*Happy Reading*Setelah mengambil waktu beberapa saat untuk mengumpulkan energinya. Seraya menahan rasa sakit yang makin menjalar dari robekan di perutnya, Arletta pun bangkit. Mulai memindai tempat dan orang-orang yang kembali mengepungnya.Jumlahnya lebih sedikit dari tadi. Juga, tanpa senjata tajam di tangan. Entahlah sejak kapan mereka semua menanggalkan semuanya. Atau mungkin, mereka malah sedang menyembunyikan senjata yang tadi dibawa."Let, apa yang terjadi?" Suara Elkava tiba-tiba terdengar dari head free di telinganya. Kemana saja pria ini? Kenapa baru muncul sekarang? Saat nyawanya sudah terancam seperti ini? Kesal, Arletta pun memilih mengacuhkan Elkava dan menghadapi kembali kawanan pria bersetelan kerja lengkap dihadapannya. "Siapa kalian? Apa mau kalian?" tanya Arletta kemudian."Siapa kami, nanti kamu juga akan tahu. Yang jelas, ikutlah bersama kami dengan baik-baik. Maka kami tidak akan menyakitimu," jawab salah satu dari mereka, yang tadi menusuk dan menjambak Arlet
*Happy Reading*"Naik!"Arletta masih di tengah syok yang melanda saat seruan itu terdengar. Menatap si pengemudi dan para anak buah Joshua yang terbaring di aspal karena hantaman sebuah mobil.Tadi itu kejadiannya terlalu cepat, membuat otak Arletta sedikit tidak siap menerima kejutan akan kehadiran mobil yang tiba-tiba saja datang menabrak anak buah Joshua yang masih mengejarnya."Luv, cepat!" seruan itu terdengar kembali.Arletta hanya mengangguk sejenak, sebelum kemudian bergegas naik mobil Ferari yang di kendarai Arkana. Entah dari mana pria ini tahu keberadaan Arletta. "Pegangan, aku mau ngebut!" titah pria itu lagi, seraya melirik spion dalam, di mana menampilkan beberapa mobil mulai berdatangan ke arah mereka. Itu adalah kawanan lain anak buah Joshua. Arletta hanya menurut. Mengencangkan seatbeltnya, kemudian berpegangan pada hand grip sebelahnya. Setelah memastikan Arletta sudah siap, si pengemudi yang tidak lain adalah Arkana pun segera tancap gas dari tempat itu. Tentu s
*Happy Reading*Sebenarnya, Arletta tidak sepenuhnya hilang kesadaran saat itu. Dia masih bisa kok, mendengar seruan Arkana yang terus memanggil namanya dengan nada syarat kekhawatiran, ketakutan, dan kesedihan. Pokoknya seperti orang kalut sekali.Inginnya sih, Arletta membuka mata demi bisa sedikit menenangkan pria itu. Hanya saja, Arletta benar-benar sudah tidak punya tenaga lagi melakukannya. Tubuhnya benar-benar lelah dan sangat ingin istirahat segera. Tetapi, dia tahu belum saatnya.Akhirnya, yang bisa Arletta lakukan hanya menyimak suara kalut Arkana dalam diam. Bahkan, seruan Elkava dari head free yang tak kalah khawatir dari Arkana pun tak mampu dia jawab. Meski begitu, Arletta tahu kok, bahwa Arkana sempat menepikan mobilnya untuk mengecek luka Arletta. Pria lalu membuka pakaian yang di kenakan dan merobeknya demi membalut luka Arletta. Sambil menangis, Arkana terus meminta Arletta tetap bertahan."Tentu saja aku akan bertahan. Aku belum membalas Joshua sama sekali." Inginn
*Happy Reading*"Katakan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian? Ku dengar, kamu tidak bisa membawa istrimu ke Rumah Sakit karena sesuatu hal. Benar, begitu?" tanya Arjuna, suami Karina dengan tegas dan serius. "Benar, Pak." Arkana hanya mengangguk pelan. "Alasannya?" kejar Arjuna lagi. Arkana tak langsung menjawab. Meski dia tahu apa yang diinginkan tuan rumah itu. Tetapi, Arkana meragu karena merasa memerlukan ijin Arletta untuk jujur."Karena ada yang mengincar nyawa istri saya. Dan saya merasa, rumah sakit bukanlah tempat yang aman untuk istri saya saat ini. Makanya saya hanya bisa meminta tolong pada Dokter Karina." Arkana berusaha menjawab seadanya."Mengincar nyawa istrimu? Kenapa? Memangnya apa yang dia lakukan?" Namun, itu membuat Arjuna makin penasaran. Arkana kembali terdiam. Benar-benar ragu untuk berterus terang. Di sisi lain, dia harus menjaga rahasia Arletta. Tetapi di sisi lainnya, Arkana takut Arjuna menyuruh istrinya menghentikan pertolongan pada Arletta jika
