Share

BAB 5

"Memangnya kenapa? Itu hal yang wajar, mereka juga nggak ngapa-ngapain aku. Om, tolong ngertiin kondisi aku sekali aja. Apa nggak bisa aku ngabisin waktu sesekali sama temen-temen aku?"

Mendengar itu, Devan tertawa sinis. "Menghabiskan waktu dengan minum-minum? Anindya, usia kamu baru mencapai 20 tahun dan kamu sudah berlagak sedewasa itu. Kamu masih seorang mahasiswa, apa wajar melihat seorang gadis terpelajar ada di club malam dengan pakaian minim? Kamu mau jadi pelacur?"

Napas Devan memburu usai menyelesaikan kalimat panjangnya. Namun, sesaat kemudian ia menoleh pada Anin karena tak mendapati tanggapan dari gadis itu.

"Sial." Devan mengumpat pelan, ketika mendapati Anin mengalihkan pandangan darinya dengan mata berkaca-kaca. Ia sepertinya terlalu terbawa emosi.

Devan menghentikan mobilnya di tepi jalan, lalu menghela napas. "Anindya, maaf. Om tidak bermaksud berkata seperti itu."

Devan masih tidak mendapat tanggapan dari Anin, gadis itu menghindari tatapannya dengan menghadap ke kaca mobil.

"Mungkin bagi kamu ini menyakitkan. Tapi, Om melakukan ini hanya agar kamu tumbuh menjadi gadis yang baik. Om tidak mau kamu malah terbiasa datang ke tempat seperti itu dan terjebak. Tempat itu nggak seaman dan semenyenangkan yang kamu pikirkan, Anindya." Devan menjelaskan secara pelan, berharap Anin bisa mengerti bahwa kemarahannya hanyalah perwujudan dari kasih sayangnya.

"Aman dan menyenangkan?" ujar Anin pelan. Gadis itu kini tak lagi menghadap ke kaca mobil, ia membalas tatapan Devan masih dengan mata berkaca-kaca. "Om pikir aku anak kecil? Om Devan marah aku pergi ke sana karena mikir aku nggak cukup dewasa buat jaga diri, iya kan?"

Devan menggeleng, ia meraih tangan Anin lalu menggenggamnya dengan erat, memberi tatapan yang dalam pada gadis itu. "Tidak sama sekali, Anindya. Om sangat percaya kamu bisa jaga diri, tapi Om tidak percaya kamu mamu melawan kalau-kalau terjadi hal-hal yang buruk. Itu yang Om takutkan. Tolong mengerti bahwa Om melakukan ini hanya untuk kebaikan kamu, Sayang."

'Sayang'? Untuk pertama kalinya setelah waktu yang cukup lama, Devan memanggilnya dengan kata itu. Anin merindukannya. Ia merindukan perhatian pria itu padanya. Namun, tidak dengan yang satu ini.

Tidak dengan menganggapnya sebagai anak kecil!

Anin membawa tubuhnya mendekat pada Devan. Lalu, ia memajukan wajahnya dan tanpa aba-aba langsung menyatukan bibirnya dengan bibir milik pria itu. Sejenak, Devan hanya bisa terpaku dengan tindakan mengejutkan Anin. Namun, tidak lama kemudian, ia memimpin ciuman itu hingga menjadi lumatan yang dalam dan cukup lama.

"Emmmph...."

Tepat saat merasa dirinya mulai tidak bisa bernapas, Anin melepaskan penyatuan bibir mereka. Meninggalkan Devan yang terlihat masih belum puas.

Anin mengelap area di sekitar bibirnya yang basah. "Ini bukti kalau aku bukan anak kecil lagi yang nggak tahu apa-apa, Om!"

Devan tertegun. Tubuh pria itu menegang.

Hanya saja, kala Devan mencoba mendekat, mata Anin tampak begitu sayu.

Bugh!

Gadis itu tertidur begitu saja, meninggalkan Devan yang melongo tak percaya.

"Dasar!" kekeh Devan entah karena apa.

Pria itu lalu kembali melajukan mobilnya dengan perasaan campur aduk.

Setibanya mereka, Devan memutuskan untuk menggendong Anin.

Memandang lekat pada gadis yang tertidur lelap di dalam gendongannya, Devan melangkah pelan menaiki satu per satu tangga menuju kamar gadis itu di lantai atas, takut membangunkannya.

Namun, tepat saat kakinya menginjak lantai teratas, gadis itu menggeliat kecil. Lalu, mata berbulu lentik yang berbentuk bulat itu terbuka, menatap bingung pada sosok wajah yang berada tepat di hadapannya.

"Om Devan?" Anin mengerutkan dahi. Seolah tersadar bahwa posisinya kini sedang dalam gendongan Devan, ia membulatkan mata. "Eh, m-maaf, Om. Aku ketiduran, ya?"

Anin menggeliat tak nyaman dalam gendongan Devan. Menyadarinya, pria itu lantas menurunkan Anin yang langsung memalingkan wajah ke arah lain.

"Aku ke kamar dulu," ujar gadis itu pelan.

"Anindya."

Anin menghentikan langkahnya, tetapi tidak berbalik pada Devan yang baru saja memanggil namanya. Gadis itu merasa sangat malu. Apa yang telah ia lakukan di mobil tadi? Mengapa dirinya bisa jadi seberani itu?!

Anin merasa waswas, apa Devan akan memarahi, atau bahkan menghukumnya karena bertindak demikian?

"Om tidak pernah menganggap kamu anak kecil."

Deg!

Belum sempat memproses semuanya, Devan berjalan ke arah Anin dan berdiri di depan gadis itu. "Kamu bukan anak kecil. Usia kamu sudah lebih dari cukup untuk berada di tempat seperti itu. Tapi, yang harus kamu tahu, memasuki dunia malam tidak cukup dengan hanya mengandalkan usia. Sifat kamu terlalu lugu untuk tempat seperti itu."

Anin menunduk dalam. Benar, Devan hanya mencoba melindungi dirinya. Namun, ia malah terbawa emosi hingga melakukan perbuatan yang sangat salah. Entahlah, Anin merasa tadi adalah saat yang tepat untuk melampiaskan emosinya yang terpendam karena diabaikan oleh Devan akhir-akhir ini.

Anin sekali lagi merutuki tindakannya tadi. Ia sendiri bahkan tidak menyangka bisa melakukan hal seperti itu, yakni mencium Devan tepat di bibirnya.

"Anindya?"

Mendengar namanya dipanggil, Anin mendongak.

Namun, dia terkejut kala merasakan jarak Devan tak lagi sejauh tadi. Suara pria itu terdengar berada tepat di belakangnya, lalu meraih lengannya dan membuat Anin membalikkan tubuh menghadap Devan sepenuhnya.

"Om tahu tindakan kamu tadi hanya karena kamu tidak suka terlalu dibatasi."

Tatapan Devan saat ini padanya membuat buku kuduk Anin meremang, begitu tajam juga penuh perhatian di saat yang sama.

"Tapi yang harus kamu tahu," Devan menjeda ucapannya, ia mengambil langkah lebih dekat dengan Anin, sedikit membungkuk untuk menyenyajarkan wajahnya dengan gadis itu, "Om juga seorang pria, Anindya. Hal yang kamu lakukan tadi bisa menimbulkan hasrat pria dewasa di diri Om."

Anin menelan ludahnya susah payah. Ia ingin sekali memutus tatapannya dengan Devan. Namun, entah mengapa hal itu begitu sulit ia lakukan. Seperti tatapan tajam omnya itu memiliki lem perekat yang sulit dilepaskan.

"M-maksud Om ... apa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status