Home / Romansa / Heartbeat / The Arrogant Man

Share

The Arrogant Man

Author: Bia Baharda
last update Huling Na-update: 2021-06-10 22:18:39

Demi membuat sahabat kecilnya tersenyum bahagia, Carla pun menuruti keingan gadis kecil itu. Ia akan menyerehakan hadiah dari Cheril pada si dokter tampan, yang sebenarnya dia sendiri tidak tahu siapa sebenarnya dokter yang dimaksud anak sembilan tahun itu.

Itu dokternya, yang sedang memarahi suster itu,” Cheril menunjuk seorang dokter dengan tinggi badan sekitar 180 sentimeter, rambut berwarna cinnamon brownnya tertata rapi dengan potongan model rambut Ivy League.

Mata hijaunya terlihat menatap kesal pada seorang perawat yang sedang tertunduk di hadapannya. Sekilas wajah dokter itu mirip dengan actor Andrew Garfield dengan garis wajah yang lebih tegas dan sorot mata yang lebih tajam.

Carla tak begitu menyukai raut wajah dokter itu karena terlihat galak dan tatapan mengintimidasinya sangat membuat hati tak nyaman.

“Carla, ayo serahkan hadiahku, tunggu apa lagi!” desak Cheril, mereka berdua sedang bersembunyi di balik tembok tak jauh dari ruangan si dokter tampan.

“Apa kau yakin itu dokter tampan yang kau maksud?” Carla mencari alasan untuk mengulur waktu.

Cheril menatap kesal pada perempuan yang jauh lebih tua darinya itu, “Sangat yakin, namanya adalah Dokter Sbastian, dia seorang dokter spesialis kanker.”

“Wau, ternyata kau tahu sangat banyak tentang dokter itu,” Carla masih mencari cara untuk membatalkan niatan Cheril memberika hadiah pada dokter itu.

Cheril berkacak pinggang, “Aku sudah bilang padamu bukan bahwa aku sudah mencari tahu tentang dia. Sudah jangan banyak bicara lagi, cepat serahkan hadiahku!” Cheril tetap mendesak.

Carla menggaruk-garuk belakang telinganya, berusaha mencari cara lain agar tidak perlu berhadapan dengan dokter itu, “Cheril sepertinya, dokter itu sedang sibuk, bagaimana jika kita cari waktu lain?”

“Tidak! Sekarang adalah waktu yang tepat. Cepatlah Carla!” tegas Cheril. Carla masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. Si gadis kecil tak sabar lagi, terutama ia melihat Dokter Sbastian telah selesai berbicara dengan perawat itu. Akhirnya, Cheril pun mendorong tubuh Carla dan meneriakkan nama Dokter Sbastian, lalu kembali bersembunyi di balik tembok.

Dokter Sbastian membalikkan badannya, Carla yang masih terkejut berniat untuk secepatnya kembali bersembunyi. Namun, terlambat, Dokter Sbastian telah melihatnya.

“Apa kau memanggilku?” tanya dokter bermata hijau itu pada Carla yang membelakangi dirinya.

Si gadis berambut cokelat tua itu pun dengan terpaksa membalikkan badannya, tersenyum kikuk pada si dokter yang sedang berdiri di hadapannya dengan tatapan tak bersahabat.

“Apa kau ada janji denganku?” tanya Sbastian dengan nada dingin.

Carla berjalan mendekati dokter itu diiringi senyum terpaksa, “Sebenarnya, saya ingin memberikan ini pada dokter,” Gadis berambut panjang itu menyodorkan hadiah Cheril ke hadapan sang dokter.

Sbastian menatap tajam Carla, tak berniat menerima hadiah yang disodorkan oleh gadis yang baru dilihatnya itu.

“Dokter ambillah ini untuk dokter!” ucap Carla setelah Sbastia tak juga mengambil hadiah itu dari tangannya.

“Apa saya mengenalmu?” tanya Sbastian nyaris tanpa ekspresi. Carla menggelengkan kepalanya.

“Kalau begitu simpan saja hadiahmu itu, saya tidak biasa menerima hadiah dari orang asing, ya meskipun pada dasarnya saya memang tidak suka menerima hadiah dari orang lain,” ucap Sbastian dengan nada angkuh.

Firasat Carla benar bahwa dokter di hadapannya itu memang bukanlah dokter yang ramah, dia tidak suka harus berdebat, tetapi dia harus memberika hadiah itu pada Sbastian. Dia sudah berjanji pada sahabat kecilnya, dan sahabat kecilnya itu sedang mengintip dari balik dinding. Oleh karena itu, dia harus berhasil membujuk Sbastian untuk menerima hadiah itu.

“Hadiah ini bukan dari saya, tapi dari seseorang yang mengangumi Anda. Saya hanya bertugas menyerahkannya, jadi tolong terima ini!” ucap Carla sambil berusaha tetap terlihat ramah.

Sbastian tersenyum sinis, lalu tanpa kata dia pun berjalan meninggalk Carla. Gadis dua puluh dua tahun itu kini benar-benar semakin kesal karena merasa diabaikan. Namun, Carla tak mudah menyerah. Ia pun menyusul si dokter dan menghalangi jalan dokter itu.

“Apa yang kau lakukan?” bentak Sbastian pada Carla yang mencoba untuk menghalangi langkahnya.

“Saya tidak akan membiarkan Dokter untuk pergi sebelum Dokter menerima hadiah ini,” ucap Carla diiringi tatapan tajam.

Sbastian tak berniat meladeni gadis itu. Ia berusaha menyingkirkan Carla dari jalannya, tetapi tentu saja Carla tidak mau menyerah begitu saja, “Jika Dokter terus mendorong-dorong saya seperti ini, saya akan berteriak dan mengatakan bahwa dokter mencoba untuk melecehkan saya, “ ancam Carla.

Sbastian rasanya ingin mencengkram gadis yang ada di hadapannya itu tetapi coba ia tahan, “Jadi, kalau saya terima hadiah itu, kamu akan berhenti menghalangi jalan saya?”

Carla tersenyum meremehkan diiringi anggukan kepala. Sbastian pun merampas hadiah yang ada di tangan Carla. Membuka hadiah itu dengan kasar. Setelah tahu isinya adalah sebungkus cokelat batang, pria itu tersenyum sinis sambil melirik Carla dengan lirikan dingin.

“Jadi, kau dari tadi menggangguku, menghalangi jalanku hanya untuk menyerahkan sebatang cokelat ini?” Sbastian mengangkat hadiah yang diberikan Cheril dengan bungkus kertas kado yang telah terbuka setengah.

Carla bersidekap, menatap malas dokter yang menurutnya begitu angkuh, “Jangan dinilai bentuk hadiahnya, tapi nilailah ketulusan orang yang memberikannya. Di dalamnya ada surat siapa tahu Dokter ingin membacanya.”

Sbastian kembali memerikasa hadiah itu. Ia temukan secarik kertas di dalamnya. Dengan wajah malas dokter itu pun membaca isi surat yang ada di dalamnya.

Hai dokter tampan

Selamat bertugas, semoga dokter bahagia hari ini

Salam kenal

Cheril

Sbastian meremas surat itu lalu membuangnya di hadapan Carla, “Kau mengirim ini hanya untuk merayu saya? Sayang sekali rayuan murahan itu tidak akan mempan.”

Carla mendenges kesal, “Saya sudah bilang, itu hadiah dari teman saya, bukan dari saya!”

“Dasar kekanak-kanakan!” cibir Sbastian, lalu melempar cokelat itu ke badan Carla.

Gadis bermata abu-abu itu terkejut dengan sikap Sbastian yang begitu kasar. Ia sama sekali tak menduga ada dokter yang bersikap begitu angkuh dan dingin. Dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat Cheril yang dari tadi mengintip dari balik tembok. Gadis kecil itu terlihat menangis, pasti gadis sembilan tahun itu melihat Sbastian melemparkan hadiahnya.

“Cheril!” panggil Carla.

Sahabat kecilnya membalikkan badan, lalu berlari dengan kencang. Carla khawatir. Sbastian bingun dengan apa yang sebenarnya terjadi. Carla pun berlari meninggalkan si dokter angkuh, mencoba untuk mengejar Carla.

“Hadiah itu tidak kekanak-kanakan tapi yang memberikannya memang anak usia sembilan tahun. Dia memberikannya dengan segala ketulusan hati, tanpa maksud apa  pun,” ucap Carla yang tiba-tiba menghentikan larinya dan kembali menoleh ke Sbastian yang masih berdiri di tempatnya.

Setelah mengucapkan kalimat itu, Carla kembali berlari untuk mengejar Cheril. Sbastian terpaku di tempatnya. Ia menatap nanar sebungkus cokelat batang yang kini tergeletak di atas lantai depan ruangannya.

 

Kaugnay na kabanata

  • Heartbeat   The Slap

    Carla menemuka Cheril tengkurap menangis di kamar rawatnya. Gadis bermata abu-abu itu sungguh tak senang melihat sahabat kecilnya yang biasanya selalu terlihat ceria menjadi begitu sedih. Ia benar-benar kesal dengan sikap Sbastian yang begitu kasar dan angkuh.“Hai, apa kau baik-baik saja?” Carla menyentuh pundak Cheril dengan lembut.Gadis kecil itu tak menjawab. Ia masihh menangis sesenggukan. Carla duduk di atas tempat duduk sahabat kecilnya. Ia membelai lembut rambut Cheril yang dikuncir kuda.“Cheril, di dunia ini tidak semua orang baik, mungkin Dokter Sbastian adalah salah satu orang yang tidak baik itu. Jadi, berhentilah untuk menangisinya! Dia sama sekali tidak pantas untuk menerima kebaikanmu,” Carla mencoba untuk menghibur sahabat kecilnya.Cheril mulai tenang, kemudian ia bangkit dari posisi tengkurapnya. Duduk menatap Carla dengan mata yang masih dipenuhi air mata, “Jadi, dia bukan orang baik?”Carla

    Huling Na-update : 2021-06-10
  • Heartbeat   The Ego

    Seorang pria bermata cokelat tua menatap tajam seorang perempuan yang ia dorong ke dinding. Perempuan pirang berambut sebahu itu tidak bisa meloloskan diri karena si pria berotot mengunci pergerakannya.“Kau harus menerima kontrak ini!” pria itu mencengkram raham bagian bawah perempuan pirang itu dengan kencang hingga membuat si perempuan menampakkan wajah kesakitan.“Tolong lepaskan aku Gerald! Kau menyakitiku,” ucap si perempuan pirang dengan air mata yang mulai menetes.“Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kamu setuju untuk menandatangani kontrak ini,” ancam si pria bernama Gerald.Dialah Gerald Alexander, seorang manajer artis yang juga merangkap sebagai bandar narkoba. Pekerjaannya sebagai manajer artis hanyalah kedok untuk menutupi pekerjaan utamanya sebagai pemasok narkoba terbesar di kota New York.Gadis pirang yang ia intimidasi adalah kekasihnya, Renatta Rushman yang juga merupakan artis yang ia manajer

    Huling Na-update : 2021-06-10
  • Heartbeat   A Flower

    Udara di musim gugur terasa sejuk meski sedikit dingin. Suasana terlihat lebih gelap daripada saat musim panas, mentari tidak memancarkan cahayanya dengan maksimal. Meski sinar mentari terlihat redup, semangat dan keceriaan Carla untuk bermain dengan anak-anak di rumah sakit tertap membara.Pada suatu pagi di musim gugur yang cukup dingin, Carla kembali pergi ke rumah sakit. Senyum manis tak lepas dari wajahnya. Gadis bermata abu-abu itu membawa bunga aster ungu di tangannya yang ditanam di pot berwarna putih. Ia bermaksud memberikan bunga itu kepada Suster Jane sebagai hadiah untuk kelahiran cucu perempuannya.Pada pagi hari seperti itu, biasanya Suster Jane berada di taman mengawasi pasien-pasien yang sedang berjemur dan menghirup udara segar alam bebas. Oleh karena itu, Carla pun dengan riang menuju ke taman rumah sakit St Thomas’.Ketika tiba di taman yang pepohonannya mulai layu dengan daun-daun yang hampir tak tersisa di tubuhnya, ia mengedarkan pand

    Huling Na-update : 2021-06-10
  • Heartbeat   The Whisper

    Kakek Tom nampaknya tidak merasa bosan untuk terus mengomeli Carla agar kembali bekerja dan berhenti mengurusi orang sakit. Gadis bermata abu-abu itu sesekali memberikan tatapan kesal, lalu mencoba menganggap gurauan Kakek Tom sebagai candaan belaka. Carla lebih nyaman menghabiskan waktu-waktunya dengan para pasien di rumah sakit karena selama ini sebagian besar di hidupnya memang banyak dihabiskan di sana. Ia senang menghibur orang-orang yang sedang tak sehat, bercanda bersama mereka, sesekali membawakan mereka bunga dari tokonya. Pagi itu yang berusaha menasihati Carla agar tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah sakit bukan hanya Kakek Tom tetapi juga Suster Jane. Suster yang telah Carla anggap seperti keluarganya sendiri itu menyarankan Carla untuk mencari hiburan lain selain datang ke rumah sakit. Perempuan empat puluh lima tahun itu menyarankan Carla untuk bersenang-senang dengan hidupnya, sementara waktu melupakan tentang tempat bernama rumah sakit.

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Heartbeat   The Laugh

    Sbastian dengan terpaksa memakan cokelat pemberian Cheril meski dia sebenarnya tidak suka makan-makanan manis, ia tidak mau gadis kecil itu kembali merasa takut padanya. Carla masih berdiri di tempatnya, menatap Sbastian dengan pandangan awas, ia tidak ingin dokter itu kembali menyakiti hati sahabat kecilnya.“Kau lebih tampan saat dilihat dari dekat,” ucap Cheril sambil terus menatap Sbastian yang sedang memakan cokelat pemberiannya.“Benarkah? Aku tidak merasa tampan selama ini,” ucap Sbastian dengan wajah datar.“Sok rendah hati,” celetuk Carla yang membuat Sbastian langsung memberikan lirikan kesal.“Kau tampan tapi wajahmu juga terlihat sedikit menyeramkan, apalagi saat kau sedang marah,” ucap Cheril kembali.“Dia seperti monster saat sedang marah,” ucap Carla yang membuat Cheril dan teman-temannya tertawa. Sbastian berpura-pura tak mendengarnya. Ia sudah malas berdebat dengan Carla.

    Huling Na-update : 2021-06-11
  • Heartbeat   The Stare

    Jalanan Oxford memang tidak pernah mati, semakin sore suasana semakin ramai. Toko-toko berderet sepanjang jalan, menyediakan berbagai macam barang-barang bermerek, suvernir, kafe, dan lain-lain. Surga belanja bagi mereka yang hobi berbelanja.Sore itu ketika jalanan Oxford mulai bercahaya karena lampu-lampu jalanan dan pertokoan mulai dinyalakan, Carla masih sibuk dengan bunga-bunga di tokonya. Orchid, itulah nama tokonya. Diberi nama demikan karena ibunda Carla sangat menyukai bunga anggrek. Berbagai macam warna, jenis, bentuk, dan wangi bunga dapat ditemui di toko bunga miliknya. Terletak di salah satu sudut jalan Oxford. Bersebelahan dengan kafe dan toko buku.Di toko dengan interior bergaya Inggris modern itulah Carla menghabiskan hari-harinya jika sedang tidak menjadi relawan di rumah sakit. Toko peninggalan ibunda tercintanya itu ia rawat dengan penuh cinta. Dia sangat mencintai toko bunganya, selain karena alasan Carla begitu menyukai bunga dan tanaman, dia juga

    Huling Na-update : 2021-06-12
  • Heartbeat   Behind The Gaze

    “Hai, apa yang kau lakukan di sini?” tegur Suster Jane pada Carla yang sedang mengintip-intip di balik tembok tak jauh dari ruangan Sbastian.Gadis bermata abu-abu itu terkejut ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya, “Oh Tuhan Suster Jane,” ucap Carla sambil memegang dada kirinya.“Apa aku mengejutkanmu?” tanya Suster Jane dengan wajah sedikit khawatir.“Ya, sedikit,” ujar Carla sambil mengerucutkan bibirnya.“Tapi, kau baik-baik saja bukan?” Suster Jane nampak khawatir.Carla tersenyum lembut, “Aku baik-baik saja Suster Jane.”“Syukurlah, tapi apa yang sedang kau lakukan di sini? Kenapa kau seperti bersembunyi?” tanya Suster Jane sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar.Carla menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tindakannya memang tak masuk akal karena terlihat seperti seorang pengintai, tapi dia benar-benar merasa penasaran ddengan si dokter

    Huling Na-update : 2021-06-13
  • Heartbeat   The Story

    Suster Jane menatap Carla dengan tajam, gadis bermata abu-abu itu menggosok-gosok telinganya yang terasa panas karena mendapatkan jeweran yang cukup lama dari sang suster. Mereka kini berada di kantin rumah sakit.Carla berpura-pura mengamati kantin rumah sakit itu, ia tidak ingin langsung menatap Suster Jane yang masih terlihat sangat kesal padanya. Suster Jane meminum jus jeruk yang dipesannya, tatapannya tetap berkonsentrasi pada Carla.“Kau meman gadis keras kepala,” ucap Suster Jane dengan sinis.“Itu sudah takdirku,” ucap Carla dengan santai.Suster Jane melipat kedua tangannya di atas meja, “Kenapa kau tidak bisa sekali saja mendengarkan nasihatku?”“Aku hanya tidak bisa melakukannya. Aku tahu itu salah, tapi aku tidak bisa berhenti sebelum rasa penasaranku terobati,” ucap Carla sambil memainkan bunga plastic yang ada di atas meja mereka.Suster Jane menghembuskan nafas berat, menatap Ca

    Huling Na-update : 2021-06-14

Pinakabagong kabanata

  • Heartbeat   The Message

    Berbagai macam bunga dengan warna yang bermacam-macam pula memenuhi pembaringan terakhir Carla. Prosesi pemakaman itu telah usai sejak beberapa jam yang lalu. Namun, Sbastian nampaknya enggan untuk meninggalkan kuburan gadis penjual bunga itu.“Semua orang sudah pergi, apa kau akan tetap di sini?” tanya seorang perempuan berambut pirang. Ada beberapa luka memar di wajah perempuan itu.Sbastian mengalihkan tatapannya dari nisan bertuliskan nama Carla ke sosok yang mengajaknya berbicara, “Kau sendiri masih di sini,” ucap Sbastian dengan nada dingin.Perempuan berambut pirang itu tersenyum getir, lalu ia duduk bersimpuh di samping kuburan Carla, tepat di samping Sbastian, “Aku hanya ingin sedikit lebih lama lagi di sini. Saat dia masih hidup tidak banyak waktu yang kami habiskan bersama. Aku tidak begitu menyukainya karena sejak Mom menikah dengan Daddy Carla, Mom lebih perhatian padanya,” perempuan ber

  • Heartbeat   You Will...

    Sbastian dengan menggunakan kursi roda membawa Carla menuju taman rumah sakit yang terlihat lenggang siang itu karena udara yang cukup dingin. Wajah Carla nampak berseri karena dapat menghirup udara segar musim dingin. Setelah tiba di taman itu, Carla meminta Sbastian untuk membantunya duduk di bangku panjang taman.Sbastian dengan hati-hati pun mengangkat tubuh gadis bermata abu-abu itu dari kursi roda dan mendudukkannya di bangku taman. Setelah duduk di atas bangku panjang taman Carla menyandarkan punggungnya ke sandaran bangku itu. matanya mengamati pemandangan di sekitarnya. Sbastian ikut duduk di samping Carla. Pria itu menatap wajah pucat Carla dengan tatapan yang sulit diartikan.“Aku suka musim dingin, tapi aku lebih suka lagi musim semi,” ucap Carla sambil menatap pepohonan-pepohonan gundul yang ada disekitarnya.“Aku suka semua musim kecuali musim gugur,” ucap Sbastian sambil menatap wajah Carla lamat-lamat.Carla mengali

  • Heartbeat   Miss You

    Sbastian berlarian di lorong-lorong rumah sakit menuju ruang perawatan Carla. Saat itu dia sedang berada di salah satu ruang rawat pasiennya untuk melakukan pemeriksaan berkala. Saat dia berbincang dengan pasiennya itu, tiba-tiba ponsel miliknya berbunyi. Sebuah panggilan dari sang kakak yang mengabarkan berita begitu mengejutkan.Tanpa membuang waktu dan tanpa memdulikan pasien yang sedang diperiksanya, Sbastian pun berlari dengan cepat. Ia beberapa kali bahkan harus menabrak suster atau pasien yang sedang berjalan di lorong-lorong rumah sakit St Thomas’. Dokter bermata hijau itu tidak memedulikan keadaan sekitarnya yang ia pedulikan saat ini adalah segera tiba di ruang perawatan Carla.Jarak yang sebenarnya tak begitu jauh terasa sangat jauh. Sbastian mengumpat dalam hati karena tak juga tiba di ruang perawatan Carla. Ia semakin menambah kecepatan larinya, tak peduli dengan tatapan orang-orang yang ia lewati. Tatap penuh tanda tanya dan wajah penuh keheranan di

  • Heartbeat   Sadness

    “Kakek sepagi ini di sini?” tanya Sbastian dengan wajah terkejut ketika menemukan sang kakek sedang duduk di samping ranjang Carla.Pria tua itu mengalihkan pandangannya dari tubuh Carla pada sang cucu laki-laki, “Saat aku dirawat di rumah sakit ini, dia selalu mendatangiku pagi-pagi dan memaksaku untuk berolahraga di taman. Sekarang giliranku untuk melakukan itu. Aku ingin membangunkan gadis nakal ini,” ucap Tuan Tom dengan wajah yang dipenuhi oleh gurat kesedihan.Sbastian menghela nafas berat, ia dapat merasakan kesedihan yang dirasakan oleh sang kakek, “Carla belum bangun, Kakek bisa membujuknya untuk berolahraga saat dia bangun nanti,” ucap Sbastian sambil menatap nanar tubuh lemah Carla.Tuan Tom tersenyum getir, kini pandangannya kembali menatap Carla, “Dia terlihat sangat manis saat sedang tertidur, berbeda ketika dia sedang bangun. Saat dia bangun, dia gadis yang nakal dan pemaksa, aku merindukan gadis nakal itu

  • Heartbeat   Take Care of You

    Sudah satu minggu berlalu sejak Sbastian mengetahui tentang keadaan Carla yang sesungguhnya. Tua Tom dan Evelyn kini juga telah mengetahui kebenaran itu, Sbastian mengabarkan pada kakek dan kakaknya tentang kondisi Carla keesokan harinya setelah di malam sebelumnya Suster Jane mengatakan kejujuran padanya.Sejak tahu Carla sedang terbaring koma di ruang perawatan intensif bangsal VVIP, secara berkala Sbastian mengunjunginya. Meski saat sedang berkunjung, pria bermata hijau itu hanya menatap gadis bermata abu-abu itu dalam diam. Dia tidak pernah mencoba untuk mengajak Carla berkomunikasi.Sbastian bahkan pernah semalaman menunggui Carla hanya dengan duduk diam di kursi samping ranjang Carla terbaring. Menatap perempuan penjual bunga itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Suster Jane selama ini diam-diam memperhatikan tingkah si dokter mud aitu dan dia masih belum mengerti apa yang sebenarnya Sbastian pikirkan dalam diamnya.Tuan Tom dan Evelyn pun secara

  • Heartbeat   About Her

    Sbastian melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Wajahnya terlihat gusar. Suster Jane yang duduk di kursi penumpang samping Sbastian menatap ngeri jalanan. Dokter muda itu menyetir mobilnya seperti orang yang kesetanan. Suster berusia hampir setengah abad itu berusaha untuk menyadarkan Sbastian dan meminta dokter bermata hijau itu untuk menurunkan laju mobilnya, namun Sbastian nampaknya tidak memedulikan hal itu.Dokter tampan itu sudah tidak sabar lagi untuk tiba di tempat gadis yang dicari-carinya selama beberapa hari belakangan ini. Setelah mengetahui hal yang sebenarnya dari Suster Jane berbagai perasaan yang tak dimengerti oleh Sbastian berkecamuk di dalam hatinya. Rasa khawatir, marah, kesal, sedih, dan kecewa beradu menjadi satu. Membuat dirinya merasa berada pada dunia yang sunyi.Mobil mewah Sbastian di parkir sembarang di depan pintu masuk utama Rumah Sakit St Thomas’. Pria itu tidak memedulikan teriakan satpam yang memintanya untuk memindahkan

