Ting.Ponsel Rafael berbunyi malam itu dan sebuah pesan pun masuk dari Alba. Alba: "Aku akan pulang terlambat karena Tuan Kenji mengajakku makan malam di hotel Meridian." Rafael langsung menggeram kesal membacanya sampai Onad yang sedang menyetir mobil pun langsung melirik Rafael dari kaca spionnya. Rafael dan Onad memang baru saja selesai dari pertemuan bisnis dan sedang dalam perjalanan pulang. "Eh, ada apa, Bos?" "Pria Jepang itu tidak bosan-bosannya menggoda Alba, Onad.""Maksudmu Tuan Kenji?" "Ya, siapa lagi? Sekarang dia mengajak Alba makan malam bersama di hotel Meridian. Sial!" "Ah, makin hari memang makin terlihat jelas bahwa dia menyukai Alba, Bos. Aku hanya tidak berani mengatakannya, tapi kadang aku juga risih melihat caranya menatap Alba. Hanya saja, Yola terus memintaku untuk berpikiran positif. Kata Yola, pria terhormat sepertinya tidak mungkin melakukan hal yang aneh-aneh. Padahal menurutku, justru pria terhormat itu lebih menakutkan karena dia bisa melakukan ap
Alba sama sekali tidak yakin untuk mengikuti Kenji. Entah Kenji akan membawanya ke mana sampai mereka harus naik lift bersama. Asisten Kenji juga terlihat masih mengikuti di dalam lift sampai Alba makin tidak nyaman. Kenji terus menyentuh lengan Alba, sesekali membelainya. Alba merasa risih dan terus menyingkirkan tangan Kenji, tapi sialnya ada rasa yang tidak dapat dijelaskan dalam dirinya yang membuatnya menikmati sentuhan pria itu, sampai perlawanan Alba pun terlihat setengah hati. "Kita mau ke mana, Kenji?" tanya Alba dengan sisa kesadarannya. "Ke tempat yang lebih dingin, Alba. Kita sama-sama kepanasan kan? Mungkin AC restoran tadi rusak." "Tapi aku pulang saja, aku tidak perlu pindah tempat, lagipula makanan kita juga sudah habis kan? Rafael menungguku." "Nanti aku akan menelepon Pak Rafael dan mengatakan meeting kita belum selesai, Alba. Itu tidak masalah," sahut Kenji sambil kembali membelai lengan Alba sampai Alba merasakan sengatan listrik di sana yang membuat gelenyar
Kenji sontak menoleh kaget menatap Rafael yang mendadak sudah membuka pintunya dan berdiri di sana. "P-Pak Rafael?" seru Kenji yang tidak percaya ada yang masuk ke kamarnya di saat seperti ini, apalagi orang itu adalah Rafael. Rafael sendiri benar-benar sudah diliputi amarahnya melihat Kenji yang menindih tubuh Alba dan pria itu sudah bertelanjang dada.Entah sudah semarah apa Rafael tadi pada reseptionis, manager, dan pada asisten Kenji. Rafael sempat memukul asisten Kenji sampai terjadi keributan di bawah, sebelum akhirnya mereka mengijinkan Rafael naik. Dan benar saja, sedang terjadi pelecehan di dalam kamar. Rafael pun makin marah saat melihat blouse istrinya sudah diangkat dan mempertontonkan dadanya. "Kau benar-benar brengsek, Kenji Yamada!" geram Rafael yang langsung melesat mendekati ranjang dan menarik tubuh Kenji dari sana. Buk!Satu pukulan dilayangkan ke wajah Kenji sampai pria itu terhuyung dan hampir terbentur meja."Akh! Pak Rafael!" "Berani sekali kau menyentuh is
"Apa kau serius dengan ceritamu, Onad?" Yola memekik kaget saat Onad meneleponnya malam itu dan menceritakan apa yang dilakukan Kenji pada Alba. Onad sendiri masih duduk di lobby hotel, sedangkan Rafael sudah membawa Alba ke kamar. "Apa aku terdengar seperti sedang bercanda, Yola? Aku serius, aku sangat serius. Malahan aku bergidik ngeri mengingat bagaimana Bos menghajar Tuan Kenji tadi." "Gawat, Onad! Ini gawat! Kalau Tuan Kenji dihajar lalu bagaimana nasib proyek kita?" "Mana aku tahu, Yola! Tapi mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama kalau di posisi Bos. Pria sinting itu memberi Alba obat dan berniat menidurinya!""Oh, aku sudah merinding mendengarnya, Onad! Tapi kau benar kalau pria itu benar-benar brengsek! Padahal Tuan dan Nyonya Yamada sangat baik, bagaimana bisa anaknya seperti itu?" "Entahlah, Yola!" "Ck, kalau aku di sana, mungkin aku sudah memukul pria itu dengan sepatu hak tinggiku, Onad! Tapi bagaimana dengan Alba? Kasihan dia." "Ya, ya, awalnya memang kasih
