Berpikir bahwa ada banyak orang asing yang mengatai dirinya tidak cantik dan tidak cocok dengan Jason, hati Veren seperti disayat pisau."Kakak, kumohon, kali ini salahku semua. Kumohon, biar aku lihat artikel itu, oke?""Jason yang kamu bilang itu, sebenarnya aku nggak kenal. Aku hanya, hanya ...."Veren kehabisan kata-kata. Dia benar-benar menyukai Jason sehingga tidak bisa mengatakan sebaliknya."Hanya apa?""Kamu hanya nggak kenal Jason, Jason juga nggak kenal kamu. Aku nggak tahu sejak kapan kamu suka dia, tapi aku mau beri tahu kamu.""Banyak yang suka dia. Kamu bukan yang pertama, juga bukan yang paling istimewa. Jadi, nggak usah khawatir, artikel ini akan segera dilupakan.""Lagi pula, wajahmu nggak difoto dari depan dan nggak ada yang kenal kamu di sekolah kami. Nggak apa-apa.""Kamu hanya perlu tahan tekanan batin."Viona tidak lagi menoleransi Veren yang sama sekali tidak berniat untuk meminta maaf."Ah! Kamu mau aku bagaimana? Kamu sudah menang dalam segala hal, kenapa kamu
"Aku hanya ingin kamu hilang dari dalam hidupku, nggak mau jadi saudara denganmu."Kecuekan Veren membuat hati Viona sangat tidak nyaman.Seperti memperlakukan binatang berdarah dingin.Veren berkata lagi, "Kamu bilang kamu nggak mau aku ganggu hidupmu, tapi kamu mau aku jadi pembandingmu, 'kan?""Kalau ada aku, kamu akan selamanya jadi tuan putri. Kamu pasti sangat bangga, 'kan?""Apa? Ternyata aku seperti itu di hatimu. Nggak heran kamu sembunyi hari ini dan bohong pada Ayah. Kamu balas dendam, ya?""Hah! Nggak nyangka adik kandungku bisa menganggapku seperti itu.""Aku sudah merawatmu dan menyayangimu selama bertahun-tahun, tapi kamu malah membenciku.""Oke, Veren, hebat kamu. Mulai sekarang, jangan minta bantuanku lagi."Veren hendak berbalik badan dan pergi. Veren langsung menerjang Viona ke ranjang dan ingin merogoh ponsel di dalam saku Viona. Mereka bergulat."Cepat berikan padaku!"Viona mencengkeram sakunya dengan erat. "Nggak mau, kamu harus tanggung jawab atas kesalahanmu!"
"Dasar nggak tahu malu!"Viona menoleh pada Veren dengan tidak percaya. "Kamu bilang apa?""Aku bilang kamu nggak tahu malu!""Coba kamu ulangi lagi?"Viona tidak pernah menyangka Veren akan mengatainya seperti itu.Viona tidak pernah memukul maupun memarahi Veren ....Alhasil, Veren memarahinya seperti itu?"Apa kamu gila? Dimarahi sekali saja nggak cukup, tapi mau dimarahi dua kali?""Aku bilang kamu nggak tahu malu. Itu fakta, 'kan?""Kamu suruh aku jangan pikirkan Jason, tapi nyatanya, kamu juga diam-diam suka Jason. Benar, 'kan?""Kamu hanya mau kurangi sainganmu.""Kamu selalu begitu dari kecil. Kalau itu aku suka, kamu akan rebut dengan gunakan segala cara. Tapi Jason nggak sama. Viona, aku nggak akan mengalah lagi kali ini."Viona hanya bisa melihat Veren berbicara dengan ekspresi kosong.Namun, Viona sama sekali tidak dapat mendengar apa yang dikatakan oleh Veren.Adiknya mengatainya tidak tahu malu."Jangan pura-pura lagi di depanku. Nggak usah pura-pura jadi orang baik, aku
Pemikiran itu membuat hati Anton perih.Viona hanya menangis dalam pelukan Anton dan tidak mengatakan apa-apa.Jadi, Anton terus menepuk punggung Viona dan membiarkannya menangis.Mungkin dia kurang perhatian pada Viona akhir-akhir ini. Nilai Viona tinggi dan tidak mengkhawatirkan sehingga dia lebih menaruh perhatian pada Veren.Anton merasa Veren yang tidak sepintar Viona membutuhkan lebih banyak perhatian.Namun, Anton lupa. Dia tidak menyangka Viona telah memikul beban yang sangat besar selama ini.Sulit sekali bagi Viona untuk meraih prestasi tinggi di sekolah elite itu, tetapi Viona tidak pernah mengecewakannya.Viona merasa lebih baik setelah menangis dalam pelukan ayahnya.Viona berdiri tegak dan menyeka air mata, lalu memaksa diri untuk tersenyum. "Ayah, tenang saja, aku hanya tiba-tiba nggak nyaman. Aku sudah merasa lebih baik setelah menangis.""Ayah nggak perlu khawatir. Setelah tidur malam ini, aku akan semangat lagi besok!"Hati Anton makin perih melihat Viona tidak ingin
Veren tersenyum dingin. "Capek apanya?""Nggak akan secapek Kakak.""Dia sibuk dengan paduan suara dan harus merawatku. Aku hanya jadi beban.""Aku membebani Kakak dan Ayah. Kalian yang paling capek."Ekspresi Viona menjadi masam. "Kalau kamu nggak senang, kamu bisa bicarakan denganku nanti, nggak perlu sindir-sindir begini.""Oh? Aku hanya bilang Kakak dan Ayah sangat capek. Memangnya nggak boleh?""Banyak ngatur kamu. Sudah kubilang kamu nggak usah rawat aku lagi. Aku nggak boleh mengeluh?"Veren menusuk-nusuk roti dengan garpu. Anton langsung mengetuk piringnya."Makan baik-baik. Apa-apaan sikap kamu ini?""Kalian berantem, ya?""Kalau ada masalah, bicarakan baik-baik. Jangan sindir-sindir."Veren dan Viona terdiam setelah ditegur oleh Anton.Sampai ketika berangkat ke sekolah, mereka tetap cuek pada satu sama lain, seperti musuh.Anton mengembuskan napas. Dia makni tidak memahami isi pikiran anak-anaknya.Keharmonisan adalah yang terpenting. Namun, mengapa sulit untuk mewujudkannya
Selesai bicara, Jason langsung pergi.Viona tersadarkan dan mengentakkan kaki. Jason mungkin hanya mengingatkannya dengan baik hati. Dia tidak pernah keberatan dengan sikap Jason yang biasanya angkuh, mengapa sekarang sudah tidak tahan?Sebelumnya, mereka lumayan dekat. Namun, sedikit harapan yang tersisa mungkin akan sirna setelah dia mengucapkan kata-kata itu.Viona langsung menepuk kepalanya. "Aduh, kenapa aku bilang begitu tadi?""Dia mengingatkanku dengan baik hati. Aku juga tahu masalah sebelumnya adalah salah Veren. Apa hubungannya itu dengan Jason?""Dia hanya menolak orang yang nggak dia suka, apa salahnya?"Viona tidak berani memikirkan hal lain lagi saat latihan lagi. Latihan pun berakhir dengan lancar.Usai latihan, Viona buru-buru mencegat Jason yang hendak pergi.Tatapan Jason menyapu dari pergelangan tangan itu ke atas dan melihat Viona. Dia mengangkat alisnya. "Bukannya kamu berlagak suci tadi? Kenapa kamu ikut aku?"Viona tersenyum canggung. "Maaf. Aku mau minta maaf p
Veren buru-buru melewati Viona dan membanting pintu dengan kuat.Sesampainya di kamar, Veren baru berani melampiaskan amarah dengan memukul samsak di dalam kamar.Entah mengapa, Veren merasa Viona sedang mengirim pesan pada Jason.Dari kecil, Viona selalu merebut barang miliknya.Veren memutar otak untuk mencuri ponsel Viona, melihat dengan siapa Viona mengirim pesan sehingga tersenyum berseri-seri.Namun, sebelum Veren menemukan rencana yang sempurna, terjadi suatu hal di luar dugaan.Viona tiba-tiba menghilang.Dikarenakan kejadian sebelumnya, Anton tidak berani lengah. Dia langsung membawa Veren ke sekolah.Tak disangka, Jason juga menghilang.Veren sangat tenang ketika mendengar kabar kehilangan Viona. Mungkin Viona pergi ke suatu tempat bersama pria lain.Veren berpikir demikian. Akan tetapi, saat mendengar Jason juga menghilang, dia panik seketika."Kenapa mereka bisa hilang sama-sama?"Apakah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?Anton melirik Veren sekilas. Siapa Jason?Mengap
Anton melirik Veren dengan tatapan dingin. Veren sangat aneh. Akan tetapi, Anton tidak berdebat lebih lanjut karena itu tidak ada artinya.Prioritas saat ini adalah mencari tahu ke mana Viona dan Jason pergi.Namun, Veren benar dalam satu hal. Dibandingkan berada dalam bahaya, Anton lebih berharap mereka hanya pergi berkencan.Untungnya, guru memiliki nomor telepon semua murid. Setelah dicari tahu, Jason dan Viona memang akrab, tetapi tidak ada tanda-tanda pacaran di usia dini.Kabar itu justru membuat orang-orang dewasa khawatir.Jika mereka tidak pergi berkencan, kemungkinan besar mereka berada dalam bahaya.Veren merasa sangat tidak keruan. Dia tidak tahu sejak kapan mereka menjadi akrab.Veren pernah mencoba untuk mencuri ponsel Viona, tetapi gagal.Padahal beberapa waktu sebelumnya, dia dapat mengakses ponsel Viona dengan sesuka hati untuk mencari informasi.Namun, sekarang dia bahkan tidak tahu apa sandi layar ponsel Viona. Viona juga mulai mewaspadainya.Orang-orang"Coba kalian