"Kami menilai berdasarkan fakta! Nala sudah mengikuti keluarga bersawah selama bertahun-tahun, dia masih bisa mendapat nilai penuh. Tentu saja dia lebih hebat dibandingkan Pamela yang menggantikan hak orang lain berkuliah di universitas terkemuka itu!""Ya, benar! Nala pasti murid pintar yang sesungguhnya!"....Di kediaman Keluarga Yanuar.Seluruh anggota Keluarga Yanuar sedang menonton siaran langsung proses penilaian itu di ruang tamu. Mereka juga sudah melihat hasilnya adalah kedua peserta mendapat nilai penuh. Ekspresi yang berbeda-beda tampak jelas di wajah mereka masing-masing.Johan dan Anisa mengerutkan kening mereka. Mereka memang lebih percaya pada Pamela. Namun, begitu melihat hasilnya adalah kedua peserta itu sama-sama mendapat nilai penuh, kedua lansia itu mulai ragu untuk memercayai siapa.Sementara itu, Marko sedang menyesap kopinya dengan ekspresi muram. Pandangannya terpaku pada Pamela yang sedang menguap dalam layar siaran langsung, perasaannya diliputi oleh sedikit
Di konferensi pers, ada seorang wartawan yang bertanya, "Sekarang kedua peserta mendapatkan nilai penuh. Kalau begitu, itu artinya ujian ini nggak ada artinya lagi, 'kan? Hasil ini juga nggak bisa membuktikan sebenarnya siapa yang berhasil lolos ke universitas terkemuka itu! Nona-Nona, apa ada yang ingin kalian katakan?"Nala mengangkat tangannya, mengisyaratkan bahwa ada yang ingin dia katakan!Melihat Nala mengangkat tangannya, pembawa acara berjalan menghampirinya dan menyerahkan mikrofon kepadanya.Nala berkata dengan nada bicara yang sedikit terdengar logatnya, "Aku merasa aku yang sudah memenangkan ujian ini karena aku lebih cepat mengumpulkan kertas ujian. Selain itu, selama bertahun-tahun ini, aku sudah nggak mengulangi pelajaran sekolah menengah atas lagi. Aku mengerjakan soal-soal ujian berdasarkan ilmu pengetahuan yang ada dalam ingatanku bertahun-tahun yang lalu. Di sisi lain, aku dengar Pamela berkuliah di universitas terkemuka, dia nggak pernah meninggalkan studinya, tapi
Dia melirik ke arah Nala. Saat ini, Nala tampak sangat percaya diri, ibu Nala yang berada di bawah panggung juga terlihat sangat bangga.Pembawa acara berkata, "Ya, benar. Nona dan Nona Nala sama-sama mendapat nilai penuh. Baru saja Nona sudah tertidur, mungkin Nona nggak mendengar saat aku mengumumkan hasilnya."Pamela menguap, lalu mengucapkan tiga kata dengan santai. "Aku nggak percaya."Para wartawan yang berada di bawah panggung melemparkan sorot mata bertanya-tanya ke arah Pamela ...."Baru saja dia bilang apa? Dia nggak percaya? Dia nggak percaya dirinya sendiri mendapat nilai penuh atau nggak percaya Nala mendapat nilai penuh?""Tentu saja dia nggak percaya Nala mendapat nilai penuh! Dia pasti merasa Nala sudah meninggalkan studi selama bertahun-tahun, pasti sudah melupakan banyak ilmu pengetahuan, jadi sudah pasti nggak bisa mendapat nilai penuh! Dia pasti nggak menyangka Nala adalah definisi murid pintar yang sesungguhnya! Setelah meninggalkan studi selama bertahun-tahun, Nal
Nala mengerutkan keningnya dengan agak cemas dan berkata, "Ujian ... sekali lagi?"Pamela menganggukkan kepalanya dan berkata, "Hmm, karena dalam ujian kali ini hasil kita seri, maka kita ujian sekali lagi untuk menunjukkan siapa yang lebih unggul. Ini juga sebagai suatu pembuktian kepada para awak media dan penonton siaran langsung, 'kan?"Kilatan kepanikan melintas di mata Nala. "Hmm ... ini ...."Tepat pada saat ini, ibu Nala melangkah naik ke atas panggung dengan cepat dan berkata, "Nala, apa kamu nggak bisa menerima kekalahanmu?"Sudut bibir Pamela melengkung ke atas menunjukkan seulas senyum yang sangat indah. "Bukankah kami berdua mendapat nilai penuh? Aku nggak kalah!"Ibu Nala berkata, "Biarpun kalian sama-sama mendapat nilai penuh, semua orang beranggapan bahwa putriku lebih unggul darimu! Kamu mengatakan mau ujian ulang? Bagaimana bisa ujian ulang? Guru memerlukan waktu dan menguras pikiran untuk membuat soal baru lagi. Apa kamu pikir dengan kamu mengatakan mau ujian ulang,
Pamela mengamati Nala sejenak, lalu berkata dengan maksud terselubung, "Oh? Seharusnya nggak mungkin, 'kan? Seseorang yang mengerjakan pekerjaan dengan mengandalkan tenaga fisik sepanjang hari, bagaimana mungkin lelah hanya karena mengerjakan satu ronde ujian?"Ibu Nala berkata, "Pikirannya yang lelah, bukan fisiknya!"Pamela berkata, "Nggak butuh waktu lama. Lagi pula, hanya angka-angka dalam soalnya saja yang diganti, nggak terlalu menguras otak."Ibu Nala masih ingin menyangkal ucapan Pamela, tetapi semua orang di bawah panggung malah memperumit keadaan dengan mendukung Nala untuk ujian sekali lagi dengan Pamela ....Dalam situasi seperti ini, Nala dan ibunya tidak tahu apa yang harus mereka lakukan lagi.Para penonton di siaran langsung juga mendukung ujian ulang, mereka semua ingin melihat Pamela menerima kekalahan.Melihat antusiasme para penonton begitu tinggi, pembawa acara juga merasa ujian ulang tidak bisa dihindari lagi. Karena itulah, dia berkata, "Karena semua orang begitu
Detik demi detik, menit demi menit berlalu, hingga satu jam kemudian dan sudah tiba waktunya untuk mengumpulkan kertas ujian, Nala masih tampak seperti belum selesai mengerjakan soal-soal itu ....Demi keadilan, pembawa acara menghampiri Nala dan memberitahunya bahwa waktu mengumpulkan kertas ujian sudah tiba, dia sudah harus mengumpulkan kertas ujian.Nala tidak berdaya, dia terpaksa menyerahkan kertas ujian yang belum selesai dijawabnya itu kepada pembawa acara. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah ibunya yang berada di bawah panggung dan menatap ibunya dengan tatapan cemas ....Setelah mengambil kertas ujian Nala, pembawa acara langsung menyerahkannya kepada juri untuk melakukan penilaian secara langsung di bawah pengawasan para wartawan dan penonton siaran langsung.Tak lama kemudian, hasil ujian sudah keluar.Begitu melihat nilai ujian dari kedua peserta, pembawa acara tertegun sejenak, sorot matanya dipenuhi dengan keterkejutan.Kemudian, dia mengumumkan nilai kedua pes
Di bawah kepungan para wartawan, wanita paruh baya itu terus terdorong mundur. Jelas-jelas ekspresi bersalah terpampang jelas di wajahnya, tetapi dia masih enggan menyerah dan berkata, "Aku ... aku .... Putriku adalah murid pintar! Saat itu, putriku lolos ke universitas terkemuka dengan mengandalkan nilai bagusnya sendiri. Pamela yang sudah mengambil nilai putriku!"Para wartawan sudah mulai kesal, mereka merasa sejak awal mereka sudah dimanfaatkan oleh ibu dan anak dari pedesaan ini ...."Kalau putrimu benar-benar murid pintar, kenapa nilainya hanya 2, bahkan lebih parah dibandingkan nilai orang biasa? Harap beri kami sebuah penjelasan yang masuk akal!""Ya, benar! Kamu harus memberi kami sebuah penjelasan!""Siapa yang percaya seorang murid pintar hanya bisa mendapat nilai 2?!"Wanita paruh baya itu masih juga enggan menyerah. "Sudah kubilang putriku sudah lelah, jadi dia nggak bisa mengerjakan soal ujian dengan baik! Lagi pula, putriku sudah lama nggak memegang buku, wajar saja kala
Disorot oleh kamera para wartawan, wanita paruh baya itu tidak bisa menahan diri lagi. Pada akhirnya, dia marah besar.Sambil memaki kata-kata kasar, dia menyenggol para wartawan yang menghalangi jalannya dan menerobos kerumunan wartawan itu. Kemudian, dia bergegas naik ke atas panggung dan menarik putrinya yang tidak berguna itu, lalu segera berlari menuruni tangga dari arah yang lain!Sebagian dari kerumunan wartawan segera mengejar ibu dan anak itu, sedangkan sebagian lainnya tetap berada di sana untuk mewawancarai Pamela ...."Nona Pamela, mereka sudah melarikan diri, apa kamu nggak bermaksud untuk menuntut mereka melalui jalur hukum?""Ya, benar! Mereka memang pantas dituntut, mereka harus menerima hukuman yang setimpal karena sudah menyebarkan rumor nggak benar tentangmu!""Minta mereka meminta maaf secara terbuka dan memberimu kompensasi atas pencorengan nama baik!"Pamela masih duduk di tempatnya. Dia tampak menopang dagunya dengan satu lengannya, lalu berkata dengan malas, "Lu
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen