Saat mendengar penjelasan dari pelayan yang bekerja di kediaman Ethan Xander, Rave mulai merasakan amarah serta emosi yang sangat besar pada dirinya sendiri. Ia tidak tahu jika Levana merasa sangat ketakutan akan kedatangannya.Ia juga menyaksikan sendiri betapa histerisnya Levana saat dirinya tiba sebelumnya. Dirinya tidak pernah menduga jika Levana bahkan berani melukai dirinya sendiri.“Tuan,” panggil Max yang tiba-tiba menghampiri Rave tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. “Tuan Xander ada di depan.”Rave yang begitu terkejut pun langsung melangkah hendak keluar kamar rawat inap Levana. Namun, belum sempat dirinya keluar, tubuhnya tiba-tiba terlempar begitu saja karena tendangan seseorang.“Ethan!” teriak seorang wanita yang datang bersama Ethan kini menahan tubuh pria itu.Rave yang begitu terkejut pun perlahan bangkit dibantu oleh Max. Dirinya hendak melawan Ethan Xander yang penuh amarah saat ini, tetapi lagi-lagi, di saat dirinya belum siap membalas, Ethan sudah lebih dulu mel
Kabar tentang Levana yang mengalami gangguan stress pasca-trauma pun sampai ke telinga kedua orang tuanya. Mereka langsung datang ke Yorkshire dan memilih untuk menemani Levana selama proses penyembuhan.“Francis meminta untuk memindahkanmu ke rumah sakit di London,” ujar sang ibu yang kini tengah mengupaskan apel untuknya.Kepala Levana menggeleng cepat. “Aku tidak mau kembali ke London.”Sang ibu pun hanya membalas dengan anggukan pelan. “Mom memutuskan untuk berhenti bekerja,” ucap sang ibu yang berhasil membuat Levana mengurungkan memakan potongan apel.“Kenapa? Bukankah pekerjaan Mom baik-baik saja? Apa ada masalah selama aku dirawat di rumah sakit?” tanya Levana yang tidak mengetahui apa pun tentang kondisi sang ibu.Gelengan kepala dari ibunya membuat Levana semakin bingung. “Tidak ada masalah apa pun, Levana. Mom memutuskan untuk menemanimu karena selama ini Mom merasa tidak pernah ada untukmu.”“Oh, Mom, tak perlu mengorbankan pekerjaanmu untukku,” sahut Levana yang merasa ti
“Sudah aku katakan jika aku adalah teman Levana!”Terdengar suara salah seorang wanita yang sangat dikenal oleh Levana. Dirinya bisa melihat jika Isabela, istri dari Ethan Xander menahan agar wanita tersebut tidak masuk ke dalam ruang rawat inap dirinya.“Freeya?” tutur Levana yang berhasil menghentikan perdebatan di depan pintu.Sekilas Levana bisa melihat Rave dan Ethan juga ada di sana, tetapi buru-buru ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, mengalihkan pandangannya dari sang suami.“Aku dilarang menemuimu,” sahut Freeya yang mana masih berusaha untuk masuk ke dalam kamar rawat inap Levana.“Oh, Isabella, kau tak perlu khawatir, dia temanku,” ujar Levana yang mana membuat Freeya terlihat menyeringai. “Biarkan dia masuk.”Tangan Isabella pun otomatis melepas pegangannya di pintu rawat inap Levana, membuat Freeya dengan mudah masuk ke dalam. Terlihat Freeya meletakkan keranjang berisi buah di atas nakas samping ranjang Levana, sedangkan satu buket bunga diberikannya pada Levana.“
“Aku banyak berutang padamu, Ethan, begitu juga denganmu Isabella. Terima kasih kalian berdua telah menjagaku dengan baik selama ini,” ujar Levana ketika mereka tengah berada di kediaman milik Ethan Xander.Kepala Ethan menggeleng cepat. “Kau tidak berutang apa pun padaku, Levana. Aku ikhlas membantumu,” balas Ethan dengan tulus.Senyum hangat Levana kini kembali terlihat. “Kau memang teman terbaik yang aku punya, Ethan. Aku berterima kasih atas semua pertolonganmu dan aku ingin meminta maaf jika masalah yang tengah aku hadapi membuatmu juga berada di posisi yang sulit.”Yang dikatakan Levana memang benar jika posisi Ethan yang membantunya berada di posisi yang sulit. Walau masalah Levana adalah masalahnya dengan Rave, tetapi suaminya itu berusaha menghancurkan siapa pun yang berkaitan dengan Levana, termasuk Ethan Xander.“Seperti yang sering aku katakan kepadamu, kau tidak perlu meminta maaf padamu, Levana. Aku tulus membantumu selama ini, Levana. Hanya saja kau tidak pernah meminta
