Share

104. Reaksi Kayden

Penulis: Merspenstory
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-25 13:42:19
Kayden segera memeriksa setiap inci tubuh Lea, dari telapak tangan hingga wajahnya, memastikan bahwa wanita itu tidak terluka. Matanya menajam, mencari tanda-tanda cedera sekecil apa pun. Meskipun tak menemukan jejak luka, keresahan di wajahnya tak juga surut.

Perampokan adalah kejahatan serius, dan Lea mengalaminya tadi malam.

“Demi Tuhan, Lea Rose! Inilah yang paling aku khawatirkan saat membiarkanmu pulang sendiri tadi malam!” geram Kayden dengan wajah frustrasi.

Lea menurunkan kedua tangan Kayden dari wajahnya, lalu menatap pria itu dengan sorot mata sayu. “Tapi aku baik-baik saja. Aku hanya kehilangan uang tunai,” ujarnya lirih.

Kayden menekan ibu jarinya ke pelipis, lalu menghela napas kasar. Tidakkah Lea menyadari betapa frustrasinya ia sekarang? Wanita ini baru saja mengalami perampokan, tapi malah bersikap seolah itu bukan hal besar.

Sial! Kayden benar-benar kesal.

“Kamu baru saja dirampok, Lea Rose. Ini kejahatan serius! Tapi kamu—” Kalimatnya terhenti di tenggorokan. Rasa ma
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   105. Campur Tangan Vincent

    Di kursinya, Lea menunduk dengan wajah pucat. Meskipun berusaha terlihat tegar, tangannya masih sedikit gemetar di atas pahanya. Napasnya belum sepenuhnya stabil dan sorot matanya menunjukkan sisa-sisa ketakutan yang masih mengendap.“Pulanglah,” ujar Kayden setelah beberapa saat, nada suaranya lebih lembut.Lea segera mengangkat wajahnya, wanita itu tampak ragu-ragu. “Aku masih harus—”“Pulang, Lea Rose,” potong Kayden tegas. “Kamu butuh istirahat.”Lea terdiam. Ia tahu pria itu tidak akan menerima bantahan.Tanpa menunggu lebih lama, Kayden meraih ponselnya dan menekan nomor seseorang di layar. “Aku akan menyuruh seseorang mengantarmu,” katanya.Lea buru-buru menggeleng. “Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri.”Tatapan Kayden mengeras. “Jangan membantahku.”Namun sebelum panggilannya berhasil tersambung, suara dering ponsel Lea tiba-tiba terdengar dari dalam tasnya.Lea meraih ponselnya dan menatap layar dengan kening berkerut. Nomor tak dikenal.Dengan sedikit ragu, Lea akhirnya men

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   106. Kayden's Justice

    Dua hari kemudian ….Lea menggenggam tasnya dengan erat saat memasuki kantor polisi. Langkahnya sedikit ragu, tetapi ia memaksakan diri untuk terus maju. Setelah berpikir matang, ia memutuskan untuk memenuhi panggilan dan memberikan keterangannya terkait insiden perampokan yang dialaminya dua hari lalu.Ini adalah pertama kalinya Lea menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Udara di dalam kantor polisi terasa sedikit kaku dengan suara telepon berdering dan langkah-langkah petugas yang sibuk berlalu lalang. Perasaan gugup menyelimutinya, tetapi Lea tetap melangkah.Seorang petugas berseragam rapi berjalan mendekat dan menatapnya dengan ramah. “Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya.Lea menelan ludah dengan sedikit payah sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Selamat pagi, Sir. Saya datang untuk memberikan keterangan terkait laporan perampokan dua hari lalu,” sahutnya sopan.Petugas itu mengangguk kecil. “Anda Nona Lea Rose?” tanyanya memastikan.“Ya,” Lea menjawab pelan.“

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   107. Rumah Tepi Danau

    Setelah menunggu cukup lama, mobil Kayden akhirnya tiba di halaman kantor polisi. Begitu kendaraan itu berhenti, Lea segera membuka pintu dan masuk, lalu duduk di samping pria itu dengan ekspresi kesal yang ia tahan.“Aku tidak mengerti kenapa kamu bersikeras menjemputku. Padahal kamu tahu sendiri aku membawa mobil,” gumamnya sambil merapikan mantelnya.Kayden tidak langsung menanggapi. Ia hanya mengulurkan tangan kanannya ke arah Lea dengan ekspresi datar.“Berikan kunci mobilmu,” katanya singkat.Lea mendesah pelan. Dengan enggan, ia merogoh tas dan menyerahkan kunci mobilnya pada pria itu.Kayden menerima kunci itu tanpa basa-basi, lalu membuka kaca jendela dan menyerahkannya kepada Jonas yang sudah berdiri menunggu di luar.“Aku tahu kamu mengkhawatirkanku. Tapi sikapmu ini jelas merepotkan orang lain,” gerutu Lea pelan, kemudian melirik Jonas dengan rasa tidak enak.Kayden segera melajukan mobil keluar dari halaman kantor polisi. “Dia memang digaji untuk itu. Jika tidak ingin ker

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   108. Dua Kutub yang Berlawanan

    Siang itu, Lea mulai menikmati waktunya di rumah tepi danau milik mendiang ibu Kayden. Meski sempat merasa cemas, udara segar, kicauan burung yang sesekali terdengar, serta ketenangan di sekelilingnya perlahan membuatnya lebih rileks.Yang lebih mengejutkan, Kayden menemaninya berkeliling. Pria itu menunjukkan setiap sudut rumah yang minimalis namun terasa nyaman—kamar-kamar dengan perabotan simpel dan sebuah ruang baca kecil di sudut lantai dua. Lea mendengarkan dengan seksama meskipun pikirannya masih dipenuhi tanda tanya.“Setelah ibuku meninggal, ini adalah tempat pelarianku,” ujar Kayden sambil tersenyum, matanya berbinar penuh ketulusan. “Tidak ada yang tahu tempat ini, termasuk ayahku.”Lea terdiam, menyimak setiap kata yang diucapkan pria itu. Siang ini, Kayden lebih banyak bicara. Meski sesekali ucapannya terdengar menyebalkan di telinga Lea, namun kali ini berbeda—pria itu lebih terbuka dari biasanya.“Dan kamu membawaku ke tempat persembunyianmu,” gumam Lea pelan.Kayden me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   109. Trust Me!

    Jantung Lea berdebar begitu kencang hingga tubuhnya terasa melayang. Ia buru-buru menurunkan tangannya ke bawah meja, lalu menggenggam jemarinya sendiri dengan erat. Kayden mungkin tidak mengatakan maksudnya secara gamblang, tetapi kali ini Lea mengerti.Seolah menguatkan pemikirannya barusan, Kayden kembali berbicara dengan suara lebih rendah. “Aku ingin kamu memercayaiku mulai sekarang, Lea Rose.”Lea membeku di tempatnya. Selama ini, Kayden selalu memaksanya bertahan dengan ancaman hingga membuatnya tak punya pilihan. Namun terlepas dari itu semua, Kayden adalah satu-satunya orang yang tidak pernah menyakitinya seperti Noah atau keluarganya.Ironis, sejak kapan Lea mulai melihatnya seperti itu? Sejak kapan pikirannya mulai menerima kenyataan bahwa pria yang mengancamnya … juga menjadi satu-satunya yang melindunginya?“Sekarang, cepat habiskan makananmu dan beristirahat di kamar,” kata Kayden dengan nada yang lebih lembut.Lea tidak membantah. Tanpa banyak berpikir, ia segera mengha

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   110. Takut Kehilangan

    Malam ini hingga dua hari ke depan, hanya ada Lea dan Kayden di rumah tepi danau ini. Setelah mengetahui bahwa seluruh keluarga Easton terbang ke Italia selama satu minggu, Lea memilih untuk tidak membantah.‘Sekali ini saja ... aku ingin menjalani hari-hariku dengannya tanpa merasa terbebani.’ Kata-kata itu menggema di kepalanya saat Kayden memutuskan mereka tetap tinggal.Bukan hal yang mengejutkan lagi. Noah dan keluarganya pergi tanpa sepengetahuannya. Seakan keberadaannya tidak cukup penting untuk diberi tahu. Memangnya siapa dirinya?Setelah membersihkan diri dan menikmati makan malam, Lea teringat akan ruang baca di sudut rumah. Keinginan untuk menghabiskan waktu di sana muncul begitu saja, seperti dorongan lembut yang membawanya melangkah menuju pintu kayu yang sedikit terbuka.Lea menyentuh kenop pintu yang dingin dan mendorongnya perlahan. Pintu terbuka tanpa hambatan, memperlihatkan ruangan yang diterangi cahaya temaram. Aroma kertas lama dan tinta langsung menyelinap ke da

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   111. A Sip of Desire

    Usai menghabiskan waktu selama dua jam membaca buku, sekarang Lea sibuk bergelut dengan cangkir dan sendok di dapur. Tangannya dengan cekatan membuat cokelat panas dengan taburan marshmallow di atasnya.Aroma manis memenuhi udara saat uap mengepul dari cangkir yang ia genggam. Dengan hati-hati, ia membawa minuman itu ke ruang tengah. Namun langkahnya terhenti begitu melihat Kayden duduk di sofa sedang fokus pada ponselnya.Sejak kapan pria itu duduk di sana?Jujur saja, Lea merasa ragu apakah ia harus melangkah ke sana atau pergi ke tempat lain.“Sampai kapan kamu berencana berdiri di sana sambil mengamatiku terus?” Suara bariton pria itu seketika memecah keheningan. Tatapannya tak sedikit pun beralih dari layar ponsel di tangannya.Lea sedikit tersentak. Matanya mengerjap pelan sebelum akhirnya berjalan mendekat, lalu duduk di samping Kayden. Meski sempat canggung, namun seruputan pertama dari cokelat panasnya membuatnya tersenyum puas.“Yum!” serunya antusias.Kayden melirik sekilas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   112. Mulai Terbuka?

    Keesokan paginya, Lea terbangun dalam dekapan Kayden. Kehangatan tubuh pria itu membuatnya enggan beranjak, apalagi dengan udara dingin dan salju yang turun di luar. Namun keinginannya untuk merasakan air panas di bawah pancuran akhirnya mengalahkan godaan untuk tetap tinggal.Setelah mandi singkat, Lea keluar dengan tubuh menggigil sambil memeluk erat jubah mandinya. Napasnya berembun tipis saat bertemu udara dingin. Saat ia duduk di depan meja rias, Kayden yang baru saja terbangun tiba-tiba menariknya kembali ke ranjang dan memeluknya erat.“Kamu sangat wangi,” gumamnya dengan mata terpejam, menikmati aroma yang menguar dari tubuh Lea. Namun matanya langsung terbuka saat tetesan air dari rambut wanita itu jatuh ke wajahnya.Tanpa banyak bicara, Kayden melingkarkan tangannya di pinggang ramping Lea, lalu dengan mudah mengangkat tubuhnya dan menggesernya ke samping. Setelah itu, ia turun dari ranjang untuk mengambil pengering rambut.Lea mengulurkan tangan, bersiap menerima alat itu,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27

Bab terbaru

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   181. Red Velvet, Kopi, dan Saudara Tiri Menyebalkan

    Lea melangkah keluar dari ruang pemeriksaan dengan napas sedikit terengah. Dokter mengatakan kondisinya membaik, meskipun tekanan psikisnya belum sepenuhnya stabil. Tubuhnya memang tidak memar sebanyak dulu, tapi pikirannya masih rapuh. Ia mendapati Rhael duduk menyandar di bangku, kakinya disilangkan dan earphone sudah kembali menggantung di leher. Matanya menatap layar ponsel tanpa ekspresi, seolah dunia tidak menarik selain apa pun yang sedang ia baca. “Sudah selesai?” tanya Rhael tanpa menoleh. Lea mengangguk kecil. “Ya.” Rhael bangkit, lalu memasukkan ponsel ke saku jaketnya. “Bagus. Ayo pulang. Aku lapar.” Namun sebelum langkah mereka benar-benar bergerak ke pintu keluar, Lea berhenti. Ia menatap Rhael yang kini berdiri sedikit di depan. “Aku ingin mampir dulu,” ucapnya pelan. Rhael mengerutkan dahi. “Mampir?” sahutnya heran. “Ada kafe di dua blok dari sini. Aku ingin makan cake.” “Cake?” ulang Rhael, nadanya terdengar mengejek. “Kamu baru saja dicek karena trauma, dan s

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   180. Berburu Tanpa Ampun

    Untuk sesaat, Kayden membeku. Pandangannya tak berubah, tapi tubuhnya menegang. Ia memutar tubuhnya perlahan dan menatap Jonas tajam.“Di mana dia?” Suaranya dalam dan mendesak.“Lokasinya di dekat tempat parkir bandara lama, kira-kira satu jam dari sini. Tim sedang menuju ke sana.”“Kita ke sana sekarang,” ucap Kayden tanpa ragu.Mereka melangkah tergesa menuju mobil yang diparkir sembarangan di seberang jalan, di bawah rindangnya pohon yang daunnya berguguran tertiup angin.Begitu pintu mobil terbuka, Kayden langsung masuk ke kursi penumpang dan membanting pintunya dengan suara berat. Jonas menyusul, lalu menyalakan mesin tanpa bicara, seolah ikut larut dalam ketegangan yang memenuhi udara.Untuk beberapa detik, suara angin dan ombak dari kejauhan jadi satu-satunya yang terdengar.Lalu…Mesin mobil menderu kencang memecah keheningan pagi itu. Ban berdecit ringan saat mobil melaju meninggalkan tepi teluk.Beberapa menit berlalu dalam diam sebelum akhirnya Kayden bertanya, “Seberapa j

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   179. Hidup Tanpa Arah

    Sudah beberapa bulan sejak pemakaman Lea, tapi Kayden masih belum bisa melupakan wanita itu. Hidupnya mungkin berjalan sebagaimana mestinya—pekerjaan, rapat, tanggung jawab perusahaan—namun hati dan perasaannya tertinggal di hari pemakaman itu.Sejak saat itu, Kayden memutuskan pindah. Ia meninggalkan rumah mewah milik keluarga Easton dan menempati apartemen yang dulunya dihuni oleh Lea. Bagi orang lain itu mungkin terlihat gila atau bahkan menyedihkan secara tidak sehat. Tapi baginya, hanya itu satu-satunya cara agar ia merasa dekat dengan wanita yang telah mengambil seluruh hatinya.Malam itu, setelah bekerja seharian dan menyelesaikan rapat penting yang menjemukan, Kayden memilih menghabiskan waktu di bar mewah di pusat kota. Tempat itu penuh cahaya temaram, dentingan gelas, dan alunan musik jazz yang memenuhi udara.“Tuan Muda Easton, mau kutemani malam ini?”Suara itu menggoda, lembut namun jelas ditujukan untuk menarik perhatian. Seorang wanita cantik bertubuh ramping mendekatin

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   178. Empati dalam Versi Paling Aneh

    Mereka duduk di meja makan dengan formasi yang tampak biasa saja—Indi di kepala meja, Julianne di sisi kanan, dan dua kursi di kiri dan kanan yang kini ditempati Lea dan Rhael. Tapi tidak ada yang benar-benar terasa biasa.Lea duduk dengan tenang, menyendok sup labu yang masih mengepul. Tangannya bergerak pelan. Tapi bukan karena gugup, lebih karena tubuhnya yang masih dalam pemulihan.“Supnya seperti biasa, luar biasa,” ujar Indi mencoba membuka percakapan.Julianne tersenyum. “Resep lama dari Mama.”Rhael hanya memutar sendoknya dalam mangkuk, pria itu sama sekali tak menyentuh makanannya. Matanya sesekali melirik ke arah Lea, tapi bukan dengan ketertarikan.Lea sadar, tentu saja.“Kamu makan dengan tenang sekali,” ucap Rhael. “Padahal bisa saja sup ini mengandung sesuatu.”Julianne sempat terbatuk kecil. Indi menghentikan gerakannya, lalu menoleh tajam. Tapi Rhael hanya tertawa pelan.“Aku hanya heran,” katanya tenang. “Dia tampak nyaman sekali duduk di meja ini. Padahal baru beber

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   177. Keluarga Baru

    Indi menoleh sambil menghela napas. “Bersikaplah sopan, Rhael.”Rhael.Lea langsung meresapi nama itu ke kepalanya.Pria bernama Rhael itu berhenti tepat di hadapan Lea, namun menjaga jarak. Ia tidak mengulurkan tangan, tidak pula tersenyum.“Lea,” ujar Indi, memperkenalkan dengan nada tenang, “ini putraku. Rhaeliel Ravenwood. Dia baru kembali dari New York tadi pagi.”Lea mengangguk sopan. “Senang bertemu dengan Anda.”Alih-alih menjawab, Rhael justru memiringkan kepala sedikit, alisnya terangkat ringan. “Aneh. Biasanya orang bilang ‘senang bertemu denganmu’ hanya untuk basa-basi. Tapi dari nadamu, aku bisa lihat kamu benar-benar serius. Itu langka.”Lea menahan diri untuk tidak mengerutkan kening. Dari nada bicara serta sikapnya, Lea tahu persis bahwa Rhael tidak akan menyukainya.“Dia belum sepenuhnya pulih,” sahut Indi memperingatkan. “Jangan mulai dengan permainanmu, Rhael.”Rhael tertawa kecil. “Permainan? Aku hanya mengamati. Lagi pula, jarang-jarang ada seseorang yang hidup la

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   176. Kebangkitan Lea

    Sudah satu tahun sejak nama Lea Rose dibisikkan dengan iba dan air mata.Setahun sejak makamnya dipenuhi bunga dan berita kematiannya memenuhi halaman utama.Setahun sejak dunia mengira kisahnya telah usai.Tapi malam ini, di bawah cahaya kristal dan denting gelas berisi sampanye, kisah itu menolak tamat.Acara amal ‘Hope for Women’ digelar megah di ballroom hotel bintang lima milik keluarga Thompson.Tamu-tamu terhormat berdatangan dengan gaun malam dan senyum palsu. Kamera menyorot setiap sudut ruangan. Dan para pembicara bergiliran naik ke atas panggung, mengucapkan kata-kata manis yang ditulis oleh sekretaris mereka.Dan di tengah semua kemewahan itu, pintu utama terbuka perlahan.Bukan dengan gegap gempita. Bukan dengan pengumuman.Melainkan hanya suara langkah pelan yang menimbulkan hening sesaat.Semua mata beralih.Dan waktu seolah ikut terhenti.Gaun sutra putih menelusuri lantai marmer. Rambut hitam disanggul rapi, memperlihatkan garis wajah tegas nan tenang. Tatapan matanya

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   175. Pemakaman Tanpa Jenazah

    Empat hari berlalu sejak pencarian besar-besaran dilakukan di Teluk Seruni. Ombak telah surut, kabut mulai jarang turun, tapi tidak ada satu pun tanda keberadaan Lea yang ditemukan. Tidak pakaian, tidak sepatu, tidak jejak darah, tidak mayat. Seolah wanita itu menguap ditelan laut dan karang.Di sisi lain, tekanan dari media dan masyarakat terus meningkat. Termasuk dari keluarga Thompson yang akhirnya merilis pernyataan resmi lewat kuasa hukum mereka.'Dengan berat hati, kami menyatakan bahwa putri kami, Lea Rose Thompson, dinyatakan meninggal dunia. Kami berterima kasih kepada pihak kepolisian dan tim SAR atas upaya maksimal mereka. Kami memohon ruang dan privasi untuk berduka.'Pernyataan itu menyebar cepat di televisi, radio, dan media sosial. Kalimat sederhana itu menghantam Kayden lebih keras daripada semua badai yang pernah ia hadapi.Di dalam ruangannya yang gelap, ia menatap layar televisi yang menampilkan foto lama Lea—tersenyum dalam balutan gaun putih saat wisuda kuliah. K

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   174. Main Kucing dan Tikus

    Malam mulai turun pelan-pelan, menyapu Teluk Seruni dengan kelam yang lembap. Lampu-lampu dari tenda SAR berpendar redup di kejauhan, sesekali terdengar bunyi radio dari petugas yang masih berjaga.Kayden keluar dari tenda penyelidikan, rokok menyala di antara jari-jarinya. Ia jarang merokok—hampir tak pernah lagi—tapi malam ini tubuhnya menuntut pelarian. Asap pertama mengepul dari bibirnya bersamaan dengan helaan napas berat.Dia menatap lautan yang sama sekali tak memberi jawaban.Langkah Jonas terdengar dari belakang. “Tim SAR akan lanjut pencarian esok pagi, saat ombak sedikit tenang. Mereka butuh istirahat.”“Biarkan saja yang istirahat. Kita tidak bisa.” Kayden membuang puntung rokoknya, lalu mendekati pagar pembatas yang masih dipenuhi bekas coretan kuning polisi. “Apa kamu yakin tim kita sudah memeriksa semua jalur keluar masuk?”“Sudah, Sir. Tapi ada satu jalan lama yang terhubung ke gudang pelabuhan. Sudah tidak aktif sejak lima tahun lalu. Saya kirim dua orang ke sana untuk

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   173. Proses Pencarian

    Dada Kayden terasa seperti dihantam palu. Tangannya bergetar saat membaca ulang berita itu. Gambar mobil Lea yang setengah tenggelam di antara puing-puing pagar pembatas jalan tol laut terpampang jelas. Polisi menduga mobil itu menabrak pembatas, terjun ke laut, lalu terseret arus.Tapi tak ada jasad. Tak ada tubuh. Hanya mobil. Dan jejak yang seakan menghilang ditelan laut.“Tidak mungkin …,” bisik Kayden. Kepalanya langsung penuh dengan kemungkinan terburuk—namun juga dengan harapan kecil yang membakar dadanya.Tidak ada jasad. Itu berarti belum tentu dia mati, bukan?Ia meraih ponselnya. Yang ia butuhkan hanya satu, informasi akurat. Jonas.“Segera ke Teluk Seruni. Kerahkan semua orang yang kita punya. Aku ingin penyelaman dilakukan sampai radius sepuluh mil laut. Aku tidak peduli berapa biaya yang dibutuhkan. Temukan dia, hidup atau mati,” perintah Kayden ketika panggilan berhasil tersambung.“Sir, polisi—”“Polisi lambat. Aku tidak akan duduk diam menunggu mereka bekerja.”Setela

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status