Sudut pandang Valerie:"Meskipun aku mengandung anak orang lain?" tanyaku."Dia akan mengenalku dan hanya aku sebagai ayahnya," jawabnya."Bahkan kalau aku seorang pecandu kerja yang nggak bisa mengurus rumah dan segala hal lainnya?" tanyaku lagi, mengingat ruang tamu berantakan yang kutinggali bersama Aurel.Adrian tertawa ringan agar tidak merusak momen ini."Ya. Aku akan sangat menghargai kesempatan untuk hidup bersamamu." Entah bagaimana dia tetap menjaga nada suaranya yang serius, "Aku mengagumimu, bintang jatuhku."Baiklah! Aku sudah tidak punya tes untuknya lagi. Dia lulus semuanya dengan nilai sempurna."Oke, pertanyaan terakhir." Aku mengangguk. "Bahkan jika aku bersahabat dengan Aurel?"Pertanyaanku mengejutkannya. Adrian mengedipkan mata dengan bingung, tidak menangkap maksud dari pertanyaanku."Aku nggak mengerti apa maksudmu." Adrian mengernyit ringan. "Aku ... Aku nggak menentang siapa pun yang ingin kamu pertahankan di dalam hidupmu ... selain Marcel!"Kali ini giliranku
Sudut pandang Valerie:Ternyata, Adrian tidak pernah menyadari keberadaanku sampai malam balapan itu. Karena malam itulah dia kembali mencari tahu tentangku, hanya untuk menemukan bahwa akulah serigala kecil yang dia sukai sejak bertahun-tahun lalu. Namun, sebelum dia bisa melakukan apa-apa, aku sudah menikah dengan Marcel dan dia memutuskan untuk mengubur cinta pertamanya yang tak pernah mekar."Yang benar saja, kamu detektif yang buruk sekali." Aku tertawa padanya sambil memakan camilan yang dia bawa untukku.Adrian menghela napas sambil memutar bola matanya, telinganya kembali memerah. "Kamu janji akan menjaga rahasia ini demi semua camilan yang kamu suruh aku belikan!""Nggak! Camilan ini untuk aku menyimpan rahasia lamaranmu ini dari Aurel!" Aku langsung merebut camilan itu saat dia mulai menariknya. "Aku sudah punya foto-fotonya! Kalau kamu terus menggangguku, aku nggak akan ragu untuk menggunakannya!""Kamu bilang kamu sudah menghapusnya!" protes Adrian."Tapi itu sangat romanti
Sudut pandang Valerie:Alisa mempunyai banyak pria, aku tahu itu. Namun, menunjukkan niatnya dengan begitu jelas hingga targetnya bisa mengetahuinya bukanlah gayanya. Dia suka bermain ambigu. Bagaimanapun juga, dia adalah "wanita Marcel", gelar yang tidak akan pernah dia lepaskan."21 Mei..." gumamku, itu adalah hari ketika Alisa diusir oleh Nenek. "Apakah itu sebelum atau setelah Nenek mengusirnya? Kamu ingat?""Ohh .... Aku mendatanginya saat berita pernikahanmu tersebar, jadi sudah pasti setelah dia diusir." Adrian mengangguk, memutar bola matanya. "Rupanya begitu. Aku terkejut bagaimana dia bisa menggodaku ketika hatinya seutuhnya adalah milik Marcel, jadi aku mulai menyelidikinya."Adrian menatapku dengan rasa bersalah. "Aku menemukan bahwa gadis yang diklaim Marcel cintai bukanlah Alisa, melainkan kamu.""Apa?" Aku membuka mata lebar-lebar karena terkejut, "Gimana kamu bisa tahu?"Tidak ada bukti kuat yang bisa ditemukan."Itu sebenarnya bukan penyelidikan." Adrian melambaikan ta