  • Heartbeat   Bring Madness

    Suster Jane kini duduk di dalam mobil Sbastian dalam diam sambil menatap jalanan London yang terlihat sepi malam itu. Udara terasa dingin meski salju sedang tidak turun. Sbastian melajukan mobilnya berputar-putar tak tentu arah. Dia sendiri tidak tahu tujuan sebenarnya akan ke mana. Dia hanya ingin menjadikan Suster Jane sebagai tawanannya agar suster itu mengatakan keberadaan Carla.“Besok pagi saya ada jadwal jaga. Jika saya terlambat ini semua salah Dokter,” ucap Ssuter Jane dengan nada dingin.Sbastian tak peduli dengan hal itu yang ia pedulikan saat ini adalah mengetahui tentang keberadaan dan keadaan Carla, “Jika kau ingin aku mengantarmu pulang, cepat katakan di mana Carl!” ucap Sbastian dengan tegas.Suster Jane menghela nafas berat, ia menatap Sbastian dengan tatapan kesal, “Aku tidak tahu,” ucap Suster Jane singkat.Sbastian mengalihkan pandangannya dari jalanan di depannya, kini dia menatap wajah suster itu,

  • Heartbeat   Quite

    Sbastian tidak dapat menunggu hingga esok hari. Dia sudah merasa sangat penasaran dengan keberadaan Carla. Pemuda bermata hijau itu sendiri bingung kenapa dirinya tiba-tiba mencemaskan Carla dan ingin tahu keberadaan gadis penjual bunga itu padahal selama ini dirinya selalu mengusir Carla jika gadis itu mengganggunya.Tidak dapat dipungkiri oleh Sbastian, sejak Carla tiba-tiba menghilang, hidupnya terasa sepi. Tidak ada lagi yang menyambutnya dengan ocehan tidak penting di pagi hari. Tidak ada lagi yang tiba-tiba datang membawakan makanan untuknya. Kehadiran Carla dalam hidup Sbastian beberapa bulan terakhir ini memang telah meramaikan dunia pria itu yang sebelumnya sepi.Sbastian memarkir mobilnya tepat di depan toko bunga milik Carla. Saat Sbastian tiba, toko itu ternyata masih menyala. Buru-buru dokter muda itu pun masuk ke dalam toko. Ia memanggil-manggil nama Carla, namun sayangnya gadis yang dipanggil itu tidak juga menampakkan diri.Seorang pegawai peremp

  • Heartbeat   Where is She?

    “Sudah cukup lama aku tidak melihatnya. Terakhir kali kami bertemu waktu pesta pernikahanku,” ucap Evelyn setelah berusaha menggali ingatannya.“Kakek terakhiar kali bertemu dengannya sekitar satu minggu lalu saat pemeriksaan rutin,” ucap Tuan Tom setelah itu.Sbastian terdiam. Wajahnya terlihat bingung. Evelyn memberikan tatapan curiganya, “Ada apa sebenarnya Sbastian? Kenapa kau jadi penasaran dengan Carla? Jangan-jangan kau mulai tertarik ya dengannya?” ledek Evelyn.Sbastian mendengus kesal. Ia memberikan tatapan tajamnya pada sang kakak, “Jangan bicara sembarangan!” ucap Sbastian dengan nada dingin.“Kalau begitu kenapa kau menanyakan hal itu?” Evelyn terlihat sangat penasaran.“Aku terakhir kali bertemu dengannya juga satu minggu lalu. Tiba-tiba saja dia menghilang. Tidak pernah lagi datang ke kantorku,” ucap Sbastian sambil menatap gelas berisi anggur yang ada di hadapan

DMCA.com Protection Status