Dengan wajahnya yang memerah, Adsila berseru, "Kamu ngapain? Bu Ariel dan Bibi berada di sini! Cepat ... cepat lepaskan aku! Jangan main-main!"Marlon tertawa dan berkata, "Nggak apa-apa, mereka juga bukan orang luar. Sudah pilih, belum? Coba pakai, biar aku lihat!"Adsila melepaskan tangan yang melingkari pinggangnya dan berkata, "Jangan macam-macam ...."Ariel hanya melirik Marlon sekilas dengan ekspresi terbiasa. Dia menoleh dan berjalan ke sisi Pamela untuk berbicara dengan bosnya.Marlon pun berkata, "Benar, 'kan? Ariel memang paling peka, dia nggak mengganggu kita!"Adsila merasa sangat malu. "Kalau tahu begini, kamu seharusnya nggak usah ikut!"...Pamela juga tidak memedulikan kemesraan Marlon dan Adsila. Dia membicarakan tentang situasi terkini perusahaannya Theo dengan Ariel. Saat mereka sedang mengobrol, ponselnya tiba-tiba berdering.Ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal.Biasanya, Pamela tidak akan menerima panggilan seperti ini. Namun, sekarang, dia memikirkan
Ariel tampak waspada. "Putrinya Theo mengajakmu bertemu? Bos, kamu harus berhati-hati, sebaiknya jangan pergi, deh," kata Ariel.Meskipun Pamela juga agak waspada terhadap Sonya, firasatnya mengatakan bahwa Sonya dan ibunya tidak sama dengan Theo dan Sophia."Tenang saja, aku akan hati-hati," kata Pamela.Ariel masih ingin menasihati Pamela, tetapi Justin tiba-tiba membawa satu gaun pengantin padanya dan berkata, "Kak Ariel, coba yang ini, dong! Menurutku, kamu pasti cantik sekali kalau kamu memakai gaun ini di pernikahan kita!"Ariel tidak bisa berkata-kata.Pamela tersenyum sambil mendorong Ariel dan berkata dengan nada bercanda, "Pergilah! Coba gaun itu! Dia bahkan sudah membawanya ke hadapanmu!"Ariel membenarkan kacamatanya dan berkata, "Bos, jangan bergurau!"Pamela membentangkan tangannya dan berkata, "Aku nggak bergurau. Gaun yang dia pilih ini memang sangat bagus, cocok untukmu!"Ariel terdiam.Dia merasa sangat canggung.Karena dipuji kakaknya, Justin makin merasa bahwa penil
Justin mengernyit, lalu berkata dengan ekspresi tidak bersalah, "Kenapa aku menyebalkan? Tadi, saat kalian berdua diam-diam berbicara, aku bahkan nggak pergi menguping! Kak Ariel, saat orang lain bilang aku menyebalkan, kamu seharusnya membelaku! Karena aku calon suamimu!"Ariel menarik napas dalam-dalam dan menaikkan kacamatanya, lalu berkata, "Sudahlah, kita sudah makan, kamu mainnya juga sudah cukup, 'kan? Biar aku antarkan kamu ke rumah sakit."Justin tersenyum dan berkata, "Kak Ariel, bagaimana kalau kamu juga naik ke lantai atas untuk menjenguk ayahku?""Bukankah kemarin aku baru pergi? Hari ini, nggak dulu, deh!" jawab Ariel dengan dingin.Kemudian, dia membuka pintu mobil dan duduk di jok pengemudi.Justin bergegas mengikutinya dan duduk di jok penumpang. Sambil memasang sabuk pengaman, dia berkata, "Kemarin itu kemarin, lebih baik lagi kalau hari ini kamu pergi lagi! Bagaimanapun, dia calon ayah mertuamu!"Ariel menginjak gas dan berkata dengan kesal, "Jangan asal bicara, jang
Ekspresi Justin seketika menjadi serius. "Nggak akan! Kak Ariel, kalau aku bisa menjadi bajingan, aku nggak akan mendekatimu! Lihatlah dirimu, kamu selalu bersikap dingin padaku, tapi aku tetap nggak tahu malu dan terus mencarimu. Menurutmu, aku memang nggak tahu malu sejak lahir, ya?""Kalau aku bisa pindah hati semudah itu, aku akan mencari wanita yang menyukaiku!"Ariel memegang setir mobil sambil menatap ke depan tanpa berkomentar.Justin berkata lagi, "Selain itu, aku benar-benar nggak mengerti apa yang terjadi pada ayahku. Sebagai putranya, aku juga nggak bisa memarahi ayahku bersamamu. Aku hanya nggak bisa mengabaikannya. Ya sudahlah kalau kamu nggak mau menemaniku menjenguknya! Anggap saja aku nggak bilang apa-apa!"Ariel masih saja membungkam. Dia hanya memutar setir mobil dan keluar dari jembatan layang.Begitu Justin melihat bahwa arahnya tidak benar, dia mengernyit dan bertanya, "Kak Ariel, kenapa kamu jalan ke sini? Ini bukan arah ke rumah sakit!"Sambil mengucapkan kata-k
Sonya memiringkan kepalanya dan berkata, "Menurutku, Kak Pamela adalah seseorang dengan mental yang sangat kuat. Dia nggak mungkin nggak bisa menerima kenyataan ini. Sekarang, aku hanya khawatir, kalau kita salah tebak, kita hanya akan memberikan harapan palsu pada Kak Pamela dan juga Bibi Quenne!"Silvia menyesap seteguk kopinya tanpa membalas ucapan putrinya.Sekarang, dia sudah hampir 100% yakin bahwa gadis bernama Pamela itu adalah Rembulan, putrinya Quenne yang menghilang.Alasannya adalah karena gadis itu benar-benar sama persis dengan Quenne di masa mudanya, bukan hanya penampilannya, tetapi juga sikapnya.Kalau dipikir-pikir, tampang Pamela sebenarnya lebih mirip pria dari Keluarga Yanuar itu, tetapi ekspresi yang dia buat dan sikapnya sama persis dengan Quenne di masa mudanya ....Tidak mungkin ada dua orang dengan penampilan yang secara kebetulan sama persis dengan satu sama lainnya!Pamela 100% adalah Rembulan. Sekarang, Silvia hanya sedang memikirkan bagaimana dia harus men
Pamela menyesap kopinya, lalu berkata, "Kalau begitu, silakan Nyonya jelaskan kenapa kamu menyelidiki masa laluku."Silvia menjawab, "Emm ... sebenarnya, hari ini, aku meminta untuk bertemu denganmu untuk memperkenalkan seseorang untukmu."Pamela bertanya dengan penasaran, "Siapa?"Silvia menoleh untuk memanggil Quenne yang duduk di kejauhan, supaya mereka bisa berbincang-bincang dengan terus terang. Namun, dia malah menyadari bahwa tempat duduk Quenne sudah kosong!Dia pun terdiam.Di mana orangnya?Sonya juga merasa kebingungan. "Ibu, Bibi Quenne ke mana?"Silvia melihat ke sekeliling, tetapi dia tidak melihat sahabatnya ....Pamela hanya merasa bahwa kedua orang ini sangat aneh. Dia pun berdeham dan meletakkan gelas di tangannya sambil bertanya lagi, "Nyonya, siapa yang mau kamu perkenalkan padaku?"Silvia seketika tersadar. Dengan ekspresi canggung, dia berkata, "Emm .... Aku mau memperkenalkan kenalan lamamu padamu. Tapi, hari ini, dia ada urusan, jadi dia nggak bisa datang. Pamel
Pamela menatap Silvia untuk sekian lama, lalu berkata, "Kalau ucapan Nyonya benar, artinya tadi aku sudah salah paham."Silvia tersenyum getir dan berkata, "Pamela, aku paham kalau kamu merasa waspada terhadap aku. Aku hanya mau mengingatkanmu bahwa Sophia punya niat jahat. Untuk menahan Alex di sisinya, dia bisa melakukan apa pun. Dia juga bisa pura-pura sedih dan memanfaatkan Theo. Jadi, kamu harus hati-hati."Pamela benar-benar percaya bahwa Silvia berniat baik, jadi dia mengangguk dan berkata, "Terima kasih atas peringatannya, aku akan berhati-hati. Nyonya, ada yang ingin dibicarakan lagi, nggak? Kalau nggak ada, aku sudah harus kembali ke perusahaan, masih ada pekerjaan yang harus kuurus."Sambil berbicara, Pamela kembali melihat jam tangannya.Oleh karena itu, Silvia juga tidak bisa terus menunda pekerjaan Pamela. Dia hanya melihat ke sekeliling sekali lagi ....Namun, dia masih saja tidak melihat Quenne, sahabatnya.Dia pun membuang napas dengan tidak berdaya dan berkata, "Baikl
Silvia memeluk sahabatnya yang emosinya tidak stabil itu dan menepuk punggungnya, "Ada beberapa hal yang nggak bisa kita bayangkan ... sudahlah, Quenne. Aku benar-benar merasa Pamela adalah anak yang cerdas. Dia pasti akan mengerti! Seharusnya tadi kamu nggak perlu melarikan diri ...."Quenne menarik napas dan menggelengkan kepalanya, "Nggak, aku benar-benar nggak tahu bagaimana menghadapinya ... saat itu dia masih sangat kecil dan pasti nggak mengerti kenapa ibunya nggak menginginkannya hingga membawanya kepada orang asing .... Aku benar-benar bersalah padanya karena telah meninggalkannya sendirian selama bertahun-tahun ...."Silvia juga memiliki seorang putri dan bisa memahami perasaan sahabatnya dengan sangat baik. Dia menepuk punggungnya dengan lembut dan berkata, "Semuanya sudah berlalu ... lihat sekarang dia sudah begitu luar biasa. Seharusnya kamu bahagia untuknya ...."Quenne menegakkan tubuh dan menyeka air mata yang mengalir dari matanya, "Aku bangga padanya, tapi ini nggak b
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen