Sophia menyilangkan tangannya, "Kalau ya, kenapa? Sekarang dia nggak ingat siapa kamu dan nggak akan kembali bersamamu!"Pamela mengerutkan alis, "Bagaimana kalau kita coba?"Setelah itu, dia hendak berbalik dan berjalan menuju Alex, tapi Sophia menariknya kembali, "Apa yang kamu inginkan? Jangan mendekati suamiku!"Pamela berkata, "Kenapa? Apa yang kamu takutkan? Bukankah kamu yakin dia nggak ingat padaku dan nggak akan pergi denganku?"Wajah Sophia berubah masam, tangannya terkepal erat di lengan Pamela. "Sekarang dia suamiku dan aku berhak melarang wanita lain mendekatinya!" teriaknya....Saat kedua wanita itu berdebat beberapa ratus meter jauhnya, Alex dan Andra juga saling memandang.Melihat Agam muncul kembali, tentu Andra terkejut, dia menyipitkan mata, lalu menyapa, "Agam, lama nggak bertemu."Tatapan dingin Alex menunduk, tidak ada fluktuasi apa pun, begitu pula nada suaranya, "Apakah kita saling kenal?"Andra tersenyum, "Kamu benar-benar hilang ingatan?"Alex tetap acuh tak
Setelah bicara, dia membawa Pamela ke sisinya, melihat bekas merah di lengan Pamela dengan sedih, lalu berkata sambil tersenyum, "Ckck, sekalipun teman lama yang bertemu kembali, kamu juga nggak perlu bertindak seperti ini. Lihat, lengan Pamela sampai merah!"Tindakan Andra dalam melindungi Pamela terlihat tidak biasa.Pamela tentu merasa muak dengan ini.Namun, Sophia terlihat senang, dia mengamati jarak di antara mereka berdua. "Tuan Muda Andra, maafkan aku! Aku terlalu senang karena sudah bertahun-tahun nggak bertemu Pamela, sampai-sampai nggak memperhatikan tenaga dan melukai pacarmu," katanya.Andra tentu ingin mengakui Pamela sebagai pacarnya, dia berpura-pura menjadi pacarnya dan berkata, "Nggak masalah, wanita memang suka berpegangan tangan saat bertemu. Bisa dimengerti! Apalagi kalian sudah lama nggak bertemu. Tadinya, aku ingin mengajakmu makan malam bersama untuk mengenang masa lalu, tapi suamimu sepertinya buru-buru ingin membawa anak kalian ke tempat berikutnya, jadi aku n
Andra mendekatinya dan berkata dengan wajah polos, "Bukankah aku sedang membantumu balas dendam? Tiga tahun nggak bertemu, dia sudah bersama wanita lain! Kamu nggak boleh kalah. Harus ada pacar di sisimu."Pamela mengernyitkan bibir, "Kalau begitu terima kasih."Saat bicara, Pamela sudah berjalan ke mobil, membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.Andra tahu dirinya tidak disambut, jadi dia segera masuk ke mobil melalui sisi lain, kalau tidak, Pamela akan meninggalkannya.Setelah masuk, mobil langsung melaju di jalan raya.Andra melihat Pamela sedang mengetik di ponselnya, seperti sedang mengirim pesan kepada seseorang.Merasa tertarik, dia menyipitkan matanya, berpikir sejenak, lalu tiba-tiba mengerti, "Lala, tadi kamu hanya berpura-pura? Kamu sudah bertemu Agam sebelumnya?"Pamela berfokus pada ponselnya, tanpa mengangkat kepalanya, dia berkata, "Jangan banyak bicara, diam saja!"Justru aneh kalau Andra bisa diam. "Lala, aktingmu bagus sekali, bahkan aku juga tertipu!"Pamela tidak men
Mendengar pria itu berinisiatif menanyakan Pamela, wajah Sophia menegang, "Dia ... dia! Dulu dia juga temanmu, dia kekasih Tuan Muda Andra. Wajar kalau kamu merasa familier!"Sambil berbicara, dia mengamati perubahan ekspresi Alex.Alex mengangguk, dengan tatapan ragu, dia bertanya, "Oh, ya?"Keraguan pria itu tidak hanya membuat Sophia khawatir dia mengingat sesuatu, tapi juga membuat Sophia lega dan percaya setidaknya dia tidak mengingat apa pun sekarang ...."Um .... Sudahlah, hari ini kita keluar bermain, jangan bahas mereka lagi! Ini, Alex. Potongan buah yang kubawa, makanlah bersama Kevin. Selanjutnya kita akan ke danau yang paling terkenal di Kota Marila, Pemandangan di sana sangat klasik!" kata Sophia.Alex menerima sepiring potongan buah yang diserahkan Sophia, lalu meletakkannya di atas meja kecil dalam mobil RV. Dia sendiri tidak memakannya, tapi menancapkan garpu kecil pada sepotong apel dan memberikannya pada Kevin."Makanlah buah."Kevin sedang melamun. Sejak melihat Pame
Mendengar hal ini, Andra segera menyerah, dia mengangkat bahu, menarik kursi dan duduk di seberangnya, lalu mendesah pada dirinya sendiri, "Uh! Lala, aku benar-benar nggak berdaya menghadapimu!"Setelah membolak-balikkan buku menu dan memesan, Pamela menyerahkan menu itu kepada Andra dengan santai, lalu berkata, "Berhenti bicara omong kosong, pesanlah! Cepat makan dan kembali ke kantor lebih awal, ada yang harus kulakukan sore ini."Andra menerima buku menu itu, menghela napas sekali lagi, lalu menambah beberapa pesanan, kemudian menyerahkan buku menu kepada pelayan dan melambai untuk memintanya pergi."Lala, makan bersamaku saja kamu begitu berhati-hati? Memesan ruang pribadi saja kamu nggak mau, ini 'kan bukan hotel," kata Andra.Pamela lagi-lagi menatap ponselnya dan mengetik. Mendengar ucapan Andra, dia meliriknya sambil berkata, "Pria dan wanita dalam ruangan yang sama bisa menimbulkan ketidakjelasan. Karena kita di sini untuk membicarakan pekerjaan, maka kita makan di tempat umum
Saat mengangkat ponsel dan melihatnya, ternyata panggilan itu dari Kepala Sekolah anak-anak.Masalah ini berkaitan dengan anak-anak, seketika Pamela merasa gugup dan langsung menjawab panggilan, "Halo, Kepala Sekolah, ada apa?"Di ujung telepon, suara Kepala Sekolah terdengar panik, "Ibu Pamela, cepatlah ke sekolah sekarang! Revan memukuli anak lain, sekarang orang tuanya ingin bertemu denganmu!""Apa?" Pamela tiba-tiba berdiri. Dia tidak percaya Revan yang selalu berperilaku baik akan memukul orang. Kemudian dia menenangkan diri dan berkata, "Baiklah, Kepala Sekolah, aku akan segera ke sana!"Setelah memutuskan telepon, Pamela meletakkan sendoknya, dia bahkan tidak sempat menjelaskan apa pun pada Andra dan pergi begitu saja ...."Lala, kamu mau ke mana? Ada apa?" teriak Andra. Dia tahu terjadi sesuatu dan bangkit untuk mengejarnya, tapi dihentikan oleh pelayan untuk membayar tagihan. Ketika dia keluar, jejak Pamela sudah tidak terlihat lagi....Taman Kanak-Kanak.Pamela meminta sopir
Pamela berjalan masuk, dia memandangi anak yang sedang dikasihani orang tuanya itu.Anak itu teman sekelas Revan, Pamela pernah bertemu dengannya sewaktu menjemput anak-anak.Meski seumuran, anak itu lebih tinggi satu kepala dibanding Revan, juga lebih kuat, tidak seperti anak yang bisa dipukuli.Akan tetapi, anak itu memang terluka.Setelah mengamati anak yang dipukuli, Pamela menaikkan matanya dan berkata pada orang tua anak tersebut, "Maaf, aku baru saja tiba dan belum memahami situasinya. Aku perlu berkomunikasi dengan anakku terlebih dahulu. Mohon tunggu sebentar."Setelah itu, Pamela berbalik dan berjalan menuju Revan yang berdiri sendirian di sudut ....Orang tua dari anak yang dipukuli tidak puas akan hal ini, mereka memandang Kepala Sekolah dengan wajah cemberut.Ayah dari anak itu berkata, "Lihat, bagaimana sikapnya sebagai orang tua! Anak kami sudah terluka seperti ini, dia bukannya menyeret anaknya untuk minta maaf, malah mau komunikasi dulu! Apa yang mau dikomunikasikan? A
Ibu dari anak itu berkata, "Benar! Anak seperti itu nggak boleh dibiarkan bersekolah di sini, kali ini anak kami yang dipukuli, lain kali giliran anak lain!"Ketika mendengar mereka ingin memimpin orang tua lain untuk mengundurkan diri bersama dari sekolah ini, ekspresi Kepala Sekolah seketika berubah, dia segera berkata kepada Pamela, "Bu, minta maaflah kepada mereka! Jangan karena satu anakmu, memberi dampak begitu besar pada sekolah kami!"Pamela sudah berdiri, dia menepuk-nepuk debu di tubuhnya dan berjalan mendekat. Setelah meminta maaf kepada Kepala Sekolah, dia menatap pasangan orang tua itu dengan tatapan samar."Sampai saat ini, aku masih belum tahu akar permasalahannya, tapi anakku sudah mengakui, memang dia yang memukul, bagaimanapun, memukul adalah tindakan yang salah. Sebagai orang tuanya, aku minta maaf. Aku sendiri yang akan mengantar anak kalian ke rumah sakit untuk pemeriksaan menyeluruh, semua biaya pengobatan juga akan kutanggung."Ayah dari anak itu tidak mau menyer
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen