Christian kembali ke rumah. Dia langsung menuju kamar untuk membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Setelah beberapa saat berlalu, pria tampan tersebut sudah tampil lebih segar dari sebelumnya. Namun, Christian tak keluar kamar untuk makan malam. Dia justru termenung seorang diri di balkon, sambil mengisap rokok. Sudah lama, dirinya tidak melakukan itu.
Udara malam cukup menusuk, meskipun gerimis sudah sepenuhnya reda. Akan tetapi, tidak dengan keresahan hati yang tengah mendera pria tiga puluh lima tahun tersebut. Pikiran sang pemilik Lynch Company itu justru kian tak menentu. Semua terasa makin kacau.
Asap tipis mengepul, menemani kesendirian Christian dalam renungan atas segala hal yang terjadi. Bayangan pria tampan berambut gelap tersebut kembali pada beberapa belas tahun silam, ketika usiany
Hari yang menegangkan bagi Chelsea, ketika dia terbaring di ranjang persalinan. Sebagai seorang wanita, ini merupakan perjuangan tertinggi yang harus dilakukan. Saat itu, Chelsea lupa dengan segala hal termasuk cara meluluhkan kembali hati Christian, yang telah tertutup untuknya. Satu hal yang ada dibenak wanita itu hanyalah melahirkan sang bayi dengan selamat. Namun, sayang sekali karena Christian tak dapat mendampinginya.Christian harus menghadiri acara penting perusahaan, yang tidak bisa diwakilkan. Dia tak tahu bahwa Chelsea akan melahirkan hari itu karena tak sesuai dengan perhitungan dokter.Suara tangisan bayi terdengar nyaring, membuat rasa haru menyeruak hebat di hati Chelsea. Dia yang selama ini selalu menjaga pola makan agar bentuk tubuh tetap terjaga, tak peduli lagi dengan semua itu. Momen terindah bagi model cantik tersebut, ket
“Itu merupakan tindakan paling bodoh yang pernah kulakukan. Seharusnya, aku tidak pernah menerima tawaran untuk menikahi Maria, jika tahu akan berakhir seperti ini,” sesal Henry, dengan ekspresi tak karuan. Dia juga sangat lelah karena harus menalani hidup sebagai tahanan.“Kenapa kau justru memilih diam? Seharusnya, katakan saja segala hal yang kau ketahui tentang kematian Maria,” desak Emma, yang tak terima atas nasib buruk mantan kekasihnya itu. “Aku tahu bukan kau yang membuat Maria mengakhiri hidup —” “Tutup mulutmu, Emma!” sergah Henry pelan. “Jangan bahas itu sekarang. Aku tidak ingin ada seorang pun yang mendengar ucapanmu tadi.” “Kenapa? Itulah kenyataannya. Kau tak perlu mengorbankan diri demi —” “Ini sudah merupakan perjanjian kami,” bantah Henry tegas, tetapi masih dengan suara pelan. Pria itu mulai terlihat gelisah. “Kau tahu sendiri aku memiliki banyak utang pada Jamie. Dia … orang itu bersedia melunasi semuanya, asalkan diriku bersedia menikahi Maria —” “Kau telah di
Kepala Sipir Hemsley memicingkan mata. Sepertinya, dia tertarik dengan apa yang akan Henry katakan. Pria berkumis cukup tebal itu menyunggingkan senyum tipis, lalu menautkan jari dan meletakkannya dekat dagu. “Aku akan memberikan akses pada Tuan Christian Lynch. Namun, Anda harus mengemukakan semua di hadapan petugas penyidik.” Kepala Sipir Hemsley mengajukan syarat. “Tidak masalah. Aku bersedia,” balas Henry yakin. “Baik. Sekarang kembalilah ke sel. Aku akan menyuruh sipir untuk memanggil Anda, jika Tuan Lynch bersedia datang kemari.” Henry mengangguk. “Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang sudah diberikan padaku.”“Anda selalu bersikap baik selama menjalani hukuman. Itu menjadi nilai plus, Tuan Thompson.” Kepala Sipir Hemsley mengarahkan tangan ke pintu, sebagai isyarat agar Henry segera meninggalkan ruangannya. Henry kembali mengangguk, seraya beranjak dari kursi. Dia berpamitan pada pria yang paruh baya itu. Henry keluar dari ruangan tadi dengan perasaan lega bercampur w
“Apa yang kau lakukan, Maria!” seru Henry berusaha mencegah. Dia mendekat pada sang istri. Namun, Maria yang tadi membelitkan tali ke leher, justru naik ke jendela.“Tidak, Maria! Jangan!” cegah Henry nyaring, sambil berusaha meraih tubuh istrinya, langsung melompat ke luar jendela. Sayang, Henry terlambat. Dia hanya bisa memegangi tali dan menahannya. Henry lupa bahwa ujung tali satu lagi masih membelit leher Maria. Alhasil, tubuh wanita itu menggantung di tengah-tengah.Sesaat kemudian, Henry tersadar. “Astaga!” Refleks, dia melepaskan tali yang dipegang tadi. Tubuh Maria jatuh ke tanah berkerikil.Untuk memastikan, Henry yang tadi sempat terjatuh saat menahan tali, segera berdiri. Pria tampan itu seketika membeku, melihat tubuh Maria terkapar di tanah berkerikil denga
Bagaikan disambar petir, ketika Christian mendengar nama yang disebutkan Henry tadi. Dia yang awalnya duduk penuh wibawa, mengubah posisi jadi setengah membungkuk. Christian meraup kasar wajah serta rambutnya. Tak ingin berlama-lama di sana, pria itu langsung berdiri. “Kurasa sudah cukup. Silakan lanjutkan. Aku harus pergi.” Christian menyalami petugas penyidik, yang ikut berdiri.“Anda yakin tidak ingin terus menyimak, Tuan Lynch?”Christian mengangguk, lalu mengalihkan perhatian pada Henry. “Aku akan menyiapkan pengacara untukmu,” ucapnya, sebelum berlalu dari sana.Dengan langkah gagah penuh percaya diri, Christian mengikuti petugas sipir penjara yang menunjukkannya arah jalan keluar. Setelah berada di tempat parkir, pria itu mengembuskan napas dalam-dalam. Ch
“Si-siapa kalian?” tanya Chelsea pelan, seraya berusaha bangkit. Dia mengarahkan perhatian pada satu per satu wajah asing, hingga akhirnya terkunci di satu wajah yang telah membuatnya menjadi seperti orang gila. “Christian, kau ….” Chelsea seakan paham, dengan konsekuensi yang harus dihadapi saat ini. “Maaf, Chelsea. Keadilan harus tetap ditegakkan,” ucap Christian dingin, lalu mengalihkan perhatian pada dua pria yang duduk bersamanya. “Jadi, bagaimana?” tanya pria itu. “Kami akan melakukan penyelidikan lagi, Tuan. Hubungi kami jika kondisi Nona Wright sudah membaik. Bagaimanapun juga, kami harus memberikan toleransi karena Nona Wright baru melahirkan beberapa hari yang lalu,” jelas salah seorang pria. “Lalu, kenapa kalian masuk ke kamarku?” protes Chelsea tak suka. “Hanya untuk memastikan, Nona. Setelah melihat keadaan Anda dan mendengar penjelasan dokter secara langsung, kami bisa membuat keputusan atas tindak lanjut dari laporan yang dilayangkan Tuan Christian Lynch. Seperti ya
“Apa maksudmu? Siapa mereka yang kau maksud?” tanya Christian memastikan. Dia tak ingin berspekulasi.Namun, Chelsea hanya diam dengan tatapan kosong menerawang pada Christian, yang menunggu jawaban. “Mairi adalah putriku. Dia bukan anakmu. Itulah mengapa aku tidak yakin kau bersedia merawatnya karena dia bukan anakmu," ucap Chelsea sesaat kemudian.“Maaf, Nona Wright. Waktu Anda habis. Mari ikut kami,” sela salah seorang dari dua petugas polisi.Chelsea langsung berdiri. Tanpa mengatakan apa pun, dia berlalu dari hadapan Christian yang diam terpaku menatap kepergiannya. Ada perasaan tak karuan yang mulai mengusik relung hati pengusaha tampan itu. Sikap aneh serta pengakuan mengejutkan, dari wanita yang sudah dinyatakan sebagai te
Apa yang Christian dengar tadi bukanlah berita baik. Itu menandakan bahwa Chelsea harus mendapat penanganan serius. Tak ada yang bisa dia lakukan, selain menyetujui keputusan pihak kepolisian. Termasuk menangguhkan seluruh proses hukum yang tengah berjalan. Dari kantor polisi, Christian melanjutkan perjalanan ke kantor. Dia berada di sana hingga lewat tengah hari. Setelah itu, pria tampan yang selalu berpenampilan rapi tersebut memutuskan pulang. Namun, dia mendatangi toko perlengkapan bayi terlebih dulu.Christian tidak terlalu memahami peralatan apa saja yang dibutuhkan bayi. Dia mengambil apa pun yang menurutnya bagus untuk dikenakan anak perempuan, meskipun barang-barang yang dibutuhkan Mairi sudah terbilang lengkap. Akan tetapi, semuanya atas pilihan Chelsea.Setelah menghabiskan beberapa poundsterling untuk membeli perlengkapan Mairi, Christian memutuskan langsung pulang. Namun, sebelum masuk ke mobil, di seberang jalan dirinya melihat Laura dan Lewis yang baru keluar dari toko
