Home / Romansa / Hatimu Bukan Sebongkah Batu / 39. Mendengar dari Dua sisi

Share

39. Mendengar dari Dua sisi

last update Last Updated: 2021-05-22 16:23:05
Senyum Mimi menghilang. Dia tahu Dayinta galau. Bagaimana bisa Ricky menyukai dirinya. Dayinta dan Ricky itu bagai langit dan bumi jaraknya. Seperti utara dan selatan yang tidak pernah bisa ketemu. Tapi siapa yang tahu misteri hati dan cinta.

Dayinta cewek yang kuat, penuh semangat, pemberani, dan tangguh. Ricky, dia cowok yang tidak terkesan macho, rada ngalem, selengekan, tapi setia kawan dan perhatian. Justru kesannya Dayinta lebih macho dari Ricky.

"Day, Ricky baik, kan? Selama ini dia care, tulus, dan ga lelah bantuin kamu dan aku. Kurasa dia serius dengan cintanya. Pikirkan deh, untuk terima dia." Mimi menyampaikan apa yang ada di pikirannya.

"Kamu yang bener saja." Dayinta menyahut. Bagaimana bisa dia menerima Ricky kalau hatinya masih nyangkut sama Allan? Meskipun benar, Dayinta sadar, Allan tidak akan melihat padanya, karena pria dingin itu cinta Mimi, bukan berarti dia lalu dengan gampang menerima Ricky.

"Bisa dicoba, Day." Mimi membujuk Dayinta.

"Beli baju bisa dic
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   40. Penemuan Ricky

    Hati Ricky tidak bisa tenang sejak dia melihat Nehan bersama seorang gadis di dalam mobil tadi. Dia harus memastikan bahwa pikirannya tentang Nehan salah. Gadis yang bersama Nehan bukan siapa-siapa, hanya teman saja. Kebetulan, ada teman Ricky yang tinggal satu tempat kos dengan Nehan. Jadi Ricky memutuskan pergi ke sana untuk mendapat informasi tentang Nehan. "Hei, tumben kamu ke sini. Ada perlu apa?" sambut teman Ricky begitu Ricky sampai di tempat kosnya. "Suntuk aja, Man. Tugas lagi penuh, pingin refreshing." Ricky menepuk bahu Diman. Diman mengajak Ricky masuk ke kamarnya. "Tugas banyak itu dikerjakan. Kok malah maunya nyantai." "Kamu lagi kerja tugas?" tanya Ricky. Mereka sudah di dalam kamar. "Nggak. Lagi nonton." Tanpa merasa bersalah Diman menjawab. "Sialan! Kirain kamu kerja tugas!" Bukan lagi menepuk, Ricky menonjok lengan Diman. "Adauhh!!" Diman sedikit berteriak karena sakit juga lengannya. Ricky ngakak. "Tapi kebetulan dong, aku ikutan deh, nonton. Film apa?" R

    Last Updated : 2021-05-23
  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   41. Kembali Merasa Curiga

    Sementara makan, suasana antara Ricky dan Dayinta sedikit kaku. Sangat beda dari biasanya. Yang umum terjadi kalau mereka ketemu keributan muncul. Tapi kali ini seolah keduanya tenggelam dalam dunia masing-masing. "Enak banget. Kamu mau nambah, ga?" Ricky memecah kesunyian di antara mereka. "Oh? Eh, nggak, deh. Udah kenyang aku. Kamu kalau mau nambah ya silakan aja." Dayinta menyahut. Dia melanjutkan menghabiskan sisa makanannya yang tinggal tiga suap. "Baiklah. Kamu ga usah galau. Mimi pasti baik-baik. Kita akan jaga dia. Oke?" Ricky menenangkan Ricky. Itu yang Ricky pikirkan. Dayinta resah karena kabar yang Ricky sampaikan. Dayinta sedikit lega, Ricky tidak curiga kalau dia gelisah justru karena penyataan cinta Ricky beberapa hari lalu. Dayinta menunggu apakah Rikcy berniat akan mengatakan lagi, meyakinkan Dayinta tentang hatinya atau dia memilih mundur dan tetap bersahabat saja. Tidak lama setelah itu, mereka pun pulang. Sampai di tempat kos, Dayinta langsung mencari Mimi. Dia

    Last Updated : 2021-05-25
  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   42. Bertemu Lagi

    Mata Mimi dan Allan bertemu. Mimi merasa sangat gugup. Terakhir mereka bersama di rumah, Allan sangat marah pada Mimi. Bahkan dia mulai masuk ke pertapaan lagi. Dia tidak mau memberi Mimi kesempatan bicara. Sampai sekarang komunikasi mereka putus. Dan, di pameran ini mereka baru bertemu lagi. "Fotonya sangat bagus, Kak. Aku suka." Sedikit bergetar suara Mimi. "Hm. Kamu apa kabar?" Allan berkata dengan nada datar. Tidak ada senyum di sana. "Aku, baik. Ya ..." Mimi merasa kikuk dan canggung. Jika diingat saat-saat bersama yang menyenangkan, kini mereka seperti tidak saling kenal begini, aneh sekali. "Oke," ujar Allan. Dia tetap terlihat tampan, meski dingin sikapnya. Allan memandang Mimi. Dia sangat rindu gadis itu. Dia ingin kembali bisa punya saat berdua lagi, seperti ketika Mimi masih di rumah. "Ehmm, kamu ga ingin ..." "Allan!" Seseorang menepuk bahu Allan. Allan menoleh pada pria itu. Pembicaraan mereka terputus. Pria itu datang dengan seorang wanita cantik, modis, dan anggun

    Last Updated : 2021-05-27
  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   43. Apa yang Terjadi?

    Wajah Allan masih memandang lurus pada Velia. Dia menghela napasnya dan meneguk tiga kali isi cangkirnya. "Di mana kalian bertemu?" Tidak ada jawaban dari Allan membuat Velia bertanya lagi. "Di pameran, kemarin." Suara Allan pelan, tidak gembira sama sekali. "Bersama kekasihnya?" tanya Velia memastikan jika itu yang membuat Allan semakin galau. "Aku tidak tahu. Dia sedang berdiri memandang foto yang aku sertakan di lomba. Sendirian. Hanya say hello, lalu Dalton memanggilku bertemu Andini." Allan meletakkan cangkirnya. Velia memandang Allan. Tidak ada yang terjadi. Allan hanya terbawa perasaannya sendiri. Dia pasti sangat merindukan Mimi. Velia tahu, hati Allan mulai dalam menyayangi Mimi. Tetapi kenyataan tidak berpihak padanya. "Lan, tetap jadilah kakak buat Mimi. Tidak apa-apa jika dia tidak bisa bersama kamu sebagai ..." "Ga usah bicara, Ma. Aku tahu." Allan berdiri. Dia tidak menghabiskan sarapannya. Dengan sedikit kesal Allan berjalan kembali masuk ke kamarnya. Velia mende

    Last Updated : 2021-05-27
  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   44. Lakukan dengan Benar!

    Ricky mengucek matanya. Itu kenapa pakai peluk dan cipika cipiki gitu? Setahu Ricky, sama Mimi juga Nehan nggak begitu. Ada yang aneh. Nehan dan cewek itu duduk berdua. Dekat, mata mereka saling pandang, tersenyum. Sesekali Nehan menepuk pipinya, lalu ci cewek juga memegang tangan Nehan. Ricky menoleh ke jam dinding, hampir jam delapan malam. Peraturan di kos ini kalau terima tamu cewek hanya sampai jam delapan. Ricky tiba-tiba ada ide. Apa reaksi Nehan kalau melihat Ricky muncul dan memergoki dia dengan cewek itu? "Man, aku balik, ya?" Cepat-cepat Ricky mengambil jaketnya yang tergantung di sandaran kursi di dekatnya. "Pulang? Udah selesai memata-matai?" ujar Diman heran. "Ada, deh. Aku cabut." Ricky keluar kamar Diman. Dia berjalan ke arah halaman rumah itu. Bagusnya dia parkir motornya di dekat teras. Mau tidak mau dia akan mendekat pada dua makhluk yang terlihat happy itu. Begitu sampai di dekat motornya, Ricky menoleh ke arah teras. Nehan duduk sedikit membelakangi Ricky. Cew

    Last Updated : 2021-05-27
  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   45. Di Rumah Allan

    Angin terasa makin dingin karena hari sudah gelap. Cahaya lampu yang remang-remang memang membuat kesan romantis di sekitar Mimi dan Nehan. Tempat yang cantik dan indah, melengkapi manisnya kebersamaan dua sejoli itu. Nehan memandang Mimi. Dia ingat, hari itu dia menelpon Mimi dan gangguan datang. Dengan cepat dia memotong pembicaraan dan mengakhiri panggilan. Dia pikir Mimi tidak mendengar, ternyata dia bertanya juga. Yang Nehan takutkan adalah Ricky akan memberitahu Mimi kalau dia melihat Nehan dengan seorang wanita, ternyata tidak. Mimi justru menanyakan hal yang lain. Setidaknya Nehan sudah mengantisipasi apa yang akan dia katakan jika Mimi bertanya soal hubungannya dengan cewek lain. "Oh, itu ... sepupuku, Mi. Aku pernah bilang, kan?" Nehan meraih tangan Mimi. Dia tetap tenang dan tersenyum manis pada Mimi. "Sepupu? Apa dia tinggal serumah dengan kakak?" Mimi mencoba meminta penjelasan. Buat Mimi tidak masuk akal juga kalau dia dengan keponakannya ber-sayang ria begitu. Awalnya

    Last Updated : 2021-05-28
  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   46. Siapa Cewek Itu?

    Kalimat yang Allan katakan membuat Mimi merasa ragu untuk bicara pada Allan. Beberapa saat dia tak bergerak, tak merespon apapun. "Kamu dengar yang aku katakan?" Allan membuyarkan lamunan Mimi. "Eh, iya, Kak. Aku dengar. Aku ingin kita baikan." Sedikit takut, Mimi bicara lalu menundukkan kepala. Allan terdiam. Ya, selama ini dia dan Mimi seolah bermusuhan. Gara-gara Nehan, bukan gara-gara Mimi tidak jujur kalau sudah pacaran dengan Nehan. Allan menepuk kursi di sisinya. Mimi melangkah mendekat, duduk di kursi itu. Hati Mimi makin dag dig dug. Dia takut salah bicara lalu Allan akan marah besar. "Oke. Kita baikan." Allan memandang Mimi. Ada rasa lega mengalir di hati Mimi. Meskipun tanpa ekspresi, kata-kata itu Allan ucapkan. Dan Mimi tahu Allan serius, dia tidak bohong. "Maafkan aku, Kak. Aku sudah menyakiti Kak Allan. Sama sekali aku ga ada maksud begitu." Mimi mengucapkan lagi maaf, yang sudah lama dia pernah ucapkan, dia tulis dalam surat, dan dia ulang lagi. "Aku akan baik-b

    Last Updated : 2021-05-31
  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   47. Pengakuan Nehan

    Dengan kasar Mimi mengusap kedua pipinya yang basah. Dia tak menduga ternyata pria yang dia cintai, yang terlihat begitu baik, adalah seorang pendusta. Nehan punya kekasih selain Mimi. Betapa perih rasa hati Mimi. Dia dipermainkan. Selama ini Mimi sudah menemukan tanda-tanda, tetapi dia menyisihkan semua itu. Naif! Hanya karena dia cinta pada Nehan dan terperdaya sikap Nehan yang semanis itu. Ternyata semua sandiwara belaka. "Kamu yakin, Mi?" Dayinta memandang Mimi. Mimi mengangguk lalu menceritakan kejadian yang baru dia alami. Juga setidaknya dua kejadian yang sempat membuat Mimi curiga. Tapi semua itu dia buang jauh-jauh, tidak ingin berpikiran buruk pada Nehan. Dayinta cukup lega mendengar ini. Kemudian dia bisa juga bercerita tentang kecurigaan Ricky dan penyelidikan yang Ricky lakukan terhadap pacar Mimi. "Apa? Jadi kamu dan Ricky tahu kalau Kak Nehan sebenarnya ..." Mimi menatap Dayinta. "Mi, kami belum yakin. Belum ada bukti nyata. Sama seperti kamu, kami curiga. Itu saja.

    Last Updated : 2021-06-02

Latest chapter

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   120. Hari Itu

    Allan berdiri di altar menunggu Mimi akan masuk bersama Hendra. Hatinya berdetak makin kencang setiap melihat arloji di pergelangan tangannya, memastikan menit berjalan dan tidak lama lagi pengantinnya akan datang menemui dia. Velia duduk di kursi di deretan pertama. Ferdinand di sisinya. Momen yang tak pernah terpikir oleh Velia, mereka duduk bersama, menyaksikan putra mereka menikah. Kalaupun ada pikiran itu, Velia membuangnya jauh-jauh. Ferdinand suami orang lain. Dia singkirkan semua bayangan Ferdinand. Siapa yang tahu yang akan terjadi dalam hidup. Velia dan Ferdinand menjadi teman. Perlahan, Velia mampu mengubah sakit hati jadi pengalaman yang mendewasakannya. Cinta yang dalam pada Ferdinand, dia ubah menjadi rasa sayang pada seorang kakak. Lea duduk di belakang mereka bersama Astari, Devis, dan putra mereka yang lucu. Sayang, Andini tidak bisa datang pada acara pemberkatan. Dia mengatakan akan menyusul saat resepsi. "Mari hadirin sekalian, kita akan menyambut mempelai wanita

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   119. Hari-hari Penuh Kejutan

    Hari-hari penuh kejutan seolah tiada habisnya. Itu yang Mimi rasakan. Kejutan baik dan menyenangkan, tetapi juga kejutan yang membuat hati rasa tidak karuan. Semua itu membuat up and down hari-hari yang dilalui. Megi, kejutan terakhir yang sempat membuat Mimi galau. Keinginannya untuk bersimpati membuka pintu lain yang tidak dia duga. Allan bertemu sahabat lamanya. Megi, yang Allan kenal dengan panggilan Rere. Setelah kunjungan ke rumah sakit hari itu, Allan terus berkomunikasi dengan Megi. Mimi tidak bisa melarang. Bagaimanapun mereka teman lama dan Megi sedang butuh bantuan. Allan juga selalu memberitahu Mimi apa saja yang Allan komunikasikan dengan temannya itu. Allan tidak ingin Mimi salah paham lalu hubungan mereka yang menjadi tidak baik. "Kamu yakin ga masalah Kak Allan dekat sama Megi?" Dayinta menimpali apa yang Mimi katakan padanya. "Aku harus larang? Hanya karena cemburu? Aku ga cemburu juga, sih. Hanya ada rasa ga nyaman saja." Mimi menelusuri hatinya. Dia harus percaya

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   118. Ada Kenangan Di Antara Mereka

    Mimi, Allan, dan Velia mengantar Ferdinand, Lea, dan Astari, serta Bintang yang tampan ke bandara. Mereka akhirnya balik ke Bandung. Astari sudah cukup kuat. Begitu juga bayinya. Perusahaan juga sudah menunggu Astari kembali menata pekerjaan di sana. Melepaskan mereka pulang ternyata cukup mengharukan. Apalagi Mimi mulai terbiasa mendengar suara tangis bayi mungil itu. Mendengar Velia atau Lea menyanyi saat menggendong Bintang hingga bayi itu tidur dalam dekaoan mereka. Pasti akan lama bisa melihatnya lagi. Dari bandara, Allan meluncur menuju kantor Velia. Memang hari Sabtu, tetapi ada yang harus Velia kerjakan. Sedang Allan dan Mimi, meneruskan perjalanan kemudian ke rumah sakit. Mimi terus memikirkan Megi. Sejak tahu wanita itu kecelakaan, dia merasa iba dan ingin tahu seperti apa kondisinya. "Kamu mau menjenguk Megi? Dia yang selama ini bersikap mengesalkan sama kamu? Yakin?" Itu yang Allan katakan waktu mendengar permintaan Mimi. Mimi dengan mantap mengatakan memang ingin menje

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   117. Kata Orang Senjata Makan Tuan

    Hati Mimi berdetak kencang. Pesan yang dia terima dari Megi membuat semua kegembiraannya seketika lenyap. Megi dipecat. Tentu saja dia sangat marah. Dia punya posisi dengan prospek bagus di kantor, sebagai asisten bagian pemasaran. Kalau sampai tiba-tiba itu lepas, dia harus mulai di tempat lain, tentu tidak mudah. Yang menjadi masalah adalah Mimi yang Megi anggap sebagai biang keladi! Sangat tidak masuk akal. Mimi ada di bagian lain di kantor itu. Dengan Megi juga jarang berurusan. Bagaimana bisa Mimi yang bersalah kalau Megi dipecat? Mimi berpikir, apa yang terjadi? Di mana letak kesalahannya? Dia bicara apa dengan Pak Guntur? Mimi tidak mengerti. Sepanjang malam Mimi jadi tidak tenang. Beberapa kali dia terbangun karena mimpi buruk. "Ah, Mi, kenapa kamu jadi takut kayak gini. Megi uda ga akan balik kantor. Tenang saja." Mimi menenangkan dirinya sendiri. Dia tegaskan kalau Megi hanya mengancam, karena dia kesal. Bisa jadi dia begitu kepada orang lain juga, bukan hanya Mimi. Mimi

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   116. Janji Hati

    Tangan Allan terulur, meraih jemari Mimi dan menyematkan cincin mungil di jari manis tangan kiri gadis berbalut gaun warna salem itu. Cantik, sangat pas buat dirinya. Mimi terlihat lebih dewasa tapi tidak terkesan lebih tua dari umurnya. Dengan senyum manis, sementara jantung yang terus meletup, Mimi ganti memasangkan cincin di jari manis tangan kiri Allan. Jarinya kuat, besar, dan panjang. Tangan Mimi terlihat begitu mungil berpegangan pada tangan Allan. Tepuk tangan terdengar dari keluarga yang hadir. Senyum menghiasi wajah orang tua Mimi, Viviana dan Hendra. Velia dan Ferdinand, kali ini duduk berdampingan. Ini hari istimewa Allan. Putra mereka resmi bertunangan dengan Mimi. Ferdinand tidak mengira, dia bisa hadir dan menyaksikan hari berharga ini. "Selamat ya ... makin sayang satu sama lain. Biar angin ribut menderu, tetap kokoh cintanya!" Melisa, kakak Mimi nyeletuk, membuat yang lain tertawa, sementara Mimi makin tersipu. Doa dinaikkan untuk keduanya. Agar dengan memasuki hub

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   115. Tangis yang Membawa Kegembiraan

    Suara tangis bayi kembali terdengar, tapi kemudian hilang. Andini berdiri dan mendekat ke ruang bersalin. Dia yakin itu bayi Astari yang sudah lahir. Tangis yang membawa kebahagiaan. Sebuah kehidupan baru yang hadir. Mengubah banyak hal dalam kehidupan sebuah keluarga. "Suaranya kencang sekali. Pasti dia anak laki-laki yang kuat." Andini tersenyum. Hatinya campur aduk dengan kejadian tiba-tiba ini. Senang, tapi masih sedikit cemas. Apakah Astari baik-baik saja? Bayinya juga, apakah benar-benar sehat? Allan memandang Andini yang masih gelisah, tetapi senyum Andini belum hilang dari bibirnya. "Sudah tahu nama anaknya Kak Tari?" Allan bertanya. Andini kembali mendekati Allan, duduk di tempatnya semula. "Ya. Kak Tari pernah bilang, Bintang. Baru itu yang aku tahu, belum tahu lengkapnya. Aku ga sabar mau lihat dia." Pintu ruangan itu terbuka. Velia keluar dari sana. Allan dan Andini memandang Velia yang berjalan ke arah mereka. "Tan, gimana?" Andini menatap Velia. Velia tersenyum. "T