Cahaya matahari bersinar begitu terang pagi itu dan Rafael adalah orang pertama yang membuka matanya. Lengannya terasa berat karena Alba tertidur dalam pelukannya. Bahkan, Alba tidak mau menjauh sama sekali dari kehangatan Rafael dan Rafael sendiri menikmatinya. Rasanya nyaman sekali dipeluk oleh istrinya. Wajah cantik Alba juga menjadi sarapan pagi yang sialnya, membuat Rafael kembali lapar, tapi Rafael tahu ini bukan waktunya untuk menikmati istrinya lagi karena ada hal penting lain yang harus diurusnya. Rafael pun akhirnya melepaskan pelukan Alba dan ia pun segera berpakaian lalu pergi dari sana. Sambil melangkah turun ke lobby, Rafael menelepon Onad sampai Onad yang masih tertidur pun langsung meloncat kaget saat suara ponselnya berbunyi. "Bos, kau menelepon?" seru Onad saat mengangkat teleponnya. "Kau di mana, Onad?" "Aku di hotel." "Di hotel mana?" "Di lobby hotel menunggumu." "Kau masih di hotel ini semalaman?" "Aku tertidur, Bos." Rafael mengembuskan napas panjangnya
"Sekali lagi maafkan aku, Rafael," seru Alba saat ia dan Rafael sudah masuk ke kamar mereka di rumahnya. Mereka tidak banyak bicara sepanjang perjalanan pulang karena rasanya masih canggung membahas tentang kemarin malam lagi. "Itu sudah terjadi, Alba! Minta maaf juga percuma. Yang perlu kau ingat adalah lain kali jangan terlalu menanggapi klien pria secara berlebihan." "Aku tidak merasa berlebihan, Rafael." "Itu menurutmu! Aku pria, Alba, dan kalau kau terus menuruti aku, akan ada banyak pikiran di otakku. Kau tahu pria itu mempunyai hasrat yang jauh lebih tinggi dibanding wanita kan? Bayangkan saja kalau aku tidak mencarimu kemarin, kau pasti sekarang sudah ...." Alba menunduk malu. Rafael pun terdiam sejenak sebelum ia mengembuskan napas panjangnya. "Sudahlah! Tidak usah dibahas lagi, Alba. Yang sudah berlalu ya sudah, sekarang mari kita pikirkan bagaimana cara menyelesaikannya saja," imbuh Rafael lagi. Alba pun masih merasa bersalah, tapi ia juga canggung. Bahkan, saat meli
"Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya pada semuanya, Pak Robert dan Pak Rafael."Tuan dan Nyonya Yamada mendadak mengunjungi Williams Grup pagi itu sampai Robert pun buru-buru ikut datang ke kantor. Tuan dan Nyonya Yamada pun meminta maaf atas apa yang dilakukan oleh Kenji pada Alba. "Walaupun Kenji terus bersikeras dia tidak salah, tapi kami sangat memahami anak kami. Kejadian serupa pernah terjadi di Jepang. Kami kira dia sudah berubah. Sekali lagi maafkan kami!" Tuan dan Nyonya Yamada menunduk sampai begitu rendah. Semua orang yang melihatnya sampai sungkan sendiri. "Ah, tidak apa, Tuan Yamada. Yang penting semuanya sudah selesai," seru Robert bijak. "Tapi kami masih terlalu malu. Sekali lagi maafkan kami. Tidak perlu mengurus tuntutan itu karena kami sudah mengurusnya dan mengirimkan Kenji kembali ke Jepang. Sekali lagi kami minta maaf lagi!" Tuan dan Nyonya Yamada menunduk lagi dengan sangat tulus. "Sudah, Tuan dan Nyonya Yamada. Kami baik-baik saja. Maafkan Rafael juga
Rafael sudah berusaha keras menahan hasratnya selama beberapa hari ini. Sejak menikmati istri kontraknya, tidak dapat dipungkiri, hasrat Rafael terus bangkit. Namun, Rafael tahu untuk yang pertama kalinya pasti sangat tidak nyaman bagi Alba. Mungkin akan bengkak, mungkin akan perih, mungkin akan cidera, entahlah, Rafael juga tidak pernah membahasnya. Sungguh, kalau bukan karena tangan Alba mendadak memegangi tangan Rafael yang sudah memegang celananya, Rafael pasti benar-benar membuka celananya yang sudah sesak karena sesuatu di dalam sana sudah memberontak minta dipuaskan. "Aku serius, Alba. Kalau kau sudah tidak sakit, kita sudah bisa melakukannya lagi kan?" goda Rafael yang saat ini sudah menundukkan wajahnya mendekati wajah Alba. Alba menahan napasnya sejenak, apalagi saat wajah Rafael sudah begitu dekat dengan wajahnya. "Rafael ...." Rafael tidak menjawabnya, tapi malah langsung membungkam bibir Alba dengan bibirnya. Awalnya kedua bibir itu hanya menempel, tapi saat Alba ti