Share

6. Kambuh

Author: Ralph Author
last update Last Updated: 2022-08-14 23:58:36

Ajeng kembali dielu-elukan oleh kawan-kawan sosialitanya. Setelah sekian lama ia dikenal sebagai tukang hutang, beberapa hari terakhir ini ia selalu datang mentraktir teman-temannya atau mengundang mereka ke rumah.

Semuanya dilakukan sebelum jam lima sore karena sang suami baru pulang kerja menjelang maghrib. Seperti kali ini, dagangannya baru laku beberapa tapi ia sudah sibuk dengan grup chatnya.

"Yuhuu gaes,hari ini saya punya menu spesial lho buat kalian. Buat yang mau silakan mampir kerumah, GRATIS!” tulis Ajeng saat membuat pengumuman. Tentu saja ini membuat teman-temannya semangat, dan hal ini pun terus menerus dilakukan.

Satu hari, sebelum Edi mengantar kedua anaknya sekolah, Ajeng pun langsung mendekati suaminya.

"Mas, tambahin modal donk buat dagang!" pinta ajeng.

“Loh … keuntungan kemarin emang sudah habis? Kan daganganmu selalu abis tiap hari,” balas Edi.

“Masih sih mas, tapi kan mau nambah dagangan lagi biar lebih lengkap, jadi tambah rame,” rengek Ajeng.

“Mas belum gajian dek, pakai modal yang ada dulu.”

"Huh,” jawab Ajeng sambil menggerutu, dan tidak mempedulikan suaminya yang berpamitan hendak mengantar anak-anaknya sekolah.

Ajeng pun langsung menelepon kawannya, Rina dan meminjam uang sepeninggal Edi.

"Kamu pinjam lima ratus ribu Jeng?” Rina memastikan sambil mendengkus kesal.

“Iya, kamu ada kan?” tanya Ajeng.

"Maaf ya jeng kali ini saya lagi ga ada uang,lagian uang yang kamu pinjam bulan kemarin aja belum kamu kembalian,” jawab Rina dengan ketus.

"Yasudah makasih Rin,” jawab Ajeng sambil menutup teleponnya.

Ajeng pun mulai mengomel-ngomel sendiri, ia terus memaki teman-temannya dan mengatakan mereka pelit. Terbersit pikiran untuk meminjam uang pada koperasi, tapi ia tidak memiliki jaminan untuk pengajuan pinjaman.

Tak sengaja pandangannya beralih pada motor yang ada di depan. Bergegas Ajeng masuk kamar dan mulai mencari surat motor.

“Semoga aja Edi tidak mengetahui,” batinnya lalu bergegas menuju kantor koperasi yang letaknya tidak jauh dari rumah.

Ajeng tidak peduli kedepannya bisa membayar hutang atau tidak,

yang terpenting Ajeng bisa pegang uang untuk bersenang-senang apapun caranya. Bahkan tak peduli kalau anak-anaknya semakin besar, apalagi Nabila tak lama lagi akan melanjutkan ke jenjang SMP.

                         ***

Ajeng pun menghempaskan tubuhnya pada sofa, ia kembali menggerutu ketika menunggu pembeli, "Aku capek dengan aktivitas yang monoton tiap hari.”

Memang keseharian Ajeng sekarang bangun pagi saat langit masih merah dan ke pasar untuk membeli bahan dagangannyabangun pagi harus ke pasar, belum juga masak buat jualan kemudian memasak dan membuka warung. Untuk ketiga anaknya sama sekali tidak pernah dipedulikan olehnya. Bagi Ajeng memasak untuk mereka bertiga saja sudah cukup.

“Kenapa sih hidup aku susah bener, udah nggak bisa kayak dulu lagi. Suami udah nggak bisa diandalkan, boro-boro ngasih duit jajan, buat modal dagang aja sekali doang,” runtuk Ajeng.

Di saat ia mengomel sendiri, tiba-tiba dikejutkan oleh suara seorang laki-laki yang hendak makan di warungnya. Lelaki itu usianya tak jauh beda dengan Ajeng. Dia adalah Agung, keponakan dari tetangga Edi.

