Sophia tertidur di dalam pelukan Albert.Namun ketika pagi menyingsing, dia tidak menemukan lelaki itu di kamarnya lagi.Satu hari berlalu, Sophia pikir Albert akan lembur di kantor karena sehari sebelumnya dia mengambil cuti.Namun, hari itu berganti menjadi minggu. Pemikiran negatif di kepala Sophia mulai bermunculan.Albert tiba-tiba menghilang seperti ini. Tepat setelah Sophia menunjukkan kekurangannya malam itu. Walau Albert sudah berulang kali meyakinkannya bahwa hubungan mereka tidak akan berubah. Tapi Sophia yakin, pandangan Albert padanya sekarang pasti berubah.‘Rasa kasihan, kah?’ renung Sophia sendiri saat duduk di dekat jendela pada sore yang dibasahi hujan deras. Ada buku tebal yang terbuka di pangkuannya, dan laptop menyala di meja kecil di depannya.“Kalau tahu begini…,” lirih Sophia pelan, matanya mulai berkaca-kaca. Dia sudah menahannya selama berhari-hari, sudah sekuat tenaga meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa kepergian Albert tidak ada sangkut pautnya dengan ma
Albert tanpa sadar membayangkan wanita yang ada di hadapannya saat ini adalah Sophia. Mengenakan handuk pendek yang melilit di tengah dadanya, mempertontonkan gundukan kenyal menggoda itu di mata lelaki yang akan menatapnya lapar.Namun Albert menyadari bahwa Sophia yang dia kenal tidak akan melakukan ini. Malam itu, saat melihat Sophia menangis mencoba untuk menutupi diri dari pandangannya, Albert merasa begitu terpukul. Rasa sakit yang terpancar jelas di mata wanita itu… membuat Albert marah. Marah pada siapapun yang telah membuat Sophia menjadi seperti itu.Tapi bukankah dia adalah kandidat pertama pelakunya?Albert begitu hilang dalam pikirannya memikirkan Sophia sehingga dia nyaris lupa pada wanita di hadapannya. Yang saat ini telah melepas handuk yang melilit di tubuhnya sehingga dia tanpa sehelai benang pun, merosot turun dan berlutut di bawah Albert.Ekspresi di wajah Albert masih sama seperti sebelumnya. Gairah yang beberapa detik lalu sempat bangkit sekarang telah lenyap.Al
Sophia tidak bisa mengerti bagaimana semua ini benar-benar terjadi.Albert, yang sudah pergi selama hampir dua minggu, tiba-tiba saja pulang membawa serta kedua orang tuanya. Urusan di antara mereka berdua bahkan belum selesai, dan kini Sophia harus berhadapan dengan mertuanya.Apakah ini cara Albert untuk menebus kesalahannya yang tiba-tiba menghilang? Menjadikan orang tuanya sebagai temeng?Tapi untuk apa? Karena Sophia akan semakin marah dan tidak akan memaafkannya.“Dari mana saja kau?” desis Sophia pelan, bertanya pada Albert yang tengah membuat minuman di dapur, untuk dua orang yang tengah menunggu mereka di ruang tamu.Albert menoleh pada Sophia.Ada lingkaran hitam samar di mata lelaki itu, janggut dan kumisnya tumbuh sedikit panjang seolah dia tidak bercukur selama berhari-hari. Sophia sedikit terkejut melihat penampilannya yang tidak biasa.“Albert…”Air yang tengah ia tuang ke dalam gelas terhenti. Albert menaruh kembali botol air es itu ke tempatnya kemudian mendekati Soph
Albert langsung meraba rahangnya dan merasakan bulu-bulu kasar telah tumbuh cukup panjang di sana. “Aku tidak sempat bercukur. Sesaat setelah pekerjaanku selesai, aku langsung mengambil tiket penerbangan pulang.”Perasaan hangat itu menjalar ke dada Sophia. Apakah Albert memang benar-benar merindukannya sampai sebesar itu? Sophia jadi merasa malu pernah berpikir Albert meninggalkannya.Suasana di antara mereka mendadak menjadi canggung. Sophia sudah berhasil lepas dari pelukan Albert dan berdiri sekitar satu meter di hadapannya, dengan pipi merona merah.Diam-diam, tanpa Sophia ketahui, senyum kecil terbit di bibir Albert. Dia baru saja ingin merengkuh kembali perempuan itu ke dalam pelukannya saat tiba-tiba saja sebuah dehaman terdengar.Keduanya pun langsung mengalihkan pandang ke arah pintu dapur. Millie berdiri di sana sambil melipat tangan di dada dan bersandar pada ambang pintu.“Aku bertanya-tanya kenapa minumannya datang begitu lama,” kata Millie menatap Albert dan Sophia seca