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   114. Semua Mungkin Saja Terjadi

    Allan kembali ke ruangan. Andini dan Yudha tampak tersenyum satu sama lain. Allan mencoba mencermati wajah mereka. Tampak biasa saja. Tidak ada yang aneh. Allan juga mendengar pembicaraan mereka bukan tentang sesuatu yang khusus di antara mereka. Tidak lama kemudian, Allan dan Andini pamitan, meninggalkan Yudha. Dalam perjalanan pulang, ingin sekali Allan bertanya, tapi dia merasa tidak nyaman. Bagaimanapun, Andini pernah ada rasa padanya. Dia mengenal Andini sebagai kakak belum begitu lama. Kikuk dan canggung bertanya hal-hal semacam itu. Allan mengantar Andini ke hotel lalu dia kembali pulang. Baru selesai mandi, dering ponsel terdengar keras. Cepat-cepat dia menerima panggilan itu. Yudha yang menghubunginya. Dengan semangat Yudha menceritakan apa yang terjadi pada pertemuan terakhirnya dengan Andini. Gadis itu menerima Yudha. Mata Allan melebar, dadanya berdegup kencang. Kenapa dia yang merasa tidak karuan padahal Yudha yang mendapat jawaban cinta? "Yudha, serius? Ini beneran?" A

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   113. Menjawab Teka-Teki

    Mimi memperhatikan dua design yang ada di tangannya. Keduanya sangat manis dan Mimi suka. Allan ternyata punya selera bagus juga dalam mode. Mimi memilih gaun dengan model slim di badan, lengan sampai di siku, dari pinggang higga selutut melebar. Allan tersenyum saat Mimi menunjuk design yang dia pilih. Benar-benar mewakili karakter Mimi. Imut, ceria, tetapi juga cerdas. Allan makin tidak sabar segera melihat Mimi memakainya. Dan itu di hari istimewa mereka. Allan sudah menyiapkan hari dia akan datang menemui orang tua Mimi di Surabaya, menggelar pertunangan di sana. "Kak, makasih banget. Aku ga mikir apapun soal pertunangan. Tapi Kak Allan, astaga, aku benar-benar terkejut," ujar Mimi sambil tersenyum senang. Mata cerah Mimi membuat Allan ikut tersenyum lebar. Keluar dari butik itu, Allan langsung membawa Mimi pulang ke salah satu hotel tak jauh dari situ. Kejutan apa lagi yang Allan siapkan? Mimi merasa sore itu Allan bertingkah begitu berbeda. "Kak Astari dan Kak Andin datang. B

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   112. Kenyataan Mulai Terbuka

    Seketika Mimi mengangkat wajahnya mendengar pertanyaan Guntur. Dia menggigit bibirnya dan memandang sedikit takut pada pimpinannya itu. "Katakan saja yang kamu tahu. Aku tahu kamu gadis yang jujur. Aku juga berharap kamu gadis yang berani." Tatapan Guntur tertuju pada Mimi. Makin berdesir hati Mimi. Seperti yang Guntur pikirkan, memang ada masalah dengan pelaporan itu. Mimi merasa makin sulit situasinya. Ini akan menjadi kesempatan dia jadi pahlawan atau di sisi lain, dia akan menjadi musuh beberapa orang di kantor itu. Yang pasti, Mimi tidak mungkin tidak mengatakan yang dia temukan. Jika dia mengatakan yang berbeda karena ingin aman, bisa jadi dia dinilai sebagai pegawai yang buruk. "Mimi, waktu kita tidak banyak." Guntur menegaskan karena Mimi tidak segera menjawab. "Saya minta maaf, Pak, ini ..." Mimi mendekat dan menunjukkan yang dia lihat pada laporan itu. Dag dig di dadanya bukan makin surut. Dalam hati Mimi terus berdoa hari ini menjadi hari baik buatnya. Kalaupun yang ter

DMCA.com Protection Status