Share

Talak

Penulis: Liya Mardina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aksa terdiam untuk sejenak. Ia tak pernah menyangka, amarah itu akan membuat Adira menjadi wanita yang penuh dendam.

Namun di balik semua itu, Aksa merasa bersyukur, karena dendam yang begitu membara dalam hati, seketika mengantarkan Adira dengan mudah ke dalam pelukannya.

"Baiklah, aku akan membuat mereka membayar semua penderitaan yang kamu alami," pungkasnya. Seketika itu, bibirnya menyunggingkan senyuman manis yang berhasil menghipnotis Adira untuk waktu yang cukup lama.

Hingga beberapa detik berlalu, Adira baru menyadari keheranannya, "Tu-tunggu, mereka? Kamu tahu siapa Keenan yang aku maksud?"

Pria tampan itu tersenyum tipis dengan mengedarkan pandangan matanya. Sebelum kembali menatap lekat manik hitam pekat yang hampir membuatnya gila. "Tidakkah kamu lebih penasaran bagaimana caraku untuk menemukanmu?"

Sebelah alis tebal itu diangkat sekilas dengan menelengkan kepala.

Adira hanya melengos, ketika pria bermata tajam itu tak berhenti menatapnya lekat.

Entah kenapa, ada perasaan aneh yang begitu mengganjal dalam hati. Sebuah perasaan yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Selain jantungnya yang memburu hebat, keringat dingin pun mulai bercucuran membasahi kening wanita cantik yang terlihat gugup itu.

"Jadi, kapan kamu siap untuk melangsungkan pernikahan kita?"

Adira membelalak, menatap wajah seorang pria yang diduga ayah dari anak dalam rahimnya.

Pertanyaan itu seketika membuatnya tersentak. Ia awalnya berpikir, jika Aksa mencarinya hanya untuk sekedar mengutarakan hawa nafsu yang masih menggebu dalam hati.

Adira mengira jika pernikahan bukanlah tujuan utama dari pria itu mencarinya, melainkan hanya sebuah gurauan semata yang ia tujukan pada beberapa wanita yang pernah menjadi mainan pemuas nafsu duniawinya, dan Adira hanyalah salah satu dari mereka.

Sebab itu, Adira secara terang-terangan berpura-pura meminta kompensasi untuk membantunya balas dendam, dan di luar dugaan, pria itu menyetujuinya begitu saja.

"Apakah aku akan menjadi Istri ke-sekian, Anda, Tuan?"

Pertanyaan bodoh itu terlontar begitu saja dari mulut Adira yang seketika disesalinya.

"Apa aku terlihat setua itu?" Aksa tertawa geli untuk beberapa saat. Tak bisa dipungkiri, meski termasuk awet muda, namun kerutan yang terlihat di ujung mata ketika ia tertawa tidak bisa menutupi usianya yang hampir menginjak kepala empat. Hingga Adira mengira dirinya merupakan pria mesum yang memiliki banyak istri.

Adira tertunduk malu. Dia tidak berniat untuk mengajukan pertanyaan memalukan seperti itu, namun ia tak bisa memilah kata-kata yang keluar dari mulutnya yang seketika terasa keluh.

"Ikuti saya!" Titah Aksa yang hendak melangkah lebar menuju sebuah ruangan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri sebelumnya.

Wajah wanita itu mendongak pasti. Menatap lurus pada punggung lebar yang semakin menjauh dan berusaha mengimbangi langkah kakinya.

"Beristirahatlah sejenak, persiapkan dirimu untuk melakukan ijab qobul besok pagi." Langkah itu berhenti mendadak di ambang pintu masuk sebuah kamar mewah yang didominasi oleh warna biru muda yang lembut, hingga membuat tubuh wanita cantik itu seketika kualahan menghentikan langkah kakinya yang hampir menabrak tubuh kekar sang pria.

"I-ijab qobul? Ta-tapi aku masih berstatus sebagai Istri sah dari Mas Keenan," timpalnya terbata.

Wajah tampan itu menyeringai sekilas, "Cih! Istri sah? Kamu hanya dinikahi secara siri kan? Mudah saja untuk membuatnya melayangkan talak padamu," pungkasnya.

Adira kembali dibuat tercengang dengan ucapan dari ayah bayi yang berada di dalam kandungannya itu.

Sebenarnya siapa orang ini? Bahkan ia bisa mengetahui jika dulu Keenan memang menikahinya secara siri karena merasa malu atas perjodohan yang direncanakan oleh ibunya.

"Sebenarnya, Anda ini siapa?" Mulut Adira kembali tidak terkontrol. Ia mengungkapkan seluruh kebingungan yang tengah melanda hatinya.

"Aku? Aku hanyalah seorang pria biasa yang belum menikah," jelasnya singkat.

Namun penjelasan itu seolah menggantung, tak mampu menepis segala rasa penasaran yang kian memuncak dalam hati.

Dengan rumah mewah, puluhan pelayan dan pengawal, bahkan pria itu memiliki seorang asisten pribadi. Bagaimana mungkin Adira akan mempercayai pengakuan jika dia hanyalah pria biasa.

"Tidak masalah jika tidak ingin mengakuinya, cepat atau lambat saya akan mengetahui identitas, Anda." Adira memaksakan senyum tipis pada bibirnya.

Meski ketakutan tiada tara mulai melanda, ia tidak bisa memaksa seseorang untuk mengungkapkan identitas aslinya.

Beberapa prasangka buruk mulai memenuhi kepala. Dengan kehidupan semewah ini, bagaimana jika pria ini adalah seorang penjahat kelas kakap yang pekerjaannya adalah meretas uang?

'Tunggu-tunggu! Bagaimana bisa aku berpikir hal seperti itu?' Adira menggeleng cepat. Menepis segala pikiran buruk yang terlintas dalam pikirannya.

Aksa seketika mengerutkan kening, menatap Adira dengan penuh tanda tanya. "Ada apa?"

"Ti-tidak apa-apa, saya hanya merasa tempat ini sedikit panas." Adira mengedarkan pandangannya sesaat, sebelum mengibas-ngibaskan telapak tangannya ke arah wajah.

Pria itu menggeleng pelan seraya tersenyum tipis. Tangannya mulai merogoh saku celana untuk mengambil sesuatu dari dalam sana.

Ia menggeser layar ponsel miliknya untuk beberapa kali, hingga menghubungkannya dengan sambungan telepon.

"Iya, Tuan." Jawab seorang pria dari seberang telepon.

"Kembalilah ke rumah Keenan, buat dia melayangkan talaknya hari ini juga. Jika perlu, kamu bisa mengunakan uang sebanyak apa pun yang kamu butuhkan," pungkas Aksa sebelum menutup panggilan telepon. Ia tidak berniat sedikit pun untuk menunggu jawaban seorang pria yang diduga adalah asisten pribadi yang sebelumnya menjemput Adira.

Adira membelalak. Perasaan menusuk kembali menyerang hatinya.

Keenan akan dengan mudahnya mengucapkan kalimat talak itu, terlebih dengan iming-iming sejumlah uang sebagai kompensasi yang akan ia terima setelah itu.

Aksa menyadari ekspresi wajah tidak biasa dari Adira yang seketika termenung. "Ada apa?"

Namun wanita dengan daster lusuh itu hanya menggeleng cepat, dengan mata yang mulai sedikit berair.

"Kamu mencintai pria itu?" ucap Aksa datar. Sorot mata tajam mengintimidasi kini menatap lurus ke arah lantai rumahnya.

"Dia memiliki hubungan dengan wanita lain di belakangmu, apa kamu tahu itu?" lanjutnya.

Tatapan sendu itu dibuat kembali membulat. Meski hubungan mereka tidak seharmonis pasangan pada umumnya, namun ia tak pernah melihat Keenan berkhianat di belakangnya. Apakah hal itu benar terjadi?

