Sudut pandang Valerie:Melihat "pasangan cinta yang malang" ini berusaha sekuat tenaga melindungi satu sama lain dariku, sang naga jahat, membuatku ingin mentertawakan diriku yang dulu karena begitu bodoh. Alisa mencuri identitasku untuk berteman dengan pahlawanku, menghabiskan seluruh hidupnya berpura-pura menjadi orang lain demi tetap berada di sisinya. Menggunakan Marcel untuk menyakitiku dengan segala cara, hingga titik di mana dia ingin aku mati dan Marcel membiarkannya. Kemudian aku yang menjadi penjahat dalam cerita ini? "Bagian mana tepatnya yang dia maksud sebagai niat baik?" Aku begitu marah hingga harus memaksa kata-kata keluar dari mulutku yang terkatup rapat. Aku menatap ular licik yang bersembunyi di balik pakaian domba, sulit bagiku untuk memahami bagaimana seseorang bisa dimanja hingga menjadi sejahat ini."Anggap saja aku membuat kesepakatan dengannya untuk membawanya ke dalam pernikahan kami, bukankah kamu juga mendapatkan keuntungan dari itu? Dia bisa melindung
Sudut pandang Valerie:Marcel berbalik menatapku. Tepat saat aku hendak mengajukan tawaran, dia berkata kepada Joshua, "Dia seharusnya nggak menggunakan kekerasan, untuk itu aku minta maaf atas nama istriku." Hah. Ini yang pertama kali. "Kamu nggak punya hak untuk meminta maaf atas namaku." Aku bersembunyi dengan baik di belakang Adrian, menantang ayah angkatku. "Putrimu pantas mendapatkan tamparan itu dan bahkan lebih karena telah memancingku hingga diculik. Kalian berdua harus meminta maaf padaku atau aku akan menuntutnya." "Kamu sudah lihat? Lihat siapa yang sedang kamu lindungi!" Ayah angkatku menunjukku dengan jari gemetar. Marcel menghela napas, matanya terpaku pada lengan Adrian yang kupeluk seolah itu bisa menghentikanku untuk terus bersandar padanya. Melihat Marcel membelaku melawan orang-orang yang memperlakukanku dengan buruk adalah sesuatu yang di luar impianku sebelumnya. Aku mencoba merasakan manisnya atau kesenangan yang seharusnya aku rasakan, tetapi aku gagal
Sudut pandang Valerie:Aku tidak tahu tentang itu. Dari semua orang, aku pikir Alisa adalah orang yang paling ingin aku tetap berada di sisinya. Dia takut mati dan aku adalah pelindungnya. Aku pikir dia menawarkan namaku kepada Liam sebagai pertukaran untuk menyelamatkan hidupnya sendiri. Aku tidak suka nada suram yang digunakan Liam. "Masukkan dia ke dalam mobil!" Seorang pria bertubuh besar dengan wajah bulat dalam seragam polisi mengerutkan kening pada petugas yang menahan Liam. Mereka sedang memindahkannya, tetapi Liam berjuang untuk tetap tinggal demi mengatakan apa yang harus dia katakan. "Jeremy, biarkan dia bicara." Adrian memanggil pria bertubuh besar itu, suaranya lebih dingin dari biasanya. "Kita mungkin bisa menggunakannya di pengadilan." "Ucapannya nggak dapat dijadikan bukti." Marcel menatap tajam ke arah Adrian, lalu menambahkan kepada Liam, "Apakah kamu punya bukti untuk mendukung klaimmu?" Liam mengabaikan mereka berdua. Yang mengejutkan kami semua, matan