Sudut pandang Valerie:"Kenapa? Aku nggak boleh membalaskan dendam seorang teman terhadap sekelompok pengisap darah yang nggak punya hati itu?" Adrian mengerlingkan matanya seperti anak kecil yang manja. "Kebahagiaan hidup cintaku berada di tanganmu! Aku menunggumu memberi perintah, Nyonya!"Aku tertawa mendengar nada misteriusnya. Dia tersenyum bersamaku. Luar biasa rasanya menghabiskan waktu bersama Adrian. Dia memiliki energi cerah yang bisa membuatku tertawa, membuatku merasa seolah-olah tidak ada awan gelap dalam hidup ini yang berarti, seperti keajaiban."Sebenarnya, aku memang ingin ….""Senang melihatmu sudah sehat dan bersemangat setelah penculikan itu." Suara orang yang mengetuk pintu, terdengar sebelum membuka pintu.Aku terkejut. "Nenek?"Dari semua orang, aku paling tidak menyangka akan melihat Nenek di sini. Bagaimana dia tahu aku ada di sini? Yang paling penting, apakah dokter memberitahunya tentang kehamilanku?Aku mencengkeram lengan Adrian dengan panik. Dia langsung m
Sudut pandang Marcel:Di ruang dokter, aku sedang menunggu hasil tes Valerie. Aku tidak berani pergi bersama Nenek karena aku tahu Valerie tidak ingin melihatku. Dia hanya ingin surat cerai itu.Aku tidak memilikinya. Aku tidak ingin melepaskannya. Ini sangat sulit dan aku tidak tahu mengapa.Aku pikir aku bisa. Aku pikir aku tidak ingin menceraikannya hanya karena sudah terbiasa dengan semua yang telah dia lakukan untukku. Aku pikir aku hanya terbiasa memilikinya di sekitarku. Aku pikir aku telah menerima bahwa dia akan menjadi istriku.Namun, tidak satu pun dari semua itu yang bisa menjelaskan kenapa aku hanya ingin terjun bersamanya ketika kursinya jatuh dari tepi saat itu.Saat aku menangkap kursi Alisa, aku merasa senang. Aku senang telah menyelamatkannya. Namun, bukan itu yang kurasakan ketika aku melompat untuk Valerie.Ketika aku melihat Liam menendang kursinya, pikiranku kosong sejenak. Seolah-olah jiwaku melayang keluar dari tubuhku, takut menerima apa yang sedang terjadi. Ak
Sudut pandang Marcel:"Pak Salim?" Dokter masuk dengan setumpuk berkas dan aku langsung berdiri."Eee, bukan ... namaku Marcel, Marcel Tanzil." Aku mengernyit, mengulurkan tangan untuk mengambil hasil tes Valerie yang dokter ambil untukku. "Val ... Valerie Salim adalah istriku."Valerie bahkan tidak menggunakan margaku lagi? Aku tahu dia sudah mengubahnya di dokumen resmi, tetapi ....Aku tidak pernah memanggilnya dengan nama margaku lagi. Seperti yang dia inginkan.Dokter itu ragu-ragu dan menatapku dengan curiga."Aku bisa membuktikannya, aku punya surat nikah di rumah." Yang sebenarnya aku bahkan tidak tahu di mana itu sekarang. Aku mengacak-acak rambutku dengan frustrasi. Aku tidak suka diingatkan kembali betapa aku telah kehilangan Valerie dalam setiap detail kecil. "Aku hanya ingin tahu apakah dia baik-baik saja, itu saja.""Dia ...." Dahi dokter itu semakin berkerut."Kamu bukan lagi suaminya!" Tepat ketika dokter hendak berbicara, Adrian melangkah masuk dengan nada dingin. "Dok
Sudut pandang Marcel:"Valerie." Aku meraih lengannya dengan lembut. Namun, dia langsung menepis tanganku. "Aku …."Valerie menatapku tajam, menunggu dengan tidak sabar.Melihat matanya yang dingin begitu menyakitkan. Rasa sakit itu mencengkeram dadaku, tetapi aku tidak berdaya di hadapannya. Tidak ada yang bisa kulakukan. Aku nyaris tidak mengenali gadis yang dulu selalu tersenyum paling cerah padaku ini.Valerie tahu aku meninggalkan Alisa di rumah sakit untuk datang ke sini. Dulu, setiap kali aku melakukan itu untuknya, wajahnya akan bersinar, matanya yang indah akan melengkung seperti bulan sabit saat dia melompat ke pelukanku, tersenyum licik seperti rubah kecil. Namun sekarang, dia bahkan tidak mau menatapku."Aku ...." Aku membuka mulut, tetapi semua kata yang ingin kuucapkan tiba-tiba lenyap. "Aku ...." Aku tidak bisa menemukan satu pun kata untuk diucapkan.Valerie mengerlingkan matanya dan berbalik pergi."Aku akan memberimu apa yang kamu mau!" seruku, tahu itu satu-satunya h
Sudut Pandang Valerie:Bertemu Marcel tadi adalah sebuah kejutan. Aku tidak pernah membayangkan ada sesuatu yang bisa menariknya dari Alisa, terutama saat dia benar-benar terluka kali ini. Dia terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya, dia sepertinya mengubah pikirannya menjadi pertanyaan yang tidak ada artinya. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Sejujurnya, aku rasa dia juga tidak benar-benar mengharapkan jawaban yang pasti. Kapan dia kehilangan aku? Apakah saat berbulan-bulan, di menjadikan rumah sakit Alisa sebagai satu-satunya rumahnya? Ciuman yang dia berikan kepada Alisa? Semua pengabaian selama bertahun-tahun, ejekan, dan cibiran dinginnya? Atau malam pernikahan kami yang dia habiskan bersama Alisa? Atau mungkin, dia sudah kehilangan aku sejak hari kedua dia menyelamatkanku, ketika dia menganggap Alisa sebagai naga kecil yang harus dia selamatkan. Kurasa pernikahan ini telah mati jauh sebelum ini. Pernikahan ini mati di salah satu malam pan
Sudut pandang Valerie:Jika ada satu hal yang tidak pernah Alisa dustakan, itu adalah hasratnya terhadap Marcel. Aku bertaruh pada hal itu.Alisa cemberut dengan air mata yang mengalir di pipinya. Dia menatap kedua orang tuanya dengan penuh harap, tetapi tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dia tidak bisa menyangkal kebohonganku, karena aku bisa membuatnya menjadi kenyataan."Valerie ...." Aveline berbicara dengan nada lebih lembut, terdengar ragu, "Kamu tahu Alisa sudah tinggal di kamar itu selama bertahun-tahun. Aku nggak tahu apakah ....""Maksudku ...." Aku mengambil koper dari tangan Alisa, menundukkan kepala agar tidak tertawa melihat betapa "pilu" nada suaraku, "Aku bisa pergi, kalau itu yang kalian inginkan.""Pergi ke mana?" Alisa membentak dengan nada melengking."Alisa Salim!" Joshua memperingatkan. Baik Aveline maupun Alisa langsung menutup mulut rapat-rapat. "Kalau Alisa begitu peduli padamu, maka aku nggak keberatan." Setelah berkata begitu, Joshua berbalik dan meninggalka
Sudut pandang Valerie:"Lelucon apa ini?" ujar Joshua dengan nada murung. Tatapannya yang tajam menancap pada kamerawan. "Ini vila Keluarga Salim, dan dia ....""Dia adalah kamerawanku. Malik Entertainment menugaskannya untukku. Untuk film pertamaku." Aku tersenyum padanya dan berhasil menyalakan amarah di matanya dengan kalimat itu, "Tidakkah Ayah bangga padaku?"Aurel benar. Berakting dengan emosi yang nyata membuat segalanya jauh lebih mudah. Aku memang senang melihat Joshua kesal, yang membuatku tersenyum lebih lebar dan membuatnya makin marah.Sempurna!Aveline melirik suaminya dengan khawatir. Setelah jeda singkat, Joshua Salim langsung berubah ke mode liciknya."Tentu saja bangga," katanya sambil membuka tangan dan berjalan mendekat. "Aku bangga karena kamu menolak bantuanku hanya demi membuktikan kemampuanmu sendiri. Itu baru putriku."Melihatnya makin dekat, aku merasa jijik hingga bulu kudukku meremang. Aku tidak tahan dipeluk olehnya. Bisa-bisa aku muntah.Kupikir Joshua tah
Sudut pandang Valerie:Aku membawa koper saat datang ke vila Keluarga Salim kali ini. Aku akan tampil perdana di depan ratu sandiwara, aku membutuhkan persiapan yang tepat.Aku menginap di rumah Aurel selama beberapa hari untuk memulihkan diri .... Umm, untuk bersenang-senang juga. Sekarang aku kembali fokus pada film karena tinggal di kota. Syuting dimulai dua minggu lagi, jadi aku menikmati kebebasan yang tersisa sendirian di apartemen, menyelesaikan suntingan terakhir naskah, dan bersantai.Kami berhasil membujuk Liana. Sekarang dia tinggal serumah dengan Aurel dan mereka berdua adalah pekerja keras. Mereka cocok satu sama lain.Pada hari kedua Liana bekerja, hari ketika mereka mulai bangun pagi-pagi dan pulang sangat larut, aku membawa koper kecilku ke medan pertempuranku sendiri.Kali ini, aku datang untuk menang.Hendrik, penjaga pintu, membiarkanku masuk sambil tersenyum, tanpa curiga apa pun. Inilah keuntungan memiliki musuh yang munafik. Mereka menyimpan pertarungan di dalam d
Sudut pandang Valerie:Apa maksudnya itu?Aku menatap Adrian sementara sejuta kemungkinan berputar di kepalaku. Bagaimana dia tahu? Apakah dia tahu sesuatu? Apakah dia berbicara tentang masalah narkoba, atau ayahku, atau keduanya? Aku tidak berani mengikuti satu arah yang aku takuti ….Apakah ini berarti ... bahwa ibuku mungkin masih hidup?"Itu bisa ditunda," Aurel mengusap bahuku saat aku tampak membeku."Aku baik-baik saja," gumamku, tetapi aku memang sedikit bingung. Aku tidak merasa ingin menangis saat mendengarnya lagi, tetapi aku tidak tahu apakah aku bisa menanggung jika harapanku hancur lagi.Adrian menghela napas, memberiku tatapan pasrah. "Seperti inilah yang akan kamu rasakan kalau kamu menyelidikinya sendiri. Setiap potongan informasi baru, entah sudah dikonfirmasi atau belum, akan menjadi kereta luncur emosimu. Sejujurnya, aku rasa kamu nggak sanggup menanggungnya ….""Adrian Malik!" Aurel meledak marah. "Teganya kamu ….""Aurel," ucapku menghentikannya. "Nggak apa-apa. A
Sudut pandang Valerie:Aku tidak punya rencana.Aku bicara besar, tetapi aku sebenarnya tidak memiliki "rencana balas dendam" di dalam pikiranku. Menyakiti orang itu proyek besar dan memikirkannya saja sudah membuatku lelah."Apa pun yang kamu mau lakukan, kami ada untukmu," kata Aurel sambil melontarkan pandangan aneh ke Adrian.Aurel bisa saja berbicara untuk dirinya sendiri dan Liana dalam hal ini, tetapi canggung juga untuk mengecualikan Adrian begitu saja."Ya!" Adrian pura-pura tidak mengerti pandangan canggung Aurel, mengangguk dengan tegas, dan dengan suara yang tulus mengatakan, "Kami semua ada untukmu."Aurel mengalihkan pandangannya, menekan bibirnya ke bawah seolah-olah bibir itu mencoba tersenyum di luar kendalinya."Kamu akan tinggal denganku, 'kan?" Aurel mengalihkan topik yang dia mulai. "Aku juga membujuk Liana untuk tinggal di sini. Firma hukum Liana cuma 20 menit berjalan dari sini, dan kita bisa bertarung dengan bantal …."Hanya dalam satu menit, Aurel melirik Adria
Sudut pandang Valerie:Adrian tidak pergi. Sebaliknya, dia berjaga di depan kamar kecil dan menelepon Aurel.Ketika aku membuka pintu dan menyibakkan sedikit, Aurel langsung menemukanku. Dia datang dan membenamkan wajahku yang penuh air mata di dadanya, memelukku erat sampai mereka bisa membawaku keluar dari kamar kecil itu.Mereka membawaku ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut, lalu membawaku kembali ke rumah Aurel setelah memastikan aku dan janinku dalam keadaan baik-baik saja.Aku merasa mati rasa sepanjang proses itu, membiarkan mereka menggerakkanku seperti boneka tidak bernyawa.Hanya beberapa hari yang lalu aku berada di ruang tamu Aurel yang berantakan, dan rasanya seperti sudah beberapa kehidupan yang berlalu sejak malam itu. Liana menunggu kami dan aku langsung menangis saat mereka meletakkanku di sofa, membungkusku dengan selimut berbulu dan menyerahkan secangkir cokelat panas kepadaku.Aku merasa seperti di rumah. Aku akhirnya merasa aman.Aku tidak tahu sudah bera
Sudut pandang Valerie:"Marcel nggak akan ...," gumam Alisa kepadaku seraya menggenggam potongan-potongan kertas yang sobek di tangannya. Entah apa orang lain melihatnya, tetapi aku jelas melihat kebencian di matanya."Apa maksudnya itu?" Aku menaikkan suaraku saat mengeluarkan ponsel, merekam video untuk ratu drama ini. "Tolong, itu bukan pernyataan kalau kamu tertarik kepada suami saudarimu, 'kan?""Hentikan!" Melihatku merekam, Alisa menutup wajahnya seperti vampir yang terpapar matahari. Kamera membangkitkan semangat aktingnya, dan dia langsung berhenti.Joshua Salim berjalan mendekat dan menarik Alisa dari lantai, sedikit lebih kasar dari yang seharusnya."Kamu marah kepadanya sekarang?" Aku mengarahkan kameraku ke Joshua Salim. "Kamu nggak marah saat dia menyerangku dengan kebenaran kejam tentang keluargaku. Baru sekarang kamu melihat betapa memalukannya dia bagi nama keluargamu?"Joshua Salim menatapku tajam, mencoba meraih ponselku. Aku mundur dengan cepat, dan Adrian datang de
Sudut pandang Valerie:"Val, aku minta maaf …." Marcel datang, mencoba untuk memelukku."Aku nggak peduli dengan permintaan maafmu," potongku, menghujaninya dengan tatapan tajamku. "Dia adalah gadis pembohong dan jahat, dan dia akan membayar untuk itu, hari ini!""Val." Adrian datang di antara aku dan Marcel dengan sikap melindungi, berbisik kepadaku, "Kamu terluka. Aku akan urus Alisa Salim nanti, tapi sekarang ….""Nggak apa-apa." Aku mendorongnya perlahan. "Ini hanya perlu waktu sebentar."Adrian terlihat khawatir, tetapi dia merapatkan bibirnya dan tetap berada di sisiku sebagai penjaga dalam diam."Apa kamu sudah menandatanganinya?" Aku menunjuk map yang ada di tangan Marcel. "Berikan kepadaku."Marcel terkejut dengan tatapan enggan.Seluruh duniaku berubah menjadi merah saat dia bergerak. Astaga! Aku menarik napas dalam-dalam untuk menahan amarah yang hampir meledak. "Aku tetap tinggal, jadi berikan map itu!""Val, kamu sedang dalam keadaan syok …." Marcel menghentikan kata-katan
Sudut pandang Valerie:Aku menatap ke atas dengan terkejut dan melihat Alisa menangis. Menangis seperti boneka yang sangat tersakiti, dia menghapus wajahnya, tetapi air mata terus mengalir begitu cepat sehingga tetesan-tetesannya terus jatuh di dekat kakiku.Tidak ada hal baik yang terjadi saat dia menangis."Ibumu memohon pada Ayah untuk membawamu pulang ...." Alisa menangis begitu keras hingga napasnya terengah-engah, dan itu membuat ucapannya terputus-putus. "Kalau kamu sangat ingin pergi, pergilah, tapi Ayah menyelamatkanmu ketika ibumu sudah menjadi dingin karena obat-obatan yang dia pakai! Ayah pasti akan menyelamatkannya kalau dia …!""Kamu pikir aku akan percaya kebohongan kejammu?" dengusku kepada usahanya yang gagal. Aku mencoba berdiri dengan pergelangan kaki yang terpelintir. "Pemadat? Serius? Kamu sendiri yang bilang kalau aku dibuang di panti asuhan, perlu aku ingatkan?"Alisa tidak pernah pemalu kecuali saat dia berbohong. Dia tahu bahwa bermain sebagai korban akan membe