Sementara itu, Gavin, sang asisten pribadi kembali ke kediaman Keenan yang berjarak cukup jauh dari kediaman atasannya.

Keenan yang menyadari kedatangan pria itu kembali dibuat murka.

Ia melangkah kasar dan meraih paksa kerah jas hitam Gavin secara brutal. "Mau apa lagi datang kemari?!"

Tatapan tajam kembali saling mengimbangi untuk beberapa detik. Membuat suasana mencekam kembali menusuk dalam rumah berlantai dua itu.

Dua pengawal seketika menyeret paksa tubuh Keenan hingga menjauh dari tubuh asisten itu.

Gavin merogoh saku jasnya untuk mengambil selembar sapu tangan di dalam sana. Menggosoknya pelan pada seluruh bagian tubuhnya yang sempat tersentuh oleh tangan Keenan.

Nafas Keenan dibuat memburu hebat, ketika Gavin membuang sapu tangan itu di depannya dengan tatapan jijik dan seringainya yang seolah meremehkan.

Seolah malas berkata-kata, Gavin hanya melambaikan tangannya pelan untuk beberapa kali. Hingga beberapa pengawal yang mengekor padanya mengerti dengan gestur isyarat yang diberikan tuannya.

Salah seorang pengawal berpakaian serba hitam, terlihat berlari tunggang langgang menghampiri mobil yang terparkir di halaman sempit rumah itu.

Tak butuh waktu lama, pengawal kembali dengan menenteng tas koper hitam yang seketika diberikan pada atasannya.

"Belum puas mengambil Istriku? Sekarang mau apa lagi kamu dengan uang itu?!" murka Keenan dengan lantang. Tubuhnya meronta sekuat yang ia bisa, namun kekuatan dua pria bertubuh kekar yang tengah menahan kedua tangannya tak mampu ia tandingi.

"Mudah saja. Talak Nona Adira dari panggilan video sekarang juga!"

Bab terkait

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kesepakatan?

    Keenan seketika mendongak, matanya membelalak sempurna. Hatinya begitu bergejolak hingga membuatnya tak bisa mengeluarkan kata-kata."Sudahlah, Keenan ... lagi pula dari dulu kamu menolak perjodohan itu kan? Apa salahnya jika hari ini kita menukar kalimat talak itu dengan uang," timpal Betari yang secara tiba-tiba muncul dari balik pintu rumah. Matanya begitu berbinar melihat kembali gepokan uang merah dalam tas koper. Hingga membuatnya tak mampu menahan diri untuk segera merebut tas hitam itu dari tangan Gavin.Keenan tertunduk dengan tatapan nanar. Kalimat talak itu memang telah lama ia siapkan untuk Adira. Namun entah kenapa, ketika hari ini benar-benar tiba, justru nuraninya menolak untuk mengucapkan kalimat itu secara lantang."Cepat ucapkan! Ibumu telah menerima uangnya." Gavin mendekatkan layar ponsel di depan wajah Keenan yang seketika berlinang air mata. Entah kenapa, bayangan wajah Adira seketika membuat hatinya terasa perih, seperti tertusuk ribuan busur panah.Keenan mengh

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Saingan Cinta

    Mata Adira seketika membulat sempurna. Pantas saja, aroma dari bantal ini begitu tidak asing dalam penciumannya. Ternyata itu adalah aroma yang pernah ia cium satu bulan yang lalu di sebuah kamar hotel.Namun, entah kenapa, aroma itu tak membuatnya trauma akan ingatannya yang seketika berputar kembali, tapi malah membuatnya merasa tenang dan nyaman. Sebenarnya apa yang salah dari penciumannya ini? Ataukah semua itu terjadi karena janin yang ada dalam kandungannya?"Pffttt!" Sadar akan terkejutnya Adira, membuat Aksa seketika menahan tawa.Adira segera memutar kepala menghadap Aksa yang tengah terduduk di tepian ranjang, dan memohon sedikit belas kasih, "Tuan, bisakah saya tidur di kamar lain saja? Kamar Pelayan pun tak masalah."Adira memang sering merendahkan diri. Tidak menjadi masalah jika dirinya melakukan hal yang sama guna menyelamatkan dirinya dari terkaman singa jantan itu.Aksa yang telah terdiam kembali tertawa geli. "Sudahlah, makan saja dulu makananmu! Kita bahas itu nanti

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Hari Pernikahan

    Adira membelalak. Satu kata yang terselip dalam kalimat itu seketika membuat jantungnya terasa berhenti berdetak."Calon Nyonya?" Adira mengulangi kalimat yang begitu mengejutkan dirinya dengan lirih.Aksa terlihat salah tingkah setelah menyadari kalimat ambigu yang terucap dari mulut wanita cantik bernama Helen itu. "Tu-tunggu, kamu jangan salah paham dulu, di ...."Helen dengan cepat menyela penjelasan yang hendak keluar dari mulut Aksa, "Saya adalah Tunangan dari Aksa Adhitama, dan sebentar lagi kami akan segera menikah."Tubuh Adira seketika terasa terguncang. Ada rasa sakit yang mulai menjalar dari dalam hati. Perasaan menusuk kini mulai ia rasakan. Ternyata benar dugaannya sebelumnya. Sebenarnya dirinya hanyalah salah satu dari banyaknya wanita koleksi yang dimiliki pria itu."Helen!" Aksa memekik keras. Ia melayangkan tatapan nyalang dan penyesalan secara bergantian dengan Helen dan Adira yang tengah berada dihadapannya."Ada apa? Bukankah apa yang aku katakan memang benar adan

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Undangan Pernikahan

    Aksa terperangah. Matanya membelalak sempurna, seolah tidak percaya dengan pemandangan indah di depan mata.Sementara Adira masih tertunduk. Ia berusaha mati-matian untuk menyembunyikan wajahnya yang dipenuhi dengan riasan makeup.Momen canggung itu terjadi hingga beberapa menit. Sampai di mana Aksa baru menyadari jika Gavin masih mematung di tempat dengan sorot mata kagum yang ia layangkan pada calon istri Aksa."Ekhm!" Aksa dengan sengaja berdehem keras untuk segera menyadarkan asistennya dari lamunan.Hal itu sontak membuat Gavin kalang kabut, dan langsung berlari cepat melakukan tugas yang telah diberikan sang atasan padanya."Ma-maafkan saya, Tuan." Satu kalimat itu terdengar sebelum Gavin mulai melangkah cepat meninggalkan tempat semula.Bagaimana tidak. Penampakan Adira kini bagaikan seorang Dewi yang baru turun dari kahyangan. Dengan ciri khas sanggul ala adat Jawa dengan bunga melati yang masih menguncup, menjuntai indah menghiasi kepala.Aksa yang hampir tidak mengenali calo

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Malam Pengantin

    Tubuh kurus dengan balutan kebaya pengantin itu terlihat begitu terguncang. Secercah amarah kembali terasa meluap-luap dalam hati.Sementara itu, Aksa menyeringai kecil. Perasaan puas kian memenuhi hati, meredamkan amarah yang baru saja terasa begitu menggebu. "Sekarang kamu bisa melihatnya sendiri kan?"Kalimat itu seolah memutar kembali ingatannya, di mana saat Aksa mengatakan jika Keenan memiliki wanita lain di belakang Adira.Dan benar saja, itu benar-benar terjadi. Dan hal ini begitu membuat amarahnya kian memuncak. Dendam dalam hati kini terasa mulai membara. Tak ada lagi kesempatan yang akan ia berikan pada mantan suaminya untuk memperbaiki diri."Jadi masih mau membatalkan pernikahan kita?" tanya Aksa memastikan dengan senyum mengejek dari bibirnya.Adira berusaha mengumpulkan ketegaran dalam hati. Kini semua keputusan berada dalam genggamannya. Jika ia membatalkan pernikahan ini hanya karena seorang wanita yang mengaku sebagai calon Nyonya di kediaman ini, maka sampai maut me

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Rencana yang hampir berantakan

    Ruangan yang sengaja dibuat meredup itu membuat kantuk seketika menghampiri. Hingga membuat keduanya melupakan kegelisahan yang sebelumnya melanda hati.***Halaman utama kediaman Aksa Adhitama. Pukul sepuluh pagi."Tuan, ada telepon untuk Anda." Pria tampan berkacamata terlihat memberikan sebuah ponsel keluaran terbaru kepada atasannya yang hendak memasuki mobil.Membuat langkah itu seketika terhenti untuk menerima ponsel dari tangan asisten pribadinya.Aksa sangat mengetahui sikap asistennya. Jika bukan termasuk telepon penting, ia tidak akan memberikan telepon itu pada atasannya dan akan menangani segala sesuatunya sendiri."Ada apa?" Aksa berbicara keras dengan seseorang melalui sambungan telepon. Ia tidak ingin banyak basa-basi yang akhirnya akan membuang banyak waktunya.Wajah kesal itu seketika berubah menjadi tegang dalam waktu persekian detik. Membuat paras tampan nan berwibawa semakin terlihat jelas dari seorang pria yang tengah mendengarkan penjelasan lawan bicaranya melalu

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Dituduh mencuri cincin.

    Tawa wanita cantik itu terdengar menggema di seluruh penjuru mobil. Membuat pak sopir dan Gavin seketika memutar kepala menghadap ke belakang.Adira yang baru sadar akan tindakannya seketika menghentikan tawa. Wajahnya tertunduk malu kala pak sopir kembali memfokuskan pandangannya ke arah jalanan kota.'Astaga, kenapa aku bisa tertawa keras seperti itu?' Rancaunya dalam hati. Rasa malu kian terpancar jelas dari sorot matanya.Setelah hampir satu jam perjalanan menerobos kebisingan kota. Akhirnya mobil jenis Buggati itu berhenti di sebuah halaman luas rumah mempelai wanita yang akan menjadi istri mantan suami Adira.Meski masih merasakan kegusaran dalam hati. Namun sebisa mungkin ia berusaha mengumpulkan setiap ketegaran yang tersisa.Hingga sang asisten pribadi membukakan pintu dan mempersilahkannya untuk turun.Adira menghela nafas panjang sebelum menjejakkan kaki di depan gedung mewah dengan beberapa penjaga pria di depan pintu masuk.Gavin menatap sang atasan untuk sejenak. Dirinya

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Bala bantuan.

    "Baiklah, mari kita buktikan." Mayang tersenyum puas untuk sesaat. Tangannya mencoba meraih kasar tas yang berada dalam pangkuan Adira, namun segera ditepis oleh pemiliknya."Jangan keterlaluan! Saya diam karena menghormati acara kalian. Jika kehadiran kami tidak diterima di sini, lebih baik kami pergi," tegas Adira dengan berdiri tegak. Sorot tajam mengiris ia layangkan pada pengantin wanita yang seolah ingin mencari masalah dengannya."Kita pergi dari sini," ucapnya lirih dengan tangan menarik paksa sang asisten. Namun langkah kakinya seketika terhenti kala beberapa penjaga menghadangnya di depan pintu."Kamu pikir aku bodoh hingga membiarkan pencuri sepertimu pergi begitu saja dari sini?" Mayang menyeringai."Geledah tasnya!" lanjutnya dengan lantang.Hal itu membuat Keenan sedikit tersentak. Ada kecemasan yang seketika melanda hati. Meski tidak tahu siapa, namun dirinya sangat yakin jika pasangan Adira yang sekarang bukanlah orang biasa.Beberapa penjaga seketika melaksanakan peri