Agung berpenampilan mentereng, kemana-mana selalu menggunakan motor sport kebanggaannya. Agung juga dikenal sebagai laki-laki yang suka menggoda perempuan tak peduli kalau dia istri orang. Dengan iming-iming uang yang selalu dipamerkannya, ia dengan mudah menaklukkan para perempuan.

"Mbak … beli gado-gado dan es buah dimakan disini," pintanya.

Ajeng pun langusng menyiapkan pesanan Agung sambil sesekali melirik motor sport yang dikendarai pemuda itu.

“Mas Edi kerja Mbak?” tanya Agung basa-basi.

"Iya, Mas pulangnya sore selepas maghrib," jawab Ajeng.

Agung pun mengangguk dan mempersiapkan langkah berikutnya untuk menjadikan Ajeng sebagai target. Ketiga anaknya yang sedang bermain di halaman samping pun didekatinya. Ia memberikan uang jajan untuk mereka agar bisa menarik perhatian Ajeng.

"Mas ngrepoti aja," kata Ajeng.

“Nggak apa-apa mbak, anak-anak mas Edi sudah tak anggap keponakan sendiri,” jawab Agung.

Saat makan, lelaki itu pun diam-diam mencuri pandang ke arah Ajeng. Apalagi saat itu busana yang menempel di tubuhnya memperlihatkan lekuk tubuh. 

Agung pun memikirkan bagaimana bisa mendekati Ajeng, begitu juga sebaliknya. Dari perangainya terlihat kalau Agung seorang yang banyak uang, apalagi saat membayar pria itu tidak mau mengambil uang kembalian dengan alasan besok akan kemari lagi.

“Hmm kayaknya boleh juga ,mungkin kalo aku dekat dengan agung semua keinginanku terpenuhi.

ah..apa aku harus berpaling lagi? kalau ketahuan Edi gimana?” pikir Ajeng sambil memperhatikan bayangan Agung yang sudah menaiki motor.

Ajeng berpikir sejenak mencoba mencari cara agar ia bisa berdekatan dengan Agung tanpa harus diketahui oleh suaminya, Edi.

"Ah iya, kan ada Mbah Darto,” gumamnya kemudian senyum-senyum sendiri.

Keesokan hari Agung datang lagi ke warung Ajeng di jam yang sama dan memesan menu yang sama seperti kemarin. Benar juga perkiraan Ajeng, Agung memang memiliki ketertarikan pada dirinya. 

“Mbak Ajeng, seperti kemarin ya,” kata Agung membuka percakapan dan duduk berhadapan dengan Ajeng.

Pemuda berpenampilan mentereng itu pun menoleh ke sana kemari, seperti mencari seseorang, lalu kembali pada Ajeng.

“Mbak, anak-anak kok nggak keliatan?” tanya Agung beramah-tamah.

“Tuh ditempat budenya,” jawab Ajeng sambil menyiramkan bumbu gado-gado pada piring Agung.

Agung pun mengangguk dan menitipkan uang lima puluh ribu untuk jajan anak-anaknya. Awalnya Ajeng menolak dengan malu-malu, tapi tetap saja ia terima.

“Lumayanlah lima puluh bisa buat isi dompet. Anak-anak dibeliin es lilin aja juga diem,” pikir Ajeng. 

Agung pun mulai mendekati Ajeng dengan bercerita tentang dirinya termasuk kekayaan yang dimiliki. Padahal harta yang sebenarnya ia banggakan adalah milik orang tuanya. Agung memang anak dari seorang pedagang besar di pasar induk. Sama halnya dengan Ajeng yang juga memamerkan harta yang sebenarnya tidak ada. Setelah itu mereka pun mulai bertukar nomor ponsel untuk bisa komunikasi lebih sering.

Setelah mendapatkan nomor ponsel Ajeng, Agung pun pergi dan lagi-lagi meninggalkan uang lebih untuk membayar makanan. 

“Nah gini laki-laki yang banyak duit,” batin Ajeng tanpa mengetahui ada maksud lain dari Agung.

Hanya butuh waktu sehari bagi Agung untuk bisa mengajak Ajeng pergi keluar. Lelaki muda itu menjanjikan Ajeng untuk makan sekaligus jalan-jalan ke Mall. Bahkan Ajeng tak canggung untuk memeluk pinggang Agung ketika berboncengan.

Tentu saja untuk bisa keluar dengan Agung, Ajeng mengarang cerita. Ia mengatakan pada suaminya kalau harus menjenguk kawannya di rumah sakit. Padahal ia memarkir motornya di parkiran depan rumah sakit lalu melanjutkan perjalanan.

“Mbak, panas nggak, mampir ke sana dulu yuk?” ajak Ajeng sambil menunjuk sebuah hotel yang tak jauh dari Mall.

Ajeng hanya mengangguk dan menuruti saran Agung. Dia sudah memperkirakan hal ini, tak masalah baginya jika harus melayani Agung tidur, selama ia juga mendapatkan keuntungan.

“Emang dasar cewek gampangan,baru juga dikasih uang  sedikit aja sudah nuruti kemauan laki-laki tanpa memikirkan statusnya,” pikir Agung yang sedang melakukan prosedur cek in.

Namun pasangan itu tidak sadar kalau saat memasuki hotel ada seorang petugas kebersihan yang melihat Ajeng masuk hotel dengan Agung. Petugas kebersihan itu ternyata tetangga Edi.

“Itu kan istrinya Mas Edi, kenapa bisa ada di sini sama orang lain? Aku harus beritahu Mas Edi.” pikir petugas kebersihan itu.

Related chapters

  • Harta Tahta Pria   7. Rahasia Ajeng

    Edi kembali duduk sambil memegangi dadanya. Pelan-pelan ia mulai mengatur napas agar tidak sampai kambuh lagi penyakitnya. Ia tak bisa membayangkan kondisi anaknya jika harus masuk rumah sakit lagi.Beberapa waktu lalu Edi tak sengaja bertemu dengan tetangga di warung, dia adalah petugas kebersihan yang bekerja di hotel. Tetangga Edi menceritakan apa yangt adi dilihat olehnya di hotel. Memang belakangan ini Ajeng dikenal sebagai perempuan yang tidak baik di lingkungan kampung.Tak ingin berlarut-larut Edi pun langsung bertanya pada Ajeng begitu melihat istrinya keluar dari kamar mandi.“Dek, tadi Mas denger kabar kalau kamu di hotel dengan keponakan Firman yang biasa ke sana. Apa bener?” tanyanya.Ajeng yang mendengar pertanyaan suaminya langsung terkejut. Ia mencoba menebak siapa yang menyebarkan berita ini.“Apaan sih Mas?” balas Ajeng dengan ketus.“Mas kan suami kamu dek, nggak baik lho kalau punya suami tapi masih pergi dengan laki-laki lain apalagi ke hotel,” Edi mengingatkan.“

    Last Updated : 2022-09-24
  • Harta Tahta Pria   8. Luluh

    Ajeng pun mengerutkan dahi tidak tahu kenapa pria di hadapannya tertawa terbahak-bahak. Pria yang rambutnya sudah memutih dan giginya hitam itu pun melihat Ajeng dari atas ke bawah. “Hmm, Nduk Ajeng, kamu ini kan masih muda, cantik dan Mbah ini sendirian, kamu tahu kan apa maksud Mbah?” tanya Mbah Darto sambil menggoda Ajeng. Ajeng tersentak saat mendengar permintaan dari pria tua di hadapannya. “Dih, apa iya aku harus tidur dengan si tua bangka ini? Iih nggak bangetlah. Udah tua, jelek, bau lagi,” runtuk Ajeng dalam hati. Mbah Darto pun kembali terkekeh saat melihat sosok Ajeng yang mulai gugup. Perempuan muda yang sedang terjepit terlihat begitu menggoda di matanya. “Gimana Nduk? Mbah udah siap lho dari tadi.” “Mampus, aku harus nemenin si tua bangka bau tanah ini, tapi … aku lagi nggak punya duit. Hmm udahlah aku sambil tutup mata dan lampu dimatiin aja. Sabar … sabar Jeng semua nggak ada yang gratis,” batinnya kemudian mengiyakan ajakan Mbah Darto. *** Ajeng tiba di rumah

    Last Updated : 2022-09-24
  • Harta Tahta Pria   9. Masa Lalu (POV Edi)

    Edi Santosa lelaki tiga puluh tahunan, ketika masih muda menjadi laki-laki idaman perempuan dikampung karena fisiknya yang menarik. Masa muda Edi dihabiskan dengan berfoya-foya, hampir setiap malam pulang dalam keadaan mabuk, seperti kebanyakan pemuda dikampungnya suka konsumsi minuman keras.Ibunya seorang pedagang sayur yang cukup laris di pasar, dan Edi adalah anak kesayangan Bu Wartini apapun yang dilakukannya walau buruk tak akan pernah membuat Ibu memarahinya. Pernah ketika Edi pulang larut malam dalam keadaan mabuk, dan terkapar diteras rumah hanya Bu Wartinilah yang memindahkannya ke kamar, sementara kakak dan kedua adiknya enggan.Hampir setiap hari Edi diberi nasihat untuk berhenti mabuk-mabukan tapi tak diindahkannya, termasuk Ani, perempuan yang saat itu dekat dengannya, dan akhirnya memilih pergi karena tak ada masa depan dala hubungan mereka. Sementara kedua adiknya tidak mampu menasihati Edi karena takut akan watak temperamentalnya saat di bawah minuman keras.Suatu sa

    Last Updated : 2022-09-25
  • Harta Tahta Pria   10.Penolakan (POV Ajeng)

    Hari sudah menjelang siang saat Ajeng turun dari ojek, ia mengamati rumah yang sudah lama tidak ia tempati, tentu saja rumah peninggalan orang tua Edi yang masih dihuni oleh Edi dan ketiga putri mereka.Sudah beberapa bulan terakhir Ajeng tidak pulang dan tinggal di sebuah kamar kos yang letaknya jauh dari rumah Edi. Tentu saja kamar kos itu dibiayai oleh laki-laki selingkuhan Ajeng yang entah laki-laki mana lagi, sudah tak terhitung jumlahnya. Bagi Ajeng materi adalah nomor satu, ia tidak peduli status yang masih diembannya dan juga lelaki yang bersamanya, asalkan ada yang bisa menuhi keinginannya, Ajeng rela menyerahkan harga dirinya.Untuk menutupi kebosanan dan menjaga image, Ajeng pun bekerja, tapi tetap saja tabiatnya menggoda lelaki tidak pernah berubah. Sementara Edi sekarang hanya konsentrasi bekerja untuk membesarkan ketiga anaknya dan memberi kasih sayang sepenuhnya pada mereka. Sari, kadang kakak kandung Edi merasa kasihan melihat mereka, anak masih kecil-kecil sudah tid

    Last Updated : 2022-09-30
  • Harta Tahta Pria   11. Anak Yang Tak Mengenal Ibunya

    Si bungsu Nania tidak seberuntung kedua kakaknya. Sejak usianya empat bulan Nania sudah sering ditinggal Ajeng dan seringkali diasuh oleh orang lain, kadang adik ipar atau kakak iparnya.Usia yang masih sangat rentan dan benar-benar membutuhkan kasih sayang seorang Ibu tapi sama sekali tidak pernah mendapatkannya.Suatu sore saat Edi pulang kerja, ia dikejutkan oleh tangisan sang putri bungsu yang tak kunjung berhenti. Saat itu Nania sedang berada dalam gendongan Putri di ruang tengah rumah.“Untung Mas Edi cepat pulang, sejak tadi Nania tidak berhenti menangis dan demamnya tinggi sekali. Tadi saya sudah membaluri badannya dengan bawang merah dan minyak telon tapi sama sekali tidak membantu,” Putri yang mengurus Nania langsung melaporkan keadaannya pada Edi. Edi yang saat itu masih lelah dengan pekerjaan yang menyita waktu pun langsung menempelkan punggung tangan di dahi putri kecilnya. Benar sekali tubuh anak itu sangat panas. “Mas, mending sekarang ke dokter aja bawa Nania, biar d

    Last Updated : 2022-10-04
  • Harta Tahta Pria   12. Permintaan Nabila

    Hubungan Edi dengan Ajeng masih saja tidak jelas selama bertahun-tahun. Mereka berdua sudah tidak lagi tinggal serumah. Edi sudah tidak tahu kemana istrinya itu pergi, menurut kabar Ajeng sudah tidak lagi tinggal di kontrakan lamanya melainkan kembali ke rumah orang tuanya di Madiun.Dari pengakuan teman Ajeng, kepindahannya dikarenakan tidak memiliki pekerjaan lagi dan tidak ada biaya untuk menghidupi kesehariannya.Namun untuk kembali tinggal di rumah Edi, Ajeng pun enggan, entah apa penyebabnya.Padahal jika Ajeng ingin datang dengan baik-baik, maka Edi pasti akan menerima dengan baik.Seperti apa yang selama ini dilakukan Ajeng, tiap akhir bulan, Ajeng selalu datang berkunjung ke tempat Edi, tapi bukan untuk menengok anak-anaknya. Ajeng hanya datang untuk meminta jatah uang bulanan dari Edi saja.“Dik, kamu nggak nunggu anak-anak pulang dulu, mereka nggak lama kok pergi dengan budhenya?” tanya Edi yang baru saja memberikan sejumlah uang untuk kebutuhan Ajeng beberapa waktu lalu.“

    Last Updated : 2022-12-12
  • Harta Tahta Pria   13. Kehilangan

    HTP 13KEhilanganWaktu sudah mendekati tengah hari, saat itulah Ajeng menghentikan sepeda motornya di depan ruamah Edi yang terlihat sepi. Ajeng tentunya sudah hapal jam berapa suaminya itu meninggallkan rumah, dan ketiga anaknya sekolah. Karena masih berstatus istri sah Edi dan Ibu dari ketiga putrinya, Ajeng pun memegang kunci duplikat rumah yang membuatnya bebas keluar masuk. Ajeng juga sengaja datang jam segini agar tidak diketahui tetangga sekitar karena pagi hari banyak yang beraktivitas."Aku datang nggak ada maksud buat jenguk anak-anak,aku mau ambil apa yang bisa aku jual"batin Ajeng sembari membuka kunci pintu belakang rumah.Tanpa ada perasaan sungkan atau rindu rumah, wanita berambut lurus itu masuk rumah dan menggeledah hampir seluruh sudut ruangan. “Aduh ini rumah sepi amat sih nggak ada yang bisa dijual sama sekali. Udah bener-bener miskin kali si Edi, TV juga udah ketinggalan jaman mana udah nggak bagus lagi, bisa laku lima puluh ribu juga udah bagus, tapi nggak sep

    Last Updated : 2023-01-10
  • Harta Tahta Pria   1. Serangan Jantung

    Edi menghempaskan tubuhnya pada soda di ruang tamunya. Pria yang usianya sudah kepala tiga itu tampak pucat dan kini tangannya menyentuh dada kirinya seperti menahan sakit, dan napasnya pun tampak berat.Seorang wanita yang rambutnya sudah memutih pun tiba-tiba keluar dari kamar tidur dan mendapati sosok Edi yang terlihat kelelahan seperti nyaris tertidur. Namun wanita itu belum tahu kalau ada sesuatu yang terjadi pada Edi, putranya.“Baru pulang Ed, mbok ya tidur di kamar situ lho!” tegurnya.Saat itu Edi memang baru pulang dari meninjau proyek di Madiun. Edi sendiri adalah seorang kontraktor sukses di Yogyakarta. Proyek yang ditanganinya tidak hanya di Yogya dan sekitarnya tapi sudah merambah hingga ke Jawa Timur.“Bu …,” Edi tak melanjutkan ucapannya, tapi ia meringis kesakitan sambil memegangi dadanya.Sebagai seorang Ibu, tentu saja Wartini begitu khawatir melihat putranya yang mulai pucat, dan keringat dingin mulai menetes di dahinya.Wanita tua itu pun mulai mondar-mandir karen

    Last Updated : 2022-08-03

Latest chapter

  • Harta Tahta Pria   13. Kehilangan

    HTP 13KEhilanganWaktu sudah mendekati tengah hari, saat itulah Ajeng menghentikan sepeda motornya di depan ruamah Edi yang terlihat sepi. Ajeng tentunya sudah hapal jam berapa suaminya itu meninggallkan rumah, dan ketiga anaknya sekolah. Karena masih berstatus istri sah Edi dan Ibu dari ketiga putrinya, Ajeng pun memegang kunci duplikat rumah yang membuatnya bebas keluar masuk. Ajeng juga sengaja datang jam segini agar tidak diketahui tetangga sekitar karena pagi hari banyak yang beraktivitas."Aku datang nggak ada maksud buat jenguk anak-anak,aku mau ambil apa yang bisa aku jual"batin Ajeng sembari membuka kunci pintu belakang rumah.Tanpa ada perasaan sungkan atau rindu rumah, wanita berambut lurus itu masuk rumah dan menggeledah hampir seluruh sudut ruangan. “Aduh ini rumah sepi amat sih nggak ada yang bisa dijual sama sekali. Udah bener-bener miskin kali si Edi, TV juga udah ketinggalan jaman mana udah nggak bagus lagi, bisa laku lima puluh ribu juga udah bagus, tapi nggak sep

  • Harta Tahta Pria   12. Permintaan Nabila

    Hubungan Edi dengan Ajeng masih saja tidak jelas selama bertahun-tahun. Mereka berdua sudah tidak lagi tinggal serumah. Edi sudah tidak tahu kemana istrinya itu pergi, menurut kabar Ajeng sudah tidak lagi tinggal di kontrakan lamanya melainkan kembali ke rumah orang tuanya di Madiun.Dari pengakuan teman Ajeng, kepindahannya dikarenakan tidak memiliki pekerjaan lagi dan tidak ada biaya untuk menghidupi kesehariannya.Namun untuk kembali tinggal di rumah Edi, Ajeng pun enggan, entah apa penyebabnya.Padahal jika Ajeng ingin datang dengan baik-baik, maka Edi pasti akan menerima dengan baik.Seperti apa yang selama ini dilakukan Ajeng, tiap akhir bulan, Ajeng selalu datang berkunjung ke tempat Edi, tapi bukan untuk menengok anak-anaknya. Ajeng hanya datang untuk meminta jatah uang bulanan dari Edi saja.“Dik, kamu nggak nunggu anak-anak pulang dulu, mereka nggak lama kok pergi dengan budhenya?” tanya Edi yang baru saja memberikan sejumlah uang untuk kebutuhan Ajeng beberapa waktu lalu.“

  • Harta Tahta Pria   11. Anak Yang Tak Mengenal Ibunya

    Si bungsu Nania tidak seberuntung kedua kakaknya. Sejak usianya empat bulan Nania sudah sering ditinggal Ajeng dan seringkali diasuh oleh orang lain, kadang adik ipar atau kakak iparnya.Usia yang masih sangat rentan dan benar-benar membutuhkan kasih sayang seorang Ibu tapi sama sekali tidak pernah mendapatkannya.Suatu sore saat Edi pulang kerja, ia dikejutkan oleh tangisan sang putri bungsu yang tak kunjung berhenti. Saat itu Nania sedang berada dalam gendongan Putri di ruang tengah rumah.“Untung Mas Edi cepat pulang, sejak tadi Nania tidak berhenti menangis dan demamnya tinggi sekali. Tadi saya sudah membaluri badannya dengan bawang merah dan minyak telon tapi sama sekali tidak membantu,” Putri yang mengurus Nania langsung melaporkan keadaannya pada Edi. Edi yang saat itu masih lelah dengan pekerjaan yang menyita waktu pun langsung menempelkan punggung tangan di dahi putri kecilnya. Benar sekali tubuh anak itu sangat panas. “Mas, mending sekarang ke dokter aja bawa Nania, biar d

  • Harta Tahta Pria   10.Penolakan (POV Ajeng)

    Hari sudah menjelang siang saat Ajeng turun dari ojek, ia mengamati rumah yang sudah lama tidak ia tempati, tentu saja rumah peninggalan orang tua Edi yang masih dihuni oleh Edi dan ketiga putri mereka.Sudah beberapa bulan terakhir Ajeng tidak pulang dan tinggal di sebuah kamar kos yang letaknya jauh dari rumah Edi. Tentu saja kamar kos itu dibiayai oleh laki-laki selingkuhan Ajeng yang entah laki-laki mana lagi, sudah tak terhitung jumlahnya. Bagi Ajeng materi adalah nomor satu, ia tidak peduli status yang masih diembannya dan juga lelaki yang bersamanya, asalkan ada yang bisa menuhi keinginannya, Ajeng rela menyerahkan harga dirinya.Untuk menutupi kebosanan dan menjaga image, Ajeng pun bekerja, tapi tetap saja tabiatnya menggoda lelaki tidak pernah berubah. Sementara Edi sekarang hanya konsentrasi bekerja untuk membesarkan ketiga anaknya dan memberi kasih sayang sepenuhnya pada mereka. Sari, kadang kakak kandung Edi merasa kasihan melihat mereka, anak masih kecil-kecil sudah tid

  • Harta Tahta Pria   9. Masa Lalu (POV Edi)

    Edi Santosa lelaki tiga puluh tahunan, ketika masih muda menjadi laki-laki idaman perempuan dikampung karena fisiknya yang menarik. Masa muda Edi dihabiskan dengan berfoya-foya, hampir setiap malam pulang dalam keadaan mabuk, seperti kebanyakan pemuda dikampungnya suka konsumsi minuman keras.Ibunya seorang pedagang sayur yang cukup laris di pasar, dan Edi adalah anak kesayangan Bu Wartini apapun yang dilakukannya walau buruk tak akan pernah membuat Ibu memarahinya. Pernah ketika Edi pulang larut malam dalam keadaan mabuk, dan terkapar diteras rumah hanya Bu Wartinilah yang memindahkannya ke kamar, sementara kakak dan kedua adiknya enggan.Hampir setiap hari Edi diberi nasihat untuk berhenti mabuk-mabukan tapi tak diindahkannya, termasuk Ani, perempuan yang saat itu dekat dengannya, dan akhirnya memilih pergi karena tak ada masa depan dala hubungan mereka. Sementara kedua adiknya tidak mampu menasihati Edi karena takut akan watak temperamentalnya saat di bawah minuman keras.Suatu sa

  • Harta Tahta Pria   8. Luluh

    Ajeng pun mengerutkan dahi tidak tahu kenapa pria di hadapannya tertawa terbahak-bahak. Pria yang rambutnya sudah memutih dan giginya hitam itu pun melihat Ajeng dari atas ke bawah. “Hmm, Nduk Ajeng, kamu ini kan masih muda, cantik dan Mbah ini sendirian, kamu tahu kan apa maksud Mbah?” tanya Mbah Darto sambil menggoda Ajeng. Ajeng tersentak saat mendengar permintaan dari pria tua di hadapannya. “Dih, apa iya aku harus tidur dengan si tua bangka ini? Iih nggak bangetlah. Udah tua, jelek, bau lagi,” runtuk Ajeng dalam hati. Mbah Darto pun kembali terkekeh saat melihat sosok Ajeng yang mulai gugup. Perempuan muda yang sedang terjepit terlihat begitu menggoda di matanya. “Gimana Nduk? Mbah udah siap lho dari tadi.” “Mampus, aku harus nemenin si tua bangka bau tanah ini, tapi … aku lagi nggak punya duit. Hmm udahlah aku sambil tutup mata dan lampu dimatiin aja. Sabar … sabar Jeng semua nggak ada yang gratis,” batinnya kemudian mengiyakan ajakan Mbah Darto. *** Ajeng tiba di rumah

  • Harta Tahta Pria   7. Rahasia Ajeng

    Edi kembali duduk sambil memegangi dadanya. Pelan-pelan ia mulai mengatur napas agar tidak sampai kambuh lagi penyakitnya. Ia tak bisa membayangkan kondisi anaknya jika harus masuk rumah sakit lagi.Beberapa waktu lalu Edi tak sengaja bertemu dengan tetangga di warung, dia adalah petugas kebersihan yang bekerja di hotel. Tetangga Edi menceritakan apa yangt adi dilihat olehnya di hotel. Memang belakangan ini Ajeng dikenal sebagai perempuan yang tidak baik di lingkungan kampung.Tak ingin berlarut-larut Edi pun langsung bertanya pada Ajeng begitu melihat istrinya keluar dari kamar mandi.“Dek, tadi Mas denger kabar kalau kamu di hotel dengan keponakan Firman yang biasa ke sana. Apa bener?” tanyanya.Ajeng yang mendengar pertanyaan suaminya langsung terkejut. Ia mencoba menebak siapa yang menyebarkan berita ini.“Apaan sih Mas?” balas Ajeng dengan ketus.“Mas kan suami kamu dek, nggak baik lho kalau punya suami tapi masih pergi dengan laki-laki lain apalagi ke hotel,” Edi mengingatkan.“

  • Harta Tahta Pria   6. Kambuh

    Ajeng kembali dielu-elukan oleh kawan-kawan sosialitanya. Setelah sekian lama ia dikenal sebagai tukang hutang, beberapa hari terakhir ini ia selalu datang mentraktir teman-temannya atau mengundang mereka ke rumah.Semuanya dilakukan sebelum jam lima sore karena sang suami baru pulang kerja menjelang maghrib. Seperti kali ini, dagangannya baru laku beberapa tapi ia sudah sibuk dengan grup chatnya."Yuhuu gaes,hari ini saya punya menu spesial lho buat kalian. Buat yang mau silakan mampir kerumah, GRATIS!” tulis Ajeng saat membuat pengumuman. Tentu saja ini membuat teman-temannya semangat, dan hal ini pun terus menerus dilakukan.Satu hari, sebelum Edi mengantar kedua anaknya sekolah, Ajeng pun langsung mendekati suaminya."Mas, tambahin modal donk buat dagang!" pinta ajeng.“Loh … keuntungan kemarin emang sudah habis? Kan daganganmu selalu abis tiap hari,” balas Edi.“Masih sih mas, tapi kan mau nambah dagangan lagi biar lebih lengkap, jadi tambah rame,” rengek Ajeng.“Mas belum gajian

  • Harta Tahta Pria   5. Bangkit Lagi , Sandiwara Lagi

    Edi duduk sambil merenung dan memperhatikan unggas peliharaannya. Pikirannya tertuju pada kedua anaknya.“Nabila dan Nadia masih kecil, kalau begini terus bisa-bisa mereka nggak sekolah dan nggak punya masa depan,” gumamnya.Hampir setahun lamanya Edi tidak bekerja dan biaya untuk kebutuhan sehari-hari tentunya tidak akan berhenti. Edi yang merasa tubuhnya lebih baik walaupun tidak bisa beraktivitas berat seperti dulu pun bertekad untuk melobi teman-temannya untuk mendapatkan pekerjaan.Ia pun bergegas menghubungi beberapa temannya untuk meminta pekerjaan. Ada yang memberi tanggapan positif adapula yang berpura-pura sibuk dan tidak mengenalnya.“Huft, harus gimana ini. Tidak aku tidak boleh menyerah, aku adalah seorang ayah dan aku wajib menafkahi kedua anakku. Ibunya anak-anak sudah tidak bisa diharapkan, yang ia pedulikan hanya dirinya sendiri. Mungkin juga karena usianya yang masih sangat muda jadi belum memiliki tanggung jawab,” gumam Edi sambil mencoba menghubungi salah satu tema

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status