Emma berdiri di depan pintu unit apartemen milik Jamie. Wanita muda berambut pirang itu memasang raut tegang, hingga sang pemilik tempat yang didatanginya mempersilakan masuk. Walaupun agak ragu saat melangkah ke dalam ruangan dengan desain modern minimalis itu, tetapi Emma berusaha terlihat tenang.“Apa kau ingin minum sesuatu?” tawar Jamie, seraya berjalan ke dekat lemari khusus tempat menyimpan minuman beralkohol.“Tidak usah. Aku tidak lama,” tolak Emma segera.“Kupikir tidak begitu,” ujar Jamie tenang. Dia tetap mengambil sebotol anggur, lalu menuangkannya ke dalam dua gelas yang langsung dibawa ke hadapan Emma. Jamie memberikan satu pada saudara kembar Laura tersebut. “Bersantailah dulu,” ujarnya kalem. Pria tampan bermata abu-abu itu mengarahkan tang
“Ada apa denganmu? Kenapa kau … astaga. Kau ….” Emma tak dapat berkata-kata, mendapati pria yang dulu pernah mengisi hari-harinya dalam kondisi seperti itu.Namun, pria yang tak lain adalah Henry, seperti tak mau ambil pusing. Dia terlihat sangat lahap, saat kembali menyantap sisa makanannya. Henry tak memedulikan keberadaan Emma, yang masih berdiri sambil memperhatikan dengan ekspresi tak percaya.“Aku tidak yakin bahwa kau benar-benar Henry Thompson,” ucap Emma yang terus berusaha meyakinkan diri. “Apa-apaan ini?” Nada bicara wanita muda itu terdengar cukup tegas dan penuh penekanan.Sementara Henry yang tengah menikmati sisa sandwichnya, terpaksa kembali mendongak. “Apa masalahmu, Nona Pearson?” tanyanya sinis.
SUV milik Christian sudah tiba di kawasan pemukiman yang dihuni oleh Delila. Dia sengaja menyuruh sang sopir, agar berhenti tidak di depan rumah yang menjadi tempat dirinya mengurung Laura. Kendaraan itu diparkir beberapa meter dari rumah tersebut.Christian berjalan menyusuri pinggiran jalan beraspal. Dia terlihat sangat gagah dengan kemeja putih, yang dilipat bagian lengannya hingga tiga per empat. Berhubung hari masih siang, Christian meninggalkan trench coat miliknya di mobil. Setelah tiba di depan halaman rumah, sang pemilik Lynch Company tersebut menghentikan langkah.Tatapan Christian tertuju pada Laura, yang tengah duduk dekat jendela sambil membaca buku. Sesekali, wanit
Christian menatap heran sang sopir pribadi. “Masalah?” ulangnya tak mengerti.“Ya, Tuan. Sejak kemarin memang ada sedikit masalah dengan mobil Anda. Tadinya, hari ini aku akan melakukan pengecekan ulang. Namun, Anda mengajak kemari. Jadi ….”“Di mana mobilku sekarang?” sela Christian.“Aku sudah menghubungi mekanik dari tempat langganan Anda. Mereka sedang memeriksa kondisi mobil di tempat tadi, Tuan. Apa Anda ingin melihat ke sana?” tawar Wayne seraya menyodorkan trench coat milik sang majikan.Christian menerima mantel berwarna hitam itu sambil berdecak pelan. Tanpa memberikan jawaban, pengusaha muda tersebut langsung beranjak keluar dari rumah. Dia melangkah gagah menuju ke tempat
Pertautan terus berlangsung hingga beberapa saat. Laura yang awalnya kaku ketika mendapat perlakuan seperti itu dari Christian, makin lama makin luwes dan mulai menikmati setiap lumatan sang suami. Dia bahkan berani melingkarkan tangannya di pinggang pria tampan tersebut.Sejurus kemudian, Christian menghentikan sejenak ciumannya. Dia membuka mata, lalu menatap Laura yang masih terpejam. Seperti kecanduan, pengusaha muda itu kembali menikmati bibir sang istri yang basah terkena air dari shower. Christian bahkan menjamah beberapa bagian tubuh yang menjadi kesukaannya, setiap kali bermesraan dengan Chelsea.Chelsea?Seketika, Christian tersadar. Entah apa yang telah memengaruhi pikirannya sehingga bisa terlarut dalam suasana seperti itu. Dia yang sudah menegaskan pada Chelsea bahwa tak akan pernah te
Entah apa yang terjadi pada seorang Christian Lynch, ketika dia tertidur pulas sambil memeluk Laura di bawah selimut yang sama. Keduanya bahkan tak sempat mengenakan pakaian. Christian seakan melupakan segala hal. Termasuk pada sang kekasih, yang malam itu harus rela pergi seorang diri ke acara reuni.Kesal dan marah. Chelsea teramat kecewa atas sikap Christian. Wanita cantik tersebut tak habis pikir dengan sikap kekasihnya. Namun, Chelsea tetap berusaha menikmati acara bersama beberapa teman lama yang terdiri dari pria dan wanita.**********Matahari belum terlalu tinggi, ketika Laura membuka mata. Wanita cantik berambut pirang itu baru tersadar. Semalaman dia tidur tanpa mengenakan pakaian sehelai pun. Laura menoleh ke samping. Si pemil
Christian mengangguk. Dia kembali ke dalam kamar untuk mengambil trench coat serta ponselnya. Sebelum keluar dari sana, pria tampan itu sempat menoleh pada nampan berisi makanan. Christian tak sempat menyentuhnya. Pria itu memilih tak peduli dan segera berlalu menuju lantai satu. “Apa Anda sudah sarapan, Tuan?” tanya Delila, saat melihat Christian telah bersiap pergi. “Belum,” jawab Christian datar. “Nyonya sudah membawakan Anda sarapan ke kamar. Sebaiknya, Anda mengisi perut terlebih dulu sebelum kembali ke London,” saran Delila lembut dan teramat sopan. Christian tak langsung menanggapi. Pria itu terpaku beberapa saat. “Tolong ambilkan, Delila,” pintanya, seraya berjalan ke meja makan. Christian duduk tenang penuh wibawa di salah satu kursi kayu yang berjumlah empat buah. Belum sempat Delila kembali dari kamar, Laura lebih dulu muncul membawa beberapa tangkai bunga yang baru dia petik. Dia melangkah tenang, tanpa menghiraukan keber
“Apa maksudmu?” Christian menatap lekat Chelsea yang baru datang. “Kau bisa saja pulang dengan Wayne kemarin. Kenapa justru memilih menginap di Cotswolds?” protes Chelsea teramat kecewa. “Sudahlah, Chelsea. Aku sangat lelah dan sakit kepala.” Christian yang malas meladeni sang kekasih, segera membalikkan badan. Namun, Chelsea langsung menahannya. Dia tak puas dengan jawaban sang kekasih. “Kita belum selesai bicara, Christian!” . Christian mengembuskan napas berat, serayakembali menoleh pada Chelsea. “Apa lagi yang harus kita bicarakan? Mobilku bermasalah. Aku tidak bisa kembali ke London sehingga memutuskan menginap di Cotswolds,” jelas Christian, meskipun malas. “Kenapa tidak pulang bersama Wayne?” “Aku tidak suka menumpang mobil orang lain,” sahut Christian enteng, berusaha tak terpancing. “Alasanmu sangat konyol!" “Terserah kau.” Christian membalikkan badan. Namun, lagi-lagi Chelsea menahannya. “Ayolah, Chelsea. Kau sudah menguji kesabaranku.” “Kau sudah mengecewakanku, Ch