“Ini antidote, isinya air dengan campuran darahku, yang katanya bisa memurnikan dan aku bertaruh benda ini bisa melawan mereka.”"Tenanglah, lebih baik mati mencoba dari pada tidak sama sekali," ucap Aricia.“Cukup menduga-duganya, kau benar-benar gila!" bentak Duke. Aricia tersenyum simpul. “Baiklah kalau begitu aku akan jadi orang pertama yang menguji cobanya," ucap Aricia sembari beranjak berdiri. Kedua mata Duke membelalak sempurna. Sontak, ia tarik tangan Gadis bermata ruby itu. Perasaan terdalamnya tidak rela melihat Aricia berbuat nekat, ia tak mau Aricia dalam bahaya. "Apa yang ada dikepalamu, Aricia?!" tanya Duke berbarengan membentaknya.Aricia mematung, ini kali pertamanya Duke menyebut namanya bukan memanggilnya sebagai 'Healer' karena itu Aricia mengulas senyuman simpul. "Aku hanya mencoba membuktikan ucapanku," sahut Aricia. "Kalau begitu, kau pergi bersamaku," putus Duke. Belum usai Aricia hendak memberontak keputusan Duke. Pria itu menggengamnya erat. Aricia menata
Bunyi burung-burung bersiul pada pagi hari yang cerah. Aricia terbangun dibesok harinya, ia merasakan sekujur tubuhnya terasa pegal. Aricia mengucek kedua matanya kemudian beranjak berdiri dari ranjang kasurnya.Aricia menghela napas cukup panjang kemudian dia menyanggul seluruh rambut hitam panjangnya itu. Aricia membasuh wajahnya kemudian berkumur-kumur. "Tidak ada sikat gigi di zaman ini," gumam Aricia. Pikirannya mencari-cari akal namun buntu, akhirnya Aricia menggunakan buku apokrifa demi mendapatkan jawabannya.Ia duduk di pinggir ranjang kasur kemudian membuka buku itu. "Aku ingin tahu apa yang mereka gunakan untuk membersihkan gigi," ucap Aricia.Apokrifa memberi jawaban berupa tulisan yang muncul dari halaman buku. Aricia membawa berbagai alat yang digunakan untuk membersihkan diri, ternyata setiap kerajaan punya ciri khasnya sendiri. Helian menggunakan semacam kuas dari tumbuhan siwak, Plumeria sendiri lebih maju dengan membuat kuas seperti sikat kecil mirip sikat gigi dari
Tanpa adanya perbincangan, makan malam saat ini sunyi oleh suara manusia namun dentingan garpu dan sendok memenuhi riuhnya keheningan. Aricia dipaksa makan malam bersama Duke, meski saat ini Aricia hanya merasakan makan malam yang nuansa dingin. Secara tiba-tiba melalui pesan yang disampaikan dari Davis, seorang Duke Victor yang senantiasa sibuk hendak makan malam bersamanya, alhasil Aricia harus berpakaian rapi, bersiap-siap dengan cantik dan tentu saja melakukan mandi dengan rendaman rempah yang wangi.Aricia memandangi Duke yang sedang memotong daging asapnya dengan elegan. Ya, Pria itu memang anggun dalam tindakan kesehariannya sebagai bangsawan terhormat tapi ia cukup begis di medan perang. Aricia tahu dari desas-desus disekitaran mansion jika tuan pemilik mansion ini tak sengan-segan memenggal pengkhianat yang tinggal di tempat ini bahkan kabarnya Duke pernah kembali ke mansion membawa gagang pedang yang masih terdapat tangan seseorang.Aricia mendadak gugup kala Duke membalas t
"Apa ... apa yang sudah kau lakukan!" kedua mata Aricia membelalak dengan wajahnya yang merah seperti kepiting rebus. Aricia masih tak menyangka jika Duke melayangkan ciuman padanya, apalagi wajah Pria berambut pirang itu masih sama datarnya. Aricia jadi kesal karena itu ciuman pertamanya. Aricia memalingkan wajahnya karena kesal. "Kau mencuri ciuman pertamaku!" "Kalau begitu, aku merasa terhormat," sahut Duke. "Kau benar-benar gila," cibir Aricia. Duke melirik Aricia yang salah tingkah dan marah padanya, menurutnya Aricia menggemaskan. "Kau bisa mengatakan semua yang kau mau padaku," ucap Duke."Kau melakukannya dengan sengaja karena bercanda,""Aku menghargai setiap usaha kerasmu, setiap keinginanmu dan sikapmu yang bergerak mendahulukan orang lain daripadamu, sehingga aku anggap ... aku menyukaimu," Bunyi kembang api memecahkan keheningan lagi, sorak rakyat dan warna-warni kembang api di gelapnya malam. Festival indah ini dan malam ini, Aricia malah disuguhkan dengan ucapan Du
"Sebenarnya aku kesal karena serangga-serangga itu menganggu kencan kita," ucap Duke."Aku masih tidak habis pikir denganmu, Victor," celetuk Aricia dengan mendengkus kesalnya. Duke langsung meraih pinggang Aricia agar mendekatinya, ia menghirup cerukan leher mulus Aricia sembari berbisik. "Ini tugasku untuk melindungi rakyatku sementara tugasmu mendukungku." Duke berbisik.Aricia meremang, ia buru-buru menghindari Duke. "A-apa maksudmu?" elak Aricia. "Tugasku juga untuk membasmi serangga-serangga itu," sahut Aricia tak terima, karena ini Quest yang harus ia selesaikan demi menghindari pinalti yang buruk."Aricia ... berdirilah dibelakang, sembuhkan yang terluka dan berlindung," ucap Duke sembari menghadang gerombolan Serangga yang menyerbu. Duke Victor, keturunan dari naga api suci. Tidak ada yang tahu asal-usul kekuatan suci itu berakhir padanya namun kabarnya Duke terdahulu memiliki asmara dengan salah seorang keturunan Naga Api Suci kemudian berakhir memiliki anak haram, dia ada
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu?" tanya Aricia sendu sendiri. Ia mengambil kain di dahi Duke kemudian kembali merendamnya pada air dingin namun sebelum itu Duke mendekati pria yang pulas itu.Aricia mendekatkan dahinya pada dahinya Duke. "Panasnya sudah reda," ucap Aricia. "Kenapa kau menempeli wajahmu padaku?""Wuah!" Aricia terperanjat kaget sampai ia melompat mundur. Aricia heran menatap Duke yang menduduki dirinya diranjang sembari memengangi kepalanya. Pria itu mengeram sexy dengan suara serak khas bangun tidur. Aricia menegak salivanya sendiri sembari meletakkan kain kompresnya. "A-aku akan siapkan sarapan," ucap Aricia buru-buru keluar dari kamar Duke. Aricia memang meracau, Duke yang mendengar ucapan Aricia yang hendak membuatkan sarapan untuknya hanya bisa terkekeh seorang diri. "Dasar Healer yang payah," gumamnya. Pria itu pun kembali merebahkan dirinya sembari menatap langit-langit kamarnya itu.Ia teringat lagi kejadian yang lalu. Ia melihat sendiri Aricia menguarka
“Baik, Alphonse ... Aku ingin memberikan berkas laporan dari Duke Victor karena ia berhalangan hadir, Duke sedang sakit.”“Terima kasih sudah bekerja keras atas misimu Aricia.”“Bukan masalah Alphonse, juga demi kesetiaanku terhadap Duke.”Alphonse mendadak membuka kedua matanya dan menatap Aricia yang berdiri tak jauh darinya. “Boleh kuminta sesuatu?”“Apa itu?”“Kemarilah ...,"“Kemarilah," ucap sang Pangeran sembari beranjak duduk. Dia menepuk-nepuk bangku yang kosong disampingnya. Memerintah Aricia untuk duduk disana.Aricia pun mengikuti permintaan sang Pangeran. Dia duduk disana, kemudian sepasang iris violet Aricia terkejut ketika Alphonse Caleum membaringkan kepalanya diatas sepasang paha Aricia yang terduduk. “A-ah ... uhm ... Y-yang mulia?” Gugup Aricia.Pangeran Alphonse malah merebahkan dirinya dengan santai, dia kembali memejamkan kedua kelopak matanya. “Cuaca hari ini bagus bukan?” tanya Pangeran Muda itu kepada Aricia.Aricia membungkam, tindakan seperti ini tidaklah p
"Dengan membiarkannya kembali ke Helian, kau pikir ini bukan penghinaan bagiku?" "Aku sungguh tak menyangka, bangsawan rendahan itu berani menghinaku!" Ratu Clara yang cantik jelita itu menampaki raut wajah aslinya yang begis. Ia murka seorang diri di dalam ruangannya yang mewah dan bergemilang harta itu. Ia berbicara dengan cermin yang memantulkan bayangan dirinya. "Rever bahkan juga jatuh cinta padanya, sekarang Duke dingin dari Utara Helian itu pun sama, padahal apa bagusnya Tikus Got itu!" bentak Ratu Clara murka. "Yang Mulia, hamba melaporkan ... hari ini Healer Gracewill baru saja mendatangi Istana Helian," ucap Suara Seseorang dari luar pintu ruangannya. Pranggg! Ratu Clara melempar gelas kaca yang semula terletak di atas nakas meja. Napasnya menderu dan dadanya naik turun usai mendengar laporan itu. Ia bahkan diam-diam menyuruh orang suruhannya mengawasi Aricia dan kini Ratu Clara semakin dengki karena Istana Helian mengundang Aricia, ia tahu jika Aricia begitu dihargai
"Sungguh? bagaimana diriku saat itu?" tanya Victor dengan santai."Anda ... salah satu cara keabadian dari Iblis yang gagal didapatkan," jawab Aricia. "Aricia kau tahu, aku benci dongeng ...," ucap Pria itu segera Aricia sela."Dan aku mencintaimu, di versi apa pun itu!" jerit Aricia sembari memundurkan langkahnya. Kedua matanya membelalak karena menatap hal yang tak dapat ia percayai, ia baru saja mengungkapkan perasaannya karena rasa rindu menghantui dirinya. Aricia terisak sendiri. "Aku menderita karena harus berpisah darimu meskipun semua ini karena kebodohanku," ucap Aricia. Aricia berlutut sembari terus terisak. "Meski kau menipuku, memakai wujud dan rupanya, berbicara dengan suaranya, tapi ... aku ....," ucap Aricia tertahan. Ia menyeka air matanya sendiri. "Kau tetap licik, menggunakan penderitaanku untuk menjebakku Iblis!" bentak Aricia. Wajah Aricia menanggah, ia menatap sosok Victor Katsh Braun yang sedang menyeringai tipis padanya. Bagaimana Aricia baru bisa menyadariny
"Memangnya kenapa?" "Jika benar maka kau tak dapat luput dari hadapanku,""Ya, kenapa?""Demi membuktikan jika dongeng turun temurun itu benar maka jika Healer Gracewill bereinkarnasi maka keluarga Katsh Braun bertanggung jawab atas keselamatannya," "Tidak perlu,""Kalau begitu bagaimana jika kita menikah saja?""Apa katamu?!" kedua mata Aricia melotot sempurna. Sudahlah kembali pada hidup yang tak diinginkan tapi ia dijebak lagi untuk menikah dengan Victor lagi. Sejenak saat itu Aricia terdiam, dia pernah menolak Victor meski bertolak belakang dengan perasaannya. "Beri aku waktu untuk memikirkannya," ucap Aricia. Victor Katsh Braun mengangguk. Ia beranjak berdiri untuk pergi dari ruang perawatan ini. Pria itu sempat menatap Aricia sejenak. Samar-samar benaknya menampilkan kilas sosok wanita yang mirip dengan Aricia meski ia sendiri yakin belum pernah bertemu dengan Aricia. "Tuan Braun?" tanya Aricia menatap Pria yang melamun di hadapannya itu.Victor menggeleng. "Maaf, aku akan p
"Aku mengenalmu, jauh sebelum kau bertemu denganku," ucap Aricia. Perasaannya bergemuruh tentu saja, sosok lelaki yang membuatnya cinta setengah mati dan juga membuat Aricia rela mengorbankan dirinya. Aricia sendiri meragukan arti perasaannya pada Victor tapi saat kehidupan itu ditinggalkan kemudian kembali, justru Victor kembali hadir pada sosok Pria ini.Victor Katsh Braun hanya memandangi Aricia dengan heran. Dia tak kenal Aricia sebelum Erika yang mengenalkan Gadis yang hendak bekerja sebagai perawat neneknya itu. "Jangan menatapku begitu, kau seperti orang patah hati padahal aku baru pertama kali bertemu denganmu," ucap Victor dengan nada dingin meskipun suaranya berat. "Lantas kenapa?!" sahut Aricia menginggikan suaranya. "Kenapa? apakah kau mau uang untuk membalas budi jasamu?" sahut Victor tak mau mengalah. Aricia malah menatap geram Victor. Di dunia yang ia kenal, Victor Frederick Ashkings memanglah pria yang arogan. Seharusnya ia terbiasa tapi ini dunia asalnya. Bagaimana
[Sistem akan melakukan reset pada protagonis]"Eh? apa maksudnya? apakah aku selesai?" tanya Aricia yang bergumam dalam kehampaan itu. Aricia terdiam mendapati dirinya di ruang hampa. Aricia menatap keheningan semua ini. Ia seorang diri kemudian beranjak berdiri. "Aku di mana?" Aricia bergumam seorang diri. Aricia menatap cahaya-cahaya yang berkilau ke sekitarnya kemudian berkumpul membentuk sosok seorang wanita yang bercahaya. Aricia bahkan tak bisa melihat jelas rupa wajahnya. "Siapa kau?" tanya Aricia."Aku selama ini membimbingmu," jawab Wanita itu.Kedua mata Aricia membulat sempurna. "Kaukah Sistem?" Aricia menunjuk Wanita itu. Sang Wanita hanya mengangguk pelan. Sekujur tubuhnya hanyalah cahaya, sampai ia mendekati Aricia kemudian menyentuh pipi kanannya. "Kau memilih Ending yang menyakitkan dirimu sendiri, Aricia." Sang Wanita berucap sembari membelai wajah Aricia. "Kalau begitu, apakah semua orang yang mengenalku sudah melupakanku?" tanya Aricia bernada sendu. Ia memikirkan
"Kalian datang berdua?" Ratu Clara bertanya dengan nada angkuhnya. Ia duduk di singasana hitam, istana yang sudah suram dan banyak monster besar yang menjadi bawahannya. Sekejab mata, Plumeria yang putih sudah jadi gelap. Aricia berdiri di sebelah Victor, Duke yang seharusnya tak perlu bersikap sejauh ini. "Aku berniat mati sendiri, asal kau tahu." Aricia berceletuk sembari tersenyum kecil. "Katakan, bagaimana cara memulihkan semua kekacauan yang kau buat, bedebah!" bentak Aricia yang langsung merubah raut wajahnya.Ratu Clara tertawa terbahak-bahak. Ia menertawakan Aricia yang berani menantang mautnya sendiri. "Clara sudah tiada, aku baru saja melahap habis jiwanya seperti yang ia inginkan ... dia hanya mau kematianmu!" bentak Ratu Clara sembari menuruni singasananya. Aricia langsung waspada. "Victor, aku tak mau kau yang berkorban," tegas Aricia.Duke Victor tertegun mendengar ketangguhan Aricia. Seorang Wanita yang berdiri lebih dulu di depannya bagaikan ksatria yang tangguh. Sek
"Tabib Agung ... Helian memberi sinyal meminta bantuan!" "Victor!" teriak Aricia panik. Ia mengabaikan deretan para bangsawan yang menatap Aricia. Saat itu Aricia merasakan jika tangannya digenggam oleh Tabib Agung Gilovich. Aricia langsung menoleh mendapati wajah cemas dari Pria Tua itu. "Guru, anggaplah aku manusia dari antah berantah ... yang telah siap mati," ucap Aricia tersenyum lembut. Tabib Agung Gilovich menggeleng. "Belati itu masih bisa menyegelnya tapi kekasihmu jadi kunci keabadiannya," sahut Pria itu."Aku tahu, aku tahu." Aricia menurunkan tangan Sang Tabib. "Aku tak akan mengambil takhta, aku tidak tahu apakah aku masih hidup usai berhadapan dengan Ratu kalian ... sebaliknya, carilah garis keturunan yang aku yakin masih ada," perintah Aricia dengan suara mengalun lembutnya. Aricia keluar dari Markas Penyembuh. Ia menghela napas, terasa penat karena semuanya tak kunjung usai. Aricia berhenti di depan gerbang Plumeria. Ia merasakan angin senja berhembus pelan membelai
"Apa yang sedang kau coba katakan?" tanya Aricia. "Berhenti membuatku penasaran.""Aku ... jantung seorang Naga Suci dapat membuat Iblis hidup abadi sekaligus mendapatkan tubuh manusianya," "Apa!" kedua mata Aricia membelalak. Ia mendadak melangkah mundur. Ternyata usaha kerasnya menghunus belati peninggalan Ellis Francielli sebuah kesia-siaan. "Rever tewas untuk harga yang sia-sia," ucap Aricia dengan suara yang bergetar. Penyesalan dan merasakan diri sendiri yang salah menjadi-jadi karena semua itu Aricia berlari keluar dari kediaman Ashkings. "Aricia!" teriak Duke Victor hendak menghentikannya tapi mengurungkan niatnya.Davis yang sejak tadi telah kembali hanya bisa menatap prihatin tuannya itu. "Sire ... alangkah lebih baiknya kita membiarkan Healer menenangkan dirinya, Ksatria Rever orang yang cukup dekat dengan Healer jadi wajar jika dia berduka," ucap Davis. Duke kembali duduk di kursi kayu kemudian menompang dahi dengan kedua tangannya sembari menunduk. "Seharusnya aku kata
Tiga hari seorang Aricia terbaring tak sadarkan diri. Pagi ketika matahari menaiki permukaan angkasa semesta sosok Aricia membuka kedua kelopak matanya. Ia terbangun dengan keadaan tubuh seutuhnya terasa nyeri. Gadis itu mengerang pelan sembari menduduki dirinya. Ia menyibak rambut hitam panjangnya."Seingatku rambutku itu masih pendek?" tanya Aricia seorang diri dengan suara serak paraunya. Tenggorokannya terasa sakit. "Aku haus, butuh air." Aricia berucap sembari beranjak berdiri. Tubuh rampingnya memakai gaun tidur dengan jubah yang menutupi kedua lengan polosnya. Aricia berjalan keluar dari kamarnya. Ia berada di kediaman Ashkings dengan tatapan heran. "Bukannya kediaman ini hancur oleh ulah Ratu Clara," ucap Aricia sendiri. Tak lama ia mendapati Duke tengah menyeduh teh. Aricia tersipu karena Pria itu yang biasanya berpakaian resmi dan formal kini menggunakan kemeja putih yang sebagian lengannya digulung hingga ke sikunya. "Duke ... aku," ucap Aricia tertahan."Oh, iya, selamat
Ratu Clara tiba di istana dengan wajah masamnya. Seisi istana masih belum menyadari jika Sang Ratu sudah terpengaruh oleh iblis termasuk Ksatria Rever. Ratu tiba menatap Ksatrianya yang sibuk karena penyeranga diseluruh penjuru kota yang ada di Plumeria. Pria itu langsung mendatangi Ratu kemudian menggengam tangannya."Ya Tuhan, kemana saja Anda sedari tadi yang mulia?" tanya Ksatria Rever dengan cemas.Ratu Clara sudah buta mengenali segalanya. Selain perasaan benci yang teramat sangat dengan Aricia. "Apakah kau mencemaskanku?" tanya Ratu Clara.Pria itu mengangguk kemudian mendekap Sang Ratu. "Clar bagaimana bisa aku tidak mencemaskanmu sementara Sang Iblis di luar sana sudah mulai memporak-porandakan Plumeria?" Ksatria Rever berbalik melontarkan pertanyaan dengan senyuman hangatnya. "Apa yang sudah kau lakukan?" celetuk Ratu Clara sembari menepis tangan Ksatria Rever. Ia mengamuk tanpa sebab sembari mengayunkan kedua tangannya yang telah berupa cakaran tajam. Ratu Clara yang kehil