*Happy Reading*"El, lo kok bisa gampang banget kasih info soal Arletta? Kalau ternyata Pak Arjuna itu temennya Joshua, gimana?" Arkana mencoba menyuarakan uneg yang sedari tadi mengganggunya, setelah pria yang bernama Arjuna itu pergi demi menenangkan tangis putrinya. Iya, gengs! Setelah sekian jam terus duduk, seraya mencoba mengintimidasi Arkana dan Elkava selama anak buahnya mencari informasi. Akhirnya yang bisa membuat pria itu bergerak adalah tangis putrinya. Padahal sebelumnya, tak perduli pelayan atau anak buahnya yang lain menginformasi apa pun. Pria itu memilih tak bergerak dari tempatnya, terus mengawasi gerak-gerik Arkana dan Elkava. Seolah dua pria itu adalah penjahat yang akan merampok rumahnya. Menyebalkannya, pria itu juga memanggil pengacaranya yang bernama Alansyah, untuk menuliskan tuntutan yang akan ia berikan jika sampai benar-benar melibatkan istrinya. Sekuat apa pun Elkava meyakinkannya, bule bernama Arjuna itu tetap saja curiga. Arkana sampai gemas sendiri
*Happy Reading*Mata Arkana baru saja hampir tertutup karena kantuk yang melanda, saat tiba-tiba saja Elkava menepuk bahunya lumayan keras sambil berseru. "Dokternya udah keluar, Kan!"Kantuk Arkana pun seketika lenyap. Pria itu segera bangkit dari tempatnya dan mengekori Elkava yang sudah lebih dulu menghampiri Dokter Karina yang baru keluar ruangan. "Bagaimana kondisi Arletta, Dok?" todong Elkava tanpa basa basi.Dokter Karina menatap Elkava dan Arkana bergantian. Lalu tersenyum menenangkan pada kedua pria itu. "Untuk seorang yang punya daya juang tinggi seperti Dokter Gina--eh, maksudku Dokter Arletta. Tentu saja luka yang semalam bukan sebuah masalah. Meski dia lumayan banyak kehilangan darah. Tapi sekarang, dia sudah melewati masa kritisnya.""Alhamdulilah ...." ucap Arkana dan Elkava kompak. "Nina?" Kemudian sebuah suara berat pun menginterupsi mereka. Pemiliknya adalah Arjuna, yang ternyata sudah kembali hadir di sana. Karina langsung tersenyum manis melihat kehadiran sua
*Happy Reading*Yang Arletta ingat adalah, kesadarannya menurun drastis saat memejamkan mata ketika Arkana banting stir ke kolong mobil kontainer. Setelahnya, seruan Arkana yang memanggil namanya dengan panik. Bayang wajah gusar Arkana dan tangisnya samar terbayang. Lalu, Arkana yang menyetir tapi sambil terus memegang tangannya erat dan sesekali mencium bagian punggungnya. Setelah itu blas tak ada ingatan lagi. Arletta tidak tahu Arkana membawanya ke mana, apa saja yang terjadi dan apa saja yang dia lakukan pria itu atau siapa pun yang menolongnya. Yang jelas, saat kesadarannya kembali, nyeri dan denyut pening yang pertama kali terasa. Arletta melenguh pelan. Kemudian sedikit demi sedikit mengumpulkan semua energi dan kesadarannya lagi, lalu membuka mata perlahan. Atap ruangan megah yang pertama kali menyambutnya. Arletta mengerjap lagi dan mulai meliarkan pandangannya pada sekeliling. Masih kemegahan yang Arletta temukan dan barang-barang malah lainnya. Arletta menurunkan lagi pa
*Happy Reading*"Kamu mengenalku?" tanya Frans kemudian. Tetapi tak menunjukan ekspresi berlebihan. Masih tetap datar dan ... dingin."Aku sebenarnya tidak mengenalmu. Tapi, aku pernah melihatmu sekali sekitar sepuluh tahun yang lalu."Frans menatap Arletta dengan intens. Seakan mengingat wajahnya dan mencoba menggali memory tentang gadis itu di masa lalu. Siapa tahu memang pernah bertemu. Tetapi sejauh apa pun Fran menggali, Frans benar-benar tak menemukan satu pun memory tersebut."Aku tidak ingat," ungkap Frans jujur."Tentu saja kau tak ingat. Karena waktu itu hanya aku yang melihatmu. Sementara kamu, fokus melawan rivalmu di arena tarung."Arena tarung?Lalu, Arletta pun menyebutkan sebuah nama tempat latihan muang thai. Dan nama tersebut sangat famillier di telinga Frans. "Aku juniormu di sana Frans.""Benarkah?""Ya! Kau boleh tanyakan pada guru tentang data-dataku." Arletta meyakinkan. "Tapi ... aku merasa tidak pernah melihatmu sebelumnya," ungkap Frans lagi masih penasaran