Sudut pandang Valerie:"Sabrina membuatku berjanji untuk nggak menyakitimu," ujar Liam sambil akhirnya menatap Justin. "Aku ingin mati di depanmu dan meninggalkan noda darah di hidupmu, tapi kurasa aku nggak perlu melakukannya, 'kan? Kalau kamu bisa berbalik begitu cepat, berarti 'surga' yang kamu bicarakan nggak seindah yang kamu katakan, 'kan?”"Apa yang kamu harapkan, saat kamu lebih memilih ular daripada malaikat?"Justin menangis begitu keras, terjatuh ke tanah.Liam tidak mengatakan sepatah kata pun lagi setelah itu. Dia menutup jendelanya, bahkan tidak memandang Justin lagi. Namun Justin tetap tidak pergi, memegangi mobil polisi tempat Liam berada, seolah-olah itu bisa membawanya kembali ke masa lalu.Aku tidak tahu seberapa besar Justin mencintai "malaikatnya", jadi aku bahkan tidak bisa membayangkan betapa menyedihkannya menemukan kenyataan seperti itu setelah kematiannya.Apakah Marcel akan menangis untukku, jika dia pernah mengetahuinya?Lebih baik jika dia tidak pernah tahu
Sudut pandang Valerie:Aku tidak tahu sudah berapa lama aku tidur, tetapi aku merasa jauh lebih baik ketika cahaya senja yang terang membangunkanku.Ruangan ini kosong. Tidak ada dokter, tidak ada perawat ....Tidak ada Adrian.Kurasa bayiku sudah melakukan tugasnya dengan baik.Mengingatkan diriku sendiri bahwa menangisi sesuatu yang tak pernah aku miliki adalah hal yang bodoh, aku turun dari ranjang kecil yang keras dan berjalan ke arah jendela. Angin di penghujung musim gugur tak lagi hangat. Udara terasa dingin.Aku ingin masalah bayi ini bisa menghindarkanku dari pembicaraan yang canggung, lalu kenapa aku merasa begitu sedih?Siapa pun yang berpikiran normal, setelah mengetahui bahwa gadis yang baru mereka temui seminggu lalu sedang hamil, pasti tidak akan tinggal dengan harapan apa pun. Dia sudah melakukan hal yang benar. Sebenarnya, aku ingin dia membuat pilihan ini.Aku tidak tahu bagaimana cara mencintai lagi.Mungkin suatu hari aku bisa sembuh. Namun, saat ini aku hancur, aku
Sudut pandang Valerie:Apa yang pernah kulakukan sehingga pantas menerima ini? Aku tahu ini salah kalau aku menerimanya, tetapi itu tidak membuat kegembiraan dalam momen ini menjadi tidak nyata."Walaupun aku mempercayaimu …." Aku mencoba memilih kata-kataku lebih bijak daripada sebelumnya. "Kita baru saja bertemu seminggu yang lalu, Pak Adrian, aku rasa ….""Aku mengerti kekhawatiranmu. Itulah mengapa aku ingin menjalaninya dengan perlahan." Adrian memotong perkataanku sambil mencium tanganku. "Kamu memberitahuku tentang kehamilan ini untuk membuatku mundur, 'kan? Kamu nggak perlu begitu. Aku akan mencintai anakmu seperti anakku sendiri dan aku akan merawatmu lebih baik daripada siapa pun."Tidak ada wanita yang bisa menolak pengakuan seperti itu dari pahlawan yang baru saja menyelamatkan nyawanya.Aku hanyalah seorang manusia!Aku percaya pada kata-katanya. Aku hanya terkejut karena aku tidak pernah membayangkannya sebagai tipe orang yang bisa mencintai seumur hidup. Menurut Aurel, d
Sudut pandang Valerie:"Meskipun aku mengandung anak orang lain?" tanyaku."Dia akan mengenalku dan hanya aku sebagai ayahnya," jawabnya."Bahkan kalau aku seorang pecandu kerja yang nggak bisa mengurus rumah dan segala hal lainnya?" tanyaku lagi, mengingat ruang tamu berantakan yang kutinggali bersama Aurel.Adrian tertawa ringan agar tidak merusak momen ini."Ya. Aku akan sangat menghargai kesempatan untuk hidup bersamamu." Entah bagaimana dia tetap menjaga nada suaranya yang serius, "Aku mengagumimu, bintang jatuhku."Baiklah! Aku sudah tidak punya tes untuknya lagi. Dia lulus semuanya dengan nilai sempurna."Oke, pertanyaan terakhir." Aku mengangguk. "Bahkan jika aku bersahabat dengan Aurel?"Pertanyaanku mengejutkannya. Adrian mengedipkan mata dengan bingung, tidak menangkap maksud dari pertanyaanku."Aku nggak mengerti apa maksudmu." Adrian mengernyit ringan. "Aku ... Aku nggak menentang siapa pun yang ingin kamu pertahankan di dalam hidupmu ... selain Marcel!"Kali ini giliranku
Sudut pandang Valerie:Ternyata, Adrian tidak pernah menyadari keberadaanku sampai malam balapan itu. Karena malam itulah dia kembali mencari tahu tentangku, hanya untuk menemukan bahwa akulah serigala kecil yang dia sukai sejak bertahun-tahun lalu. Namun, sebelum dia bisa melakukan apa-apa, aku sudah menikah dengan Marcel dan dia memutuskan untuk mengubur cinta pertamanya yang tak pernah mekar."Yang benar saja, kamu detektif yang buruk sekali." Aku tertawa padanya sambil memakan camilan yang dia bawa untukku.Adrian menghela napas sambil memutar bola matanya, telinganya kembali memerah. "Kamu janji akan menjaga rahasia ini demi semua camilan yang kamu suruh aku belikan!""Nggak! Camilan ini untuk aku menyimpan rahasia lamaranmu ini dari Aurel!" Aku langsung merebut camilan itu saat dia mulai menariknya. "Aku sudah punya foto-fotonya! Kalau kamu terus menggangguku, aku nggak akan ragu untuk menggunakannya!""Kamu bilang kamu sudah menghapusnya!" protes Adrian."Tapi itu sangat romanti
Sudut pandang Valerie:Jika ada satu hal yang tidak pernah Alisa dustakan, itu adalah hasratnya terhadap Marcel. Aku bertaruh pada hal itu.Alisa cemberut dengan air mata yang mengalir di pipinya. Dia menatap kedua orang tuanya dengan penuh harap, tetapi tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia tidak bisa menyangkal kebohonganku, karena aku bisa membuatnya menjadi kenyataan."Valerie ...." Aveline berbicara dengan nada lebih lembut, terdengar ragu, "Kamu tahu Alisa sudah tinggal di kamar itu selama bertahun-tahun. Aku nggak tahu apakah ....""Maksudku ...." Aku mengambil koper dari tangan Alisa, menundukkan kepala agar tidak tertawa melihat betapa "pilu" nada suaraku, "Aku bisa pergi, kalau itu yang kalian inginkan.""Pergi ke mana?" Alisa membentak dengan nada melengking."Alisa Salim!" Joshua memperingatkan. Baik Aveline maupun Alisa langsung menutup mulut rapat-rapat. "Kalau Alisa begitu peduli padamu, maka aku nggak keberatan." Setelah berkata begitu, Joshua berbalik dan meninggalka
Sudut pandang Valerie:"Lelucon apa ini?" ujar Joshua dengan nada murung. Tatapannya yang tajam menancap pada kamerawan. "Ini vila Keluarga Salim, dan dia ....""Dia adalah kamerawanku. Malik Entertainment menugaskannya untukku. Untuk film pertamaku." Aku tersenyum padanya dan berhasil menyalakan amarah di matanya dengan kalimat itu, "Tidakkah Ayah bangga padaku?"Aurel benar. Berakting dengan emosi yang nyata membuat segalanya jauh lebih mudah. Aku memang senang melihat Joshua kesal, yang membuatku tersenyum lebih lebar dan membuatnya makin marah.Sempurna!Aveline melirik suaminya dengan khawatir. Setelah jeda singkat, Joshua Salim langsung berubah ke mode liciknya."Tentu saja bangga," katanya sambil membuka tangan dan berjalan mendekat. "Aku bangga karena kamu menolak bantuanku hanya demi membuktikan kemampuanmu sendiri. Itu baru putriku."Melihatnya makin dekat, aku merasa jijik hingga bulu kudukku meremang. Aku tidak tahan dipeluk olehnya. Bisa-bisa aku muntah.Kupikir Joshua tah
