roda membawa Carla menuju taman rumah sakit yang terlihat lenggang siang itu karena udara yang cukup dingin. Wajah Carla nampak berseri karena dapat menghirup udara segar musim dingin. Setelah tiba di taman itu, Carla meminta Sbastian untuk membantunya duduk di bangku panjang taman.Sbastian dengan hati-hati pun mengangkat tubuh gadis bermata abu-abu itu dari kursi roda dan mendudukkannya di bangku taman. Setelah duduk di atas bangku panjang taman Carla menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku itu. matanya mengamati pemandangan di sekitarnya. Sbastian ikut duduk di samping Carla. Pria itu menatap wajah pucat Carla dengan tatapan yang sulit diartikan.“Aku suka musim dingin, tapi aku lebih suka lagi musim semi,” ucap Carla sambil menatap pepohonan-pepohonan gundul yang ada disekitarnya.“Aku suka semua musim kecuali musim gugur,” ucap Sbastian sambil menatap wajah Carla lamat-lamat.Carla mengali

  • Heartbeat   Miss You

    Sbastian berlarian di lorong-lorong rumah sakit menuju ruang perawatan Carla. Saat itu dia sedang berada di salah satu ruang rawat pasiennya untuk melakukan pemeriksaan berkala. Saat dia berbincang dengan pasiennya itu, tiba-tiba ponsel miliknya berbunyi. Sebuah panggilan dari sang kakak yang mengabarkan berita begitu mengejutkan.Tanpa membuang waktu dan tanpa memdulikan pasien yang sedang diperiksanya, Sbastian pun berlari dengan cepat. Ia beberapa kali bahkan harus menabrak suster atau pasien yang sedang berjalan di lorong-lorong rumah sakit St Thomas’. Dokter bermata hijau itu tidak memedulikan keadaan sekitarnya yang ia pedulikan saat ini adalah segera tiba di ruang perawatan Carla.Jarak yang sebenarnya tak begitu jauh terasa sangat jauh. Sbastian mengumpat dalam hati karena tak juga tiba di ruang perawatan Carla. Ia semakin menambah kecepatan larinya, tak peduli dengan tatapan orang-orang yang ia lewati. Tatap penuh tanda tanya dan wajah penuh keheranan di

  • Heartbeat   Sadness

    “Kakek sepagi ini di sini?” tanya Sbastian dengan wajah terkejut ketika menemukan sang kakek sedang duduk di samping ranjang Carla.Pria tua itu mengalihkan pandangannya dari tubuh Carla pada sang cucu laki-laki, “Saat aku dirawat di rumah sakit ini, dia selalu mendatangiku pagi-pagi dan memaksaku untuk berolahraga di taman. Sekarang giliranku untuk melakukan itu. Aku ingin membangunkan gadis nakal ini,” ucap Tuan Tom dengan wajah yang dipenuhi oleh gurat kesedihan.Sbastian menghela nafas berat, ia dapat merasakan kesedihan yang dirasakan oleh sang kakek, “Carla belum bangun, Kakek bisa membujuknya untuk berolahraga saat dia bangun nanti,” ucap Sbastian sambil menatap nanar tubuh lemah Carla.Tuan Tom tersenyum getir, kini pandangannya kembali menatap Carla, “Dia terlihat sangat manis saat sedang tertidur, berbeda ketika dia sedang bangun. Saat dia bangun, dia gadis yang nakal dan pemaksa, aku merindukan gadis nakal itu

  • Heartbeat   Take Care of You

    Sudah satu minggu berlalu sejak Sbastian mengetahui tentang keadaan Carla yang sesungguhnya. Tua Tom dan Evelyn kini juga telah mengetahui kebenaran itu, Sbastian mengabarkan pada kakek dan kakaknya tentang kondisi Carla keesokan harinya setelah di malam sebelumnya Suster Jane mengatakan kejujuran padanya.Sejak tahu Carla sedang terbaring koma di ruang perawatan intensif bangsal VVIP, secara berkala Sbastian mengunjunginya. Meski saat sedang berkunjung, pria bermata hijau itu hanya menatap gadis bermata abu-abu itu dalam diam. Dia tidak pernah mencoba untuk mengajak Carla berkomunikasi.Sbastian bahkan pernah semalaman menunggui Carla hanya dengan duduk diam di kursi samping ranjang Carla terbaring. Menatap perempuan penjual bunga itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Suster Jane selama ini diam-diam memperhatikan tingkah si dokter mud aitu dan dia masih belum mengerti apa yang sebenarnya Sbastian pikirkan dalam diamnya.Tuan Tom dan Evelyn pun secara

