Sudut pandang Marcel:Aku cukup terkejut Val memulai percakapan denganku, tetapi kemudian aku menyadari bahwa dia menginginkan sesuatu dariku.Val adalah jiwa yang bebas, kebalikan dari Alisa. Dia mengatakan apa yang dia pikirkan dan melakukan apa yang hatinya katakan. Selalu. Namun, tidak ketika dia menginginkan sesuatu. Dia berubah menjadi orang yang berbeda, gadis penurut yang berusaha sebaik mungkin untuk bersikap baik, merayu, menahan diri.Dahulu, aku meremehkan itu. Aku merasa dia selalu meminta sesuatu sementara Alisa tidak pernah meminta apa pun. Belum lagi Val melakukannya dengan cara yang ragu-ragu, hampir takut, dan aku tidak suka itu.Val akan bertanya kepada semua temanku, kecuali aku, tentang apa yang mungkin aku suka untuk memberiku hadiah yang tepat, lalu bertanya apakah aku suka hadiah itu ketika dia memberikannya kepadaku. Jika aku bilang "ya", dia akan tersenyum begitu cerah dan bertanya dengan ragu, "Kalau begitu, apa aku mendapatkan satu hari penuh bersamamu? Hany
Sudut pandang Marcel:Saat aku menyaksikan Val mencoba mengajakku berbicara, untuk membuatku teralihkan dengan rasa terima kasih yang palsu, aku hanya bisa merasakan kepahitan di mulutku, tidak peduli seberapa banyak alkohol yang kuhabiskan.Aku tahu mengapa dia bisa berbohong kepadaku sekarang. Itu karena aku tidak lagi istimewa baginya.Sekarang, aku hanya seperti orang lain baginya, seseorang yang bisa dia manfaatkan tanpa merasa bersalah. Kejujuran baginya adalah "dasar yang kokoh untuk pernikahan". Aku yang menghancurkan pernikahan itu dan sekarang dia berhak untuk tidak peduli dengan dasar itu.Val benar. Dia membangun rumah untukku, untuk kami. Sebuah rumah yang nyata, bukan sekadar tempat tinggal, sebuah tempat berlindung di mana aku bisa bersantai dari hari-hariku dan mengisi ulang tenaga, tempat di mana aku dirawat dengan sangat baik tanpa harus membayar apa pun.Aku menghancurkan surga itu menjadi kepingan-kepingan tanpa menyadari apa yang kumiliki.Aku melihat Val, maksudku
Sudut pandang Valerie:Kalau masuk lewat pintu, tidak boleh Lukas yang melakukannya, harus aku. Kalaupun ada yang melihatku, itu bukanlah sebuah kejahatan."Kenapa lama sekali?" desisku saat Lukas menyeretku ke sudut gelap. Di tangannya ada kunci kuno berbentuk aneh. Pintu gerbang vila menggunakan kunci sidik jari, tetapi ruang kerja Joshua Salim masih menggunakan kunci fisik lama yang rumit.Apa yang dia sembunyikan di sana?"Kunci seperti ini sangat mahal, satu anak kunci untuk satu kunci saja, dan anak kunci itu nggak bisa digandakan," jelas Lukas, melihat kebingunganku. "Lalu, untuk menjawab pertanyaanmu, karena kamu memberiku kata sandi yang salah untuk ponselnya.""Apa? Bukan ulang tahun Alisa?" kataku terkejut. "Aku bersumpah sudah pernah melihatnya pakai itu.""Ya, mungkin dulu iya, tapi sekarang nggak lagi," kata Lukas dengan ekspresi aneh di wajahnya. "Mau tahu apa itu?""Nggak usah." Aku melambaikan tangan. "Aku nggak berniat mencuri ponselnya terus-menerus!"Aku belum perna
