Cincin Berlian Palsu Gundik Suamiku
Bab 43
Saat kami sama-sama mendongak. Bola mata ini lantas melebar, ternyata yang kutabrak adalah Mas Ari.
Tapi, kenapa dia pakai baju seragam begini?
"Mas Ari! Kok kamu di sini?" tanyaku lalu segera berdiri tegap.
"I-iya, Vin. Aku sekarang kerja di sini jadi pelayan sama tukang bersih-bersih. Ya serabutan lah," jelas Mas Ari.
"Em, ya udah ya, Mas. Aku pergi dulu." Aku melintasinya yang masih berdiri sembari memegang nampan tissue.
Kupercepat langkah untuk segera ke toilet.
Setelah kembal
Cincin Berlian Palsu Gundi SuamikuBab 44"Aku emang nggak kasih tahu dia, Pan. Nomor Mas Ari sudah aku hapus juga blokir," kataku apa adanya."Hah! Seriusan?""Iya, aku nggak mau berurusan lagi sama dia. Ya, cukup tahulah. Kalau pun misalnya nggak sengaja ketemu sama dia di jalan. Cukup menyapa aja sebagaimana mestinya.""Iya, Vin. Benar itu. Sekarang, kamu fokus pada diri kamu sendiri ya, ikhlasin semuanya. Semoga Allah senantiasa memberimu kebahagiaan. Nanti malam aku akan ke rumah kamu buat ikut acara tahlilan.""Iya, terimakasih banyak ya, kamu sudah mau terus-terusan aku repotin."
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 45"Apakah Marissa juga anak kandung Papa?"Papa menghela napas, lalu melepas kacamata bening yang ia kenakan."Bukan, Nak. Biar Papa jelaskan semuanya sama kamu. Dulu, Papa sama ibumu itu menikah siri. Terus ada hal yang memaksa kami untuk berpisah. Dan, akhirnya almarhumah ibumu pergi entah ke mana," jelas Papa. Membuatku tak sepenuhnya percaya."Apa alasan kalian harus berpisah?" tanyaku langsung. Kapan lagi aku bisa tahu semuanya kalau tidak sekarang. Aku sudah dewasa, sudah seharusnya tahu rahasia yang selalu dipendam keluargaku."Dulu, Papa dan ibumu menikah siri karena tak direstui. Lalu, Papa j
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 46Siti tergopoh datang. Ia gegas membuka pagar."Itu mobil siapa, Mbak?" tanyaku menunjuk mobil di sana. Sementara Papa sudah melenggang masuk lebih dulu."Itu mobil ….""Sari!" pekik Papa membuatku segera melihat ke arah terasSeakan kedua mata ini tak menyangka dengan apa yang kulihat di seberang sana. Aku mengatupkan bibir dengan tangan.Mama Sari, wanita cantik dengan sanggul modern yang acap kali ia pakai itu saat ini sedang duduk di kursi teras rumahku.Ini bagai m
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 47Tunggu, tunggu, ini kan fotonya Panji. Tapi, kenapa dia seperti ada diacara nikahan. Jangan-jangan, Panji sudah menikah secara diam-diam tanpa sepengetahuanku lagi.Argh! Pikiranku langsung berkecamuk hebat. Semoga tidak benar tudingan ini.Jempolku hanya menekan tombol like untuk foto yang tak ada caption-nya tersebut. Dan lantas menutup aplikasi biru itu.Ponsel yang masih ada dalam pangkuanku terus berbunyi. Gegas kulihat dering yang mengganggu itu.
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 48Sesosok wanita tengah menatapku tajam. Pandangan itu seolah singa yang sedang mengintai mangsanya."Apa kau tidak dengar, dasar wanita murahan! Jika kau tidak dengar, biar saya ulangi!" Lagi, wanita itu memaki hingga membuat emosiku meledak-ledak.Aku kenal siapa wanita itu. Dan kami pernah beberapa kali bertemu saat dulu sama-sama pernah tinggal di Jogja. Dia adalah mamanya Panji. Entah kenapa beliau bisa tahu di mana tempat tinggalku sekarang.Atau, mamanya Panji memang sejak tadi menguping di sekitar sini. Pikirku begitu, tapi entah bagaimana kebenarannya."Maaf, salah saya apa, Tente?" tan
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 49Gegas kuikuti dia. Yang ternyata menuju ke toilet.Kurasa ini waktu yang tepat. Akan aku kembalikan cincin ini dan mengatakan … kita nggak akan pernah ketemu lagi."Panji!" Aku memanggil dengan menarik tangannya.Ia pun menoleh.Wajahnya terlihat terperangah melihat siapa yang kini ada di hadapannya."Vina, kok kamu ada sini?" tanyanya, dengan mata agak membeliak.Cincin yang ada di jari manis ku segera kuberikan tepat di atas telapak tangan Panji.
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 50"Bagus! Teruslah berpelukan! Karena itu pelukan yang terakhir untuk kalian!"Suara tepukan tangan membuat kami menarik diri masing-masing.Aku dan Panji melihat ke arah suara itu. Mata kami sama-sama membeliak. Di sana ada wanita dan dua orang berbadan gempal tengah berdiri di belakangnya sambil memasang wajah sangar."Mama!" Panji memekik. Reflek ia melepaskan genggaman dariku tangannya seketika.Wanita bermata tajam itu melangkah maju pelan dan elegan."Gimana? Sudah puas pelukannya?" tanya mamanya Panji. Semakin mendekati kam
Cincin Berlian Palsu Gundik SuamikuBab 51Rasain tuh! Makanya jangan suka merendahkan orang. Perlu diingat, serendah-rendahnya orang, jika semua sudah dibawah tanah. Apa yang bisa diandalkan lagi? Harta pun tidak bisa menolong.Bugh!Sepatu heels terlempar jauh masuk ke kolong mobilku. Untung saja tidak kena kakiku yang hampir naik ke mobil.Siapa yang sudah berani melemparnya? Kurang ajar!Aku menoleh dengan mata elang yang menukik tajam. Tatapanku ini jelas langsung tertuju pada dua wanita di seberang sana.Benar dugaanku. Sepatu heels