“Apa yang kau lakukan, Maria!” seru Henry berusaha mencegah. Dia mendekat pada sang istri. Namun, Maria yang tadi membelitkan tali ke leher, justru naik ke jendela.“Tidak, Maria! Jangan!” cegah Henry nyaring, sambil berusaha meraih tubuh istrinya, langsung melompat ke luar jendela. Sayang, Henry terlambat. Dia hanya bisa memegangi tali dan menahannya. Henry lupa bahwa ujung tali satu lagi masih membelit leher Maria. Alhasil, tubuh wanita itu menggantung di tengah-tengah.Sesaat kemudian, Henry tersadar. “Astaga!” Refleks, dia melepaskan tali yang dipegang tadi. Tubuh Maria jatuh ke tanah berkerikil.Untuk memastikan, Henry yang tadi sempat terjatuh saat menahan tali, segera berdiri. Pria tampan itu seketika membeku, melihat tubuh Maria terkapar di tanah berkerikil denga
Bagaikan disambar petir, ketika Christian mendengar nama yang disebutkan Henry tadi. Dia yang awalnya duduk penuh wibawa, mengubah posisi jadi setengah membungkuk. Christian meraup kasar wajah serta rambutnya. Tak ingin berlama-lama di sana, pria itu langsung berdiri. “Kurasa sudah cukup. Silakan lanjutkan. Aku harus pergi.” Christian menyalami petugas penyidik, yang ikut berdiri.“Anda yakin tidak ingin terus menyimak, Tuan Lynch?”Christian mengangguk, lalu mengalihkan perhatian pada Henry. “Aku akan menyiapkan pengacara untukmu,” ucapnya, sebelum berlalu dari sana.Dengan langkah gagah penuh percaya diri, Christian mengikuti petugas sipir penjara yang menunjukkannya arah jalan keluar. Setelah berada di tempat parkir, pria itu mengembuskan napas dalam-dalam. Ch
“Si-siapa kalian?” tanya Chelsea pelan, seraya berusaha bangkit. Dia mengarahkan perhatian pada satu per satu wajah asing, hingga akhirnya terkunci di satu wajah yang telah membuatnya menjadi seperti orang gila. “Christian, kau ….” Chelsea seakan paham, dengan konsekuensi yang harus dihadapi saat ini. “Maaf, Chelsea. Keadilan harus tetap ditegakkan,” ucap Christian dingin, lalu mengalihkan perhatian pada dua pria yang duduk bersamanya. “Jadi, bagaimana?” tanya pria itu. “Kami akan melakukan penyelidikan lagi, Tuan. Hubungi kami jika kondisi Nona Wright sudah membaik. Bagaimanapun juga, kami harus memberikan toleransi karena Nona Wright baru melahirkan beberapa hari yang lalu,” jelas salah seorang pria. “Lalu, kenapa kalian masuk ke kamarku?” protes Chelsea tak suka. “Hanya untuk memastikan, Nona. Setelah melihat keadaan Anda dan mendengar penjelasan dokter secara langsung, kami bisa membuat keputusan atas tindak lanjut dari laporan yang dilayangkan Tuan Christian Lynch. Seperti ya
“Apa maksudmu? Siapa mereka yang kau maksud?” tanya Christian memastikan. Dia tak ingin berspekulasi.Namun, Chelsea hanya diam dengan tatapan kosong menerawang pada Christian, yang menunggu jawaban. “Mairi adalah putriku. Dia bukan anakmu. Itulah mengapa aku tidak yakin kau bersedia merawatnya karena dia bukan anakmu," ucap Chelsea sesaat kemudian.“Maaf, Nona Wright. Waktu Anda habis. Mari ikut kami,” sela salah seorang dari dua petugas polisi.Chelsea langsung berdiri. Tanpa mengatakan apa pun, dia berlalu dari hadapan Christian yang diam terpaku menatap kepergiannya. Ada perasaan tak karuan yang mulai mengusik relung hati pengusaha tampan itu. Sikap aneh serta pengakuan mengejutkan, dari wanita yang sudah dinyatakan sebagai te
Apa yang Christian dengar tadi bukanlah berita baik. Itu menandakan bahwa Chelsea harus mendapat penanganan serius. Tak ada yang bisa dia lakukan, selain menyetujui keputusan pihak kepolisian. Termasuk menangguhkan seluruh proses hukum yang tengah berjalan. Dari kantor polisi, Christian melanjutkan perjalanan ke kantor. Dia berada di sana hingga lewat tengah hari. Setelah itu, pria tampan yang selalu berpenampilan rapi tersebut memutuskan pulang. Namun, dia mendatangi toko perlengkapan bayi terlebih dulu.Christian tidak terlalu memahami peralatan apa saja yang dibutuhkan bayi. Dia mengambil apa pun yang menurutnya bagus untuk dikenakan anak perempuan, meskipun barang-barang yang dibutuhkan Mairi sudah terbilang lengkap. Akan tetapi, semuanya atas pilihan Chelsea.Setelah menghabiskan beberapa poundsterling untuk membeli perlengkapan Mairi, Christian memutuskan langsung pulang. Namun, sebelum masuk ke mobil, di seberang jalan dirinya melihat Laura dan Lewis yang baru keluar dari toko
Beberapa saat berlalu. Laura sudah dipindahkan ke kamar rawat VVIP sesuai permintaan Lewis. Meskipun masih terlihat lelah, tetapi wanita cantik yang kini telah menjadi ibu tersebut tampak sangat bahagia. Laura tak merasa sungkan menyusui sang bayi di hadapan Lewis, yang terus memperhatikannya. “Kenapa?” tanya Laura tak mengerti. Dia heran karena Lewis terus menatap, sambil tersenyum kalem. Lewis menggeleng pelan, lalu berpindah tempat duduk ke tepi ranjang. “Aku sangat bahagia. Kau melahirkan dengan lancar. Bayimu juga sehat. Semua sesuai yang kita harapkan.” Laura mengangguk. “Terima kasih, Lewis. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, andai tidak pernah mengenal dirimu. Kau —” Ucapan Laura terjeda karena Lewis tiba-tiba mendekat, kemudian menciumnya lembut. “Semua yang datang dan pergi dalam hidupmu, sudah bagian dari rencana Tuhan. Kita tinggal menjalaninya sesuai alur atau bahkan melawan apa yang sudah digariskan jika bisa. Akan tetapi, aku tidak yakin.” “Lewis ….” Sekali lagi
“Jadi?” Lewis menaikkan sebelah alis, dengan tatapan terus tertuju pada Laura. Entah benar-benar tidak paham atau sekadar menelisik alasan yang diberikan wanita cantik di hadapannya. Dengan tenang, Lewis kembali menyuapi ibunda Harper tersebut.Laura tak menolak. Dia menerima suapan yang diberikan Lewis. Sambil mengunyah, si pemilik mata biru itu kembali bicara. “Begini, Lewis.” Laura mencoba menjelaskan. “Pertama, aku harus menunggu hingga Harper diperbolehkan naik pesawat. Kedua, aku ingin menuntaskan rasa rindu terhadap ayah. Mengirimkan bunga setiap akhir pekan atau saat ada waktu luang. Kau tahu aku tidak melakukannya ketika kandungan makin membesar. Mungkin ini terdengar sedikit egois, tapi ….” Laura terdiam sejenak, setelah menelan makanan yang tadi dikunyah.Tatapan wanita cantik berambut pirang itu
“Laura?” Emma dan Grace menyebut nama Laura secara bersamaan. Kedua wanita itu cukup terkejut, melihat Laura datang ke sana dengan pria lain dan membawa bayi. “Ibu,” sapa Laura, seraya mengarahkan perhatian sepenuhnya pada Grace. Meskipun selama ini wanita itu selalu menunjukkan sikap berbeda, tetapi Laura tak pernah menaruh rasa benci. Bagaimanapun juga, Grace adalah ibu kandungnya. “Apa kau baik-baik saja?” tanya Grace, diiringi tatapan sendu. Laura mengangguk samar. Sekilas, dia menoleh pada Emma yang tampak sangat keheranan. Namun, Laura tak mengatakan apa pun, pada wanita yang memiliki kemiripan identik dengannya. Dia tetap fokus pada Grace, yang terlihat kurus. “Apa Ibu baik-baik saja?” tanya Laura kemudian.“Ya,” jawab Grace lugas. “Aku hanya merindukan ayahmu,” ucap wanita itu, seraya mengalihkan perhatian pada Lewis yang menggendong Harper. Laura paham dengan makna dari tatapan sang ibu. Tanpa diminta, dia memperkenalkan pria di sebelahnya. “Ini Lewis Bellingham. Dia calo