Pada akhirnya, Sophia tidak punya pilihan lain selain mengikuti ucapan Millie untuk memasak bersamanya. Ini juga didukung oleh Adrian yang berkata bahwa dia ingin membicarakan sesuatu dengan Albert, meninggalkan Sophia dan Millie berdua di dapur.Millie berkata bahwa dia akan membuat makanan kesukaan Albert.Dengan wajah sedikit kesal, Sophia memotong bawang atas suruhan Millie, sedangkan wanita itu mencuci sayuran sambil bersenandung kecil.“Sophie, bagaimana hubunganmu dengan Albert akhir-akhir ini? Apakah sudah ada kemajuan?” tanya Millie.Sophia mengusap matanya yang berair dengan punggung tangan sebelum menjawab, “Begitulah,” jawabnya asal.Millie menoleh padanya sejenak. “Apa maksudmu ‘begitulah’?”Sophia ingin sekali menyuruh wanita untuk diam karena dia tengah disusahkan oleh bawang yang kini membuat matanya memanas.“Ugh!” erang Sophia pelan.“Kau baik-baik saja?” tanya Millie.“Jawabannya kau bisa lihat sendiri.”Millie terbahak. “Hahaha… baru memotong bawang saja kau sudah b
“Sophie, kenapa kau tidak menjawab?” Millie menelengkan kepalanya ke samping.Sophia mencoba tampak acuh. “Karena itu adalah privasi. Sesuatu yang tidak perlu aku umbar ke orang-orang yang tidak penting,” sahutnya.“Hm… begitu kah?”Sophia tahu bahwa ada sesuatu yang hendak Millie katakan, tapi wanita itu sengaja mengulur-ulur waktu agar Sophia semakin penasaran.“Apa yang kau lakukan di sini? Tidak kah seharusnya kau memasak?” kata Sophia.“Oh, ya, itulah yang hendak aku lakukan. Tapi seseorang bekerja dengan begitu lambat membuatku harus menunggu.”Seseorang, yang Millie maksud itu, tentu saja Sophia.Tapi lagi-lagi, sekalipun tahu, Sophia hanya bisa menahannya. Karena kehilangan kontrol diri adalah apa yang Millie inginkan darinya. Sophia tidak akan memberikan itu.“Jangan marah,” kata Millie, “lanjutkan saja pekerjaanmu. Dua pria itu biasanya mengobrol sangat lama kalau sudah menyangkut bisnis.” Millie beranjak dari samping Sophia ke kompor, mengangkat sayuran yang telah dia rebus
Waktu yang Sophia tunggu-tunggu pun akhirnya datang. Acara makan malam itu berakhir setelah mereka menyantap makanan penutup yang Sophia ambil dari kulkas. Albert menyukai makanan manis, dan biasanya Dana menyediakan banyak makanan manis untuk lelaki itu. Jadi Sophia mengambil persediaannya.Sophia mengingatkan pada dirinya sendiri, kalau lain kali dia harus mengundang mertua atau orang tuanya datang makan malam ke rumah, Sophia harus menyewa setidaknya tiga pelayan profesional untuk menyiapkan semuanya. Sophia tidak mau kejadian seperti hari ini terjadi lagi.Sebagai tuan rumah, Albert dan Sophia mengantar tamu mereka ke luar sampai di teras. Albert dan Adrian berjalan lebih dulu, menunggu mobil dan sopir sampai di hadapan mereka. Sementara itu, Sophia dan Millie berada sedikit jauh di belakang. Tidak hanya itu, Millie juga menempel seperti cicada pada Sophia, membuat Sophia sangat risih dibuatnya.“Mobil kalian sebentar lagi akan sampai, sebaiknya kau menjauh dan menunggu di samping
Sophia berdecak. “Tidak bisakah kau menjelaskan langsung semuanya padaku?!” serunya dengan marah, yang sedetik kemudian dia sesali. “Maaf, tidak seharusnya aku… maksudku… aku tidak berhak mencampuri urusanmu,” ucap Sophia kemudian, dengan kepala tertunduk menatap kedua tangan di pangkuannya.Keheningan membentang di antara mereka setelah itu seperti sebuah jalan yang panjang yang tidak memiliki ujung.Jantung Sophia berdetak sangat kencang menunggu jawaban Albert, namun lelaki itu tidak kunjung membuka suara. Sehingga Sophia berpikir bahwa apa yang ditanyakannya mungkin terlalu mengusik.Apa Albert marah? Karena Sophia mencampuri urusannya? Atau bertanya sesuatu yang sangat krusial dalam hidup lelaki itu? Kalau memang ya, Sophia semakin penasaran ada apa sebenarnya antara Millie dan Albert.Sophia tentu saja sudah memiliki banyak dugaan di kepalanya berkat semua yang telah diucapkan oleh Millie padanya.Pada hari pernikahannya dengan Albert, Sophia ingat perkataan Millie.Saat itu Sop