Sudut pandang Valerie:Aku membawa koper saat datang ke vila Keluarga Salim kali ini. Aku akan tampil perdana di depan ratu sandiwara, aku membutuhkan persiapan yang tepat.Aku menginap di rumah Aurel selama beberapa hari untuk memulihkan diri .... Umm, untuk bersenang-senang juga. Sekarang aku kembali fokus pada film karena tinggal di kota. Syuting dimulai dua minggu lagi, jadi aku menikmati kebebasan yang tersisa sendirian di apartemen, menyelesaikan suntingan terakhir naskah, dan bersantai.Kami berhasil membujuk Liana. Sekarang dia tinggal serumah dengan Aurel dan mereka berdua adalah pekerja keras. Mereka cocok satu sama lain.Pada hari kedua Liana bekerja, hari ketika mereka mulai bangun pagi-pagi dan pulang sangat larut, aku membawa koper kecilku ke medan pertempuranku sendiri.Kali ini, aku datang untuk menang.Hendrik, penjaga pintu, membiarkanku masuk sambil tersenyum, tanpa curiga apa pun. Inilah keuntungan memiliki musuh yang munafik. Mereka menyimpan pertarungan di dalam d
Sudut pandang Valerie:Apa maksudnya itu?Aku menatap Adrian sementara sejuta kemungkinan berputar di kepalaku. Bagaimana dia tahu? Apakah dia tahu sesuatu? Apakah dia berbicara tentang masalah narkoba, atau ayahku, atau keduanya? Aku tidak berani mengikuti satu arah yang aku takuti ….Apakah ini berarti ... bahwa ibuku mungkin masih hidup?"Itu bisa ditunda," Aurel mengusap bahuku saat aku tampak membeku."Aku baik-baik saja," gumamku, tetapi aku memang sedikit bingung. Aku tidak merasa ingin menangis saat mendengarnya lagi, tetapi aku tidak tahu apakah aku bisa menanggung jika harapanku hancur lagi.Adrian menghela napas, memberiku tatapan pasrah. "Seperti inilah yang akan kamu rasakan kalau kamu menyelidikinya sendiri. Setiap potongan informasi baru, entah sudah dikonfirmasi atau belum, akan menjadi kereta luncur emosimu. Sejujurnya, aku rasa kamu nggak sanggup menanggungnya ….""Adrian Malik!" Aurel meledak marah. "Teganya kamu ….""Aurel," ucapku menghentikannya. "Nggak apa-apa. A
Sudut pandang Valerie:Aku tidak punya rencana.Aku bicara besar, tetapi aku sebenarnya tidak memiliki "rencana balas dendam" di dalam pikiranku. Menyakiti orang itu proyek besar dan memikirkannya saja sudah membuatku lelah."Apa pun yang kamu mau lakukan, kami ada untukmu," kata Aurel sambil melontarkan pandangan aneh ke Adrian.Aurel bisa saja berbicara untuk dirinya sendiri dan Liana dalam hal ini, tetapi canggung juga untuk mengecualikan Adrian begitu saja."Ya!" Adrian pura-pura tidak mengerti pandangan canggung Aurel, mengangguk dengan tegas, dan dengan suara yang tulus mengatakan, "Kami semua ada untukmu."Aurel mengalihkan pandangannya, menekan bibirnya ke bawah seolah-olah bibir itu mencoba tersenyum di luar kendalinya."Kamu akan tinggal denganku, 'kan?" Aurel mengalihkan topik yang dia mulai. "Aku juga membujuk Liana untuk tinggal di sini. Firma hukum Liana cuma 20 menit berjalan dari sini, dan kita bisa bertarung dengan bantal …."Hanya dalam satu menit, Aurel melirik Adria
Sudut pandang Valerie:Adrian tidak pergi. Sebaliknya, dia berjaga di depan kamar kecil dan menelepon Aurel.Ketika aku membuka pintu dan menyibakkan sedikit, Aurel langsung menemukanku. Dia datang dan membenamkan wajahku yang penuh air mata di dadanya, memelukku erat sampai mereka bisa membawaku keluar dari kamar kecil itu.Mereka membawaku ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut, lalu membawaku kembali ke rumah Aurel setelah memastikan aku dan janinku dalam keadaan baik-baik saja.Aku merasa mati rasa sepanjang proses itu, membiarkan mereka menggerakkanku seperti boneka tidak bernyawa.Hanya beberapa hari yang lalu aku berada di ruang tamu Aurel yang berantakan, dan rasanya seperti sudah beberapa kehidupan yang berlalu sejak malam itu. Liana menunggu kami dan aku langsung menangis saat mereka meletakkanku di sofa, membungkusku dengan selimut berbulu dan menyerahkan secangkir cokelat panas kepadaku.Aku merasa seperti di rumah. Aku akhirnya merasa aman.Aku tidak tahu sudah bera