Sudut pandang Valerie:Aku menutup mulut karena terkejut, melemparkan kotak ke dalam brankas dan menguncinya, tetapi kemudian menyadari bahwa aku tidak punya tempat untuk melarikan diri. Bagaimana Alisa bisa kembali begitu cepat?"Valerie!" Alisa terus berteriak sambil memutar gagang pintu dengan gila, "Kamu mencuri kunciku, 'kan? Kamu berani menyelinap ke ruang kerja Ayah? Kamu pasti mampus! Ayah bilang kamu akan mencoba sesuatu dan kamu benar-benar melakukannya! Buka pintu!"Aku terombang-ambing antara pintu dan balkon.Tidak aman kalau aku melompat tanpa Lukas yang siap menangkapku. Namun, jika aku keluar lewat pintu ....Aku ingin berpura-pura bodoh dan menyelidiki dahulu, tetapi sepertinya semuanya mulai terbongkar. Aku menggenggam kunci dengan satu tangan dan gagang pintu dengan tangan lainnya. Jika begini jalannya …."Seorang pria masuk lewat jendelanya." Aku mendengar suara pria di luar pintu, jelas ditujukan kepada Alisa. Aku menahan napas dan menunggu.Seseorang? Pria apa? Lu
Sudut pandang Valerie:"Apa itu?" tanya Alisa dengan tergesa-gesa, berlari kembali ke ruang kerja.Sial! Dia mendengarku.Marcel mengetuk pintu kaca dengan lembut, menunjuk ke kunci. Untungnya, tersamarkan oleh teriakan Alisa dan kepanikannya memutar gagang pintu, aku berhasil membuka kunci pintu kaca dan membukanya dengan lancar."Apa …," desisku kepada Marcel, tetapi dia menutupi mulutku dan menarikku keluar ke balkon."Apa yang kamu kirimkan ke Alisa?" tanya Marcel langsung."Aku … aku nggak tahu ...," gumamku. Lukas yang mengirimnya. Aku tidak pergi sampai aku mengembalikan ponsel Marcel ….Tunggu, dia tahu?Marcel cepat-cepat meninggalkan topik itu. "Di bawah meja atau melintasi celah balkon, pilih salah satu," katanya cepat dengan nada tegas, memutarku ke arah kamarku. "Di bawah meja lebih aman, tapi berjalan keluar bisa berbahaya ….""Balkon," jawabku, memilih dengan cepat. Celah antara kedua balkon itu kurang dari satu meter. Aku pikir Joshua Salim sudah mempersiapkan kamar tid
Sudut pandang Valerie:"Kamu menemukannya di lantai?" desis Alisa terkejut. Dari suaranya, dia masuk ke ruang kerja dan menutup pintu. "A … aku benar-benar menjatuhkan kuncinya?""Maaf," kata Marcel.Kepahitan dalam suaranya membuat hatiku sakit. Marcel benci berbohong, tetapi sekarang aku memaksanya berbohong, kepada seseorang yang dia pedulikan pula. Aku makin banyak berutang kepadanya.Aku mengintip dari pintu kamar untuk melihat, malah melihat pengikut Alisa, Eko, menempelkan telinganya ke pintu ruang kerja. Kami saling terkejut dan segera menarik kepala kami masing-masing kembali."Tapi, kenapa kamu di sini?" tanya Alisa dengan penuh curiga. "Kamu bilang untuk ketemu di hutan tempat kamu menyelamatkanku."Sial!Aku memasukkan penyuara telinga ke telingaku saat aku berlari keluar dari pintu. Aku tidak tahu apa yang Lukas kirimkan kepada Alisa, tetapi aku tahu itu di dekat danau! Mengapa aku tidak memberi tahu Marcel setidaknya? Aku perlu memperingatkan Marcel!"Hutan?" tanya Marcel
Sudut pandang Valerie:Aku belum pernah melihat Marcel sesedih ini. Dahulu, saat aku bertengkar dengannya karena Alisa, dia biasanya hanya mendengus dingin, atau mengabaikannya. Tidak pernah dia sampai sepeduli ini hingga seluruh suaranya mengalir keluar penuh rasa sakit.Rasa sakitnya menyengatku."Ya, sangat puas!" kataku dengan nada kejam, menatapnya dengan tajam. "Aku minta maaf kalau kamu mengatakannya untuk membayar pernikahan yang hancur, tapi kamu nggak perlu melakukannya kalau kamu pikir itu nggak sebanding!""Aku nggak bilang begitu," jawab Marcel seraya menghela napas, suaranya lelah dan rendah. "Aku tahu aku perlu menjaga jarak darinya, aku hanya nggak ingin melakukannya dengan cara yang kejam.""Aku bilang aku tetap bertahan demi darah, dan aku bilang aku merobek surat cerai itu hanya untuk menyiksa wanita berhargamu." Aku merasa darahku mendidih dalam api dingin saat melanjutkan, "Terserah kalau kamu tetap jadi kesatria untuknya, tapi jangan minta aku bergabung denganmu!
