Beranda / Rumah Tangga / Harta Tahta Pria / 4. Kejanggalan Pada Edi

Share

4. Kejanggalan Pada Edi

Penulis: Ralph Author
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-14 23:51:04

Penuturan dari Bu Rini ini tentu saja mengejutkan Edi. Apalagi ia tahu kalau Bu Rini bukanlah orang yang berada. Kalau sampai menagih hutang sudah pasti wanita itu benar-benar membutuhkannya.

"Loh … hutang apa ya Mbak?” tanya Edi yang memang sama sekali tidak mengetahui perilah hutang piutang istrinya.

Selama ini ia memberikan Ajeng uang dua juta setiap bulan, hanya untuk Ajeng saja tidak termasuk untuk kebutuhan anak dan rumah lainnya.

"Memangnya kamu ga dikasih tau istrimu ya?”

"Nggak pernah Mbak,yang ada malah berantem terus hampir tiap hari,” balas Edi sambil mengusap wajah.

Rini pun mengangguk-angguk kemudian sedikit mencondongkan tubuh ke arah Edi.

"Denger-denger istrimu sering keluar dengan laki-laki lain," bisik Rini.

Bu Rini memang termasuk member dari cctv tetangga alias komunitas ghibah tetangga setempat. Edi yang paham karakter tetangganya ini pun mencoba untuk menutupi keburukan sang istri. Meskipun ia sendiri sudah mencurigai hubungan Ajeng dengan Seno dan juga pesan-pesan mesra dari lelaki lain.

"Mungkin teman kerjanya mbak," balas Edi mengalihkan pembicaraan.

"Oh … iya hutang Ajeng biar saya aja yang bayar mbak tapi Minggu depan ya,sekali lagi maaf," tambah Edi sekaligus berpamitan untuk mengajak anak-anaknya jalan-jalan.

"Ya sudah ga papa Mas Edi,” ujar Bu Rini.

***

Sabtu pagi yang dinantikan Ajeng pun tiba. Ia menyambutnya dengan penuh kegembiraan, dan sudah berkemas dengan membawa koper sejak semalam.

Tepat pukul sembilan pagi, Dita telah berada di depan rumah dan menjemput Ajeng dengan menggunakan sepeda motor. Ajeng yang sudah tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama Seno pun langsung mengambil koper dan menghambur ke luar.

Nabila yang saat itu tak sengaja melihat Ibunya membawa koper pun berusaha untuk menahan Ajeng.

"Mamah mau kemana?" tanya Nabila.

“Mamah ada perlu, ada kerjaan. udah lah kamu sama papah dulu!” serunya setengah mendorong putri sulungnya untuk pergi menemui papanya.

Edi yang melihat kejadian itu pun dengan kesal berkata, "Mamahmu mau cari papah baru .”

"BERISIK!” bentak Ajeng sambil berlalu menghampiri Dita yang sudah siap di depan rumah.

Namun Ajeng berhenti sebentar dan berbalik sambil menadahkan tangan ke arah Edi.

“Cepetan duit!pusing saya lama-lama dirumah, ” pinta Ajeng dengan kasar. 

Edi menggeleng, “Duit apalagi Jeng, Mas cuma ada 150 ribu, ini juga buat bayar sekolah anak dan kebutuhan sehari-hari,” balas Edi.

Namun sepertinya Ajeng tak peduli. Ia malah merogoh kantong celana Edi dan mengambil uang yang ada di sana lalu pergi. Lagi-lahi tak peduli dengan Edi yang meneriakinya.

Ajeng pun pergi bersama dita yang mengendarai motor matic, lalu menemui Seno yang sudah menunggu di mobil. Ajeng pun celingukan begitu tiba di dekat mobil Seno, memastikan tidak ada tetangga yang mengetahui kepergiannya.

                          ***

Semenjak Edi sakit perhatian Ajeng ke anak-anak memang kurang, karena ia lebih mementingkan kesenangan pribadi dibanding keluarganya. Semua keperluan rumah tangga Edi yang mengurus, mulai dari mencuci dan mengurus rumah lainya, sedangkan ibunda Edi sudah beranjak tua dan sudah tidak bisa beraktivitas berat.

Banyak yang menyarankan agar Edi untuk mengakhiri hubungan dengan Ajeng dan mencari ibu pengganti buat anak-anaknya. Namun Edi masih berat jika anaknya memiliki Ibu tiri, mungkin karena image ibu tiri kejam yang selama ini muncul.

Edi sudah lagi tidak memperdulikan Ajeng, walau ia sudah seing pulang pergi dari Madiun dan Jogja. Yang dipikirkan olehnya sekarang hanya bagaimana bisa menghidupi kedua anaknya.

Satu hal yang tak bisa dimengerti, Edi tetap bergeming walau berulang kali disakiti oleh Ajeng. Seperti kali ini Ajeng pulang ke rumah dan marah-marah.

“Mas kamu ini kemana aja sih aku panggil dari tadi di luar nggak muncul-muncul!” seru Ajeng yang tiba-tiba muncul ke halaman belakang saat Edi memberi makan burung dan ayam peliharaannya.

Memelihara unggas itu tidak hanya sebagai pengisi kebosanan Edi, tapi juga dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk menutupi kebutuhan keluarga. Seringkali Edi menjual anak burung hias yang sudah mulai mandiri ataupun telur ayam peliharaannya.

“Ya mana saya dengar, saya kan ada di belakang,” jawab Edi.

“Mas, aku minta duit buat servis motor ini, cepetan!” seru Ajeng.

“Kamu itu lho, mana ada saya duit.”

“Ah nggak usah bohong, saya udah denger kalau kemarin kamu habis panen terlur ayam kampung kan, sini bagian saya!”

“Jeng, uang hasil jualan terlur ayam kampung itu nggak seberapa hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk bayar listrik saja kemarin dibayarin Mbak Sari,” jawab Edi.

“Huh, aku nggak peduli. Pokoknya kamu harus kasih ke aku. Aku ini istrimu, Mas!”

“Nabila dan Nadia juga anak-anakku mereka juga butuh makan,”

Ajeng pun berdiri berkacak pinggang. “Aku nggak mau tahu ya. Pokoknya kamu kasih jatahku sekarang. Masalah makan anak-anak masih ada kakak sama adikmu yang bisa bantu.”

Edi yang tadinya berusaha menolak pun akhirnya mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dan menyerahkan pada Ajeng. 

“Cuma ada ini,” kata Edi.

Tanpa berkata apa-apa Ajeng pun mengambil uang itu dan langsung pergi meninggalkan Edi yang hanya bisa mengelus dada. 

“Ajeng … kamu kok berubah gitu,” gumam Edi.

Tanpa disadari, Putri adik iparnya tak sengaja melihat kejadian itu, dan ia pun keheranan kenapa bisa Edi tidak marah ataupun menegur kelakuan Ajeng yang ajaib. Bahkan saat aibnya sudah tersebar di kampung.

"Mas Edi ini kok lemah banget ya, kelakuan istrinya begitu bukannya negur, tapi diem aja, pasti ini ada apa-apa," pikir Putri.

Bab terkait

  • Harta Tahta Pria   5. Bangkit Lagi , Sandiwara Lagi

    Edi duduk sambil merenung dan memperhatikan unggas peliharaannya. Pikirannya tertuju pada kedua anaknya.“Nabila dan Nadia masih kecil, kalau begini terus bisa-bisa mereka nggak sekolah dan nggak punya masa depan,” gumamnya.Hampir setahun lamanya Edi tidak bekerja dan biaya untuk kebutuhan sehari-hari tentunya tidak akan berhenti. Edi yang merasa tubuhnya lebih baik walaupun tidak bisa beraktivitas berat seperti dulu pun bertekad untuk melobi teman-temannya untuk mendapatkan pekerjaan.Ia pun bergegas menghubungi beberapa temannya untuk meminta pekerjaan. Ada yang memberi tanggapan positif adapula yang berpura-pura sibuk dan tidak mengenalnya.“Huft, harus gimana ini. Tidak aku tidak boleh menyerah, aku adalah seorang ayah dan aku wajib menafkahi kedua anakku. Ibunya anak-anak sudah tidak bisa diharapkan, yang ia pedulikan hanya dirinya sendiri. Mungkin juga karena usianya yang masih sangat muda jadi belum memiliki tanggung jawab,” gumam Edi sambil mencoba menghubungi salah satu tema

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-14
  • Harta Tahta Pria   6. Kambuh

    Ajeng kembali dielu-elukan oleh kawan-kawan sosialitanya. Setelah sekian lama ia dikenal sebagai tukang hutang, beberapa hari terakhir ini ia selalu datang mentraktir teman-temannya atau mengundang mereka ke rumah.Semuanya dilakukan sebelum jam lima sore karena sang suami baru pulang kerja menjelang maghrib. Seperti kali ini, dagangannya baru laku beberapa tapi ia sudah sibuk dengan grup chatnya."Yuhuu gaes,hari ini saya punya menu spesial lho buat kalian. Buat yang mau silakan mampir kerumah, GRATIS!” tulis Ajeng saat membuat pengumuman. Tentu saja ini membuat teman-temannya semangat, dan hal ini pun terus menerus dilakukan.Satu hari, sebelum Edi mengantar kedua anaknya sekolah, Ajeng pun langsung mendekati suaminya."Mas, tambahin modal donk buat dagang!" pinta ajeng.“Loh … keuntungan kemarin emang sudah habis? Kan daganganmu selalu abis tiap hari,” balas Edi.“Masih sih mas, tapi kan mau nambah dagangan lagi biar lebih lengkap, jadi tambah rame,” rengek Ajeng.“Mas belum gajian

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-14
  • Harta Tahta Pria   7. Rahasia Ajeng

    Edi kembali duduk sambil memegangi dadanya. Pelan-pelan ia mulai mengatur napas agar tidak sampai kambuh lagi penyakitnya. Ia tak bisa membayangkan kondisi anaknya jika harus masuk rumah sakit lagi.Beberapa waktu lalu Edi tak sengaja bertemu dengan tetangga di warung, dia adalah petugas kebersihan yang bekerja di hotel. Tetangga Edi menceritakan apa yangt adi dilihat olehnya di hotel. Memang belakangan ini Ajeng dikenal sebagai perempuan yang tidak baik di lingkungan kampung.Tak ingin berlarut-larut Edi pun langsung bertanya pada Ajeng begitu melihat istrinya keluar dari kamar mandi.“Dek, tadi Mas denger kabar kalau kamu di hotel dengan keponakan Firman yang biasa ke sana. Apa bener?” tanyanya.Ajeng yang mendengar pertanyaan suaminya langsung terkejut. Ia mencoba menebak siapa yang menyebarkan berita ini.“Apaan sih Mas?” balas Ajeng dengan ketus.“Mas kan suami kamu dek, nggak baik lho kalau punya suami tapi masih pergi dengan laki-laki lain apalagi ke hotel,” Edi mengingatkan.“

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-24
  • Harta Tahta Pria   8. Luluh

    Ajeng pun mengerutkan dahi tidak tahu kenapa pria di hadapannya tertawa terbahak-bahak. Pria yang rambutnya sudah memutih dan giginya hitam itu pun melihat Ajeng dari atas ke bawah. “Hmm, Nduk Ajeng, kamu ini kan masih muda, cantik dan Mbah ini sendirian, kamu tahu kan apa maksud Mbah?” tanya Mbah Darto sambil menggoda Ajeng. Ajeng tersentak saat mendengar permintaan dari pria tua di hadapannya. “Dih, apa iya aku harus tidur dengan si tua bangka ini? Iih nggak bangetlah. Udah tua, jelek, bau lagi,” runtuk Ajeng dalam hati. Mbah Darto pun kembali terkekeh saat melihat sosok Ajeng yang mulai gugup. Perempuan muda yang sedang terjepit terlihat begitu menggoda di matanya. “Gimana Nduk? Mbah udah siap lho dari tadi.” “Mampus, aku harus nemenin si tua bangka bau tanah ini, tapi … aku lagi nggak punya duit. Hmm udahlah aku sambil tutup mata dan lampu dimatiin aja. Sabar … sabar Jeng semua nggak ada yang gratis,” batinnya kemudian mengiyakan ajakan Mbah Darto. *** Ajeng tiba di rumah

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-24
  • Harta Tahta Pria   9. Masa Lalu (POV Edi)

    Edi Santosa lelaki tiga puluh tahunan, ketika masih muda menjadi laki-laki idaman perempuan dikampung karena fisiknya yang menarik. Masa muda Edi dihabiskan dengan berfoya-foya, hampir setiap malam pulang dalam keadaan mabuk, seperti kebanyakan pemuda dikampungnya suka konsumsi minuman keras.Ibunya seorang pedagang sayur yang cukup laris di pasar, dan Edi adalah anak kesayangan Bu Wartini apapun yang dilakukannya walau buruk tak akan pernah membuat Ibu memarahinya. Pernah ketika Edi pulang larut malam dalam keadaan mabuk, dan terkapar diteras rumah hanya Bu Wartinilah yang memindahkannya ke kamar, sementara kakak dan kedua adiknya enggan.Hampir setiap hari Edi diberi nasihat untuk berhenti mabuk-mabukan tapi tak diindahkannya, termasuk Ani, perempuan yang saat itu dekat dengannya, dan akhirnya memilih pergi karena tak ada masa depan dala hubungan mereka. Sementara kedua adiknya tidak mampu menasihati Edi karena takut akan watak temperamentalnya saat di bawah minuman keras.Suatu sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-25
  • Harta Tahta Pria   10.Penolakan (POV Ajeng)

    Hari sudah menjelang siang saat Ajeng turun dari ojek, ia mengamati rumah yang sudah lama tidak ia tempati, tentu saja rumah peninggalan orang tua Edi yang masih dihuni oleh Edi dan ketiga putri mereka.Sudah beberapa bulan terakhir Ajeng tidak pulang dan tinggal di sebuah kamar kos yang letaknya jauh dari rumah Edi. Tentu saja kamar kos itu dibiayai oleh laki-laki selingkuhan Ajeng yang entah laki-laki mana lagi, sudah tak terhitung jumlahnya. Bagi Ajeng materi adalah nomor satu, ia tidak peduli status yang masih diembannya dan juga lelaki yang bersamanya, asalkan ada yang bisa menuhi keinginannya, Ajeng rela menyerahkan harga dirinya.Untuk menutupi kebosanan dan menjaga image, Ajeng pun bekerja, tapi tetap saja tabiatnya menggoda lelaki tidak pernah berubah. Sementara Edi sekarang hanya konsentrasi bekerja untuk membesarkan ketiga anaknya dan memberi kasih sayang sepenuhnya pada mereka. Sari, kadang kakak kandung Edi merasa kasihan melihat mereka, anak masih kecil-kecil sudah tid

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-30
  • Harta Tahta Pria   11. Anak Yang Tak Mengenal Ibunya

    Si bungsu Nania tidak seberuntung kedua kakaknya. Sejak usianya empat bulan Nania sudah sering ditinggal Ajeng dan seringkali diasuh oleh orang lain, kadang adik ipar atau kakak iparnya.Usia yang masih sangat rentan dan benar-benar membutuhkan kasih sayang seorang Ibu tapi sama sekali tidak pernah mendapatkannya.Suatu sore saat Edi pulang kerja, ia dikejutkan oleh tangisan sang putri bungsu yang tak kunjung berhenti. Saat itu Nania sedang berada dalam gendongan Putri di ruang tengah rumah.“Untung Mas Edi cepat pulang, sejak tadi Nania tidak berhenti menangis dan demamnya tinggi sekali. Tadi saya sudah membaluri badannya dengan bawang merah dan minyak telon tapi sama sekali tidak membantu,” Putri yang mengurus Nania langsung melaporkan keadaannya pada Edi. Edi yang saat itu masih lelah dengan pekerjaan yang menyita waktu pun langsung menempelkan punggung tangan di dahi putri kecilnya. Benar sekali tubuh anak itu sangat panas. “Mas, mending sekarang ke dokter aja bawa Nania, biar d

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-04
  • Harta Tahta Pria   12. Permintaan Nabila

    Hubungan Edi dengan Ajeng masih saja tidak jelas selama bertahun-tahun. Mereka berdua sudah tidak lagi tinggal serumah. Edi sudah tidak tahu kemana istrinya itu pergi, menurut kabar Ajeng sudah tidak lagi tinggal di kontrakan lamanya melainkan kembali ke rumah orang tuanya di Madiun.Dari pengakuan teman Ajeng, kepindahannya dikarenakan tidak memiliki pekerjaan lagi dan tidak ada biaya untuk menghidupi kesehariannya.Namun untuk kembali tinggal di rumah Edi, Ajeng pun enggan, entah apa penyebabnya.Padahal jika Ajeng ingin datang dengan baik-baik, maka Edi pasti akan menerima dengan baik.Seperti apa yang selama ini dilakukan Ajeng, tiap akhir bulan, Ajeng selalu datang berkunjung ke tempat Edi, tapi bukan untuk menengok anak-anaknya. Ajeng hanya datang untuk meminta jatah uang bulanan dari Edi saja.“Dik, kamu nggak nunggu anak-anak pulang dulu, mereka nggak lama kok pergi dengan budhenya?” tanya Edi yang baru saja memberikan sejumlah uang untuk kebutuhan Ajeng beberapa waktu lalu.“

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12

Bab terbaru

  • Harta Tahta Pria   13. Kehilangan

    HTP 13KEhilanganWaktu sudah mendekati tengah hari, saat itulah Ajeng menghentikan sepeda motornya di depan ruamah Edi yang terlihat sepi. Ajeng tentunya sudah hapal jam berapa suaminya itu meninggallkan rumah, dan ketiga anaknya sekolah. Karena masih berstatus istri sah Edi dan Ibu dari ketiga putrinya, Ajeng pun memegang kunci duplikat rumah yang membuatnya bebas keluar masuk. Ajeng juga sengaja datang jam segini agar tidak diketahui tetangga sekitar karena pagi hari banyak yang beraktivitas."Aku datang nggak ada maksud buat jenguk anak-anak,aku mau ambil apa yang bisa aku jual"batin Ajeng sembari membuka kunci pintu belakang rumah.Tanpa ada perasaan sungkan atau rindu rumah, wanita berambut lurus itu masuk rumah dan menggeledah hampir seluruh sudut ruangan. “Aduh ini rumah sepi amat sih nggak ada yang bisa dijual sama sekali. Udah bener-bener miskin kali si Edi, TV juga udah ketinggalan jaman mana udah nggak bagus lagi, bisa laku lima puluh ribu juga udah bagus, tapi nggak sep

  • Harta Tahta Pria   12. Permintaan Nabila

    Hubungan Edi dengan Ajeng masih saja tidak jelas selama bertahun-tahun. Mereka berdua sudah tidak lagi tinggal serumah. Edi sudah tidak tahu kemana istrinya itu pergi, menurut kabar Ajeng sudah tidak lagi tinggal di kontrakan lamanya melainkan kembali ke rumah orang tuanya di Madiun.Dari pengakuan teman Ajeng, kepindahannya dikarenakan tidak memiliki pekerjaan lagi dan tidak ada biaya untuk menghidupi kesehariannya.Namun untuk kembali tinggal di rumah Edi, Ajeng pun enggan, entah apa penyebabnya.Padahal jika Ajeng ingin datang dengan baik-baik, maka Edi pasti akan menerima dengan baik.Seperti apa yang selama ini dilakukan Ajeng, tiap akhir bulan, Ajeng selalu datang berkunjung ke tempat Edi, tapi bukan untuk menengok anak-anaknya. Ajeng hanya datang untuk meminta jatah uang bulanan dari Edi saja.“Dik, kamu nggak nunggu anak-anak pulang dulu, mereka nggak lama kok pergi dengan budhenya?” tanya Edi yang baru saja memberikan sejumlah uang untuk kebutuhan Ajeng beberapa waktu lalu.“

  • Harta Tahta Pria   11. Anak Yang Tak Mengenal Ibunya

    Si bungsu Nania tidak seberuntung kedua kakaknya. Sejak usianya empat bulan Nania sudah sering ditinggal Ajeng dan seringkali diasuh oleh orang lain, kadang adik ipar atau kakak iparnya.Usia yang masih sangat rentan dan benar-benar membutuhkan kasih sayang seorang Ibu tapi sama sekali tidak pernah mendapatkannya.Suatu sore saat Edi pulang kerja, ia dikejutkan oleh tangisan sang putri bungsu yang tak kunjung berhenti. Saat itu Nania sedang berada dalam gendongan Putri di ruang tengah rumah.“Untung Mas Edi cepat pulang, sejak tadi Nania tidak berhenti menangis dan demamnya tinggi sekali. Tadi saya sudah membaluri badannya dengan bawang merah dan minyak telon tapi sama sekali tidak membantu,” Putri yang mengurus Nania langsung melaporkan keadaannya pada Edi. Edi yang saat itu masih lelah dengan pekerjaan yang menyita waktu pun langsung menempelkan punggung tangan di dahi putri kecilnya. Benar sekali tubuh anak itu sangat panas. “Mas, mending sekarang ke dokter aja bawa Nania, biar d

  • Harta Tahta Pria   10.Penolakan (POV Ajeng)

    Hari sudah menjelang siang saat Ajeng turun dari ojek, ia mengamati rumah yang sudah lama tidak ia tempati, tentu saja rumah peninggalan orang tua Edi yang masih dihuni oleh Edi dan ketiga putri mereka.Sudah beberapa bulan terakhir Ajeng tidak pulang dan tinggal di sebuah kamar kos yang letaknya jauh dari rumah Edi. Tentu saja kamar kos itu dibiayai oleh laki-laki selingkuhan Ajeng yang entah laki-laki mana lagi, sudah tak terhitung jumlahnya. Bagi Ajeng materi adalah nomor satu, ia tidak peduli status yang masih diembannya dan juga lelaki yang bersamanya, asalkan ada yang bisa menuhi keinginannya, Ajeng rela menyerahkan harga dirinya.Untuk menutupi kebosanan dan menjaga image, Ajeng pun bekerja, tapi tetap saja tabiatnya menggoda lelaki tidak pernah berubah. Sementara Edi sekarang hanya konsentrasi bekerja untuk membesarkan ketiga anaknya dan memberi kasih sayang sepenuhnya pada mereka. Sari, kadang kakak kandung Edi merasa kasihan melihat mereka, anak masih kecil-kecil sudah tid

  • Harta Tahta Pria   9. Masa Lalu (POV Edi)

    Edi Santosa lelaki tiga puluh tahunan, ketika masih muda menjadi laki-laki idaman perempuan dikampung karena fisiknya yang menarik. Masa muda Edi dihabiskan dengan berfoya-foya, hampir setiap malam pulang dalam keadaan mabuk, seperti kebanyakan pemuda dikampungnya suka konsumsi minuman keras.Ibunya seorang pedagang sayur yang cukup laris di pasar, dan Edi adalah anak kesayangan Bu Wartini apapun yang dilakukannya walau buruk tak akan pernah membuat Ibu memarahinya. Pernah ketika Edi pulang larut malam dalam keadaan mabuk, dan terkapar diteras rumah hanya Bu Wartinilah yang memindahkannya ke kamar, sementara kakak dan kedua adiknya enggan.Hampir setiap hari Edi diberi nasihat untuk berhenti mabuk-mabukan tapi tak diindahkannya, termasuk Ani, perempuan yang saat itu dekat dengannya, dan akhirnya memilih pergi karena tak ada masa depan dala hubungan mereka. Sementara kedua adiknya tidak mampu menasihati Edi karena takut akan watak temperamentalnya saat di bawah minuman keras.Suatu sa

  • Harta Tahta Pria   8. Luluh

    Ajeng pun mengerutkan dahi tidak tahu kenapa pria di hadapannya tertawa terbahak-bahak. Pria yang rambutnya sudah memutih dan giginya hitam itu pun melihat Ajeng dari atas ke bawah. “Hmm, Nduk Ajeng, kamu ini kan masih muda, cantik dan Mbah ini sendirian, kamu tahu kan apa maksud Mbah?” tanya Mbah Darto sambil menggoda Ajeng. Ajeng tersentak saat mendengar permintaan dari pria tua di hadapannya. “Dih, apa iya aku harus tidur dengan si tua bangka ini? Iih nggak bangetlah. Udah tua, jelek, bau lagi,” runtuk Ajeng dalam hati. Mbah Darto pun kembali terkekeh saat melihat sosok Ajeng yang mulai gugup. Perempuan muda yang sedang terjepit terlihat begitu menggoda di matanya. “Gimana Nduk? Mbah udah siap lho dari tadi.” “Mampus, aku harus nemenin si tua bangka bau tanah ini, tapi … aku lagi nggak punya duit. Hmm udahlah aku sambil tutup mata dan lampu dimatiin aja. Sabar … sabar Jeng semua nggak ada yang gratis,” batinnya kemudian mengiyakan ajakan Mbah Darto. *** Ajeng tiba di rumah

  • Harta Tahta Pria   7. Rahasia Ajeng

    Edi kembali duduk sambil memegangi dadanya. Pelan-pelan ia mulai mengatur napas agar tidak sampai kambuh lagi penyakitnya. Ia tak bisa membayangkan kondisi anaknya jika harus masuk rumah sakit lagi.Beberapa waktu lalu Edi tak sengaja bertemu dengan tetangga di warung, dia adalah petugas kebersihan yang bekerja di hotel. Tetangga Edi menceritakan apa yangt adi dilihat olehnya di hotel. Memang belakangan ini Ajeng dikenal sebagai perempuan yang tidak baik di lingkungan kampung.Tak ingin berlarut-larut Edi pun langsung bertanya pada Ajeng begitu melihat istrinya keluar dari kamar mandi.“Dek, tadi Mas denger kabar kalau kamu di hotel dengan keponakan Firman yang biasa ke sana. Apa bener?” tanyanya.Ajeng yang mendengar pertanyaan suaminya langsung terkejut. Ia mencoba menebak siapa yang menyebarkan berita ini.“Apaan sih Mas?” balas Ajeng dengan ketus.“Mas kan suami kamu dek, nggak baik lho kalau punya suami tapi masih pergi dengan laki-laki lain apalagi ke hotel,” Edi mengingatkan.“

  • Harta Tahta Pria   6. Kambuh

    Ajeng kembali dielu-elukan oleh kawan-kawan sosialitanya. Setelah sekian lama ia dikenal sebagai tukang hutang, beberapa hari terakhir ini ia selalu datang mentraktir teman-temannya atau mengundang mereka ke rumah.Semuanya dilakukan sebelum jam lima sore karena sang suami baru pulang kerja menjelang maghrib. Seperti kali ini, dagangannya baru laku beberapa tapi ia sudah sibuk dengan grup chatnya."Yuhuu gaes,hari ini saya punya menu spesial lho buat kalian. Buat yang mau silakan mampir kerumah, GRATIS!” tulis Ajeng saat membuat pengumuman. Tentu saja ini membuat teman-temannya semangat, dan hal ini pun terus menerus dilakukan.Satu hari, sebelum Edi mengantar kedua anaknya sekolah, Ajeng pun langsung mendekati suaminya."Mas, tambahin modal donk buat dagang!" pinta ajeng.“Loh … keuntungan kemarin emang sudah habis? Kan daganganmu selalu abis tiap hari,” balas Edi.“Masih sih mas, tapi kan mau nambah dagangan lagi biar lebih lengkap, jadi tambah rame,” rengek Ajeng.“Mas belum gajian

  • Harta Tahta Pria   5. Bangkit Lagi , Sandiwara Lagi

    Edi duduk sambil merenung dan memperhatikan unggas peliharaannya. Pikirannya tertuju pada kedua anaknya.“Nabila dan Nadia masih kecil, kalau begini terus bisa-bisa mereka nggak sekolah dan nggak punya masa depan,” gumamnya.Hampir setahun lamanya Edi tidak bekerja dan biaya untuk kebutuhan sehari-hari tentunya tidak akan berhenti. Edi yang merasa tubuhnya lebih baik walaupun tidak bisa beraktivitas berat seperti dulu pun bertekad untuk melobi teman-temannya untuk mendapatkan pekerjaan.Ia pun bergegas menghubungi beberapa temannya untuk meminta pekerjaan. Ada yang memberi tanggapan positif adapula yang berpura-pura sibuk dan tidak mengenalnya.“Huft, harus gimana ini. Tidak aku tidak boleh menyerah, aku adalah seorang ayah dan aku wajib menafkahi kedua anakku. Ibunya anak-anak sudah tidak bisa diharapkan, yang ia pedulikan hanya dirinya sendiri. Mungkin juga karena usianya yang masih sangat muda jadi belum memiliki tanggung jawab,” gumam Edi sambil mencoba menghubungi salah satu tema

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status