  • Heartbeat   About Her

    Sbastian melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Wajahnya terlihat gusar. Suster Jane yang duduk di kursi penumpang samping Sbastian menatap ngeri jalanan. Dokter muda itu menyetir mobilnya seperti orang yang kesetanan. Suster berusia hampir setengah abad itu berusaha untuk menyadarkan Sbastian dan meminta dokter bermata hijau itu untuk menurunkan laju mobilnya, namun Sbastian nampaknya tidak memedulikan hal itu.Dokter tampan itu sudah tidak sabar lagi untuk tiba di tempat gadis yang dicari-carinya selama beberapa hari belakangan ini. Setelah mengetahui hal yang sebenarnya dari Suster Jane berbagai perasaan yang tak dimengerti oleh Sbastian berkecamuk di dalam hatinya. Rasa khawatir, marah, kesal, sedih, dan kecewa beradu menjadi satu. Membuat dirinya merasa berada pada dunia yang sunyi.Mobil mewah Sbastian di parkir sembarang di depan pintu masuk utama Rumah Sakit St Thomas’. Pria itu tidak memedulikan teriakan satpam yang memintanya untuk memindahkan

  • Heartbeat   Bring Madness

    Suster Jane kini duduk di dalam mobil Sbastian dalam diam sambil menatap jalanan London yang terlihat sepi malam itu. Udara terasa dingin meski salju sedang tidak turun. Sbastian melajukan mobilnya berputar-putar tak tentu arah. Dia sendiri tidak tahu tujuan sebenarnya akan ke mana. Dia hanya ingin menjadikan Suster Jane sebagai tawanannya agar suster itu mengatakan keberadaan Carla.“Besok pagi saya ada jadwal jaga. Jika saya terlambat ini semua salah Dokter,” ucap Ssuter Jane dengan nada dingin.Sbastian tak peduli dengan hal itu yang ia pedulikan saat ini adalah mengetahui tentang keberadaan dan keadaan Carla, “Jika kau ingin aku mengantarmu pulang, cepat katakan di mana Carl!” ucap Sbastian dengan tegas.Suster Jane menghela nafas berat, ia menatap Sbastian dengan tatapan kesal, “Aku tidak tahu,” ucap Suster Jane singkat.Sbastian mengalihkan pandangannya dari jalanan di depannya, kini dia menatap wajah suster itu,

  • Heartbeat   Quite

    Sbastian tidak dapat menunggu hingga esok hari. Dia sudah merasa sangat penasaran dengan keberadaan Carla. Pemuda bermata hijau itu sendiri bingung kenapa dirinya tiba-tiba mencemaskan Carla dan ingin tahu keberadaan gadis penjual bunga itu padahal selama ini dirinya selalu mengusir Carla jika gadis itu mengganggunya.Tidak dapat dipungkiri oleh Sbastian, sejak Carla tiba-tiba menghilang, hidupnya terasa sepi. Tidak ada lagi yang menyambutnya dengan ocehan tidak penting di pagi hari. Tidak ada lagi yang tiba-tiba datang membawakan makanan untuknya. Kehadiran Carla dalam hidup Sbastian beberapa bulan terakhir ini memang telah meramaikan dunia pria itu yang sebelumnya sepi.Sbastian memarkir mobilnya tepat di depan toko bunga milik Carla. Saat Sbastian tiba, toko itu ternyata masih menyala. Buru-buru dokter muda itu pun masuk ke dalam toko. Ia memanggil-manggil nama Carla, namun sayangnya gadis yang dipanggil itu tidak juga menampakkan diri.Seorang pegawai peremp

  • Heartbeat   Where is She?

    “Sudah cukup lama aku tidak melihatnya. Terakhir kali kami bertemu waktu pesta pernikahanku,” ucap Evelyn setelah berusaha menggali ingatannya.“Kakek terakhiar kali bertemu dengannya sekitar satu minggu lalu saat pemeriksaan rutin,” ucap Tuan Tom setelah itu.Sbastian terdiam. Wajahnya terlihat bingung. Evelyn memberikan tatapan curiganya, “Ada apa sebenarnya Sbastian? Kenapa kau jadi penasaran dengan Carla? Jangan-jangan kau mulai tertarik ya dengannya?” ledek Evelyn.Sbastian mendengus kesal. Ia memberikan tatapan tajamnya pada sang kakak, “Jangan bicara sembarangan!” ucap Sbastian dengan nada dingin.“Kalau begitu kenapa kau menanyakan hal itu?” Evelyn terlihat sangat penasaran.“Aku terakhir kali bertemu dengannya juga satu minggu lalu. Tiba-tiba saja dia menghilang. Tidak pernah lagi datang ke kantorku,” ucap Sbastian sambil menatap gelas berisi anggur yang ada di hadapan

DMCA.com Protection Status