Hai, mohon dukungannya untuk buku ini dengan memberikan bintang, gems, atau komentar ya ^^ Terima kasih
Setelah hari itu, masih belum ada kabar dari Emma dan nomornya masih tidak bisa dihubungi. Liam Thompson telah mengerahkan anak buahnya untuk mencari putri sulungnya itu, tetapi belum ada hasil yang memuaskan.Seperti hari ini misalnya, Lea kembali mencoba menghubungi saudara tirinya, tetapi panggilannya hanya berakhir di voicemail. Tidak ingin hanya diam menunggu, Lea juga menemui beberapa teman Emma yang ia ketahui, berharap ada seseorang yang bisa memberikan petunjuk tentang keberadaannya.Namun, jawaban yang ia dapatkan justru semakin membuatnya frustrasi.โMaaf, tapi aku tidak berhubungan dengannya selama sebulan terakhir.โRata-rata teman-teman Emma memberikan jawaban yang kurang lebih sama. Tak ada yang tahu pasti di mana wanita itu berada.Lea menghela napas panjang saat keluar dari kafe tempat ia bertemu salah satu teman Emma. Bersamaan dengan itu, ponselnya tiba-tiba bergetar di tangannya.Sebuah pesan masuk dari Kayden Easton.[Datanglah ke Hotel Sterling, kamar 1803. Jonas
Asap tipis mengepul saat nyala lilin padam, menyisakan jejak samar di udara. Lea mengembuskan napas pelan, berusaha menenangkan debaran di dadanya yang masih belum mereda. Namun ketenangan itu hanya bertahan sesaat, karena kejutan hari ini belum sepenuhnya berakhir.Kayden tiba-tiba bangkit dari tempatnya, lalu berjalan menuju meja di dekat sofa. Kedua tangannya terulur mengambil beberapa kotak hadiah yang tersusun rapi di sana, kemudian membawanya ke hadapan Lea sekaligus.โTerima ini.โLea menatap tumpukan kotak itu dengan ragu sebelum akhirnya menerimanya. Balutan kertas elegan yang membungkus kotak-kotak itu terasa sedikit berat di pangkuannya.โHadiah lagi?โ gumamnya seraya menatap Kayden. โUhm, terima kasih.โKayden tersenyum tipis, lalu meraih sesuatu dari meja. Bukan sebuah kotak kali ini, melainkan buket bunga.Lea mengerjap ketika pria itu menyerahkan buket itu padanya. Bukan mawar, bukan lili, tetapi bugenvil. Kelopaknya yang lembut berwarna keunguan, merah muda, dan putih
Langit senja mulai meredup ketika Lea kembali menerima panggilan dari nomor tidak dikenal. Ia menatap layar ponselnya beberapa saat sebelum akhirnya mengabaikannya.Entah apa yang merasuki dirinya hingga ia setuju untuk menginap bersama Kayden di hotel ini hingga besok. Mungkin karena perayaan ulang tahunnya yang masih menyisakan kehangatan di dadanya. Atau mungkin karena pria itu sendiri.Yang jelas, Lea tahu waktu mereka terbatas. Besok sore, Noah beserta kedua orang tuanya akan kembali dari Italia. Itu berarti hanya tersisa satu hari lagi sebelum kenyataan kembali menghantam mereka.โSiapa?โ tanya Kayden begitu Lea meletakkan kembali ponselnya ke meja.Lea menggeleng pelan. โNomor tidak dikenal,โ sahutnya singkat.Ia sebenarnya ingin berpikir lebih jauh. Siapa yang terus menghubunginya? Tapi ia mengabaikan pertanyaan itu.โSebaiknya ganti nomormu. Seseorang terus menghubungimu dan itu sangat mengganggu.โLea menatap Kayden sejenak, lalu tersenyum tipis. โMengganggu untukku atau men
Rapat akhirnya berakhir. Begitu tiba di basement gedung Easton Industries, Sophia membuka pintu mobil dengan kasar. Ia segera meraih ponselnya dan menekan nomor Noah dengan perasaan kesal yang membuncah.โSayang?โ Suara Noah terdengar santai di seberang telepon.Sophia mendengus, masih dengan ekspresi kesal yang tercetak di wajahnya. โAku benar-benar muak dengan istrimu!โ geramnya tanpa basa-basi.Di balik meja rias studio, Noah mengernyit. Ia baru saja bersiap untuk pemotretan ketika panggilan Sophia datang.โApa lagi yang dia lakukan sampai membuatmu kesal?โ tanyanya dengan nada malas.Tak membuang waktu, Sophia segera menjelaskan kejadian saat rapat bersama Kayden dan para eksekutif. Tentu saja, ia menambahkan beberapa bumbu di sana-sini, memperhalus perannya sendiri dan membuat Lea terdengar lebih menyebalkan di telinga Noah.Noah menyimak dengan wajah yang mulai memerah. Seiring dengan cerita Sophia, kemarahan itu semakin menyulut akal sehatnya.โJadi dia benar-benar bersikap seo
Malam semakin larut ketika Noah tiba di kediaman keluarga Easton. Jemarinya mengetuk setir mobil dengan gelisah, sementara tatapannya terpaku pada rumah megah yang berdiri kokoh di depannya. Sejak meninggalkan apartemen Sophia, hanya satu hal yang berputar di kepalanyaโbrankas ayahnya.Setelah mengumpulkan semua keberanian, Noah akhirnya keluar dari mobil. Udara dingin menerpa kulitnya, tetapi ia tidak menghiraukannya. Langkahnya waspada saat ia menyusup masuk.Noah tahu betul di mana letak brankas ayahnya. Ruang kerja Robert Easton berada tepat di ujung koridor lantai satu. Biasanya, pria tua itu tidak mengizinkan siapa pun masuk tanpa seizinnya.Namun, malam ini Robert sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis. Itu artinya kesempatan emas bagi Noah untuk melancarkan aksinya.Ia menarik napas dalam-dalam. โTenang, Noah. Kamu hanya perlu melakukannya dengan cepat dan bersih,โ batinnya.Meski demikian, tangannya tetap berkeringat. Ini bukan pertama kalinya ia melanggar aturan, tap
Udara dingin menusuk kulit wajahnya saat Lea melangkah ke depan pintu utama kediaman Easton. Salju yang melekat di mantel tebalnya mulai mencair, tetapi hawa tegang yang tiba-tiba merambat ke seluruh tubuhnya jauh lebih dingin daripada musim dingin itu sendiri.Telinganya menangkap suara ribut dari dalam rumah. Bukan sekadar percakapan biasa, tetapi suara bentakan marah yang bercampur dengan rintihan kesakitan. Darahnya berdesir, Lea lantas melangkah masuk dengan cepat.Seorang pelayan perempuan dengan wajah pucat nyaris menabraknya saat hendak keluar. Refleks, Lea meraih lengan wanita itu dan menghentikannya.โApa yang terjadi?โ tanyanya buru-buru.Pelayan itu menelan ludah, matanya penuh ketakutan. โTuan Easton sedang memukuli Tuan Noah,โ ucapnya lirih, seakan takut hanya dengan mengucapkannya.Lea merasakan tubuhnya menegang. โApa?โ gumamnya tak percaya.Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, ia langsung berlari menuju sumber suara. Langkahnya cepat, hampir terburu-buru, sementara su
Ketika Lea hendak masuk ke kamarnya, sebuah cengkeraman erat tiba-tiba menangkap lengannya. Lea sontak menoleh dan mendapati Kayden berdiri di belakangnya dengan wajah marah.โIkut aku,โ desis pria itu sebelum menyeret Lea masuk ke dalam kamarnya.Saat pintu tertutup rapat, Kayden menguncinya dengan satu gerakan tegas sebelum menghimpit Lea ke dinding. Kedua tangannya menangkup sisi wajah wanita itu, menahannya dengan erat hingga membuatnya terperangkap.Lea mengangkat pandangannya dengan wajah cemas. โA-Ada apa?โ tanyanya terbata, suaranya lirih dan nyaris serak.Ekspresi Kayden masih tak bersahabat, matanya berkilat dengan kemarahan yang tertahan. โBerani membela pria itu di depanku sekarang, huh?โ geramnya.Mata Lea sedikit melebar sementara alisnya bertaut sejenak sebelum akhirnya ia menyadari arah pembicaraan ini. Butuh beberapa detik baginya untuk menghubungkan semuanya. Lalu, semuanya menjadi jelas.Rupanya, ini tentang apa yang terjadi sebelumnya di lantai bawah. Tentang bagai
Setelah pengakuan cintanya malam itu, Lea pikir sikap Kayden mungkin akan berubahโtermasuk hubungan mereka. Ia mengira hubungan mereka sudah tidak lagi membingungkan. Namun, kenyataan justru menamparnya begitu saja.Saat Lea memasuki ruangan Kayden pagi ini untuk menyerahkan beberapa berkas, pria itu tetap seperti biasanya. Tidak ada senyum hangat, tidak ada tatapan intens seperti yang Lea harapkan. Kayden hanya mengambil berkas itu dengan ekspresi datar, lalu menanyai Lea soal pekerjaan seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka semalam.Lea berdeham pelan, mencoba mencari celah untuk setidaknya menggali reaksi Kayden. Namun pria itu malah fokus membaca dokumen di tangannya tanpa mengangkat kepala sedikit pun.โKalau begitu, aku akan kembali ke mejaku,โ kata Lea akhirnya, berusaha menekan rasa kecewa yang mulai merayapi hatinya.Kayden hanya mengangguk kecil.Lea mengepalkan jemarinya sebelum berbalik dan melangkah cepat keluar dari ruangan itu. Begitu sampai di mejanya, ia menja
Pagi itu, langit New York tampak cerah.Lea duduk santai di atas sofa, melipat kedua kakinya dan membiarkan tubuhnya bersandar nyaman ke sisi Kayden. Ia mengenakan kaus tipis dan celana santai. Dan sebotol air mineral setengah kosong tergeletak di meja kopi di depannya.Suara pembawa acara berita lokal mengisi keheningan apartemen dari layar televisi.โBreaking news. Astrid Galen resmi ditahan tanpa jaminan atas dakwaan percobaan pembunuhan terhadap Lea Rose Thompson,โ suara pembawa berita terdengar tajam. โSelain itu, bukti penggelapan dana dan pencucian uang yang melibatkan yayasan keluarga Thompson kini menyeret nama suaminya, Liam Thompson, dalam penyelidikan lanjutan.โNapas Lea tercekat sesaat. Ia menatap layar televisi dengan jantung yang berdebar tak terkendali. Akhirnya... hari itu datang juga.Kayden yang duduk di sebelahnya lantas mencondongkan tubuh sedikit, kemudian mengulur tangan dan membelai lengan Lea perlahan.Di televisi, potongan video memperlihatkan Astrid mengena
Lea sedang menikmati minuman soda rasa jeruk ketika ponselnya bergetar. Ia melihat nama di layar. Mama.Dengan gerakan tenang, ia meletakkan kaleng soda di atas meja dan menyambungkan panggilan.โHalo, Ma?โ sapanya.Suara ibunya terdengar tenang di seberang, menyatu dengan dengung samar mesin mobil. Julianne sedang dalam perjalanan kembali ke hotel.โSebastian Langley sudah mulai goyah,โ katanya tanpa basa-basi. โDia berpura-pura ragu, tapi nada suaranya, pilihan katanya, semua menunjukkan hal yang sama. Dia tertarik. Kalau semuanya sesuai rencana, Astrid hanya tinggal menunggu waktu sebelum ia tak punya tempat lagi untuk berdiri.โLea menyandarkan punggung ke kursi, tatapannya fokus ke luar jendela.โBagus,โ gumamnya. โAku sudah cukup lama menunggu momen ini.โJulianne terdengar menarik napas di seberang sebelum melanjutkan dengan nada lebih hangat. โAnggap saja ini bagian kecil dari penebusan atas kesalahan masa laluku, Lea. Karena dulu aku meninggalkanmu di rumah itu. Hidup bersama
Setelah keluar dari ruang interogasi, Sebastian menerima pesan singkat.[Kita perlu bicara. Ini tentang Astrid. Hotel Aurelle, suite 907. โ J.R.]Sebastian menatap layar ponselnya lama. Rahangnya mengeras.Inisial itu saja sudah cukup menjelaskan segalanya.โAkhirnya aku berurusan dengan orang sepertinya,โ gumamnya pelan.Ia menyelipkan ponsel kembali ke saku jas, lalu melangkah pergi. Ia tahu, pertemuan itu akan mempersulit kasus yang seharusnya bisa selesai dengan mudah.Beberapa jam kemudian, Sebastian Langley datang tepat waktu.Julianne sudah duduk di sana, segelas bourbon setengah penuh di tangannya. Ia tak bangkit. Hanya menatap Sebastian dengan tatapan yang membuat siapa pun merasa sedang duduk di depan hakim, bukan seorang pengacara.Sebastian berdiri di tengah ruangan. Ia tampak tegang, tapi tak benar-benar menunjukkannya.โAku tahu kamu akan datang,โ kata Julianne tanpa basa-basi.Sebastian duduk, lalu membuka jasnya sedikit. โDan aku tahu kamu takkan tinggal diam. Jadi, ki
Pagi itu, Astrid baru saja keluar dari rumahnya dengan langkah tenang dan senyum percaya diri. Angin musim semi menerpa rambutnya yang terurai sempurna. Namun senyumnya langsung memudar saat melihat dua mobil polisi berhenti di halaman depan.Detik berikutnya, dua petugas keluar, langkah mereka cepat dan tegas.โAstrid Galen?โ tanya salah satu petugas dengan suara dingin dan berwibawa.Astrid mengerutkan kening. Ia berhenti, menatap mereka dengan sorot tak suka. โYa?โ jawabnya, alisnya terangkat dan nada suaranya penuh keangkuhan.โKami memiliki surat perintah penangkapan untuk Anda.โ Petugas itu menunjukkan dokumen dengan segel resmi.Astrid membaca cepat. Matanya membelalak ketika membaca tuduhan yang terteraโpenyalahgunaan kekuasaan, pemalsuan dokumen, dan pembunuhan berencana.โApa ini lelucon? Siapa yang menyuruh kalian?!โ suara Astrid meninggi, nadanya berubah tajam. โKalian sadar siapa aku?! Aku bisa membuat kalian kehilangan pekerjaan hanya dengan satu panggilan!โPetugas teta
Setelah makan malam selesai...Di luar ruang makan privat, Kayden menyentuh ringan lengan Lea untuk menahannya tetap di tempat. Yang lain sudah lebih dulu keluar.โAku perlu tahu sesuatu,โ ucapnya pelan.Lea menoleh. โAda apa?โโSilas.โ Kayden menatap Lea tajam. โSejak kapan kalian sedekat itu?โLea mengernyit, sedikit bingung. โAku tinggal di kediaman Ravenwood selama setahun. Dia orang yang sopan.โโDia terlalu tahu banyak tentangmu,โ tukas Kayden. โDan cara dia memandangmu barusan, itu bukan sekadar sopan.โLea menghela napas. โKami tinggal serumah cukup lama. Wajar kalau dia tahu beberapa hal.โโDan Rhael?โ tanya Kayden tanpa memberi jeda. โSejak kapan dia juga jadi bagian dari lingkaran dekatmu?โNada bicara Kayden terdengar tenang, tapi ada tekanan yang jelas terasa di wajahnya.Lea menatapnya tajam. โMereka bukan ancaman. Tidak ada yang berubah, Kayden.โKayden tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap wajah Lea, seolah mencari tanda-tanda bahwa wanita itu berbohong. Tangannya
Ruang Makan Privat โ Sebuah Restoran Mewah di Midtown ManhattanPintu kaca geser terbuka perlahan. Lea melangkah masuk lebih dulu, diikuti oleh Kayden yang berjalan di belakangnya dengan langkah tenang. Ruangan itu bernuansa hangat dengan meja makan bundar yang ditata rapi dengan linen putih.Julianne menyambut mereka dengan senyum hangat, sementara Rhael hanya melirik sekilas tanpa menunjukkan ekspresi berarti.โMa,โ sapa Lea sembari menghampiri dan memeluk Julianne dengan lembut.Julianne membalas pelukan itu. โKamu tampak lebih segar dari terakhir kali kita bertemu.โLea tersenyum singkat, lalu menoleh ke arah Rhael. โKamu juga datang.โโAku tidak datang untukmu,โ sahut Rhael pelan, lalu bersandar santai ke kursi. โAku hanya penasaran ingin melihat siapa pria yang membuatmu tak bisa berpaling ke lain hati.โLea menahan napas sejenak sebelum menoleh ke arah Kayden. โMa, Rhael โฆ ini Kayden.โKayden mengangguk sopan dan melangkah maju. โSenang akhirnya bisa bertemu denganmu secara lan