Sudut pandang Diego:Itu kalung ibuku.Satu-satunya di dunia.Ibuku meninggal dalam kecelakaan mobil dua puluh tahun yang lalu, bersama adik perempuanku. Begitulah yang mereka katakan kepada kami. Namun, mereka tidak pernah menemukan tubuh adikku. Maksudku, memang benar mobil itu jatuh dari tebing dan terbakar, dan mungkin memang benar ada hewan liar. Bahkan mayat Ibu pun tidak utuh.Namun, aku tidak pernah memercayai mereka. Mereka semua mengira aku melakukan ini karena aku menyalahkan diriku sendiri. Aku memang menyalahkan diriku sendiri dan kematian Ibu adalah karena aku. Namun, itu bukan alasan utamanya.Seorang manusia tidak akan menghilang begitu saja. Begitu juga dengan safir itu.Sekarang, aku sedang memandang keduanya, dengan mataku sendiri!"Apa yang kamu lakukan?" gumamku kepada Joshua Salim, tetapi segera menyadari bahwa bukan hakku untuk berteriak. Memang itu putrinya, putri angkatnya, tetapi itu bukan berarti dia berhak melakukan hal seperti itu!"Siapa kamu?" Pria tua it
Tentu ada cincin yang jauh lebih mahal, tetapi bukan cincin ini.Tentu, ini adalah hati dari Marcel Tanzil yang terhebat, tetapi dia bahkan masih remaja ketika merancang cincin itu. Dia memiliki sumber daya terbatas … baiklah, terbatas sebagai seorang Keluarga Tanzil. Tetap saja, desainer cincin itu adalah teman keluarganya, dan batu permata itu, meskipun langka, hanya sebanding dengan uang jajan Marcel pada waktu itu.Yang paling berharga dari cincin itu hanyalah emosi yang disimpannya.Val kesal dengan strategi licik Marcel, mengikuti tawarannya hanya dengan menaikkan 150 juta setiap kali, lalu tiba-tiba menggandakannya. Siapa pun, bahkan Nico sekalipun, andai dia ada di sini hari ini, pasti akan ragu setidaknya untuk sesaat.Sambil menatap Marcel dengan tajam, Val tidak mengangkat papannya. Baiklah! Marcel sangat menginginkan cincin sialan itu? Dia boleh mendapatkannya! Toh Val bukan kemari untuk cincin bodoh itu juga.Marcel melihat ke arahnya. Merasa menang? Val bertekad untuk tid
Marcel mengajukan penawaran lagi.Val bahkan tidak mengalihkan pandangannya ke arah kedua pria yang menaikkan harga untuk cincin kecil itu. Dia bersandar ke kanan dengan sikunya di lengan kursi seperti kucing malas, mata ungunya yang dingin tampak acuh tak acuh, memancarkan aura ratu yang mematikan. Namun, hanya sedikit yang bisa melihat lengkungan halus di bibirnya.Dia tahu Marcel menginginkan cincin itu, sangat menginginkannya.Val datang untuk kalung ibunya, tetapi sesampainya di sana, dia tahu Marcel akan datang … karena cincin itu ada di daftar.Dia sudah tahu tentang cincin itu sejak lama. Sebenarnya, dia sudah tahu keberadaan cincin itu sepanjang hidupnya. Seperti remaja pada umumnya, dia ingin tahu segala sesuatu tentang pria yang disukainya, dan dia menemukan tentang cincin itu ketika itu masih sebuah gambar di buku catatan Marcel.Dia tahu bahwa Marcel sedang mendesain sebuah cincin, dia menyaksikan cincin itu menjadi nyata, disimpan oleh pria itu dalam kotak beludru kecil,
"Pria di lantai dua."Papan Marcel bahkan tidak memiliki nomor, hanya satu huruf, Z.Tidak mungkin Marcel bisa melihat dan memperhatikan Alisa dari jendela besar di lantai dua itu, tetapi Alisa merasa seolah-olah Marcel meliriknya dengan dingin ketika dia baru saja mengangkat papannya.Air mata akibat merasa teraniaya memenuhi mata Alisa.Alisa seharusnya ada di sana. Dia seharusnya menjadi ratu dari Keluarga Tanzil, dan dia mendapatkan gelarnya dengan sah. Namun, pria itu sekarang menyingkirkan semua kata dan janji manisnya, dan hanya menatapnya dengan dingin.[ Marcel, No. 86 adalah aku. ]Alisa mengetik di ponselnya, tetapi ragu ketika jarinya melayang di atas tombol "kirim".Kata demi kata, Alisa menghapus pesan itu, dan mengirimkan pesan lain sebagai gantinya. [ Marcel, aku di lelang hari ini. ]Tidak ada balasan.Sambil memegang ponselnya, Alisa menatap Marcel. Pria itu duduk di sana dengan wajah datar, matanya bahkan tidak beralih ke meja tempat ponselnya berkedip.Alisa menggi
"Mereka nggak datang!" desis Alisa kepada Joshua Salim, matanya melirik ke sekeliling dengan tergesa-gesa, tidak bisa tetap tenang lebih dari tiga detik.Alisa tidak sabar untuk menyingkirkan Valerie secara permanen dari hidupnya. Dia tidak tahu Valerie sedang hamil saat dia menjegalnya di tangga, tetapi itu tidak berarti dia tidak senang dengan hasilnya. Dia membuat Valerie masuk penjara. Dia mendapatkan Rumah Z, mesin pencetak uang. Dia juga mendapatkan gelar Nyonya Marcel.Dia dan Marcel memang tidak seperti dahulu lagi, tetapi hal itu sekarang tampaknya merupakan masalah yang jauh lebih sepele dibandingkan Valerie si psikopat yang datang mengejar dirinya.Sejak Valerie muncul di pesta reuni, Alisa tidak bisa tidur nyenyak sehari pun.Alisa tahu Valerie tidak akan melepaskannya begitu saja kali ini, dan dia tahu pasukan lamanya, yaitu ibunya, ayahnya, dan Marcel, tidak memiliki kekuatan atas Valerie sekarang. Bahkan kakak laki-lakinya yang hanya seorang penindas itu sedang bersembun
"Aku akan menceraikannya dengan syarat," tambah Alisa sambil cemberut. "Dia berutang pernikahan itu kepadaku. Dia juga nggak pernah memenuhi tanggung jawabnya sebagai suami.""Darah yang kita berikan kepadanya adalah darah Valerie sejak awal. Apa yang kamu harapkan saat kamu memaksanya menikahimu?" Joshua Salim menghela napas, menggelengkan kepala perlahan dengan kekecewaan di matanya.Joshua Salim telah melakukan hal-hal buruk demi istri dan putrinya. Dia pikir dirinya telah melakukan segala yang dia bisa untuk melindungi keluarganya, tetapi dia tidak pernah menduga putrinya hanya akan belajar trik kotor darinya."Ayah memaksa Ibu, tapi semuanya baik-baik saja," kata Alisa sambil mengangkat bahu dengan nada acuh tak acuh."Apa kamu bilang?" Joshua Salim mengangkat tangannya, dan Alisa membeku dengan air mata ketakutan. Pada akhirnya, tangan itu tidak mendarat.Joshua Salim menghela napas dalam-dalam dan panjang. Dia menggenggam tinjunya untuk menyembunyikan gemetar di tangannya.Aveli
"Ini akan membuat Valerie marah!"Alisa menghela napas sambil menatap ayahnya dan memutar matanya saat mereka melewati lorong temaram bersama para peserta lelang.Bukan berarti Alisa bersedia menyerah kepada Val soal kalung itu, tetapi menjual kalung itu secara terbuka kepada Val hanya akan menjadi deklarasi perang, sesuatu yang tidak akan dilakukan oleh ayahnya yang berhati-hati. Namun, Joshua Salim tampaknya sudah bertekad untuk melanjutkannya.Lelang ini memperbolehkan topeng, toh sebuah topeng sederhana tidak bisa menyembunyikan identitas seseorang, terutama di kalangan orang-orang yang mampu berada di sini. Namun, tetap saja, Alisa mengenakan topeng. Bukan hanya itu, dia juga mengenakan gaun yang lebih menantang dengan punggung yang terbuka hingga ke pinggangnya, untuk mengelabui orang, seperti yang dia katakan.Namun, Joshua Salim tahu ini hanyalah cara Alisa untuk melampiaskan perasaannya setelah perselisihan dengan Marcel. Dia mengenal putrinya lebih baik daripada siapa pun. Se
"Apa ... apa kamu tahu tentang Keluarga Kumala?" Apa kamu tahu bahwa kamu baru saja memarahi pewaris dari salah satu keluarga paling berkuasa di negara ini? Inilah pertanyaan sebenarnya, yang tidak berani ditanyakan oleh Val.Val melirik ke arah Nico, dengan sedikit kecemasan terdengar dalam suaranya yang bahkan tidak dia sadari sendiri.Mereka menjemput Liana sebelum mengakhiri hari itu. Nico bermain dengan Jelita sepanjang perjalanan ke rumah Liana. Val tidak ingin membicarakan Diego di depan Liana atau Jelita, jadi dia hanya diam karena rasa bersalah yang terus menggerogotinya.Kesepakatan Val dengan Nico adalah tentang Keluarga Salim. Nico membutuhkan Val karena pria itu tidak ingin ada noda di namanya, jadi Val berpikir pria itu tidak akan senang jika harus bermusuhan dengan Keluarga Kumala.Nico menoleh, matanya yang dalam tertuju pada Val sebelum dia mengangguk. "Ya, aku tahu."Val menelan ludah tanpa disadari.Haruskah dia memberitahu pria itu siapa Diego sebenarnya? Nico membe
"Diego Kumala!" seru Val dengan marah. "Ini benar-benar nggak bisa dipercaya! Ini sudah sangat rendah, bahkan untukmu!"Di balik sudut jalan, berdiri pria yang dia marahi. Di wajah pria itu, ada rasa malu, terkejut, dan ... sedikit rasa marah, marah kepada adik iparnya yang baru saja mencampakkannya agar adik perempuannya tidak kehilangan kendali melihat si mantan suami menculik putri temannya.Betapa kacaunya keluarga asalmu."Liana menolakmu, 'kan?" Val menyilangkan tangan di depan dada, menatap Diego seperti induk kucing yang marah. "Itu sebabnya kamu bersembunyi di sini?""Ehh ... nggak juga ...." Pria itu menggaruk rambutnya dengan senyum meminta maaf. Liana tidak bilang "tidak". Wanita itu sama sekali tidak mengangkat teleponnya yang jutaan kali, begitu juga Val. "Ini murni kebetulan, tapi aku sangat senang bisa melihatmu, Jelita …."Val menyipitkan matanya. Diego cepat-cepat meminta maaf dan mengoreksi, "Maksudku, Valerie.""Namaku Val, dan aku lebih bahagia tanpa kamu, terima k
"Siapa yang mengajarimu memanggilnya Mama Val?" tanya Marcel, mengamati Val dengan hati-hati agar tidak terlihat oleh Val, tetapi juga tidak kehilangan jejak Val.Marcel tidak tahu Val ada di sini dan tidak mengira Jelita akan melompat dari komidi putar saat melihatnya. Dia tahu bahwa Liana membawa Jelita ke sini, jadi dia datang."Dia memang Mama Val .…" jawab Jelita dengan nada terluka dan merasa bingung."Apa dia tahu aku papamu?" tanya Marcel, sudah mengetahui jawabannya.Val tidak tahu. Kalau tahu, Val pasti sudah menghubungkan semuanya.Marcel perlu memberi tahu Val, tetapi dia tidak bisa, karena Nico.Sekeras apa pun Marcel berusaha menyelidiki pria itu, dia tidak menemukan hal yang aneh. Pria itu terlihat bersih. Adam Samid. Itu nama yang ditemukan Marcel. Nama yang sangat biasa, hampir membosankan.Marcel bahkan menemukan mengapa Nico membenci Keluarga Salim. Perusahaan kecil milik Joshua Salim yang sangat dia jaga selama bertahun-tahun itu dibeli dari seorang "Samid" dengan h