Rumah keluarga Sullivan yang lama tak ditempati sempat diperbaiki dahulu oleh kedua orang tua Levana. Sama seperti waktu dirinya masih kecil, Levana menempati kamar tidurnya yang ada di lantai atas.Jendela kamar tidurnya menghadap langsung ke area perkebunan yang berada di bagian depan rumahnya. Terlihat begitu asri dan menenangkan, tetapi sayang, Levana justru salah fokus pada seorang pria yang berada di dekat mobil hitam yang semula ia lihat.“Dia belum juga pergi,” gumam Levana yang kini menutup jendela menggunakan kain tipis berwarna putih.Yang dilakukan Levana saat ini tengah memperhatikan pria yang tengah serius dengan ponselnya. Sesekali pria itu terlihat seolah tengah marah dan entah kenapa membuat Levana refleks tertawa.“Sepertinya kau punya banyak masalah, Rave. Salahmu sendiri karena bukannya bekerja, kau justru mengikutiku ke sini,” cetus Levana yang bicara pada dirinya sendiri.Levana yang hendak melihat suaminya kembali refleks bersembunyi di balik dinding kamarnya. T
Sebelum bertemu dengan Rave, yang Levana lakukan pertama kali adalah bertemu dengan Francis Maverick. Selama beberapa hari dirinya tinggal di Wiltshire, hampir setiap hari Levaan bertemu dengan Yara Maverick, ibu dari Rave. Banyak yang mereka bahas hingga keputusan akhir Levana yang ingin bercerai dengan Rave.“Aku sudah mendengar semuanya dari Yara,” gumam Francis yang terlihat begitu tertekan saat ini.“Maafkan aku karena tidak bisa memenuhi janji yang sebelumnya telah kita sepakati bersama.” Suara Levana terdengar begitu tegas karena dirinya sudah meyakinkan untuk mengakhirinya.Francis Maverick tidak langsung bersuara, tetapi terlihat pria tua itu cukup sulit untuk mengatur napasnya. “Dan maafkan aku karena tidak bisa menjagamu, Levana. Aku sudah berjanji padamu akan melindungimu dari orang-orang jahat yang ingin mencelakai dirimu, tetapi aku gagal. Seharusnya aku langsung bertindak tanpa persetujuanmu sebelumnya, sehingga kau, aku dan yang lainnya tidak kehilangan apa yang kita s
Jari telunjuk Levana segera menekan angka 1095 pada kunci pintu elektronik di hadapannya. Rasa nyaman langsung menghampirinya begitu pintu terbuka, membuat dirinya enggan meninggalkan rumah itu lebih lama.Barang belanjaan yang sempat ia beli sewaktu pulang ke rumahnya di Richmond segera dibukanya. Ia mulai memasak menu makan malam untuk dua orang. Menu spesial yang ia masak dengan hati yang bahagia untuk pertama dan terakhir kalinya.Tepat dirinya selesai menyajikan makan malam di atas meja makan, Levana mendengar pintu rumah yang terbuka. Ia merasakan langkah kaki yang terdengar begitu tergesah melangkah ke dapur.“Levana!”Senyum terbaik dirinya pun segera ditampakkannya. “Kau sudah datang,” sapa Levana sembari menuangkan jus jeruk ke dalam gelas. “Cuci tanganmu dan ayo kita makan malam bersama.”“Kau baik-baik saja?” Rave segera melangkah mendekat ke arah Levana, menyentuh kedua pipinya agar tatapannya membalas ke arah sang suami.“Cuci tanganmu segera, Rave. Aku sudah cukup lapar
“Aku tahu ini tidak adil bagimu, Levana, tapi kau harus meyakinkan Rave agar dia bisa menerimamu menjadi istri kedua. Nasib keluarga kita ada di tanganmu!” Kalimat itu terlontar dari mulut sang ayah sebelum meninggalkan Levana seorang diri di sebuah restoran.Kepergian sang ayah tidak langsung membuat Levana bangkit dari duduknya. Pertemuannya barusan dengan sang ayah dan ayahnya Rave yang sudah lebih dulu pergi tentu saja tidak berjalan dengan baik. Ditambah Rave yang juga tak kunjung datang membuatnya lebih memilih untuk menunggu sebentar kedatangan pria itu.Tak lama, pintu ruangan VIP terbuka dan menampilkan sosok Rave yang datang tergesa-gesa. “Jadi, bagaimana keputusannya? Kau tentu saja menolak perjodohan ini kan, Levana?” tanya Rave dengan suara datar dan tatapan penuh harap agar Levana menolaknya.“Maaf, Rave, tapi ... Aku tidak bisa melakukannya,” ucap Levana dengan raut wajah bersalah.Mendengar ucapan Levana barusan membuat mata Rave menyiratkan kemarahan. “Aku sudah bilan