*Happy Reading*Malam harinya mereka benar-benar pulang kembali ke rumah Bruno. Arkana yang memaksa, soalnya katanya barang-barang pentingnya masih di sana. Arletta terpaksa menurut. Emang mau gimana lagi? Saat ini Arletta sendiri tak punya naungan lain, kan? Jangankan naungan, uang pun sudah mulai menipis di dompet. Jadi selain ikut kata Arkana yang bisa membantunya meringankan pengeluaran dompet. Arletta tak punya opsi lainnya. Hebatnya, Bruno benar-benar tetap menerima mereka, loh. Acuh dan tidak langsung mengusir saat melihat kedatangan mereka. Meski ... ya ... wajahnya lebih keruh dari hari biasanya. Wajar! Memang apa yang diharapkan paksa kejadian tadi siang? Tidak mungkinkan, setelah hubungannya diporak-porandakan Arkana, mereka akan di sambut senyum sumringah dan untaian puisi cinta? Justru itu malah serem. Ya kan? "Tidur duluan, gih. Jangan lupa baca doa biar gak mimpi buruk," titah Arkana seraya tersenyum konyol dan sedikit mendorong tubuh Arletta agar segera naik tangga
*Happy Reading*"Selingkuhlah! Ngapain lagi? Lo kira, lo doang yang bisa ngembat punya temen?" Bruno tersenyum licik. Mendengar hal itu. Arkana yang tadi sebenarnya masih ngantuk, langsung mendapatkan kesadarannya 100%. Pria itu terdiam dengan mata membulat ke arah Bruno, lalu bergantian dengan Arletta. "Sayang ... ini ... serius?" tanyanya terbata.Yang ditanya malah mendengkus kasar dan memutar mata malas ke atas. "Menurut ngana?"Sikap Arletta sukses mematahkan kecurigaan Arkana. Karena ... ya, mana ada orang ketahuan selingkuh sikapnya santai begitu? Yang namanya orang salah kan pasti gusar atau pun panik. Tetapi ini ...?"Uhm ... Mas gak percaya, sih," ucap Arkana akhirnya, seraya menghampiri Arletta. "Lagian juga, mana mau kamu sama modelan Bruno gitu. Kan, tipe kamu kayak Mas ini, iya kan?" Arkana lalu melingkarkan tangannya di pinggang Arletta dengan mesra, sebelum mendekatkan bibirnya pada pipi sang gadis.Sayangnya, Arletta langsung menjauhkan wajahnya dari jangkauan Arkan
*Happy Reading*"Uhg yeah Baby! ... you so seksi!" Arkana menggigit bibir bawahnya dengan gemas. "Oh, shit! I like it! I like it! Owh ... you amazing baby. I want you more!" Arkana semakin meracau tak jelas. "Uhg baby ... ugh baby ... come on! Come on! Just little again. I can feel that. Baby you--"Plak! "Lo ngapain anjir!" Tidak tahan mendengar racauan gila Arkana, Bruno pun seketika memukul kepala pria itu gemas sekali. "Apa sih, No. Ganggu orang aja. Gue kan lagi menikmati tugas gue!" Arkana pun menjawab sekenanya. "Menikmati sih menikmati! Tapi lo bikin gue gak minat lagi makan tuh ayam, njir!" Bruno melirik jijik ayam di dalam baskom, yang sedang dilumuri bumbu rempah oleh Arkana. Memang gila si kang photo ini. Di suruh bantuin bumbuin ayam aja, polanya luar biasa. Ditambahain desahan sama pijatan yang ... ugh ... jijik banget lihatnya. Sementara Bruno merasa jijik. Arkana malah tertawa terpingkal di tempatnya. Dengan sengaja meraba mesra paha ayam yang montok itu, kemudi
*Happy Reading*"Gak ada waktu. Gue harus menyelesaikan kuliah gue tepat waktu." Sebenarnya, bukan itu alasan pastinya. Tetapi demi tak dibrondong pertanyaan lainnya. Arletta pun memilih jawaban aman. Tetapi ...."Emang kamu kuliah? Kok, aku gak tahu?" Malah Arkana kini yang memberondongnya.Haduh .... merepotkan. Arletta mengangkat bahu acuh, sebelum memberikan jawaban. "Mas kan gak pernah tanya."Eh, jawaban macam apa itu? Tentu saja, jawaban Arletta tak memuaskan Arkana sama sekali. Justru malah sedikit membuatnya kecewa. Karena, masa hal dasar seperti ini pun dia tidak diberi tahu? Sebenarnya, Arletta sudah menganggapnya pasangan atau belum?Sayangnya, meski kecewa. Arkana tidak bisa menyuarakan perasaannya itu. Karena Arkana sendiri yang pernah berjanji tak akan memaksa Arletta bercerita dan akan tetap bertahan meski tak pernah dianggap Arletta. Akhirnya, kini dia galau sendiri."Ya sudahlah ...." desahnya pasrah. "Gue ... mau beli rokok dulu ke mini market depan. Lo mau titip s
*Happy Reading*Pada akhirnya, Arkana dan Arletta tidak sekedar ke mini market saja. Mereka memutuskan sekalian bermalam minggu, seperti pasangan lainnya. Kebetulan tak jauh dari tempat Bruno, ada cafe yang baru buka.Kasihan Bruno yang pasti menunggu rokok titipannya. "Kita duduk di sana, yuk?" ajak Arkana, ketika baru masuk cafe dan langsung menemukan tempat untuk dua orang yang nyaman.Saat pertama melihat cafe ini. Jujur saja, Arletta sudah suka. Tempatnya bagus, nyaman dan dekorasinya instagramable banget. Pas untuk anak muda yang suka photo-photo dan posting di medsos. Cafe ini tanpa sengaja mengingatkan Arletta tentang tempat kerjanya beberapa waktu lalu. Cafe milik Pak Chakra. Bagaimana ya, kondisinya saat ini?"Ayo!" Arletta setuju-setuju saja. Toh, memang tidak banyak bangku pilihan lainnya. Maklum saja, tempat baru dan di malam minggu memang klop. Tak heran jika cafe ini banyak sekali pengunjungnya. Arletta bahkan yakin, dalam hitungan menit saja. Semua meja pasti akan
*Happy Reading*"Hallo, Dok. Masih ingat aku? Aku Karina. Karina Ayunda Putri. Kita pernah bertemu di rumah sakit tempat kamu koas. Ingat, gak?Waktu itu kamu minjemin aku kemeja, saat gak sengaja ketumpahan minuman dari pengunjung. Padahal, aku lagi diburu waktu buat bawain seminar di sana. Ingat gak hayooo!"Arletta refleks menggaruk rambutnya. Memutar paksa otaknya untuk mencari memori yang tadi di ucapkan wanita di hadapannya ini. Kemudian ...."Ah, iya aku ingat!" serunya girang saat berhasil mengingat. "Astaga! Dokter apa kabar?" Arletta pun segera menyalami dan bercipika cipiki khas wanita. "Ya ampun, udah punya anak loh sekarang. Mana cantik banget, lagi?" Arletta menjawil pipi gadis mungil di gendongan Karina dengan gemas, tapi tidak sampai menyakiti.Tanpa di sangka, bocah itu mengangkat tangannya. Tanda minta di gendong Arletta. Karina dan Arletta langsung heboh di buatnya. "Eh, ya ampun. Anak aku kayaknya suka sama kamu, Dok. Liat, langsung minta gendong loh. Padahal biasan
*Happy Reading*Sepeninggal Arkana. Arletta mengetuk-ngetukkan jarinya di meja seraya berpikir. Apa kira-kira yang membuat si kang photo itu marah? Candaannya dengan Dokter Karina? Ledekannya? Atau ... Apa ... mungkin Arletta yang memang sudah keterlaluan hari ini? Apa ya kira-kira?Saat tengah sibuk berpikir begitu. Tiba-tiba musik live di cafe itu menyanyikan lagu 'Yuk kita jadian' by Melly goeslow, yang kalau di dengar baik-baik bait lirik lagunya seperti menyindir keegoisan Arletta. Padahal lagu itu kan untuk cowok yang gengsian gak mau nembak duluan, ya? Tetapi di sini, terbalik. Arletta yang gengsi mengakui perasaannya. Sementara si kang photo malah selalu mengobral kata cintanya. Itulah kenapa, Arletta auto merasa tersindir. Hadew ... bisa-bisanya, bahkan lagu aja menyindirnya. Arletta tak bisa menahan diri untuk terkekeh di tempatnya. Seakan menertawakan diri sendiri."Kenapa? Kok, ketawa sendiri kayak gitu? Ada yang lucu?" Arkana yang baru datang pun tentu saja merasa heran
*Happy Reading*"Aku adalah anak hasil perkosaan."Degh!Kini giliran Arkana yang terdiam. Menatap Arletta lekat dan terkejut di tempatnya. "Bukan hanya itu saja. Aku juga memiliki ibu cacat mental. Atau ... biasa kalian sebut orang gila. Karenanya, sampai sekarang pun. Aku tidak tahu siapa ayahku sebenarnya. Menurutmu, dengan backgroud seperti itu. Apa bisa, aku menceritakan siapa aku dengan lugas pada orang lain?"Arkana makin terdiam di tempatnya. Tidak bisa berkata-kata untuk menanggapi fakta yang Arletta beberkan. Pria itu tidak pernah menyangka akan hal ini. Kiranya, selama ini Arletta hanya malu saja pada statusnya sebagai anak adopsian keluarga Zavier. Ternyata ... dibalik semua itu ada kenyataan pahit lainnya. "Maaf, jika memang kamu merasa tersakiti dan dipermainkan olehku. Tapi sejujurnya bukan itu niatku. Hanya saja ... aku ...." Arletta kesulitan meneruskan kalimatnya. Matanya mulai berkaca-kaca dan menelan saliva berkali-kali untuk membasahi tenggorokannya yang mendada
*Happy Reading*"Mas, bagaimana kondisi Arletta?" Satu jam berselang, Bunda dan Ayah sudah hadir di sana. Bersama Gina yang membawa serta koper yang memang sudah disediakan, persiapan kelahiran Arletta. "Masih di dalam, Yah. Sedang bersiap melakukan operasi." Arkana menjawab singkat. Raut khawatir masih tampak jelas di wajahnya. "Akhirnya operasi secar, ya?" tanya Bunda Reen lagi. "Gak ada pilihan lain, Bun. Usia kandungan Arletta belum sempurna dan bayi kami juga salah satunya ada yang terlilit pusar. Jadinya mau tak mau harus operasi."Sebenarnya, Dokter sudah berusaha memberi induksi pada Arletta agar pembukaannya cepat dan bisa lahiran normal. Hanya saja, karena posisi salah satu bayi sepertinya tak memungkinkan bertahan. Maka dari itu, akhirnya operasi secar pun mau tak mau menjadi pilihan saat ini. "Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting Ale dan bayi kalian selamat." Bunda Reen tak ambil pusing. "Iya benar. Mau sc atau normal. Itu tidaklah masalah. Seorang ibu tetap akan menj
*Happy Reading*"Mas, ayo buruan!" seru Arletta tak sabaran. Melambai pada Arkana. "Iya, iya. Ini juga udah jalan, kok," sahut Arkana santai."Ih, lama, deh!" Gemas pada Arkana, Arletta pun menarik lengan sang suami dan sedikit menyeretnya agar jalan lebih cepat. "Sabar, Sayang. Milla juga gak akan ke mana-mana, kok. Inget, kamu tuh lagi hamil. Gak boleh--""Ck, bawel, deh!" kesal Arletta. "Gak ngerti banget, sih. Namanya juga gak sabar pengen liat anaknya Milla. Kira-kira mirip siapa, ya?"Kemarin malam, Arletta memang baru mendapat kabar kalau Milla sudah melahirkan. Wanita itu pun langsung saja heboh dan meminta pulang ke Jogja malam itu juga. Tak perduli saat itu sudah menjelang subuh. Arletta tetap memaksa suaminya untuk mengantarkan pulang saat itu juga. Namun, karena kondisi Arletta juga sudah hamil tua. Arkana pun tak langsung menurutinya. Bahaya kan melakukan bepergian pada kondisi Arletta saat ini. Makanya, pria itu meminta Arletta berkonsultasi terlebih dahulu kepada dok
