Sepuluh tahun lalu yang lalu para Iblis dari Hutan Rimba menyerang seluruh Dunia dengan wabah penyakit hingga hanya tersisa tiga kerajaan besar yang bertahan. Kerajaan Plumeria merupakan kerajaan para penyembuh yang ditakuti para Iblis karena Bangsa Plumeria yang berhasil menyegel Iblis namun akibatnya ribuan Penyembuh tewas karena perang menyebabkan populasi para penyembuh berkurang. Plumeria kehilangan para penyembuh murni.
Aricia membaca tulisan yang muncul dari buku yang sedang ia baca, buku pemberian Dewi Verdandy. "Wah, keren seperti g****e versi kuno," ucap Aricia kagum. Setiap pertanyaan yang diajukannya akan dijawab melalui tulisan yang muncul di halaman lembarannya.
Aricia seharian ini sibuk mempelajari kondisi dunianya saat ini usai tahu kenyataan jika sepuluh tahun lalu sudah terjadi peperangan dalam menyegel Iblis. Aricia bergidik ngeri sendiri. "Tidak, tidak, pokoknya aku tidak mau mati dengan cara mengenaskan lagi," ucap Aricia seorang diri.
Tok ... Tok ...
Aricia mendengar pintu yang diketuk dari luar. Ia segera beranjak berdiri kemudian membukakan pintunya. Tampak wajah masam Davis padanya karena itu Aricia hanya tersenyum canggung menanggapi Davis. "Hai, Davis, ada apa kemari?" tanya Aricia lebih dulu.
"Duke mau bertemu denganmu untuk membahas perang tiga hari lagi," jawab Davis.
Aricia terperanjat terkejut. "Apa? yang benar saja!" pekik Aricia. Hal yang paling dihindarinya justru terjadi lebih cepat dari yang Aricia duga.
"Begitulah, kau disuruh segera menemuinya." Davis berucap sembari beranjak pergi.
Aricia menunduk lemas. Dia memang merasa aneh. "Kupikir-pikir aku ini aneh, aku bahkan belum bisa mengendalikan kekuatanku," ucap Aricia lesu.
Biar pun begitu Aricia mendatangi ruangan Duke. Ia baru hendak mengetuk hanya saja suara Duke dari dalam sudah menyahut menyuruhnya segera masuk. Saat Aricia masuk sudah ada dua orang Ksatria pangkat tinggi yang berdiri menghadap Duke.
"Ini Healer yang akan mengurusiku, Aricia Anahita Gracewill," ucap Duke sembari menatap Aricia.
Salah seorang Ksatria berambut kelabu langsung menatap terkejut. "Tuanku, dia anak dari Gracewill, seorang Healer angkuh dari Plumeria, bukankah ini menentang Markas Penyembuh Plumeria?" tanya Ksatria itu.
"Apakah seorang kekasih membutuhkan peraturan hukum untuk mendampingi kekasihnya?" Duke bertanya dengan menghadap langsung Aricia, tentunya dengan seringai dan tatapan tersendirinya.
Aricia membelalakkan kedua matanya karena Duke sudah menyeretnya pada sesuatu yang tak Aricia tahu. "Yang Mulia, Wahai Duke ... Anda hanya memperkerjakanku, selagi itu pekerjaan sebagai Healer saya akan menerimanya meski bukan hanya dari Anda," sahut Aricia.
"Healer Gracewill, izinkan aku bertanya untuk memastikan sesuatu?" tanya Ksatria berambut cokelat kelam itu.
Aricia mengangguk sebagai jawabannya. "Silahkan Tuan Ksatria," jawab Aricia.
"Apakah Anda dan Duke benar-benar merencanakan pernikahan?" tanya Pria itu.
"Tentu saja tidak karena itu ...," ucap Aricia terpotong usai Duke Victor menyahut.
"Ya, kami terpaksa sembunyi-sembunyi karena hubungan bangsawan Helian dengan wanita diluar Helian akan dianggap tabu, apalagi kekasihku ini seorang Healer legendaris tapi nir etika," sahut Duke seenaknya.
Aricia mengepalkan kedua tangannya. Ia tak percaya jika dihina secara terang-terangan oleh Duke. Padahal dia yang butuh bantuanku tapi dia gengsi mengakuinya, batin Aricia geram. Aricia yang kesal pun membungkuk hormat kemudian membalikkan diri.
"Aku cukup dengan semua ini, kalau begitu hamba permisi," ucap Aricia sembari beranjak pergi.
Baru saja Aricia keluar dari ruangan Duke, ternyata Para Pelayan sudah mengerubungi sisi koridor yang dekat dengan ruangan Duke. Mereka menatap Aricia dengan remeh kemudian kembali berbisik-bisik mencaci Aricia.
"Wanita itu pasti menggoda Duke," ucap salah satu Pelayan.
"Benar, dia sampai diakui begitu oleh Duke, sudah dicabut gelar bangsawannya tapi masih saja angkuh," sahut Pelayan lagi.
Aricia jadi murka namun ia tak bisa melakukan apapun. Bibirnya mengatup rapat menahan cacian yang bisa saja Aricia ungkapkan. Dia tidak tahu menahu tapi sudah jadi musuh semua orang. Aricia pun beranjak pergi menuju kamarnya lagi kemudian mengunci dirinya dari dalam.
Bibir ranum Aricia bergetar hebat. Kedua mata merahnya berkaca-kaca bak kilapan batu ruby yang mahal padahal ia tengah menahan isak tangisnya meski ujung-ujungnya tumbah juga. Aricia merosot kemudian duduk sembari memeluk kedua lututnya sendiri.
"Padahal aku tidak tahu apa-apa, aku lelah hanya berjalan pun ditatap penuh kebencian seperti itu," ucap Aricia disela-sela isak tangisannya.
Baru saja berjalan tiga minggu di Mansion mewah ini tapi Aricia tidak merasa istimewah sama sekali. Ia tak lebih dipunggut oleh Duke untuk dimanfaatkan, Aricia duduk meringkuk seperti itu sembari menangis hingga hari yang semula cerah berganti menjadi senja temaram. Aricia sudah melewatkan waktu makan pagi dan makan siangnya karena sejujurnya perasaanya tak karuan.
Tok ... tok ...
Aricia tak menghiraukan ketukan dari luar pintu kamarnya. Ia hanya duduk melamun dengan kedua tatapan datar. Ia tak lagi menangis tapi kedua matanya sudah sembab. Tangisannya seolah sudah tumpah semua dan Aricia tak lagi bisa menangis.
"Aricia, apa kau di dalam?" tanya Duke dari luar.
Aricia tetap mengabaikannya. Ia hanya mau melamun seperti ini untuk meratapi nasibnya. "Kenapa aku tidak mati saja? kemudian bawa jiwaku ke neraka sekalian karena dihidupkan lagi di tubuh ini seperti penyiksaan bagiku," ucap Aricia seorang diri.
"Aricia, jangan harap aku membujukmu untuk makan! lakukan sesukamu!" bentak Duke dari luar kamar Aricia, kemudian semuanya berubah jadi hening.
Aricia pun tergeletak di atas lantai yang dingin untuk merebahkan dirinya. Ia bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya hingga panel kembali muncul memberitahu status Aricia saat ini.
[Mengalami kelelahan psikis sebanyak 50% ambil mode pemulihan?]
[ya/tidak]
"Haha, apa lagi yang sistem ini coba berikan padaku?" gumam Aricia dengan suara paraunya. "Ya, lakukan sesukamu," ucap Aricia. Sebelum kedua tatapannya benar-benar gelap Aricia melihat panel mulai menghitung mundur kemudian Aricia tidak menyadari apapun lagi.
Klik ...
Suara pintu terbuka memecahkan keheningan malam, sudah pukul dua belas saat ini. Seorang Pria berambut emas mendekati Aricia yang tergeletak tak sadarkan diri. Rambut hitam Gadis itu menutupi sebagian wajahnya membuat Pria itu mengarahkan tangannya untuk menepikan helaian rambut hitam lembut itu.
"Kedua matanya sembab, apakah dia menangis sepanjang hari?" tanya Duke dengan datar.
"Dasar bodoh." Duke berucap sembari menggendong tubuh Aricia dengan mudah. Pria itu menggendong Aricia kemudian meletakkannya ke atas ranjang kasur. Duke juga menyelimuti tubuh Aricia.
Duke pun mengambil bangku kayu kemudian duduk ditepian ranjang kasur yang Aricia tempati. Aricia terlelap sangat pulas kemudian Duke terkejut usai menatap berkas cahaya dari tubuh Aricia. Cahaya yang menyelimutinya dengan perlahan-lahan terang menyilaukan kemudian redam dengan sendirinya.
Duke terkekeh puas usai menatap hal itu. "Apakah ini yang dinamakan Healer terpilih?" tanya Duke menyeringai tipis usai tahu jika kekuatan yang Aricia miliki bahkan bisa menyembuhkannya tanpa Aricia minta sekalipun.
"Kau membuatku semakin ingin memilikimu,"
Aricia bangun di esok paginya. Ia merasakan tubuhnya lebih bugar kemudian panel kembali muncul. Aricia menghela napas mengenai proses pemulihan akibat kelelahan psikis. Aricia tertawa sendiri karena ternyata dirinya mengalami dampak dari stres dan frustasi itu. "Rasanya ini konyol," gumam Aricia sendiri. Saat Aricia menurunkan kedua kakinya di lantai kayu, masih duduk di pinggiran ranjang kasur. Ia terperanjat mendapati Duke sedang duduk di bangku depan meja riasnya bahkan tengah membaca secarik kertas yang tengah ia pegang. "Duke, kenapa Anda di sini?" tanya Aricia heran. Pria itu tak menjawab namun beranjak berdiri sembari menyerahkan secarik kertas itu pada Aricia. "Tampaknya ratu dari kerajaanmu ingin bertemu," ucap Duke. Aricia meraih secarik kertas itu, ditulis secara resmi oleh seorang wanita. Tulisan yang memberi perintah untuk Aricia menghadapnya secara formal, belum lagi lambang cap bunga plumeria di ujung secarik kertas itu. Aricia menghela napas cukup panjang. "Tiga
[Plumeria, Kerajaan Para Healer]Pemberitahuan muncul dari pandangan Aricia saat tiba di depan sebuah istana megah serba permata hijau. Aricia menuruni anak tangga dari kereta kuda namun sebuah tangan dengan sigap menangkap dengan gentleman. Aricia melirik ketus Duke yang rupanya berusaha membantu Aricia menuruni tangga."Aku bisa sendiri," ketus Aricia garang. Duke Si Wajah datar menatap Aricia dengan dingin. Ia menunduk sedikit agar setara dengan telinga Aricia. "Perbaiki perkataanmu, Healer," peringatnya. Suara nan dingin dan penuh ancaman itu berhasil membuat bulu kuduk Aricia meremang. "Aricia Gracewill, Selamat datang kembali di Plumeria," ucap seorang Pria berzirah yang mendatangi Aricia. [Ksatria Rever Francieli, Ksatria suci dari Plumeria]Panel pemberitahuan itu muncul dan Pria itu menarik perhatian Aricia seperti seorang tokoh novel romansa remaja. Pria yang jadi tipikal madu menarik perhatian. Pria yang tampan rupawan dan ramah, tentu saja pandai bergaul. Pria itu menda
"Yang Mulia, Anda pasti bercanda?" cecar Aricia dengan membelalakkan kedua mata rubynya. Kedua tangannya tampak meremat ujung gaun merah marunnya itu. Aricia sebenarnya tidak tahu tapi perintah Ratu akan mengharuskannya menjauh dari Duke Ashkings, Pria Datar nan menyebalkan itu.Ratu menatap Aricia dengan tatapan tak suka. Ia memicingkan kedua mata hijau cerahnya itu. "Apa kau keberatan mengemban tugas ini?" Ratu bertanya dengan nada ketus. Aricia mengatupkan sepasang bibirnya. Ia tak mungkin terus terang mengatakan jika saat ini tengah terikat janji dengan Duke namun Aricia memikirkan siasat lain. Sebenarnya melarikan diri dari Duke Datar itu tidak buruk juga, batin Aricia. "Sebenarnya hamba sedang bekerja dengan Duke, beberapa misi yang menerima bayaran besar," ucap Aricia beralasan, sebenarnya penasaran dengan tanggapan Sang Ratu. "Jadi kau membantahku?" tanya Ratu Clara bernada sinis.Terlalu subjektif dengan menggunakan ku daripada kami, batin Aricia menimbang. Ratu jelas-jela
Seharian ini Aricia dijemur dibawah terik matahari usai berlari mengelili lapangan latihan. Aricia kelelahan karena pelatihan yang diberikan dari Duke ini lumayan menyiksa raganya yang lemah. Aricia memelankan tempo berlarinya namun dengan segera Duke yang berlari santai di sebelahnya memukur betis Aricia menggunakan sarung pedangnya."Bagaimana kau bisa lari dari terkaman hewan buas jika lelet seperti ini?" sindir Duke Victor yang tampak tidak kelelahan, padahal sudah ikut berlari degan Aricia sejak pagi. Aricia menggeleng karena ia merasa kelelahan kemudian Aricia menghentikan langkahnya. "Duke, aku lelah," ucap Aricia dengan napas tersengalnya. Duke memiringkan kepalanya kemudian mendekati Aricia. Ia mengulurkan tangannya pada Aricia, semula Aricia mengira jika Duke hendak membantunya berjalan karena Aricia merasakan kedua kakinya mulai terik dan tak seimbang.Benar saja, saat itu pula kedua pijakan Aricia tak seimbang dan sebelum ia jatuh, Duke lebih dulu menangkap tubuhnya. Ari
"Aku tidak perduli! persetanan dengan penyembuhan!""Tunggu saja kau Ular sialan!" Aricia mengendap-endap keluar dari mulut gua. Ia memengang gagang pedang yang berhasil ia ambil dari gua misterius ini. Aricia tidak tahu cara bertarung namun yang pasti tekat bertahan hidupnya begitu tinggi, tiba-tiba bayang-bayang kematiannya dulu terbesit. Langkah Aricia yang semula mantap jadi ragu. Aricia berlindung dibalik sebuah batu besar usai melihat Ular itu baru saja melahap seekor sapi betina. "Astaga, astaga, astaga, aku bisa mati instan lagi, masa aku mau mati kedua kalinya," gumam Aricia menahan suaranya.Aricia mengatur napasnya yang menderu karena panik. Aricia sampai berkeringat dingin karena Ular besar itu tampak menyeramkam. "Aku tak mau mati lagi, jadi aku harus melawan," gumam Aricia lagi.[Pedang Asvaldr ingin membuat kontrak dengan Player]"Apa? aku tak mengerti," gumam Aricia heran, pasalnya panel misterius tiba-tiba muncul di depannya.Sang Pedang yang Aricia pegang juga bers
"Seperti pesan Duke Victor, jangan membuatnya malu," ucap Davis memperingati. Pria muda itu menyodorkan peti berisi gaun yang mahal pada Aricia. Tak lama Davis tampak terdiam memerhatikan Aricia. "Kau ... atau perasaanku saja? tubuhmu lebih kurus dari sebelumnya," celetuk Davis. Aricia tersentak kaget. "Ini ... perasaanmu saja," sahut Aricia. Ia pun menyambar gaun itu dari Davis. "Aku harus bergegas agar Duke tidak marah lagi," ucap Aricia kemudian menutup pintu rapat-rapat. Aricia buru-buru menatap cermin. Ia membuka pakaiannya, kenyataannya ia bukan jadi kurus melainkan lebih ramping dengan beberapa bagian otot lengan yang terbentuk. "Hm, memang rasanya tubuhku lebih ringan," gumam Aricia. Aricia segera menggeleng usai mendengar lonceng dari gerbang mansion berbunyi, menandakan para tamu undangan mulai berdatangan. Aricia buru-buru berganti pakaian dan mengikat ekor kuda rambut hitam panjang bergelombangnya. Aricia memakai gaun panjang berwarna merah tua dengan permata hijau yan
"Memangnya lucu menjadikan perasaan orang lain sebagai mainan?" tanya Aricia pada dirinya sendiri. Ia menatap pantulan dirinya dari air kolam itu. Air yang mengalir tenang dari patung naga yang mengeluarkan air pancuran. Aricia menghela napas cukup panjang kemudian menatap sendu dirinya sendiri. "Jatuh cinta katamu? jangan bercanda," gumam Aricia seorang diri. Ia mengepalkan kedua tangannya untuk meredam rasa emosionalnya di sana.Sepasang mata biru menangkap sosok Aricia yang duduk seorang diri di pinggiran kolam. Duke Victor Frederic Ashkings hanya menatap Gadis itu dari kejauhan, ia tak memasang ekspresi pada wajah rupawannya itu. Ia memutuskan berjalan mendekati Aricia yang saat itu hanya meratapi dirinya."Kau yang terburuk Duke," sahut Aricia yang ternyata menyadari kedatangan Duke. "Ini kesepakatan yang saling menguntungkan antara kau dan aku," ucap Duke. Aricia menoleh pada Duke dengan tatapan nanar dan murkanya. "Menjadikanku sebagai kekasihmu? kau sangat tak mengerti cin
"Cukup, perang dimenangkan oleh kita," ucap Duke. Aricia menoleh menatap Duke Victor dengan tatapan sendunya. "Aku ... aku akan mengobatimu," ucap Aricia sembari meraih tangan Duke.Duke Victor heran, bahkan ia tak menyadari jika ia sudah terluka dibagian tangannya. Bagi Duke luka ini tak seberapa. Ia pun hanya menatap Aricia yang menyembuhkan lukanya, setelah itu Duke mengarahkan tangannya pada puncak kepala Aricia. "Kerja bagus, Healer," ucap Duke sembari menatap Aricia.Aricia mengangguk. "Aku ... akan menyembuhkan yang lainnya," ucap Aricia kemudian menghampiri prajurit-prajurit yang terluka. Ia melakukan tugasnya sebagai healer, namun Aricia menyadari sesuatu. Luka yang ada tak kunjung menyembuh. Tidak semuanya tapi beberapa Prajurit mulai mengalami gejala yang aneh.[Penyakit baru telah ditemukan : Virus Anggrek][Quest bonus : Penakluk Virus][Ya/Tidak]Kedua mata Aricia membelalak sempurna. Panel misterius muncul di depan kedua matanya sebagai tantangan baru, Aricia tahu han
"Sungguh? bagaimana diriku saat itu?" tanya Victor dengan santai."Anda ... salah satu cara keabadian dari Iblis yang gagal didapatkan," jawab Aricia. "Aricia kau tahu, aku benci dongeng ...," ucap Pria itu segera Aricia sela."Dan aku mencintaimu, di versi apa pun itu!" jerit Aricia sembari memundurkan langkahnya. Kedua matanya membelalak karena menatap hal yang tak dapat ia percayai, ia baru saja mengungkapkan perasaannya karena rasa rindu menghantui dirinya. Aricia terisak sendiri. "Aku menderita karena harus berpisah darimu meskipun semua ini karena kebodohanku," ucap Aricia. Aricia berlutut sembari terus terisak. "Meski kau menipuku, memakai wujud dan rupanya, berbicara dengan suaranya, tapi ... aku ....," ucap Aricia tertahan. Ia menyeka air matanya sendiri. "Kau tetap licik, menggunakan penderitaanku untuk menjebakku Iblis!" bentak Aricia. Wajah Aricia menanggah, ia menatap sosok Victor Katsh Braun yang sedang menyeringai tipis padanya. Bagaimana Aricia baru bisa menyadariny
"Memangnya kenapa?" "Jika benar maka kau tak dapat luput dari hadapanku,""Ya, kenapa?""Demi membuktikan jika dongeng turun temurun itu benar maka jika Healer Gracewill bereinkarnasi maka keluarga Katsh Braun bertanggung jawab atas keselamatannya," "Tidak perlu,""Kalau begitu bagaimana jika kita menikah saja?""Apa katamu?!" kedua mata Aricia melotot sempurna. Sudahlah kembali pada hidup yang tak diinginkan tapi ia dijebak lagi untuk menikah dengan Victor lagi. Sejenak saat itu Aricia terdiam, dia pernah menolak Victor meski bertolak belakang dengan perasaannya. "Beri aku waktu untuk memikirkannya," ucap Aricia. Victor Katsh Braun mengangguk. Ia beranjak berdiri untuk pergi dari ruang perawatan ini. Pria itu sempat menatap Aricia sejenak. Samar-samar benaknya menampilkan kilas sosok wanita yang mirip dengan Aricia meski ia sendiri yakin belum pernah bertemu dengan Aricia. "Tuan Braun?" tanya Aricia menatap Pria yang melamun di hadapannya itu.Victor menggeleng. "Maaf, aku akan p
"Aku mengenalmu, jauh sebelum kau bertemu denganku," ucap Aricia. Perasaannya bergemuruh tentu saja, sosok lelaki yang membuatnya cinta setengah mati dan juga membuat Aricia rela mengorbankan dirinya. Aricia sendiri meragukan arti perasaannya pada Victor tapi saat kehidupan itu ditinggalkan kemudian kembali, justru Victor kembali hadir pada sosok Pria ini.Victor Katsh Braun hanya memandangi Aricia dengan heran. Dia tak kenal Aricia sebelum Erika yang mengenalkan Gadis yang hendak bekerja sebagai perawat neneknya itu. "Jangan menatapku begitu, kau seperti orang patah hati padahal aku baru pertama kali bertemu denganmu," ucap Victor dengan nada dingin meskipun suaranya berat. "Lantas kenapa?!" sahut Aricia menginggikan suaranya. "Kenapa? apakah kau mau uang untuk membalas budi jasamu?" sahut Victor tak mau mengalah. Aricia malah menatap geram Victor. Di dunia yang ia kenal, Victor Frederick Ashkings memanglah pria yang arogan. Seharusnya ia terbiasa tapi ini dunia asalnya. Bagaimana
[Sistem akan melakukan reset pada protagonis]"Eh? apa maksudnya? apakah aku selesai?" tanya Aricia yang bergumam dalam kehampaan itu. Aricia terdiam mendapati dirinya di ruang hampa. Aricia menatap keheningan semua ini. Ia seorang diri kemudian beranjak berdiri. "Aku di mana?" Aricia bergumam seorang diri. Aricia menatap cahaya-cahaya yang berkilau ke sekitarnya kemudian berkumpul membentuk sosok seorang wanita yang bercahaya. Aricia bahkan tak bisa melihat jelas rupa wajahnya. "Siapa kau?" tanya Aricia."Aku selama ini membimbingmu," jawab Wanita itu.Kedua mata Aricia membulat sempurna. "Kaukah Sistem?" Aricia menunjuk Wanita itu. Sang Wanita hanya mengangguk pelan. Sekujur tubuhnya hanyalah cahaya, sampai ia mendekati Aricia kemudian menyentuh pipi kanannya. "Kau memilih Ending yang menyakitkan dirimu sendiri, Aricia." Sang Wanita berucap sembari membelai wajah Aricia. "Kalau begitu, apakah semua orang yang mengenalku sudah melupakanku?" tanya Aricia bernada sendu. Ia memikirkan
"Kalian datang berdua?" Ratu Clara bertanya dengan nada angkuhnya. Ia duduk di singasana hitam, istana yang sudah suram dan banyak monster besar yang menjadi bawahannya. Sekejab mata, Plumeria yang putih sudah jadi gelap. Aricia berdiri di sebelah Victor, Duke yang seharusnya tak perlu bersikap sejauh ini. "Aku berniat mati sendiri, asal kau tahu." Aricia berceletuk sembari tersenyum kecil. "Katakan, bagaimana cara memulihkan semua kekacauan yang kau buat, bedebah!" bentak Aricia yang langsung merubah raut wajahnya.Ratu Clara tertawa terbahak-bahak. Ia menertawakan Aricia yang berani menantang mautnya sendiri. "Clara sudah tiada, aku baru saja melahap habis jiwanya seperti yang ia inginkan ... dia hanya mau kematianmu!" bentak Ratu Clara sembari menuruni singasananya. Aricia langsung waspada. "Victor, aku tak mau kau yang berkorban," tegas Aricia.Duke Victor tertegun mendengar ketangguhan Aricia. Seorang Wanita yang berdiri lebih dulu di depannya bagaikan ksatria yang tangguh. Sek
"Tabib Agung ... Helian memberi sinyal meminta bantuan!" "Victor!" teriak Aricia panik. Ia mengabaikan deretan para bangsawan yang menatap Aricia. Saat itu Aricia merasakan jika tangannya digenggam oleh Tabib Agung Gilovich. Aricia langsung menoleh mendapati wajah cemas dari Pria Tua itu. "Guru, anggaplah aku manusia dari antah berantah ... yang telah siap mati," ucap Aricia tersenyum lembut. Tabib Agung Gilovich menggeleng. "Belati itu masih bisa menyegelnya tapi kekasihmu jadi kunci keabadiannya," sahut Pria itu."Aku tahu, aku tahu." Aricia menurunkan tangan Sang Tabib. "Aku tak akan mengambil takhta, aku tidak tahu apakah aku masih hidup usai berhadapan dengan Ratu kalian ... sebaliknya, carilah garis keturunan yang aku yakin masih ada," perintah Aricia dengan suara mengalun lembutnya. Aricia keluar dari Markas Penyembuh. Ia menghela napas, terasa penat karena semuanya tak kunjung usai. Aricia berhenti di depan gerbang Plumeria. Ia merasakan angin senja berhembus pelan membelai
"Apa yang sedang kau coba katakan?" tanya Aricia. "Berhenti membuatku penasaran.""Aku ... jantung seorang Naga Suci dapat membuat Iblis hidup abadi sekaligus mendapatkan tubuh manusianya," "Apa!" kedua mata Aricia membelalak. Ia mendadak melangkah mundur. Ternyata usaha kerasnya menghunus belati peninggalan Ellis Francielli sebuah kesia-siaan. "Rever tewas untuk harga yang sia-sia," ucap Aricia dengan suara yang bergetar. Penyesalan dan merasakan diri sendiri yang salah menjadi-jadi karena semua itu Aricia berlari keluar dari kediaman Ashkings. "Aricia!" teriak Duke Victor hendak menghentikannya tapi mengurungkan niatnya.Davis yang sejak tadi telah kembali hanya bisa menatap prihatin tuannya itu. "Sire ... alangkah lebih baiknya kita membiarkan Healer menenangkan dirinya, Ksatria Rever orang yang cukup dekat dengan Healer jadi wajar jika dia berduka," ucap Davis. Duke kembali duduk di kursi kayu kemudian menompang dahi dengan kedua tangannya sembari menunduk. "Seharusnya aku kata
Tiga hari seorang Aricia terbaring tak sadarkan diri. Pagi ketika matahari menaiki permukaan angkasa semesta sosok Aricia membuka kedua kelopak matanya. Ia terbangun dengan keadaan tubuh seutuhnya terasa nyeri. Gadis itu mengerang pelan sembari menduduki dirinya. Ia menyibak rambut hitam panjangnya."Seingatku rambutku itu masih pendek?" tanya Aricia seorang diri dengan suara serak paraunya. Tenggorokannya terasa sakit. "Aku haus, butuh air." Aricia berucap sembari beranjak berdiri. Tubuh rampingnya memakai gaun tidur dengan jubah yang menutupi kedua lengan polosnya. Aricia berjalan keluar dari kamarnya. Ia berada di kediaman Ashkings dengan tatapan heran. "Bukannya kediaman ini hancur oleh ulah Ratu Clara," ucap Aricia sendiri. Tak lama ia mendapati Duke tengah menyeduh teh. Aricia tersipu karena Pria itu yang biasanya berpakaian resmi dan formal kini menggunakan kemeja putih yang sebagian lengannya digulung hingga ke sikunya. "Duke ... aku," ucap Aricia tertahan."Oh, iya, selamat
Ratu Clara tiba di istana dengan wajah masamnya. Seisi istana masih belum menyadari jika Sang Ratu sudah terpengaruh oleh iblis termasuk Ksatria Rever. Ratu tiba menatap Ksatrianya yang sibuk karena penyeranga diseluruh penjuru kota yang ada di Plumeria. Pria itu langsung mendatangi Ratu kemudian menggengam tangannya."Ya Tuhan, kemana saja Anda sedari tadi yang mulia?" tanya Ksatria Rever dengan cemas.Ratu Clara sudah buta mengenali segalanya. Selain perasaan benci yang teramat sangat dengan Aricia. "Apakah kau mencemaskanku?" tanya Ratu Clara.Pria itu mengangguk kemudian mendekap Sang Ratu. "Clar bagaimana bisa aku tidak mencemaskanmu sementara Sang Iblis di luar sana sudah mulai memporak-porandakan Plumeria?" Ksatria Rever berbalik melontarkan pertanyaan dengan senyuman hangatnya. "Apa yang sudah kau lakukan?" celetuk Ratu Clara sembari menepis tangan Ksatria Rever. Ia mengamuk tanpa sebab sembari mengayunkan kedua tangannya yang telah berupa cakaran tajam. Ratu Clara yang kehil