Hingar bingar dunia malam terpaksa mengusik kehidupan Jeff yang damai, hanya karena satu panggilan dari seseorang yang tidak boleh dia abaikan.
Iya, Vella. Gadis itu memaksa Jeff yang sedang mengerjakan sesuatu di laptop nya untuk pergi ke kelab.Sebenarnya Jeff enggan, karena tempat itu sangat bising. Belum lagi, bau asap rokok dan alcohol yang mengganggu indra penciuman nya. Ugh! Jeff benci tempat seperti itu. Tapi bagaimana lagi, Jeff tidak bisa menolak permintaan Vella, sekalipun dia harus terjun ke sungai Amazon."Jeff ayolah, kita bersenang-senang disini." Teriak Vella sambil mengudarakan gelas berisi tequila nya.Jeff tidak menjawab, dia hanya mengangguk saja sebagai respons nya."Bersenang-senang Jeff. Bukan diam kayak patung!"Jeff mengesah, lalu ikut serta mengangkat gelas miliknya, yang kemudian beradu dengan gelas milik Vella."Yeah, cheers!" Seru Vella yang kemudian menenggak hingga tandas tequila nya.Sempat kehilangan Vella karena panggilan video tanpa di sengaja itu, akhirnya Jeff kembali menemukan keberadaan nya lagi, yang kini tengah menjadi pusat perhatian karena tarian nya begitu menonjol. Vella menari layak nya orang gila yang tak punya malu sampai Jeff langsung geleng-geleng kepala.Vella dan kelab malam, rasanya memang tidak bisa terpisahkan, pikir Jeff. Iya, sebab ini bukan sekali dua kali nya Jeff mendampingi Vella disini, dengan tingkah hyper nya.Pernah waktu itu Vella benar-benar mabuk dan kehilangan kewarasan nya, sehingga berani menyentuh bibir Jeff dengan lihai ketika pria itu baru saja membaringkan nya di ranjang. Kontan posisi mereka seperti sepasang kekasih yang hendak bercinta, padahal yang terjadi sebenarnya Jeff hanya diam. Dia tidak mengindahkan ciuman Vella, tidak juga mengelaknya. Sampai kemudian Vella menghentikan pagutan nya, lantas menatap Jeff dengan kesal. "Jeff... Kenapa kamu diam?" Rengek wanita itu dengan nada sedikit manja
"Jeff, kamu mau?" Si pemilik nama hanya menggeleng sebagai jawaban nya. Sebenarnya, Jeff masih tidak percaya kalau Vella mau makan di pinggir jalan seperti ini. Ini adalah hal yang sangat langka, karena biasanya Vella hanya mau makan di restaurant bintang lima saja. Tapi malam ini? Entahlah, Jeff juga bingung. Lebih baik dia menurut saja."Satu ya Bang. Makan disini." Ucap Vella pada Abang nasi goreng yang tengah mencampurkan berbagai macam bumbu di atas wajan yang sudah terisi nasi putih. "Siap neng. Duduk dulu." Mereka pun duduk di kursi pelastik dengan posisi berhadapan. "Kamu serius makan di sini?" Tanya Jeff memastikan sekali lagi. Dia takut kalau beberapa menit kemudian Vella berubah pikiran. "Iya Jeff. Kenapa sih?" Lalu Jeff menggeleng, membuat cengiran di bibir Vella terlihat. "Kamu khawatir aku kenapa-napa kan?" Jeff mengesah sebelum kemudian berkata jujur."Tumben?""Hehe. Kemaren aku di ajak makan di sini, dan ternyata lebih enak dari
Pada awalnya, Rinji ingin tetap kukuh pada pendirian nya. Tapi, ketika mendengar kalimat pria di depan nya, dia jadi takut. Benar juga, penjahat mana yang tidak akan terpancing ketika melihat seorang wanita berdiri sendirian di jalanan? Ya, sampai pada akhirnya di sinilah Rinji. Duduk manis di kursi penumpang mobil Jeffrey Karenzio. Suasana di dalam mobil senyap, nampak seperti tidak ada manusia di dalam nya. Sampai kemudian Rinji mendengar dehaman Jeff, lalu di lanjut dengan suara bariton pria itu. "Kamu mau ke rumah sakit mana?" Ah iya, Rinji lupa kalau dia belum mengatakan rumah sakit mana yang akan menjadi tujuan nya. "Pelita Bangsa.""Oke." Lalu hening lagi. Sebenarnya Rinji tidak tahan dengan suasana seperti ini. Tapi bagaimana lagi, pikiran nya sedang kacau, jadi untuk mencairkan suasana saja rasanya sulit. "Rinji," Ucap Jeff yang kontan membuat wanita di samping nya menoleh."Ha?" "Saya minta maaf untuk waktu itu yang hampir mena
Berkali-kali Rinji meyakin kan dirinya sendiri, kalau semuanya akan baik-baik saja, dan dia pasti bisa. Tapi tetap saja, ketika rasa gugup menyerang nya, dia panik. Bahkan sekarang dia berjalan kesana-kemari tidak karuan, untuk meringkan kegugupan nya. "Nona Jia?" Panggilan itu membuat Rinji menoleh dan mendapati tiga orang wanita dengan baju dan sepatu yang sama, yang mana mereka adalah asisten rumah tangga di rumah keluarga Alatas. Well, di tangan masing-masing dari tiga orang itu tidak kosong, mereka membawa bingkisan yang tidak Rinji ketahui isinya apa."Ya?" "Mari berganti pakaian." Kata salah satu dari mereka.Rinji kontan menganga. Pasal nya, dia baru saja mengenakan pakaian yang menurut nya sudah paling cocok. "Nggak usah. Saya suka pakai ini.""Ini perintah dari Nyonya Mauryn." Baiklah, Rinji hanya hisa pasrah. Lantas dia pun mengangguk. "Mari ikuti saya.""Hm." Sampai kemudian Rinji masuk ke dalam ruangan besar, yang sebenarnya
Dunia yang mewah adalah milik Jianna, sedangkan Rinji kebalikan nya. Dunia Rinji sangat sederhana namun dia berhasil menemukan banyak kehangatan, terlebih di Panti Asuhan. Namun sayang nya, dunia Rinji yang sederhana hanya sebentar, karena ketika dia bertemu dengan Abraham dan Mauryn di sana, dunia nya berubah jadi kemewahan. Dan Rinji bukan lagi namanya, karena ketika orang tua angkat nya membawa dia ke dalam rumah megah bak istana, mereka memanggil Rinji menjadi Jia. "Jia. Mulai sekarang, nama kamu kami ganti dengan Jia. Jianna Cleory Alatas." Iya, Rinji bahkan tidak akan melupakan nya saat Mauryn mengatakan itu. Padahal, saat itu Rinji masih berusia enam tahun."Dan kami adalah orang tua kamu. Panggil saya Papi, dan ini Mami." Sambung Abraham seraya menunjuk dirinya sendiri, lalu sang istri.Saat itu memang tidak ada penolakan, karena Rinji belum mengerti banyak hal. Rinji masih terlalu kecil untuk membantah, hingga suatu hari... Ada satu hal yang membuat Ri
Begitu selesai menyapa David dan Megan sang pemilik acara, Rinji langsung hengkang, untuk memilih tempat yang sedikit sepi. Kepala nya cukup pusing karena anggur merah yang dia tenggak tadi, tapi hal itu tidak membuatnya melepaskan gelas berisikan minuman beralkohol tersebut. Malahan, dia mengambil satu gelas lagi untuk kemudian dia nikmati sendirian, tepat di bawah pohon besar yang di kelilingi lampu tumblr di setiap ranting besar nya.Pikir Rinji, setidaknya dengan meminum itu segala hal semrawut yang ada di kepala nya jadi sedikit membaik. Dia jadi lupa perihal masalah-masalah yang datang pada nya. Sampai kemudian, ketika pandangan nya sudah mulai memburam, Rinji memilih untuk mengedarkan pandangan nya, berniat untuk mencari keberadaan Mona yang entah ada dimana. Hingga tanpa dia duga, bola mata nya berhenti pada sosok pria jangkung yang berdiri beberapa meter dari nya, yang ternyata juga sedang menatap nya."Jeffrey Karenzio?" Gumam Rinji pelan, seraya mengerjapkan
Jianna Alatas.Sejak semalam, nama itu terngiang-ngiang di kepala Jeff. Iya, itu adalah nama yang tertera di kartu nama yang semalam Jeff terima. Pemilik nama yang berwajah mirip dengan Rinji, seseorang yang beberapa hari terakhir sering dia temui karena kebetulan. Sayang sekali, mereka beda orang, pikir Jeff---begitu tahu identitas wanita yang semalam ambruk dalam dekapan nya.Tapi tunggu. Bukan kah wanita itu menyebutkan nama lengkap Jeff? Lalu, bagaimana bisa dia tahu nama itu, sedangkan diri nya pun bukan putra konglomerat yang nama nya ada dimana-mana. Sungguh, memikirkan hal itu membuat Jeff sampai harus berhenti sebentar dari pekerjaan nya yang sedang membuat laporan. Jeff menengadah seraya mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskan nya dengan kasar. "Jianna Alatas, Rinji Kamila Averaya. Kenapa mereka sangat mirip?" Gumam Jeff pelan. "Bukan hanya wajah, tapi dari rambut nya, tinggi nya, tatapan mata kosong nya. Semua nya sama." Benar. Diin
Avocado Caffe adalah tempat yang Rinji putus kan untuk bertemu dengan seseorang yang tadi menghubungi nya. Dia lantas turun dari mobil yang di kendarai nya, untuk kemudian masuk ke dalam kafe tersebut. Avocado Caffe sangat luas, ada indoor dan outdoor. Di area indoor, suasana nya nampak begitu asrih dengan tembok putih dan tanaman kecil yang di gantung pada dinding, beriringan dengan gambar quotes-quotes estetik yang senada. Di tengah-tengah kafe, ada kolam ikan yang cukup besar dengan di hiasi air mancur di bagian tengah nya. Tempat yang cukup nyaman. Tapi sayang nya, Rinji harus bertemu dengan orang yang menelepon nya di area outdoor. Di area outdoor sendiri, di bagi menjadi dua. Ada yang di bawah, bersebelahan dengan area indoor, yang mana hanya di batasi oleh dinding kaca transparan. Lalu satu lagi nya di atas, atau biasa di kenal dengan area rooftop. Ya, dan di area itulah Rinji harus bertemu dengan pria yang menelepon nya. Di rooftop suasana nya s
Bukan tanpa alasan kenapa Jeff takut dengan suara hujan di malam hari. Semua itu berawal saat usia nya enam tahun. Jeff kecil terbangun dari mimpi indah nya, ketika suara hujan pada malam itu mengusik tidur nya. Dia menangis sambil berharap Mama nya akan segera menghampiri nya. Namun sayang nya, belasan menit telah berlalu dan Mama nya tak kunjung datang, akhir nya Jeff memutus kan untuk berjalan mencari sang Mama. Dia membuka pintu kamar nya pelan, dan segera di sambut suara dari televisi yang menyala dengan volume besar. "Mama?" Jeff kecil bersuara pelan, berharap sang Mama akan menyadari kehadiran nya, namun beberapa kali Jeff memanggil Mama nya, sosok itu masih tetap tak muncul, sampai akhir nya, dengan penuh tekad, Jeff berjalan menuju sofa buluk yang ada di ruang tv, berniat untuk mengambil remot dan mematikan televisi tersebut. Namun sayang nya, belum sempat dia melakukan hal tersebut, langkah nya terhenti saat telinga nya mendengar suara desahan di antara berisik nya suara
Pukul tiga pagi, Jeff masih terjaga di sebuah apartmen yang beberapa waktu lalu menampung nya saat hujan badai dengan gemuruh petir yang lantang, singgah di ibu kota. Adalah apartmen milik Rinji yang saat ini sedang bermain peran sebagai Jianna. Awal nya, Jeff hanya mau mengantar kan gadis itu pulang, karena tidak bisa membiar kan wanita pulang sendirian malam-malam. Di tambah lagi, saat itu angin mulai bertiup kencang dari biasa nya, lalu di susul suara petir beserta kilat nya mulai menampak kan diri, menerangi bumi di kota Jakarta untuk seperkian detik secara terus-terusan. Maka dari itu, Rinji menyaran kan Jeff untuk singgah. Meskipun pada awal nya Jeff enggan, tapi semesta berkata lain. Saat kaki nya hendak kembali menyentuh tanah-- setelah memastikan Rinji selamat sampai unit nya, hujan dengan deras nya membasahi seluruh kota Jakarta, di susul amukan petir yang membuat malam menjelang pagi kala itu terasa mencekam, dan Jeff berakhir singgah di unit Rinji. Sebab, lelaki gagah pe
Rinji tidak habis pikir dengan diri nya sendiri malam ini. Bagaimana bisa dia menangis tersedu-sedu dalam dekapan seorang pria asing yang bahkan belum satu tahun dia kenal. Dildar yang sudah dia kenal dua tahunan ini, tidak dia biar kan melihat sisi rapuh nya, tapi Jeffrey, pria yang sekarang sedang menikmati ice cream itu sudah tahu sisi lemah Rinji, ya meskipun sisi lemah yang di tampil kan adalah milik Jianna. Tapi tetap saja, Rinji dan Jianna adalah orang yang sama. Entah lah, Rinji pun bingung. Mungkin karena ini hari merah nya. Bukan kah perasan perempuan menjadi campur aduk ketika sedang dalam masa periode nya. Tapi tidak bisa di pungkiri juga, Rinji suka dengan perlakukan Jeff. Dia nyaman dengan bagaimana lelaki itu memperlakukan nya tadi. Memeluk nya sambil membisik kan kalimat penenang, Rinji benar-benar suka, sampai dia sedikit berdebat ketika mata nya bersirobok dengan mata Jeff. Dan sontak, dia langsung berdeham sambil mencoba untuk terlihat biasa saja, padahal jantung
"Seperti nya, ada satu hal yang harus kamu tahu tentang saya." Ucap Jeff pada akhir nya. Hal itu membuat Rinji tidak bergeming untuk beberapa saat, sebelum akhir nya berdeham dan bertanya penasaran."Apa itu?" "Saya tidak mudah berteman dengan perempuan." Entah apa yang ada di kepala Jeff saat itu, sampai dia harus mengatakan kalimat tersebut."Benar kah? Lalu kenapa mau berteman dengan ku? Kamu juga mau berteman sedekat itu dengan anak boss mu." Hardik Rinji, membuat Jeff menarik napas nya dalam-dalam dan menghembus kan nya perlahan. "Vella, dia itu sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri." "Lalu bagaimana dengan ku?" Tanya Rinji, yang sejujur nya, dia pun menyesal telah menanya kan kalimat itu. Tapi, sungguh, dia benar-benar penasaran perihal alasan Jeff mau berteman begitu saja dengan nya. Karena seharus nya, jika Jeff benar-benar tidak mudah berteman dengan wanita, Jianna Alatas tidak akan pernah berteman dengan Jeff. Rinji pun demikian, apalagi sampai di ajak ke pantai, h
"Jadi, benar kan kalau kamu memperlakukan semua wanita sama saja?" "Bersikap manis, perhatian, ya... Seperti lelaki pada umum nya." Demi Tuhan, kalimat itu masih tengiang-ngiang di kepala Jeff, bahkan ketika dia hendak memejam kan kedua mata nya. Waktu sudah menunjuk kan pukul sebelas malam dan Jeff sulit memejam kan mata nya hanya karena kata demi kata yang Jianna ucap kan tadi siang. "Wanita memang rumit." Gumam Jeff seraya menghembuskan napas frustasi nya. Kemudian, pria itu memilih untuk bangkit dari ranjang, lantas bergegas keluar. Sebelum itu, terlebih dahulu dia menyambar hoodi cokelat milik nya yang ada di lemari. Jeff butuh udara segar. Maka nya, dia memilih untuk berjalan kaki. Di pikir-pikir, sudah lama juga Jeff tidak jalan santai seperti ini. Dulu, waktu dia masih sekolah, dia sering melakukan nya. Rumah Jeff masuk gang sempit yang hanya bisa di lewati satu kendaraan sepeda motor. Namun, ketika keadaan mulai berubah, semua itu Jeff tinggal kan, sebab, dia terlalu sib
Hening menyelimuti sepasang anak Adam dan Hawa yang saat ini sama-sama sedang menatap ke arah bawah pada jalan raya yang ramai. Kendaraan umum, mobil pribadi, sepeda motor, seolah saling balapan untuk sampai ke tujuan masing-masing. Belum lagi suara klakson kendaraan yang saling bersahutan, kian menambah keributan pada jalanan tersebut, hingga pada atap rumah sakit pun kebisingan nya masih terasa. Hal itu sontak membuat Rinji menghela napas lelah. Dia tidak suka keramaian yang seperti itu, karena membuat kepala nya jadi semakin runyam. Maka dari itu, dia memilih untuk membalik kan tubuh nya, menyandar kan punggung mungil nya pada tembok pembatas di sana. Dan apa yang di lakukan gadis tersebut, tentu saja memancing atensi Jeff yang ada di samping nya. "Kenapa?" Tanya pria itu. Rinji menggeleng. "Tidak suka keramaian?" "Bukan. Hanya saja, di bawah sana sangat berisik. Dan aku tidak suka. Karena itu menambah keributan di kepala ku saja." Saat menjadi diri nya sendiri di samping pri
"Bukan kah tidak ada Ibu yang tidak menyayangi anak nya?" Benar, Mauryn setuju dengan apa yang Tamara bilang. Dan tentu nya, dia juga amat sangat menyayangi Jianna, putri tunggal nya, sampai-sampai dia terjun langsung seperti ini itu, semua nya hanya untuk memastikan laki-laki yang kemarin bepergian dengan anak gadis nya. Bagaimana pun, Mauryn sadar kalau Jia gadis kecil nya sudah menginjak dewasa dan memiliki paras yang begitu cantik. Jadi wajar saja kalau banyak laki-laki terpikat."Nama nya Jeffrey. Dia harta paling berharga yang saya miliki di dunia ini." Suara Tamara kembali terdengar, membuat kesadaran Mauryn kembali."Dia pasti anak yang membangga kan.""Sangat. Sejak kecil, dia sudah mengerti banyk hal dan ketika dewasa, dia tumbuh menjadi laki-laki bertanggung jawab. Butik ini adalah bukti nyata dari hasil kerja keras nya selama ini." Kalau di lihat dari sorot mata nya, tidak ada bualan sedikit pun yang Mauryn tangkap dari kedua mata Tamara, ketika menceritakan sosok Jeffrey
"Lo lagi sibuk apa sih, Sam?" Tanya Dildar pada teman lelaki yang duduk di hadapan nya. Laki-laki itu sedang bersantai sebab sekarang waktu nya jam istirahat. Dan kebetulan dia bertemu Samuel, sohib nya sejak pertama kali masuk kerja. "Baca google.""Anjrit. Tumben? Ngapain deh?" Karena nya Dildar jadi terkikik geli. "Cari informasi lah.""Informasi artis idola lo yang dari Korea itu?" "Bukan. Ini gue lagi cari informasi Jianna Alatas.""Siapa tuh?" Sontak, Samuel langsung mendongak. Lelaki itu kemudian menatap Dildar dengan tidak percaya. "Lo nggak tahu, Dil?""Tahu apa?""Jianna Alatas, putri semata wayang Abraham Alatas, pemilik gedung 45 lantai itu loh, Dil." Dildar mengernyit. "Emang gue harus tahu?" Samuel mendengus. Berbicara dengan Dildar memang sedikit menguras emosi nya. "ENGGAK HARUS! TAPI AWAS AJA KALO LO KETAHUAN NAKSIR SAMA TUH CEWEK!""Ya elah... Naksir sama yang setara sama kedudukan gue aja belum tentu di terima, apalagi naksir cewek kalangan atas. Enggak leve
"Ah iya, bukan kah Ayah kamu sedang di rawat di rumah sakit?" Tunggu, bagaimana bisa Jeff tahu kalau ayah Rinji berada di rumah sakit. Atau jangan-jangan lelaki itu sudah tahu kalau sebenar nya, diri nya adalah Jianna Alatas. "Rinji?""Hah? Oh iya. Kamu tahu dari mana, Jeff?""Kamu lupa, kalau saya yang mengantar kan kamu ke rumah sakit?" Pernyataab Jeff langsung membuat Rinji menepuk jidat nya. Bisa-bisa nya dia melupakan kejadian malam itu. "Ah iya! Maaf Jeff, aku benar-benar lupa. Akhir-akhir ini aku benar-benar memiliki kesibukan yang luar biasa, jadi... Aku lupa beberapa kejadian yang udah terjadi beberapa waktu lalu." Jelas Rinji sambil berharap Jeff tidak tersinggung. Karena sungguh, meskipun Rinji amat sangat berterima kasih pada lelaki itu yang sudah menolong nya, Rinji benar-benar lupa. Tentu saja, itu semua karena jadwal nya yang super padat, hal itu benar-benar membuat memori otak nya pun tidak terlalu fokus pada beberapa hal atau kejadian yang sudah terlewat beberapa w