Sudut pandang Valerie:Aku sama sekali tidak melihat Adrian Malik yang digambarkan Aurel sebagai "iblis".Berbicara dengan Adrian sangat menyenangkan. Ketika aku pertama kali menghubungi Adrian, yang aku tahu tentang dia hanyalah takhtanya sebagai musuh Marcel dan jutaan keluhan tentang betapa "kejam dan piciknya" dia dari Aurel.Rupanya, saat Aurel sedang bermain sandiwara, Adrian mengolok-olok riasannya. Adrian mengacak-acak rambut Aurel, lalu Aurel jatuh ketika mencoba membalasnya. Tentu saja itu membuat Adrian makin mentertawakannya. Adrian pun menjadi musuh Aurel dan masuk dalam setiap daftar hitamnya.Kurasa Adrian sudah insaf dari anak laki-laki yang kejam itu, berkebalikan dengan Marcel.Namun, makin baik Adrian kepadaku, makin aku merasa bersalah kepada Aurel. Aku mendatangi Adrian karena dia musuh kami bersama, tetapi ternyata dia bukan."Kamu dan Marcel sahabat?" seruku, rahangku menganga. Aku tidak pernah tahu! Aku! Aku penggemar berat Marcel selama bertahun-tahun ini, teta
Sudut pandang Marcel:"Apa maksudnya dia nggak pulang?"Aku baru saja sampai di kantor ketika aku mendapat telepon dari Joshua yang menanyakan apakah Alisa menginap bersamaku. Untuk apa dia menginap? Alisa tidak pernah menginap di tempat lain selain rumahnya, termasuk rumahku. Dia seperti boneka yang rapuh."Kamu menjemputnya, jadi kenapa kamu nggak mengantarnya pulang?" Joshua langsung meledak, berteriak sekeras-kerasnya, "Bagaimana kamu bisa begitu nggak bertanggung jawab? Kamu nggak tahu betapa berbahayanya bagi dia di luar sana?"Aku ingin mengatakan bahwa Alisa sudah dewasa sekarang, tetapi ini bukan saat yang tepat."Aku akan mengurusnya," kataku kepadanya. "Nanti kuhubungi lagi."Aku menelepon Alfred berikutnya, tetapi Alfred mengatakan bahwa dia menurunkan Alisa di vila Keluarga Salim dan benar-benar melihat Alisa masuk. Jadi, entah Joshua Salim berbohong tentang Alisa yang belum pulang, atau Alisa keluar sendiri setelah Alfred pergi untuk suatu alasan.Joshua Salim tidak akan
Sudut pandang Marcel:"Apa … apa maksudmu?" Aku mengerutkan kening, jantungku berdegup lebih cepat sebelum otakku sempat memproses informasi itu. "Val juga hilang?""Siapa lagi yang hilang?" Aurel bereaksi cepat. "Adrian Malik nggak menjawab teleponnya. Dia yang membawa Val kemarin.""Aku tahu!"Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak mengumpat. Apa yang dilakukan Adrian kali ini? Aku tidak akan heran jika dia membawa Val kembali ke tempatnya, bahkan tanpa persetujuan Val! Pria itu benar-benar gila! Begitu aku memberikan surat cerai pada Val, dia sudah bergerak?Aku bahkan tidak menandatangani surat cerai sialan itu!Lima tahun yang lalu, Adrian bertengkar denganku tepat sebelum hari pernikahanku. Dia menggila dan mengatakan aku tidak boleh menikah dengan gadis yang tidak kucintai. Kupikir itu demi aku, tetapi aku tidak pernah menyangka bahwa keributan besar itu karena perasaannya terhadap Val.Aku bahkan tidak tahu mereka saling kenal seakrab itu.Aku menutup telepon dan bergegas keluar
Sudut pandang Marcel:Adrian terus mengoceh sepanjang jalan menuju lift, membuatku tenggelam dalam kebahagiaan masam karena menyadari betapa sulitnya menerima Val bersama orang lain, dan betapa menyedihkannya itu."Sialan, Marcel?" gerutu Adrian saat memasuki lift dan melihatku masih di luar. "Sadarlah! Apa kamu bercanda? Aku mengantar Val pulang dan melihatnya masuk gedung Aurel! Apa kamu yakin dia nggak bersama temannya?""Aurel bilang Val nggak pulang tadi malam." Akhirnya aku tersadar. Kepalaku terasa sangat ringan saat menyadari bahwa Val tidak menghabiskan malamnya bersama Adrian, tetapi kemudian aku tersadar. "Kamu melihatnya masuk gedung?"Kedengarannya mengerikan seperti kasus Alisa."Alisa juga belum pulang dari pesta kemarin. Aku sudah meminta Jeremy Rahadian untuk menangani kasus ini," kataku kepada Adrian saat aku mengeluarkan ponselku untuk menelepon Miko dan melihat lima panggilan tidak terjawab darinya. "Tunggu sebentar ….""Aku nggak yakin Jeremy akan peduli." Adrian m
Sudut pandang Marcel:Adrian menyeringai dengan gembira ke arah teleponnya.Apa yang kulewatkan di sini? Aku akan menerima penolakan Jeremy Rahadian sebagai tindakan taat aturan seandainya dia tidak secepat itu setuju untuk membantu Adrian tanpa ragu-ragu.Itu adalah kesempatan besar untuk bisa dekat denganku, dan bantuanku sangat berharga. Rasanya Jeremy bukan memilih untuk membantu Adrian karena persahabatan, melainkan memilih untuk tidak membantuku karena dendam pribadi.Namun, aku bahkan tidak mengenal Jeremy Rahadian secara pribadi!Aku cukup yakin Adrian akan menutup telepon, tetapi ketika dia melirikku, dia mendesah pelan dan menambahkan ke teleponnya, "Oh, aku baru tahu kalau putri Keluarga Salim yang lain juga nggak menjawab teleponnya. Entah apa itu terkait dengan hilangnya Val, tapi informasi ini mungkin bisa membantu. Silakan kamu menilai sendiri."Adrian mengakhiri panggilan telepon, aku merasa seperti akan meledak karena malu dan marah yang bercampur aduk."Apa?" bentakku
Sudut pandang Marcel:Memikirkan bahwa Adrian mungkin benar-benar lebih mengenal istriku daripada aku adalah perasaan terburuk di dunia. Rasanya seperti sudut hatiku yang paling intim ternoda oleh pria lain, seperti salju yang dikotori oleh jejak kaki asing yang jelek."Kamu ….""Dia di sini," potong Adrian, lalu menghentikan mobil dan melompat turun. Aku menyusulnya.Kami tiba di gedung apartemen Aurel. Aurel berdiri tepat di depan apartemennya, berbicara dengan seorang pria jangkung. Pria itu berambut pirang lembut. Sosoknya besar dengan otot-otot yang jelas di balik lengan pendek seragam polisinya. Namun, ketika pria itu berbalik ke arah kami, dagunya yang bulat langsung menyalakan sirkuit otakku."The Three Musketeers"! Bukan buku. Itu kami!Dahulu, aku bermain anggar dengan Adrian. Kami bertemu dengan seorang anak laki-laki lain di kelas anggar. Awalnya, kami menjadi teman biasa, lalu menjadi "The Three Musketeers", tiga kesatria musketri. Namun, itu sudah puluhan tahun yang lalu.
Sudut pandang Valerie:Saat aku terbangun, semuanya gelap. Sesaat, kupikir hari masih malam, tetapi ternyata aku berada di ruangan gelap saat mataku mulai terbiasa dengan kegelapan.Pikiranku terasa hampa dan menyesuaikan diri lebih lambat daripada mataku, seolah-olah seseorang menyuntikkan kabut ke otakku.Apa yang terjadi? Di mana aku? Aku tadinya berada di dalam mobil? Hal terakhir yang bisa kuingat adalah mata Alisa yang ketakutan.Alisa!Ingatan tentang tadi malam menyerbu pikiranku saat nama itu membangkitkannya, dan saat terbangun, pelipisku terasa nyeri berdenyut. Aku mengerutkan kening, mencoba menggosok pelipisku, tetapi ternyata lenganku diikat ke lengan kursi kayu.Aku ingat sekarang.Aku tidak ingin keluar untuk menemui Alisa saat aku menerima pesannya. Dia tidak pernah menghubungiku, sama sekali. Dia punya pasukan untuk melakukan itu jika dia membutuhkanku. Tidak ada pula yang bisa kami bicarakan. Terakhir kali Alisa berbicara kepadaku, dia menunjukkan video Marcel saat m
Sudut pandang Valerie:Pria itu berdiri dengan tangan menopang tubuhnya yang berat di atas meja, lalu mulai meregangkan anggota tubuhnya dalam serangkaian gerakan lambat yang menyakitkan, sama sekali mengabaikan aku dan Alisa. Rambutnya acak-acakan dan pakaiannya yang bau menggantung longgar di perutnya yang buncit.Kemudian, pria itu membuka sebotol air, berkumur sebelum menelan air di mulutnya, lalu memercikkan air ke wajah dan kepalanya hingga botolnya kosong. Dia meraih sesuatu yang tampak seperti kemeja kotor dan menyeka kepalanya.Dia tidak tampak seperti penjahat. Penjahat memiliki tubuh yang lebih baik dan mungkin juga gaya hidup yang lebih sehat.Namun, itu tidak berarti dia bukan predator. Dia menculik dua gadis, aku meminjam kata-kata Alisa sebagai argumen. Kemudian, dia mengikat kedua gadis itu ke kursi di ruangan gelap yang tampak seperti bangunan terbengkalai dan tampaknya berniat mengintimidasi dengan gerakan lambatnya. Itu seperti sandiwara sebelum kucing membunuh tikus
Sudut pandang Valerie:Aku menatap ke atas dengan terkejut dan melihat Alisa menangis. Menangis seperti boneka yang sangat tersakiti, dia menghapus wajahnya, tetapi air mata terus mengalir begitu cepat sehingga tetesan-tetesannya terus jatuh di dekat kakiku.Tidak ada hal baik yang terjadi saat dia menangis."Ibumu memohon pada Ayah untuk membawamu pulang ...." Alisa menangis begitu keras hingga napasnya terengah-engah, dan itu membuat ucapannya terputus-putus. "Kalau kamu sangat ingin pergi, pergilah, tapi Ayah menyelamatkanmu ketika ibumu sudah menjadi dingin karena obat-obatan yang dia pakai! Ayah pasti akan menyelamatkannya kalau dia …!""Kamu pikir aku akan percaya kebohongan kejammu?" dengusku kepada usahanya yang gagal. Aku mencoba berdiri dengan pergelangan kaki yang terpelintir. "Pemadat? Serius? Kamu sendiri yang bilang kalau aku dibuang di panti asuhan, perlu aku ingatkan?"Alisa tidak pernah pemalu kecuali saat dia berbohong. Dia tahu bahwa bermain sebagai korban akan membe
Sudut pandang Valerie:Mengapa Marcel bahkan membantu tadi?Aku menatap Marcel, terkejut. Kupikir dia lebih baik dari Joshua Salim. Kupikir meskipun dia peduli kepada Alisa, dia orang yang baik, tidak seperti Joshua Salim."Aku nggak akan tinggal." Aku menahan amarahku yang perlahan membakar rasionalitasku. "Aku nggak peduli tentang berkas-berkas itu. Ingat saja, bigami itu adalah kejahatan."Dia pikir seberapa besar pengaruh perasaanku kepadanya yang tersisa? Aku tidak ingin melakukan apa pun untuk mereka karena aku tidak ingin membuang-buang waktuku untuk mereka, bukan karena mereka bisa begitu saja menginjakku."Aku nggak berniat menikahi Alisa." Marcel mengangkat berkas. "Aku hanya ingin kesempatan lain. Kamu ingin kesempatan dariku, dan itu yang aku inginkan sekarang ….""Aku sudah memberikan segalanya untuk kesempatan itu!" bentakku dengan marah. Dia tahu bagaimana cara membuatku kesal. "Anggap saja kamu bukan memintaku tinggal demi Alisa, caramu meminta adalah dengan mengancamku
Sudut pandang Marcel:"Apa maksudmu ...?" Suara Val bergetar karena ketakutan ketika aku mendekat. Dia melemparkan pandangan acuh tak acuh kepadaku, seolah-olah aku tidak ada di sana. Matanya merah karena menangis dan tinjunya gemetar.Apa yang mungkin dikatakan Joshua Salim kepadanya? Val bahkan tidak sekalut ini saat dia memberiku berkas-berkas itu."Kamu selalu mengira aku memalsukan berkas adopsimu," kata Joshua Salim dengan desahan berat. "Kamu benar. Aku nggak mengadopsimu dari panti asuhan. Aku menemukanmu di Dasira, di pelukan ibumu yang sudah dingin.""Kamu bohong!" desis Val kepada Joshua Salim seperti anak kucing kecil yang terluka. Telinganya akan terlipat ke belakang jika saja dia memilikinya. Dia menggelengkan kepala, dan air matanya jatuh, tetapi dia bahkan tidak merasakannya. Dia berbalik untuk meraih kaos Adrian dengan tatapan teraniaya, dan aku menatap tajam Adrian."Bawa dia keluar dari sini," kataku kepada Adrian sebelum aku berbalik menghadap Joshua Salim. "Kamu ng
Sudut pandang Marcel:Aku bertengkar dengan Adrian.Aku melihat Val bersama Adrian di tempat parkir, sedang berbicara, terlihat bahagia. Aku sebenarnya bisa saja pergi dan memberi Val berkas yang sudah ada di mobilku, yang sudah seperti tempat tinggalku beberapa hari ini. Namun, aku tidak melakukannya. Aku tidak terburu-buru memutuskan satu-satunya hubungan yang tersisa antara aku dan Val.Aku mengikuti mobil mereka, tidak yakin apa tujuanku melakukannya. Pembicaraan lain setelah Adrian mengantarnya pulang? Apa gunanya percakapan lain? Semua yang kulakukan sekarang hanya mendorong Val makin jauh. Meskipun begitu, aku mengikuti mereka seperti anak yang tersesat.Adrian si berengsek itu segera menyadari keberadaanku dan menghilang di tengah lalu lintas. Dia seorang pembalap, satu-satunya hal yang tidak bisa aku kalahkan darinya.Ketika akhirnya aku berhasil menyusulnya, Val sudah pergi menemui Alisa. Aku mengakui diriku kesal. Alisa tidak dalam kondisi mendesak dan Adrian seharusnya tida
Sudut pandang Valerie:Joshua Salim tidak ingin aku menemukan keluarga asliku. Tentu saja tidak. Dia ingin aku terikat pada kotanya, pada Alisa, seumur hidup! Entah apakah aku bahagia atau menderita dalam prosesnya, dia tidak peduli.Melihat wajah dingin Joshua Salim, aku tidak bisa mengerti mengapa dia membenciku begitu dalam. Aku akan mengerti jika Alisa membutuhkanku. Apa yang Joshua lakukan tidaklah pantas, tetapi setidaknya dia melakukannya karena cinta kepada putrinya.Mengapa sekarang Joshua menghalangiku?Golongan darahku langka, tetapi bukan berarti aku satu-satunya. Setiap provinsi memiliki bank darah rhesus negatif dan di kota kami adalah salah satu yang terbaik. Selama kebutuhan Alisa masih dalam rentang yang biasa, itu tidak akan menjadi masalah bagi keluarga kaya seperti Keluarga Salim.Jadi, kenapa Joshua masih menahanku di sini?"Aku nggak butuh rencana karena aku nggak buru-buru mencari orang tua kandungku." Aku memecah keheningan canggung setelah pertanyaan Adrian. "M
Sudut pandang Valerie:Anak buah Joshua Salim mempercepat langkah mereka dan mengepung kami, semua dengan wajah datar dan mata yang tersembunyi di balik kacamata hitam yang dingin."Adrian …?" Suaraku bergetar."Ambil tiketnya." Adrian meletakkan tiket di tanganku, berdiri di depanku. "Kamu akan baik-baik saja. Nggak ada yang bisa menyentuhmu hari ini, selama aku ada di sini.""Pak Adrian." Joshua Salim mengangguk kepada Adrian dengan senyum. "Senang bertemu denganmu di sini.""Kurasa aku bisa bilang hal yang sama kepadamu." Adrian menghalangiku dengan tubuhnya. "Mau pergi ke mana, Pak Joshua, kalau boleh aku tanya?"Joshua Salim melengkungkan bibirnya dengan penuh penghinaan, tetapi kemudian menjawab dengan tenang, "Dasira."Jantungku mencelus. Joshua datang untuk aku, dan dia tahu apa yang aku rencanakan. Aku tahu dia licik dan berhati hitam, dan aku baru saja menyaksikan bagaimana dia menjinakkan Alisa. Namun, tetap saja. Aku belum pernah merasa setakut sekarang ini kepada pria yang
Sudut pandang Valerie:Aku menatap pria itu. Tubuhku membeku karena otakku tidak bisa memberikan perintah akibat memproses terlalu banyak pertanyaan.Apakah Joshua Salim yang mengirim orang itu? Mengapa Joshua masih ingin aku tetap tinggal? Bagaimana dia tahu aku ada di sini? Aku tidak memberi tahu siapa pun, bahkan rencana ini begitu mendadak dan tidak terduga! Alisa? Gerry? Marcel? Tidak ada yang tahu! Bahkan Aurel dan Liana!"Val, tarik napas!" Adrian mengguncangku dan aku berbalik perlahan menghadapnya, air mata mengaburkan pandanganku. "Ini Timmy, sekretarisku. Maaf aku membuatmu takut, tapi kamu harus tarik napas. Val!"Aku terengah-engah, menyandarkan diri pada mobil Adrian, berkedip saat otakku yang terkejut perlahan memprosesnya. Air mata mengalir di wajahku."Aku kira …." Aku menggigit bibirku. Suaraku terputus. Satu kata lagi pasti akan membuatku menangis keras."Aku tahu, aku tahu ...." Adrian memelukku, mengelus punggungku dengan lembut. "Kamu baik-baik saja, kamu aman. Ma
Sudut pandang Valerie:"Kamu yakin nggak apa-apa? Kamu boleh menangis kalau mau," tanya Adrian untuk ketiga kalinya begitu aku kembali ke mobilnya. Aku bilang dia tidak perlu menungguku, tetapi dia tetap berada di tempat parkirnya ketika aku keluar, sama terkejutnya denganku ketika melihatku.Aku tidak terlalu sedih. Tidak seperti saat aku menemukan kebenaran tentang "keluargaku", tentang bagaimana mereka semua mengkhianatiku dan ingin memutuskan hubungan denganku. Mereka membeli hidupku untuk putri mereka yang tercinta, apa salahnya?Sebenarnya, aku senang putri mereka akhirnya sembuh sekarang. Mereka tidak membutuhkanku lagi."Alisa sudah baik-baik saja sekarang. Kondisinya stabil." Aku memberi tahu Adrian, merasakan kelegaan yang telah lama hilang. "Mungkin mereka bahkan nggak akan mengejarku kalau aku bilang akan pergi.""Dia sembuh hanya dengan mengeksploitasimu!" keluh Adrian kesal sambil memutar matanya."Maksudku, kalau dipikir-pikir, mereka membayar biaya hidupku dan pendidika
Sudut pandang Valerie:Oh, semua masuk akal sekarang. Pantas saja Alisa menghubungiku, dengan membangun ilusi damai antara kami berdua di depan Ibu Angkat pula. Alisa panik karena dia pikir Marcel telah melihat sisi buruknya yang sebenarnya.Tunggu, tidak, itu tidak masuk akal sama sekali.Itu tidak seperti Marcel sama sekali. Bukankah seharusnya dia memukuli Liam Kusuma habis-habisan karena mencemarkan nama malaikatnya yang murni?Akhirnya, setelah sekian tahun, Alisa melangkah melewati batas yang bahkan tidak bisa ditoleransi oleh cinta buta Marcel?Sekarang, inilah kesenanganku, melihat bahwa Alisa akhirnya mengerti apa itu rasa takut."Rasanya aku ingat kamu bilang nggak masalah meskipun aku mengatakan yang sebenarnya, dan dia tetap akan mencintaimu apa pun yang terjadi," kataku sambil memiringkan kepala ke arah Alisa. "Malam itu, ketika kamu pamer tentang bagaimana dia melamarmu, ingat? Kamu bahkan menantangku untuk memberitahunya ….""Dasar jahanam!" desis Alisa ke arahku, tetapi