Bab 36: “Ayah, kenapa Ayah diam saja tadi? Kenapa enggak dari awal Ayah bela aku dan Pak Adam?” Gadis itu protes keras begitu mereka tiba di rumah.Wajah Naya menjadi merah. Begitu banyak amarah dan kekesalan yang menumpuk di pucuk kepalanya. Sebab, sang ayah hanya berdiri di antara para tamu undangan untuk waktu yang lama meski dirinya dan Adam berdebat tanpa henti dengan pria bengis bernama Toke Sofyan.“Naya, jangan begitu dengan Ayah!” Ibunya menasihati.Perempuan lembut itu berusaha membujuk Naya agar anak gadisnya masuk ke dalam kamar lalu berganti pakaian. Banyak hal yang terjadi hari ini, sudah pasti Naya juga merasa lelah.“Mak, sebentar ... aku masih mau ngobrol sama Ayah!” potong Naya.Gadis itu mengejar Toke Jaya hingga ke kamar orang tuanya. Dia mengekor di belakang dalam langkah yang sangat cepat hingga berhasil menyusul kemudian berdiri di ambang pintu. Ibunya yang berada di antara mereka hanya bisa berhenti di belakang sang putri, karena Naya merentangkan tangan untuk
Bab 36: “Ayah, kenapa Ayah diam saja tadi? Kenapa enggak dari awal Ayah bela aku dan Pak Adam?” Gadis itu protes keras begitu mereka tiba di rumah.Wajah Naya menjadi merah. Begitu banyak amarah dan kekesalan yang menumpuk di pucuk kepalanya. Sebab, sang ayah hanya berdiri di antara para tamu undangan untuk waktu yang lama meski dirinya dan Adam berdebat tanpa henti dengan pria bengis bernama Toke Sofyan.“Naya, jangan begitu dengan Ayah!” Ibunya menasihati.Perempuan lembut itu berusaha membujuk Naya agar anak gadisnya masuk ke dalam kamar lalu berganti pakaian. Banyak hal yang terjadi hari ini, sudah pasti Naya juga merasa lelah.“Mak, sebentar ... aku masih mau ngobrol sama Ayah!” potong Naya.Gadis itu mengejar Toke Jaya hingga ke kamar orang tuanya. Dia mengekor di belakang dalam langkah yang sangat cepat hingga berhasil menyusul kemudian berdiri di ambang pintu. Ibunya yang berada di antara mereka hanya bisa berhenti di belakang sang putri, karena Naya merentangkan tangan untuk
Adam langsung mengiyakan. Dia melepaskan tas serta mengganti sepatunya dengan sandal jepit. Tidak lama Adam langsung naik ke ruangan Toke Jaya, dia mengetuk pintu, lalu bergabung ke dalam.Dia menghadap pria kaya di depannya. Perasaannya jadi tidak karuan, bukan karena perkara di pesta pernikahan Azizah kemarin, tapi lebih ke khawatir jika di tempat ini dirinya juga akan diberhentikan. Setelahnya, mencari pekerjaan akan sangat sulit karena namanya sudah melambung ke seantero kabupaten sebagai pria yang merusak kebahagiaan Toke Sofyan dan putrinya.“Duduk! Sudah makan?” Toke Jaya bertanya seraya membuka sebungkus nasi padang yang dibelikan oleh Bang Jono sesaat lalu. Lauknya rendang dan peyek udang.Aroma gurih itu menyebar kuat, menusuk hidung Adam dan menyentil lambungnya yang kosong. Dia lapar, tapi makanan seperti milik Toke Jaya akan terlalu mahal untuknya dalam kondisi begini. Dia harus berhemat, memutar otak agar kerasnya kehidupan tidak membuatnya mati kelaparan.“Sudah, Toke.”
“Di mana?” gumam Adam. Pria yang baru pulang bekerja itu langsung berlari ke dalam kamar.Dia sudah mencari ke semua tempat, mengobrak-abrik seisi kamarnya yang sederhana dan cenderung kosong. Tidak ada, dia tidak menemukan benda yang dicarinya. “Apa aku pindahkan? Tapi ....” Adam menggigit bibir bawahnya. Dia berdiri di depan lemarinya yang sederhana dan juga goyah, sedikit miring ke kanan karena penyangganya mulai kendur.Adam berhenti untuk waktu yang lama. Pria itu bahkan mengeluarkan isi lemari untuk mengecek sekali kalau tidak ada yang dia lewatkan. Hasilnya, tetap saja sama. Apa yang dicari Adam sejak pulang dari tempat bekerja tidak terlihat di mana pun.“Ke mana? Aku tidak mungkin membawanya ke tempat lain.” Adam terus bergumam dengan dirinya sendiri.Sudah berjam-jam waktu berjalan, pukul sembilan malam datang. Adam masih memandangi lemarinya yang kosong, serta tumpukan pakaian yang kini berpindah ke atas kasur.“Kalau benar-benar hilang, dengan apa aku membayar?” lanjut Ad
“Ayah, kenapa bicara begitu?” Istri Toke Jaya juga angkat bicara. Entah apa yang terlintas di kepala suaminya beberapa hari terakhir hingga ingin menikahkan putrinya yang begitu belia pada pria yang sekarang sedang kacau itu.Perempuan itu berjalan melewati Naya, dia mendesak penjelasan dari suaminya. Tapi, Toke Jaya sudah punya keyakinan sendiri yang sekokoh baja. Dia sudah mengambil keputusan meski istri dan anaknya kebingungan.“Ayah, ini hidupnya Naya. Mana bisa kita yang tentukan arahnya!” ujar istrinya lagi.“Begini saja, Adam! Kamu kembalikan emas itu, atau nikahi Naya. Waktumu satu minggu dari sekarang. Jika tidak, aku terpaksa membawa ini ke jalur hukum.” Toke Jaya malah melihat Adam dengan tajam. Dia menunggu bibir pria itu terbuka. Terlihat jelas betapa besarnya kebimbangan yang kini mendera Adam. Pria itu berpeluh padahal cuaca tidak panas, ada kipas angin yang berputar tanpa henti di atap toko, kerah bajunya mulai basar dan tangannya terkepal.Dia tidak tahu harus bersi
“Iyakah?” tanya Adam heran.Dia tidak menduga jika respons Naya akan setenang ini.“Iyalah, mana mungkin juga Bapak mau nikahin gadis kaya aku. Mantan Bapak saja Kak Azizah. Dibanging Kak Azizah, aku enggak ada apa-apanya.” Naya berkilah. Tapi, sorot mata gadis muda itu berubah. Awalnya dia menatap Adam, namun di akhir kalimatnya Naya menatap buku tulisnya.Gadis itu jadi getir, digigitnya bibir.“Naya, kenapa bicara begitu?”“Bapak, sih ... nggak baik loh ngegodain cewek begitu. Nikah itu hal sensitif buat cewek manapun.” Naya mengomel. Namun, Adam sendiri bisa menemukan perubahan dari nada bicara sang gadis. Suaranya jadi sengau, Adam tahu Naya tersentuh.“Nanti malam setelah ayah pulang, bicarakan ini, ya? Kalau sudah dapat jawabannya, kabari Bapak. Biar Bapak yang mengurus semuanya. Kamu tidak perlu khawatir!” ujar Adam lagi dengan suara tegas.Pria itu berusaha membuat suasana menjadi tenang kembali, dia ingin Naya tahu bahwa ucapannya barusan bukanlah candaan semata. Akibatnya,
Dia muncul membawa keluarganya, membawa Azizah dan menantu yang dibanggakannya itu. Toke Sofyan datang setelah memastikan tokonya senggang dan ditinggalkan bersama karyawannya. Pria itu bahkan tidak mau menutup toko meski ponakannya sendiri yang menikah.“Mantap, luar biasa memang!” Tamu undangan yang lain memuji. Semakin besar kepala Toke Sofyan. Dia langsung berjalan, berlagak, menghampiri Toke Jaya.Keduanya bersalaman, kemudian diikuti oleh sang istri, Azizah dan menantunya. Mereka semua datang dengan penampilan terbaik, pakaian mahal, perhiasan dan beraroma harum. Bahkan Toke Sofyan membawakan kado berupa satu set perhiasan untuk Naya. Sedang Azizah, membawa amplop tebal untuk sepupunya itu.Kehadiran keluarga Toke Sofyan membuat Adam tercengang. Pria itu berhenti berpose, bahkan langsung berpaling muka. Sedang Naya berusaha menahan diri untuk tidak bersikap kurang pantas.“Wah, lihat siapa yang kau jadikan mantu,” ucap Toke Sofyan pada Toke Jaya.Pria kaya itu melirik Adam. Mulu
Bab 1: MelamarAdam terduduk pasrah di kursi miliknya. Wajah berseri Adam mendadak memucat cepat, seakan darah berhenti mengalir. Tidak pernah terbayangkan di dalam benaknya selama ini, jika gadis yang ingin dipinang dan dimilikinya seumur hidup kini terhempas jauh.Kalimat demi kalimat yang meluncur dari bibir Toke Sofyan telah meninggalkan luka yang membelah hatinya. Di dalam hidupnya yang pahit, Toke Sofyan ikut menaruh garam di atas goresan yang menganga.Kepala Adam masih mengingat semua kalimat-kalimat tajam yang disebutkan oleh Toke Sofyan sesaat lalu, sebelum dia dan kedua pamannya yang berwatak keras kembali pulang dengan membawa malu.“Seratus manyam!” Toke Sofyan berseru, dia memukuli meja jati dengan ukiran bunga mawar di setiap bagiannya. Indah, mewah, berkelas, dan Adam tidak bisa menebak berapa harga perabot itu.“Se-seratus manyam, Toke?” balas Pak Wa Rajali, adik kandung dari ayah Adam yang sudah meninggalkan dunia ini sejak lama. Wajahnya serupa dengan Adam, bingung
Dia muncul membawa keluarganya, membawa Azizah dan menantu yang dibanggakannya itu. Toke Sofyan datang setelah memastikan tokonya senggang dan ditinggalkan bersama karyawannya. Pria itu bahkan tidak mau menutup toko meski ponakannya sendiri yang menikah.“Mantap, luar biasa memang!” Tamu undangan yang lain memuji. Semakin besar kepala Toke Sofyan. Dia langsung berjalan, berlagak, menghampiri Toke Jaya.Keduanya bersalaman, kemudian diikuti oleh sang istri, Azizah dan menantunya. Mereka semua datang dengan penampilan terbaik, pakaian mahal, perhiasan dan beraroma harum. Bahkan Toke Sofyan membawakan kado berupa satu set perhiasan untuk Naya. Sedang Azizah, membawa amplop tebal untuk sepupunya itu.Kehadiran keluarga Toke Sofyan membuat Adam tercengang. Pria itu berhenti berpose, bahkan langsung berpaling muka. Sedang Naya berusaha menahan diri untuk tidak bersikap kurang pantas.“Wah, lihat siapa yang kau jadikan mantu,” ucap Toke Sofyan pada Toke Jaya.Pria kaya itu melirik Adam. Mulu
“Iyakah?” tanya Adam heran.Dia tidak menduga jika respons Naya akan setenang ini.“Iyalah, mana mungkin juga Bapak mau nikahin gadis kaya aku. Mantan Bapak saja Kak Azizah. Dibanging Kak Azizah, aku enggak ada apa-apanya.” Naya berkilah. Tapi, sorot mata gadis muda itu berubah. Awalnya dia menatap Adam, namun di akhir kalimatnya Naya menatap buku tulisnya.Gadis itu jadi getir, digigitnya bibir.“Naya, kenapa bicara begitu?”“Bapak, sih ... nggak baik loh ngegodain cewek begitu. Nikah itu hal sensitif buat cewek manapun.” Naya mengomel. Namun, Adam sendiri bisa menemukan perubahan dari nada bicara sang gadis. Suaranya jadi sengau, Adam tahu Naya tersentuh.“Nanti malam setelah ayah pulang, bicarakan ini, ya? Kalau sudah dapat jawabannya, kabari Bapak. Biar Bapak yang mengurus semuanya. Kamu tidak perlu khawatir!” ujar Adam lagi dengan suara tegas.Pria itu berusaha membuat suasana menjadi tenang kembali, dia ingin Naya tahu bahwa ucapannya barusan bukanlah candaan semata. Akibatnya,
“Ayah, kenapa bicara begitu?” Istri Toke Jaya juga angkat bicara. Entah apa yang terlintas di kepala suaminya beberapa hari terakhir hingga ingin menikahkan putrinya yang begitu belia pada pria yang sekarang sedang kacau itu.Perempuan itu berjalan melewati Naya, dia mendesak penjelasan dari suaminya. Tapi, Toke Jaya sudah punya keyakinan sendiri yang sekokoh baja. Dia sudah mengambil keputusan meski istri dan anaknya kebingungan.“Ayah, ini hidupnya Naya. Mana bisa kita yang tentukan arahnya!” ujar istrinya lagi.“Begini saja, Adam! Kamu kembalikan emas itu, atau nikahi Naya. Waktumu satu minggu dari sekarang. Jika tidak, aku terpaksa membawa ini ke jalur hukum.” Toke Jaya malah melihat Adam dengan tajam. Dia menunggu bibir pria itu terbuka. Terlihat jelas betapa besarnya kebimbangan yang kini mendera Adam. Pria itu berpeluh padahal cuaca tidak panas, ada kipas angin yang berputar tanpa henti di atap toko, kerah bajunya mulai basar dan tangannya terkepal.Dia tidak tahu harus bersi
“Di mana?” gumam Adam. Pria yang baru pulang bekerja itu langsung berlari ke dalam kamar.Dia sudah mencari ke semua tempat, mengobrak-abrik seisi kamarnya yang sederhana dan cenderung kosong. Tidak ada, dia tidak menemukan benda yang dicarinya. “Apa aku pindahkan? Tapi ....” Adam menggigit bibir bawahnya. Dia berdiri di depan lemarinya yang sederhana dan juga goyah, sedikit miring ke kanan karena penyangganya mulai kendur.Adam berhenti untuk waktu yang lama. Pria itu bahkan mengeluarkan isi lemari untuk mengecek sekali kalau tidak ada yang dia lewatkan. Hasilnya, tetap saja sama. Apa yang dicari Adam sejak pulang dari tempat bekerja tidak terlihat di mana pun.“Ke mana? Aku tidak mungkin membawanya ke tempat lain.” Adam terus bergumam dengan dirinya sendiri.Sudah berjam-jam waktu berjalan, pukul sembilan malam datang. Adam masih memandangi lemarinya yang kosong, serta tumpukan pakaian yang kini berpindah ke atas kasur.“Kalau benar-benar hilang, dengan apa aku membayar?” lanjut Ad
Adam langsung mengiyakan. Dia melepaskan tas serta mengganti sepatunya dengan sandal jepit. Tidak lama Adam langsung naik ke ruangan Toke Jaya, dia mengetuk pintu, lalu bergabung ke dalam.Dia menghadap pria kaya di depannya. Perasaannya jadi tidak karuan, bukan karena perkara di pesta pernikahan Azizah kemarin, tapi lebih ke khawatir jika di tempat ini dirinya juga akan diberhentikan. Setelahnya, mencari pekerjaan akan sangat sulit karena namanya sudah melambung ke seantero kabupaten sebagai pria yang merusak kebahagiaan Toke Sofyan dan putrinya.“Duduk! Sudah makan?” Toke Jaya bertanya seraya membuka sebungkus nasi padang yang dibelikan oleh Bang Jono sesaat lalu. Lauknya rendang dan peyek udang.Aroma gurih itu menyebar kuat, menusuk hidung Adam dan menyentil lambungnya yang kosong. Dia lapar, tapi makanan seperti milik Toke Jaya akan terlalu mahal untuknya dalam kondisi begini. Dia harus berhemat, memutar otak agar kerasnya kehidupan tidak membuatnya mati kelaparan.“Sudah, Toke.”
Bab 36: “Ayah, kenapa Ayah diam saja tadi? Kenapa enggak dari awal Ayah bela aku dan Pak Adam?” Gadis itu protes keras begitu mereka tiba di rumah.Wajah Naya menjadi merah. Begitu banyak amarah dan kekesalan yang menumpuk di pucuk kepalanya. Sebab, sang ayah hanya berdiri di antara para tamu undangan untuk waktu yang lama meski dirinya dan Adam berdebat tanpa henti dengan pria bengis bernama Toke Sofyan.“Naya, jangan begitu dengan Ayah!” Ibunya menasihati.Perempuan lembut itu berusaha membujuk Naya agar anak gadisnya masuk ke dalam kamar lalu berganti pakaian. Banyak hal yang terjadi hari ini, sudah pasti Naya juga merasa lelah.“Mak, sebentar ... aku masih mau ngobrol sama Ayah!” potong Naya.Gadis itu mengejar Toke Jaya hingga ke kamar orang tuanya. Dia mengekor di belakang dalam langkah yang sangat cepat hingga berhasil menyusul kemudian berdiri di ambang pintu. Ibunya yang berada di antara mereka hanya bisa berhenti di belakang sang putri, karena Naya merentangkan tangan untuk
Bab 36: “Ayah, kenapa Ayah diam saja tadi? Kenapa enggak dari awal Ayah bela aku dan Pak Adam?” Gadis itu protes keras begitu mereka tiba di rumah.Wajah Naya menjadi merah. Begitu banyak amarah dan kekesalan yang menumpuk di pucuk kepalanya. Sebab, sang ayah hanya berdiri di antara para tamu undangan untuk waktu yang lama meski dirinya dan Adam berdebat tanpa henti dengan pria bengis bernama Toke Sofyan.“Naya, jangan begitu dengan Ayah!” Ibunya menasihati.Perempuan lembut itu berusaha membujuk Naya agar anak gadisnya masuk ke dalam kamar lalu berganti pakaian. Banyak hal yang terjadi hari ini, sudah pasti Naya juga merasa lelah.“Mak, sebentar ... aku masih mau ngobrol sama Ayah!” potong Naya.Gadis itu mengejar Toke Jaya hingga ke kamar orang tuanya. Dia mengekor di belakang dalam langkah yang sangat cepat hingga berhasil menyusul kemudian berdiri di ambang pintu. Ibunya yang berada di antara mereka hanya bisa berhenti di belakang sang putri, karena Naya merentangkan tangan untuk
“Bicara apa kau, Naya?” Suara Toke Sofyan kembali menggelegar. Ucapannya bak sambaran petir di siang hari, membuat setiap orang yang ada di dalam ruangan berjengit kaget. Tidak cukup dia berurusan dengan Adam karena Azizah, sekarang keponakannya ikut berulah. “Kau masih saja berusaha membela pria ini?”“Pak Adam itu calonnya, Naya. Uwak enggak berhak bicara begitu sama Pak Adam. Kenapa Naya ajak Pak Adam ke sini, ya karena itu alasannya!” cecar Naya tanpa rasa takut.Perempuan itu bahkan menatap nyalang ke arah Toke Sofyan. Manik matanya tegas, bibirnya juga sigap untuk menyahuti semua hinaan yang muncul dari bibir uwaknya sendiri. Bagi Naya, apa yang dilakukan olehnya saat ini adalah hal yang benar, mengundang Adam bukanlah dosa seperti yang terus dituduhkan Toke Sofyan.“Naya, tenanglah!” Adam berbisik. Pria itu hendak meminta Naya untuk mundur, tapi tangannya menggantung di udara. Bukan tanpa alasan, selama ini dirinya tidak bersentuhan dengan perempuan apalagi yang bukan muhrim un
“Mari kita sambut pengantin kita hari ini ... Cut Azizah!” MC menyerukan nama Azizah dengan lantang di atas panggung seluas lima belas meter itu.Seketika suara suling, keyboard dan rebana menggema. Tidak lupa tarian sambutan dari anak-anak kecil menjadi pelengkapnya. Beberapa gadis bertubuh ramping seperti Naya berjejer, mereka menjadi penyambut dari kehadiran sang ratu satu hari.Wajah Toke Sofyan, bahagia luar biasa. Mertua Azizah pun tidak kalah riangnya. Di antara mereka, yang paling berbinar saat itu adalah Teuku Idris, Cut Azizah si kembang desa telah menjadi istrinya.“Wah, cantik sekali pengantin kita ya? Cut Azizah, putri tunggal Toke Sofyan yang terkenal akan kepribadiannya yang santun, penuh budi pekerti, salihah, cantik rupawan dan berpendidikan. Cut Azizah telah dipinang oleh Teuku Idris dan kini mereka terikat dalam pernikahan yang suci. Mari kita doakan kebahagiaan untuk kedua pengantin kita hari ini.”Semua orang terus memuji keindahan paras Azizah, tubuhnya yang ramp