*Happy Reading*Arkana memperhatikan Arletta dalam diam. Wanita itu saat ini tengah asik membaca buku yang tebal sekali. Entah buku bertema apa, yang jelas ketebalan buku tersebut bisa mengalahkan al-qur'an atau kitab-kitab sejenis. Okeh, mari lupakan tentang buku tersebut. Karena kini bukan itu yang sedang Arkana pikirkan. Pria itu sebenarnya tengah memikirkan Arletta dan kehamilannya yang sudah menginjak usia kandungan enam bulan. Khususnya kebiasaan yang umumnya terjadi pada ibu hamil. Orang bilang, wanita yang sedang hamil itu sensitif dan kadang memiliki keinginan aneh. Atau sebut saja ngidam. Nah! Masalahnya Arkana tidak menemukan hal itu pada Arletta sepanjang usia kehamilannya.Iya, wanita itu memang sempat mengalami morning sick beberapa minggu saat awal kehamilan. Namun hanya itu saja. Sisanya, Arletta itu tampak biasa saja. Tidak sensitif apalagi ngidam yang aneh-aneh. Kan, Arkana jadi curiga, ya? Ini Arkananya yang kurang perhatian atau Arlettanya yang menahan ngidamnya
*Happy Reading*"Dia mencoba bunuh diri lagi?"Pria di hadapannya mengangguk."Lalu?""Sesuai perintah anda, Bos. Kami menyelamatkannya kembali."Pria bule di balik meja itu tersenyum mendengar hal barusan. Mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dakunya perlahan. "Bagus," pujinya kemudian. "Pantau terus keadannya. Jangan sampai kecolongan. Mengerti?" "Mengerti, Bos!" sahut pria itu patuh. Setelah pria bule di hadapannya menyuruh pergi, dia pun lalu beranjak dari termpat tersebut. "Sampai kapan kau akan menyiksanya?" Pria lain di sana berbicara selepas kepergian si anak buah. "Bukankah, semakin cepat dia mati, semakin cepat pula tugasmu selesai?""Aku hanya menjalankan amanat dari putrinya," sahut pria bule bernetra hijau itu dengan santai, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raid Anderson. "Dia tidak ingin bajingan itu mati dengan mudah."Lawan bicaranya terdiam. Lalu mengangguk faham. "Lalu kapan tugasmu akan berakhir jika bajingan itu tidak kau ijinkan mati?" Pria tadi ber
*Happy Reading*Cring! Cring!"Selamat dat--eh, elo Let?"Arletta hanya mengangkat tangan membalas Devi yang menyapa saat melewati pintu. Kemudian menunjuk sebuah meja yang letaknya agak pojok, di mana Arkana tengah berada bersama dua pria dan dua wanita. Devi pun mengangguk faham. "Duduk, deh. Gue bawain minuman nanti." Devi lalu berlalu, melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sementara itu, Arletta pun mencari tempat duduk yang tak jauh darinya."Nih!" Tak berselang lama. Devi kembali dengan segelas coklat hangat yang langsung di serahkannya pada Arletta. "Kok? Kayaknya gue belum pesen, deh?" Arletta heran. "Laki lo yang pesenin," jawab Devi menunjuk meja Arkana dengan dagunya. Arletta melirik ke arah sana juga. Tetapi Arkana terlihat masih fokus mendengarkan kliennya berbicara."Iyakah?""Iya!" Devi meyakinkan. "Tadi pas laki lo datang, dia langsung bilang begini." Devi menegakkan tubuh sejenak, lalu berdehem. "Kamu kenal istri saya, kan? Nanti kalau dia datang, terus pesen
Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe
*Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi
*Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat