"Bear, kamu cemburu?"
Alana bergelayut manja pada lengan Leo. Gadis itu merajuk dan berusaha membujuk agar Leo tidak lagi memberinya wajah cemberut dan garang. Dia pikir karena suaminya itu cemburu melihat dia bersama Arga."Jangan dekati pria itu lagi, Alana! Kalau kamu bertemu lagi, maka jauhi dia!" seru Leo tidak mempedulikan wajah manja Alana.Leo memilih fokus pada jalanan dan lingkaran setir. Namun, semua sikap itu hanya semu saja, hanya untuk menutupi dan meredam rasa marah dan cemburu dalam hati. Meskipun begitu, larangan yang dikatakan pada Alana bukan main-main. Dia serius dan berharap Alana mendengar juga mematuhinya."Dia hanya membantuku. Aku juga tidak mengenalnya. Lagi pula ini salahmu! Kamu terlambat menjemput aku."Alana melepaskan tangan dari lengan Leo dan menghentakkan tubuh menjauhi Leo. Dia menjaga jarak. Kali ini dia juga merasa kesal atas sikap Leo menanggapi situasi yang hampir saja membahayakan dirinya. Namun, saat menceritakan pada L"Ada apa?" tanya Damian setelah duduk di samping Leo.Damian melihat Leo tampak lesu dan terbebani oleh pikiran yang berat. Biasanya, setelah rapat selesai, mereka akan berbincang-bincang sejenak, namun kali ini tidak ada obrolan tersebut. Leo langsung pergi kembali ke ruang kerjanya dan duduk dengan wajah yang penuh dengan kerutan."Apakah kamu yakin anak itu memiliki nama belakang Wijaya?" tanya Leo pada Damian dengan tatapan tajam untuk memastikan kebenarannya. "Ya. Dia memiliki nama belakang Wijaya. Apa kamu mengenalnya?" Damian penasaran.Dalam hatinya, Damian merasa khawatir tentang apa yang sedang dipikirkan oleh Leo. Apakah ada sesuatu yang berhubungan dengan pemilik mobil itu sehingga Leo ingin tau dan terlihat sangat terbebani? Namun, dia tidak ingin menyimpulkan hal-hal yang belum pasti sehingga dia hanya diam dan menunggu sampai Leo membuka diri."Aku rasa tidak. Aku tidak mengenalnya. Hanya saja nama itu tidak asing bagiku," jawab Leo, namun terdengar tidak yakin. Dami
"Hai!" sapa seseorang di belakang Alana.Ketika Alana memutar kepala untuk melihat siapa yang menyapanya, suara yang terdengar asing di telinganya membuatnya merasa pernah mendengar suara itu sebelumnya. "Kamu?"Namun, rasa penasaran itu langsung berubah menjadi kejutan ketika dia melihat Arga berdiri di depannya dengan senyum lebar di wajah."Hai!" Kembali Arga menyapanya. Kali ini disertai senyum dan lambaian tangan yang ramah untuknya.Tak bisa dipungkiri, wajah tampan Arga dengan lesung pipit di pipinya berhasil menambah daya tarik dari sosok itu. Alana merasa tertegun dan sedikit kagum dengan penampilan Arga yang terlihat menawan dan manis.Meski pernah bertemu Arga dan pria itu pernah menolongnya dan bisa dikatakan dia memiliki hutang Budi, namun melihat pria itu ada di kampusnya, Alana menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri mengamati sekitar mereka."Kenapa? Kaget ya kita bertemu lagi?" tanya Arga.Melihat Alana seperti orang bingung, Arga pikir itu adalah reaksi dan sikap y
"Alana, biar aku antar kamu pulang!" Arga meraih tangan Alana dan menahannya saat gadis itu hendak bangkit dari duduk. Dia juga langsung berdiri dan bersiap untuk mengantar Alana pulang. Namun, Alana menolak tawarannya dengan sopan."Terima kasih, tapi tidak perlu. Aku bawa mobil sendiri," tolak Alana.Alana perlahan-lahan menggerakkan tangannya untuk menepis tangan Arga yang ada di lengannya. Meskipun bibirnya sedikit tersenyum, namun senyum itu hanya sebagai pemanis semata. Dia merasa kaget dan tidak nyaman dengan sentuhan tangan Arga yang membuatnya merasa terganggu. Alana berusaha untuk menjaga jarak dengan Arga agar tidak ada lagi sentuhan yang membuatnya tidak nyaman."Baiklah," jawab Arga pasrah.Dia lupa, saat datang ke restauran itu Alana juga menolak pergi bersama dan memilih pergi bersama Kalila menggunakan mobil sendiri."Kalau begitu, kita pergi ke luar bersama-sama," sambungnya.Tidak ada pilihan, Alana menolak diantarnya pulang. Maka, yang dilakukan Arga hanya jalan be
"Alana, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Tapi, tunggu aku kembali saja!" ucap Leo di seberang sana."Om? Ada apa?" Alana penasaran.Pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban apa pun dari Leo. Namun, semakin dia mendesak, semakin Leo tidak mau memberitahunya. Tidak ada cara lain, tidak mungkin dia menyusul Leo ke luar kota hanya untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya. "Alana, jangan berpikir keras soal ini! Hanya masalah waktu saja," ucap Leo menenangkan Alana."Tapi, Om?""Sayang, kamu percaya padaku, kan?" Suara Leo terdengar lembut menenangkan."Aku percaya padamu, Bear," jawab Alana."Kalau begitu, tunggu aku kembali! Kita akan bicarakan semuanya," ucap Leo."Semuanya? Maksudnya?" Alana semakin bingung, semakin penasaran, semakin tidak mengerti. Leo membuatnya semakin tidak tenang, tapi tidak mau memberinya jawaban. Bahkan untuk sekedar memberi klu saja, dia tidak melakukannya."Sayang, nanti aku telepon kamu lagi. Aku ada urusan penting," ucap Leo mengakhiri obrolan me
"Hei! Jangan main-main!" seru Alana dengan nada yang sangat kesal. Dia merasa sangat marah dan tidak terima saat seseorang menghubunginya tanpa memberikan sapaan atau pengenalan diri. Dalam keadaan emosi yang memuncak, Alana memegang ponselnya dengan erat di depan wajah dan menegaskan peringatan pada oknum tersebut.Setelah berakhirnya panggilan telepon tersebut, Alana melempar ponselnya ke tempat tidur dan menahan napas dalam-dalam sembari berkacak pinggang. Dia merasa sangat tersinggung dan kesal karena merasa dipermainkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Meskipun begitu, Alana berusaha mengontrol emosinya dan mengatur pola napasnya agar bisa tenang kembali.Alana kemudian berbicara kepada dirinya sendiri dengan suara pelan, "Kamu pikir aku bisa kamu permainkan!"Meskipun masih merasakan kemarahan dalam hatinya, dia mencoba untuk menenangkan diri dan tidak membiarkan emosi negatif menguasai dirinya sepenuhnya.Belum juga kemarahannya benar-benar hilang, kembali ponselnya be
"Aku rasa mereka bukan orang bodoh, Leo. Mereka pasti sudah mencari dan mengumpulkan dari berbagai sumber, bahkan menggunakan segala cara untuk memastikan kalau anak itu adalah Alana," jawab Damian.Leo mengarahkan mata melihat Damian. Sorot matanya lekat. Dia pun memikirkan dan merenungkan apa yang Damian katakan dan menyetujui perkataan itu."Ambisi mereka sangat besar," ujarnya menyimpulkan."Ya." Damian pun setuju.Untuk sesaat keduanya terdiam. Meski tidak ada pergerakan, tidak ada perbincangan dan keduanya tampak tenang. Namun, sesungguhnya dalam kepala mereka, mesin pemikir sedang bekerja dengan keras untuk memecahkan masalah ini."Bagaimana dengan pengacara itu? Apa kita masih bisa mempercayainya?" Seketika Damian teringat pada pengacara keluarga Charles Wijaya Jingga, ayah Alana.Leo kembali terdiam dengan pandangan lekat pada Damian. Pertanyaan Damian tidak pernah dia pikirkan. Namun, setelah ini dia pasti akan memikirkan dan menjadikan pengacara itu sebagai salah satu targe
"Bear, akhirnya kamu pulang."Saat Leo datang, Alana langsung menyambutnya dengan pelukan erat. Dalam hatinya merasa lega karena Leo telah kembali, sehingga dia tidak merasa sendirian."Iya, Sayang."Leo membalas pelukan Alana dengan kehangatan dan peluk kerinduan. Yang dirasakan Alana, Leo juga merasakannya. Hanya saja, perasaan lega Leo lebih daripada rasa syukur karena melihat Alana baik-baik saja tanpa kurang satu apa pun.Setelah beberapa saat saling mengobati rasa rindu, Leo merenggangkan pelukannya. Mengalihkan kedua tangan untuk mendekap wajah cantik Alana dengan sentuhan lembut. Satu kecupan pun diberikan pada kening Alana sebagai ungkapan rasa cinta dan kasih sayangnya."Apa kamu merindukan aku?" tanyanya dengan suara lembut sembari membelai rambut halus Alana."Emm." Alana mengangguk manja. "Aku sangat merindukanmu, Bear," jawabnya dengan wajah berseri dan manja.Cup.Satu kecupan mendarat pada bibir kenyal Alana."Aku juga sangat merindukanmu," balas Leo merasakan hal yang
"Halo!" sapa Alana dengan suara sedikit serak khas orang baru bangun tidur karena hari memang masih sangat pagi saat ponselnya berdering.Tidak ada jawaban, hanya ada suara hujan dan guntur."Halo! Siapa ini?" tanyanya lagi.Mata Alana kembali terpejam setelah melihat sekilas siapa yang menelponnya pagi-pagi buta. Bahkan di saat cuaca mendukung untuk tetap bersembunyi mencari kehangatan di balik selimut tebal, di saat hujan deras mengguyur bumi disertai guntur dan kilat, seseorang yang tidak dikenal melakukan panggilan ke dalam ponselnya.Sekali lagi sapaan dan pertanyaannya tidak mendapat balasan. Karena cuaca saat ini hujan, ditambah dengan suhu pendingin ruangan, Alana merasa kedinginan. Dia pun mengabaikan orang yang menghubunginya dan tidak mau ambil pusing. Karena tidak juga mendapat respon baik, Alana menutup ponselnya dan kembali tidur.Dia memilih mencari kehangatan ekstra dengan merapatkan diri pada Leo dan memeluknya, daropada harus meladeni orang iseng. Pelukan ini disamb