Semenjak itu, Laura memutuskan kembali menetap di Inggris. Dia membiarkan rumah peninggalan Lewis, meskipun masih sering memantau dengan menghubungi asisten kepercayaannya. Bagaimanapun juga, semua aset peninggalan Lewis merupakan amanat yang harus dijaga. Laura tak ingin mengkhianati pria yang telah begitu baik terhadapnya dan Harper. Dia akan tetap melakukan kewajiban, menjalankan bisnis yang diwariskan Lewis. Setidaknya, itu membuat rasa bersalah sedikit tertutupi karena memilih kembali pada Christian. ********** Waktu terus berlalu. Musim pun, silih berganti. Laura menjalani biduk rumah tangga yang harmonis dengan Christian. Saat ini, dia bahkan tengah mengandung. "Kuharap kau tidak kecewa karena tak jadi memiliki tiga bidadari cantik," ujar Laura, diiringi senyum lembut. Dia menatap penuh cinta pada Christian, yang tengah fokus mengemudi. "Ini sangat menggembirakan. Hidupku terasa begitu sempurna," ucap Christian. Dia tak henti tersenyum. Hasil USG yang sudah dilakukan tadi,
Semenjak malam itu, hubungan Laura dan Christian mulai menghangat. Christian tak sungkan berkunjung, bertemu dan berbincang dengan Grace. Begitu juga Emma dan Jamie, yang akan melangsungkan pernikahan. Hanya tinggal menghitung hari. Momen istimewa yang sudah Jamie nantikan selama bertahun-tahun akan terwujud. Pria itu sudah tak sabar menantikan dirinya dan Emma berdiri di altar, untuk mengucap janji suci pernikahan. Sementara itu, kedekatan antara Harper dan Mairi kian terjalin erat. Mairi yang mengetahui bahwa Harper belum diperbolehkan menari, selalu mengajak putri Laura tersebut melakukan banyak hal menyenangkan. “Kami sangat sibuk hari ini. Kau sudah tahu besok adalah hari pernikahan Emma dengan Jamie,” ucap Laura, saat menjawab panggilan telepon dari Christian. “Sayang sekali karena aku harus menghadiri acara penting sampai sore,” balas Christian, diiringi embusan napas berat. “Bagaimana Mairi? Kuharap dia tak merepotkanmu.” “Oh, tenang s
“Christian …,” desah Laura pelan, merasakan sentuhan lembut menjalari tubuhnya. Dia membiarkan pengusaha tampan itu menurunkan tali kecil dari pundak, hingga bagian atas slip dress yang dikenakannya terbuka lebar.Christian beranjak dari tempat tidur, lalu menarik dress satin merah marun itu. Dia melemparnya sembarang ke lantai. Pria bermata gelap itu terdiam sejenak, memandangi seonggok daging putih mulus yang dulu sering dinikmati kapan saja dirinya inginkan.Perlahan, Christian mencondongkan tubuh. Dia menarik celana dalam Laura. Pelan tapi pasti, segitiga pengaman dengan pinggiran berbahan lace itu terlepas dari kaki kiri Laura dan berhenti di mata kaki sebelah kanan. Christian seperti sengaja melakukannya.“Kau masih secantik dulu,” ucap Christian pelan dan dalam, sera
Laura tersenyum kikuk. Dia berusaha menyembunyikan rasa gugup karena ucapan Christian tadi. Laura mengalihkan semua itu pada anak-anak, yang tengah berbincang asyik. Wanita itu bergabung dengan mereka berdua.Sementara Christian hanya diam memperhatikan interaksi antara Laura dengan kedua gadis kecil itu. Laura tak membeda-bedakan Harper dengan Mairi.Christian teringat pada waktu Laura menyarankan untuk mengambil bayi Chelsea setelah dilahirkan, seakan-akan bersedia merawatnya. Padahal, saat itu dia mengira bayi dalam kandungan Chelsea merupakan darah daging Christian. Oleh karena itulah, kini Laura bersikap baik terhadap Mairi.Malam terus merayap. Jarum jam di arloji Christian telah menunjuk angka sembilan lewat beberapa menit. Setelah berbagai keseruan yang dilakukan, pengusaha tampan tersebut
“Apa? Tapi, kau tahu aku sedang sibuk membantu persiapan pesta pernikahan Bibi Emma. Bukankah itu tujuan kita datang kemari?” Laura menolak ajakan itu secara halus. “Kurasa, kau bisa berkemah lain waktu atau … atau kita bisa melakukannya di sini dengan nenek dan —”“Kau tidak mengizinkanku pergi, Bu?” tanya Harper, menyela ucapan Laura. Gadis kecil itu langsung terlihat murung. Dia menundukkan wajah, kemudian berbalik. Tanpa mengatakan apa pun, Harper meninggalkan Laura dan Christian yang berdiri di ambang pintu.“Harper!” panggil Laura.Namun, gadis kecil itu tak menyahut. Dia bahkan sudah menghilang di balik dinding penyekat ruangan.“Bagus, Laura
Laura tertegun sejenak, lalu menoleh pada Harper yang terbelalak tak percaya. Setelah itu, dia kembali mengalihkan perhatian pada pria tadi, untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti penerimaan barang kiriman.Sepeninggal kedua pria yang sudah menyelesaikan pekerjaan mereka, Laura menatap aneh putrinya. Dia tak percaya Christian melakukan sesuatu yang dinilai sangat berlebihan. Namun, Laura tak bisa berkomentar apa-apa, melihat antusiasme Harper yang begitu takjub menghadapi setumpuk hadiah bagus.“Ibu tahu kenapa Paman Christian mengirimkan hadiah ini untukku? Apa hari ini aku berulang tahun?” tanya Harper, seraya menoleh pada Laura.“Tidak, Sayang. Ulang tahunmu masih empat bulan lagi,” jawab Laura, diiringi gelengan pelan. Dia mengalihkan pandangan pada Grace, yang memasang
"Ampuni aku, Christian," ucap Laura, di sela isak tangis pelan. Dia menundukkan wajah, tak berani melawan tatapan penasaran yang dilayangkan pria empat puluh tahun di hadapannya."Untuk apa? Kenapa aku harus mengampunimu?" tanya Christian tak mengerti."Aku ... aku sudah melakukan dosa tak termaafkan," sahut Laura, masih terisak pelan.Christian menatap lekat Laura. Pria itu memicingkan mata, mencoba menerka ke mana arah pembicaraan yang Laura maksud. Sesaat kemudian, pengusaha tampan tersebut seperti memahami sesuatu. "Apa ini ada hubungannya dengan Harper?"Laura menghentikan tangisnya, lalu mengangkat wajah. Dia membalas tatapan sang mantan suami. "Aku sangat marah dan membencimu, Christian," ucapnya lirih. "Saat itu, aku tak ingin melihat apalagi sampai bersinggungan denganmu. Tidak. Kau harus kubuang jauh. Sangat jauh. Penolakanmu membuatku terhina dan sakit. Teramat sakit," tuturnya pilu.Christian diam menyimak, tanpa mengalihkan perhatian s
Christian mengembuskan napas pelan. "Aku ingin memaksamu agar bersedia menerimaku lagi. Namun, entah ini jadi ide baik atau sebaliknya," ucap pria itu, tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari paras cantik Laura."Jangan memaksakan kehendak lagi, Christian. Kau tahu itu tak akan berakhir baik," ucap Laura menanggapi."Apakah itu berarti kau bersedia kembali padaku dengan sukarela?"Laura tertawa pelan mendengar pertanyaan konyol Christian. Wanita itu menggeleng, lalu mengalihkan perhatian ke sekeliling. Tatapannya tertuju pada kolam renang berbentuk bulat di ujung ruangan, yang dibatasi kaca tebal di sisi sebelah luar.Laura melangkah ke sana. Dia berdiri di tepi kolam renang, lalu meletakkan gelas berisi anggur yang sedari tadi digenggam. "Apa kau pernah berenang di sini?" tanyanya, seraya menoleh pada Christian.Christian menggeleng, sembari berjalan mendekat. Dia berdiri di sebelah Laura. "Aku ingin kau jadi orang pertama yang berenang
“Apa? Kau memberitahu Paman Christian bahwa kita ada di London?”Harper mengangguk, dengan ekspresi teramat polos. “Aku rindu Mairi, Bu,” ujarnya.Laura tak bisa membantah, bila sudah menyebut nama Mairi. Dia tersenyum lembut. “Memangnya, kapan Mairi akan kemari?” “Terserah Paman Christian,” jawab Harper enteng. Gadis kecil itu merebahkan tubuh. “Selimuti aku, Bu,” pintanya.“Kau mau tidur sekarang?” Laura menaikkan sebelah alis.“Aku lelah dan kekenyangan, Bu,” sahut Harper seraya memejamkan mata.Laura kembali tersenyum. Dia meraih ujung selimut, lalu menariknya hingga me