"Ampun, Pak! Ampun!" teriak Mila. Dia berjongkok sambil menangkupkan kedua tangan di dada memohon belas kasihan Bapak Mertua.
Namun Bapak seolah tak peduli dan tak mendengar, dia termakan amarah dan terus menyirami Mila. Bahkan, kini menjambak rambutnya."Sakit, Pak!" rintih Mila."Ampun! Ampuni aku!" Mila terus memohon namun tak berarti apa-apa. Bapak tak mau mengampuni dan terus menyirami Mila. Tubuh Mila sudah basah seluruhnya. Tak cukup dengan menyirami saja, Bapak kini mengambil gunting dari kotak yang terpajang di dinding kamar mandi, kemudian Bapak mengguntingi rambut Mila dengan penuh amarah."Jangan, Pak! Jangan gunting rambutku, jangan! Ampun! Bu, tolong!" kata Mila, memohon pada Bapak dan minta tolong pada Ibu."Eling, Pak! Ada apa ini?!" Ibu Mertua yang sejak tadi melihat dengan panik, kini angkat bicara. Ibu sama bingungnya denganku yang tak mengerti sikap Bapak.<Astaghfirlloh, astaghfirulloh ....Pantas saja Bapak Mertua mengamuk, pasti gara-gara foto ini. Bapak memang tidak masuk aanggota grup WA, tapi pasti ada seseorang yang memberitahunya."Itu Mur, aib yang kumaksud," kata Mang Jaka. "Lain kali, kontrol lah pergaulan si Mila. Meresahkan begitu kelakuannya, bisa-bisa dia jadi contoh yang gak bener buat anak muda di kampung ini. Kan, kalau ini sampai tersebar luas di internet, kita sekampung bakal malu karena ada warganya yang kelakuannya begini."Mang Jaka mendadak berkata sinis seperti itu, aku memaklumi karena siapa pun pasti akan merasa jengkel dan marah dengan kelakuan Mila."Kira-kira, siapa ya yang nyebarin foto-foto ini? Ini kan foto pribadi, jahat banget yang nyebarin," kataku, mencoba sedikit membela Mila untuk menjaga harga dirinya. Bagaimana pun, Mila adalah korban."Halah, malah nyalahin orang lain. Jelas si Mila yang salah, kalau dia tak berfoto seperti itu, tidak akan
Segera kututup warung sesuai perintah Bapak. Dia sudah masuk lebih dulu ke dalam rumah."Kia, kamu di kamar dulu sama Abiyyu ya. Tadi saya sudah telepon Bibi di Desa Sindang, dia sudah bilang pada nenekmu kalau malam ini kamu akan menginap di sini."Kutitipkan Abiyyu pada Azkia sementara aku bicara serius dengan Bapak Mertua. Ibu menemani Mila di kamarnya, adik iparku itu sudah terbebas dari hukuman Bapak sejak habis Isya tadi.Tak lupa kubuatkan kopi hitam panas kesukaan Bapak, kami kini duduk berhadapan. Bapak memasang wajah serius. "Karena perselisihan Kakek Buyut yang belum selesai, akhirnya keturununannya lah yang harus menanggung akibatnya. Ini semua harus jadi pelajaran hidup untuk kalian. Nanti kalau suamimu sudah pulang, ceritakanlah masalah ini padanya," kata Bapak padaku, dia menghentikan bicaranya sejenak demi menyeruput kopin
Bapak membuang muka, seakan tak mau melihat lagi wajah anak perempuannya itu. Namun, Mila bersikeras mendekati Bapak, dia bilang ingin menjelaskan semuanya. Ibu dengan raut wajah sedihnya menuntun Mila duduk di hadapan Bapak."Dengarkan dulu anak kita bicara, Pak," kata Ibu, membujuk Bapak yang pandangannya tak juga tertuju pada Mila. "Beri dia kesempatan bicara, Ibu yakin kali ini Mila akan berkata yang sebenarnya."Sekeras apapun usaha Ibu membujuk, Bapak tetap tak mau melihat ke arah Mila. Jelas sekali Bapak masih marah dan kecewa. Hingga Bapak kini beranjak dari kursi, hendak pergi ke kamarnya, namun segera kupegang tangan Bapak. "Pak, Murni mohon, kita dengarkan penjelasan Mila. Siapa tahu dia memang tidak bersalah atas tersebarnya aib yang menjijikan itu. Kita sama-sama tahu, keluarga RT selalu punya cara untuk memfitnah kita. Jadi, ada baiknya kita bertabayun dulu dengan Mila," pintaku.
“Iya, Pak. Murni setuju. Sudah saatnya kita bertindak, karena fitnah mereka sudah terlalu keji dan ini termasuk pencemaran nama baik. Apalagi soal foto Mila yang diedit, tercoreng nama baik keluarga kita. Ditambah, semua perbuatan mereka juga benar-benar mempengaruhi jualanku, pelangganku kini ada yang kabur,” responku.“Bapak punya rencana apa? Jangan pakai acara bereklahi, Ibu takut!” kata Ibu. Dia masih merangkul Mila dan mengusap-usap bahunya.“Tidak, Bu. Bapak hanya akan mencari bukti kalau foto Mila itu benar-benar editan. Lalu akan Bapak cari tahu siapa pelakunya, dan kalau sudah ketemu ... akan Bapak bawa orang itu ke tanah lapang untuk ‘dipamerkan’ ke warga,” jawab Bapak dengan geramnya. “Besok, Bapak akan ke studio foto yang di pasar sana. Siapa tahu tukang fotonya mengerti soal foto ini.”“Zaki, Pak! Zaki pelakunya! D
“Astaghfirullahaladzim, Mila .... Kamu tahu gak, perbuatan kamu itu sudah membuat keributan dan masalah jadi tambah runyam! Sekarang, yang tidak suka sama Kakak jadi bertambah, bukan hanya keluarga RT saja tapi juga orang-orang yang namanya ada dalam catatan utang itu. Mereka merasa malu karena urusan utang-piutangnya diketahu publik, karena itulah mereka marah ke Kakak!”Karena tak bisa lagi bersikap sabar pada Mila, aku memarahinya pagi buta begini. Tapi ada yang beda kali ini, dia tidak menjawab ataupun melawan. Mila hanya tertunduk, sepertinya dia benar-benar bertobat dan menyadari kesalahannya.“Maaf, Kak. Aku gak tahu bakal seperti ini kejadiannya,” katanya.“Ya sudah pasti bakal begini. Waktu Zaki ngorek-ngorek tentang warungku, harusnya kamu mikir kalau dia melakukannya atas suruhan ibunya yang jelas-jelas ingin membuatku bangkrut! Kamu kan t
"Silakan, Mbak Ayu. Jualan bisa ditiru, tetapi rezeki tidak akan pernah bisa ditiru," jawabku.Kali ini, tak akan kubiarkan Ayu banyak bicara lagi. Ketenanganku sudah banyak diusik olehnya selama ini. Semut pun akan menggigit jika diinjak, begitupun aku."Kok ngejawab sih. Tumben, biasanya juga diem aja kalau ku panas-panasi," balasnya sambil berbalik arah dan melangkah pulang.Namun, sial bagi Ayu. Kakinya tersandung bangku depan warungku, hingga dia jatuh tersungkur. Ceker dan tulang ayam, serta barang belanjaan dalam kereseknya terlempar ke sembarang arah hingga isinya tercecer semua. Ayu jatuh dengan posisi telungkup, wajahnya menempel ke tanah. Saat dia bangun, seluruh wajahnya kotor penuh dengan tanah. Begitu pun bajunya.Aku tak kuasa menahan tawa, bahkan orang-orang yang kebetulan lewat pas kejadian pun jadi berhenti dan menertawak
Kobaran semangat terpancar dari raut wajah Mila. Dia terlihat sangat yakin dengan rencananya, namun aku khawatir apa yang akan dilakukannya nanti malah akan menimbulkan masalah yang lebih runyam lagi."Kakak tenang aja, gak usah takut gitu," lanjut Mila, sepertinya dia tahu apa yang kucemaskan. "Aku yang akan tanggung semua resikonya. Kalau ada apa-apa, pokoknya aku yang maju ke depan. Ini semua sebagai bentuk permintaan maafku, karena telah merepotkan Kakak selama ini.""Apa sih rencanamu? Jangan yang aneh-aneh, ah.""Gini, Kak. Sekarang itu kan lagi jamannya review-review makanan gitu di internet, bahkan di hampir semua medsos suka ada yang bikin konten review makanan. Nah, aku mau nyuruh temenku beli seblak di warung Ayu, terus akan aku review jelek di Yutub! Udah gitu, aku juga akan review behind the scene pembuatan seblaknya di FB dengan cara nyebar foto-
"Mila ... Mila ...."Zaki memanggil nama adik iparku dengan nada menggoda, sesekali dia juga bersiul sambil matanya melihat ke arah pintu rumah, menunggu Mila datang.Aku langsung menghampiri Zaki sebelum dia berbuat keributan lebih jauh lagi. Semoga saja Bapak Mertua sudah tidur, jadi tak perlu ada ribut-ribut malam-malam begini, malu didengar tetangga."Ngapain kamu? Jangan ganggu orang, ini sudah malam. Sana pulang!" kataku dari teras rumah.Zaki malah menggerungkan motornya lebih kencang lagi. "Aku mau ngajak Mila jalan," katanya sambil mengedipkan sebelah mata.Anak bandel!"Jangan ganggu Mila lagi!" tegasku."Ayolah, Kak Murni. Kayak gak pernah muda aja." Zaki menanggapi dengan santai."Masa muda saya