Sepeninggal Kayden, Lea melangkah pelan lalu duduk santai di sofa tunggal yang menghadap ke luar jendela. Pemandangan kota New York masih samaโhiruk-pikuk dan gemerlapโnamun ada sesuatu dalam dirinya yang berubah. Perlahan, jiwanya tak lagi serapuh dulu.Ponselnya yang tergeletak di meja kecil tiba-tiba bergetar. Lea menoleh, sekilas melihat layar, lalu segera meraihnya saat membaca nama yang tertera.โMama โฆ?โ sapanya begitu panggilan tersambung.Di seberang, suara Julianne terdengar tergesa, bercampur keramaian. โMama sekarang di bandara. Bisa kita bertemu?โLea mengernyit samar. โMama di New York?โโYa. Bersama Rhaelil. Dia bersikeras ingin ikut karena katanya rindu padamu.โLea tertawa kecil, merasa geli. โApa? Jadi anak itu merindukanku?โSamar-samar, suara Rhael terdengar dari belakang. โTidak! Aku ikut bukan karena merindukanmu! Aku ke mari untuk bersenang-senang!โLea terkikik. โBaiklah โฆ kalian bisa datang ke apartemenku. Nanti aku kirim alamatnya.โโBaik, Sayang. Sampai jumpa
Keesokan paginya, Lea menjadi orang pertama yang bangun. Ia tidak langsung mandi. Sebaliknya, ia memutuskan untuk menyiapkan sarapan lebih dulu karena tahu hari ini Kayden akan ke kantor.โOke, semuanya beres!โ serunya pelan dengan senyum lebar, merasa puas dengan sarapan sederhana dan secangkir kopi yang sudah tertata rapi di atas meja makan.Setelah memeriksa semuanya sekali lagi, Lea melangkah kembali ke kamar. Ia menaiki ranjang dengan pelan, lalu menunduk dan menciumi pipi Kayden yang masih tertidur lelap.โSelamat pagi, Tuan Muda Easton,โ bisiknya lembut di sela ciumannya.Kayden menggeliat kecil, lalu membuka mata perlahan. Tatapannya langsung bertemu dengan wajah Lea yang tersenyum di atasnya.โIni mimpi lain, hm?โ gumamnya serak karena baru bangun. Tangannya terulur mengusap pipi Lea. โKarena kalau iya, aku tidak ingin bangun.โLea terkikik pelan. โBukan mimpi, Sayang. Sarapan sudah siap. Kamu harus bangun sebelum kopimu dingin.โKayden menarik tubuh Lea agar jatuh ke pelukan
Kayden menggeleng pelan, lalu menaruh dagunya di bahu Lea. โUntuk sekarang, aku hanya ingin menikmati waktu kita. Aku sangat merindukanmu, Little Rose,โ bisiknya parau.Lea tersenyum tipis. Salah satu tangannya terulur, mengusap pucuk kepala Kayden dengan lembut. โBaiklah. Kita nikmati saja waktu berdua.โBagi Kayden, pelukan ini masih terasa seperti mimpi. Meskipun hangat kulit Lea begitu nyata di pelukannya, Kayden tak bisa mengusir keraguan dalam hatinya. Ada suara kecil yang terus bertanyaโjangan-jangan semua ini hanya mimpi yang terlalu indah untuk jadi kenyataan?Setelah beberapa saat berendam, Lea tiba-tiba menarik diri dari pelukan Kayden. Tanpa berkata apa pun, ia keluar dari bath tub. Buih sabun masih menempel di beberapa bagian tubuhnya yang putih dan mulus.Dengan langkah anggun, Lea berjalan menuju shower dan menyalakan air hangat. Saat buliran air membasahi tubuhnya, ia menoleh.Senyum manis menghiasi bibirnya. โKemarilah, Kayden,โ panggilnya lembut.Kayden tidak segera