Sudut pandang Valerie:"Marcel nggak akan ...," gumam Alisa kepadaku seraya menggenggam potongan-potongan kertas yang sobek di tangannya. Entah apa orang lain melihatnya, tetapi aku jelas melihat kebencian di matanya."Apa maksudnya itu?" Aku menaikkan suaraku saat mengeluarkan ponsel, merekam video untuk ratu drama ini. "Tolong, itu bukan pernyataan kalau kamu tertarik kepada suami saudarimu, 'kan?""Hentikan!" Melihatku merekam, Alisa menutup wajahnya seperti vampir yang terpapar matahari. Kamera membangkitkan semangat aktingnya, dan dia langsung berhenti.Joshua Salim berjalan mendekat dan menarik Alisa dari lantai, sedikit lebih kasar dari yang seharusnya."Kamu marah kepadanya sekarang?" Aku mengarahkan kameraku ke Joshua Salim. "Kamu nggak marah saat dia menyerangku dengan kebenaran kejam tentang keluargaku. Baru sekarang kamu melihat betapa memalukannya dia bagi nama keluargamu?"Joshua Salim menatapku tajam, mencoba meraih ponselku. Aku mundur dengan cepat, dan Adrian datang de
Sudut pandang Valerie:"Val, aku minta maaf …." Marcel datang, mencoba untuk memelukku."Aku nggak peduli dengan permintaan maafmu," potongku, menghujaninya dengan tatapan tajamku. "Dia adalah gadis pembohong dan jahat, dan dia akan membayar untuk itu, hari ini!""Val." Adrian datang di antara aku dan Marcel dengan sikap melindungi, berbisik kepadaku, "Kamu terluka. Aku akan urus Alisa Salim nanti, tapi sekarang ….""Nggak apa-apa." Aku mendorongnya perlahan. "Ini hanya perlu waktu sebentar."Adrian terlihat khawatir, tetapi dia merapatkan bibirnya dan tetap berada di sisiku sebagai penjaga dalam diam."Apa kamu sudah menandatanganinya?" Aku menunjuk map yang ada di tangan Marcel. "Berikan kepadaku."Marcel terkejut dengan tatapan enggan.Seluruh duniaku berubah menjadi merah saat dia bergerak. Astaga! Aku menarik napas dalam-dalam untuk menahan amarah yang hampir meledak. "Aku tetap tinggal, jadi berikan map itu!""Val, kamu sedang dalam keadaan syok …." Marcel menghentikan kata-katan
Sudut pandang Valerie:Aku menatap ke atas dengan terkejut dan melihat Alisa menangis. Menangis seperti boneka yang sangat tersakiti, dia menghapus wajahnya, tetapi air mata terus mengalir begitu cepat sehingga tetesan-tetesannya terus jatuh di dekat kakiku.Tidak ada hal baik yang terjadi saat dia menangis."Ibumu memohon pada Ayah untuk membawamu pulang ...." Alisa menangis begitu keras hingga napasnya terengah-engah, dan itu membuat ucapannya terputus-putus. "Kalau kamu sangat ingin pergi, pergilah, tapi Ayah menyelamatkanmu ketika ibumu sudah menjadi dingin karena obat-obatan yang dia pakai! Ayah pasti akan menyelamatkannya kalau dia …!""Kamu pikir aku akan percaya kebohongan kejammu?" dengusku kepada usahanya yang gagal. Aku mencoba berdiri dengan pergelangan kaki yang terpelintir. "Pemadat? Serius? Kamu sendiri yang bilang kalau aku dibuang di panti asuhan, perlu aku ingatkan?"Alisa tidak pernah pemalu kecuali saat dia berbohong. Dia tahu bahwa bermain sebagai korban akan membe