Bab terbaru

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kelahiran anak kedua

    ***Sembilan bulan kemudian. Tepat di saat hari perkiraan lahir sang anak yang masih berada dalam kandungan. Namun hingga hari itu terlewati tak ada tanda-tanda kelahiran akan tiba.Kediaman Aksa Adhitama. Pukul sembilan pagi."Sayang? Kenapa tidak berangkat bekerja hari ini? Bukankah Gavin baru saja memberi tahumu jika akan ada Klien yang akan membuat janji temu di perusahaan?" tanya Adira yang tak sengaja mendapati sang suami masih berada di ruangan kerja, saat hendak membersihkan ruangan itu.Namun alih-alih langsung menjawab, Aksa terlihat masih sibuk dengan layar pada laptopnya.Adira yang tak kunjung mendapatkan respon seketika merasa dongkol. Melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah tertekuk."Kamu mau apa? Berhentilah bersih-bersih! Cepat pergi istirahat!" tegas Aksa dengan nada lembut. Namun pandangan matanya tak berpaling sedikit pun dari layar laptopnya."Aku harus bergerak aktif, agar persalinan nanti bisa berjalan normal. Orang yang tidak pernah berolahraga sepe

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Tebakan bapak tua

    "Kita bisa pulang sekarang?" tanya Aksa meminta persetujuan dari sang istri untuk segera meninggalkan makam.Sontak Adira yang tengah sibuk mengeringkan sebagian bajunya yang terkena tetesan air hujan segera mengangguk pasti.Tangan Adira spontan meraih rambut sang suami untuk segera dikeringkan dengan handuk di tangannya. Ia tak ingin Aksa jatuh sakit setelah melewati beberapa peristiwa berdarah akhir-akhir ini, yang sangat menguras energi."Sayang, bolehkah setelah ini kita mampir membeli sate ayam? Aku lapar," ucap Adira seraya menyengir. Nampaknya tak ada sedikit pun raut kesedihan yang kembali muncul setelah prosesi pemakaman tersebut. Sontak hal itu membuat Aksa tersenyum bahagia, kini tak ada lagi yang ia khawatirkan tentang kondisi sang istri yang akan merasa bersalah seperti sebelumnya."Baik, Nyonya Adhitama," jawab Aksa dengan sedikit bergurau. Ia tak ingin membuat sang istri kembali berekspresi tegang hingga membuat seulas senyum tak mampu sedikit pun menghiasi bibirnya.S

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Pemakaman Betari

    Setelah selesai bersiap-siap, kini ketiganya mulai berkumpul di halaman dekat garasi mobil.Terlihat Gavin berjalan enggan ke arah sang atasan. Ketakutan itu masih terlihat jelas dari sorot matanya."Gavin? Apakah hari ini kamu kurang sehat? Kenapa wajahmu pucat sekali?"Rentetan pertanyaan yang sang atasan ajukan hanya mampu membuat pemuda berusia dua puluhan tahun itu tersenyum getir.Tak mendapati respon yang diinginkan, Aksa pun mulai berpikir keras. Mungkinkah Gavin tak ingin pergi dengannya hari ini?"Gavin, tetaplah di rumah! Urus keperluan sekolah Naura setelah dia bangun nanti," ucap Aksa pada akhirnya mengetes asumsinya sendiri. Dan benar saja, Gavin yang sebelumnya tertunduk lesu kini mendongak pasti dengan wajah berbinar cerah. "Baik, Tuan," ucapnya lantang dengan seulas senyum yang tertahan. Membungkukkan sedikit tubuhnya memberi hormat."Baiklah, aki akan pergi sekarang. Jika ada hal darurat, segera telepon!" ucap Aksa mengingatkan sebelum beranjak memasuki mobil yang te

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kabar duka dari rumah sakit jiwa

    "Astaga ...!" Dokter itu pun sontak mengusap kasar wajahnya frustasi. Di saat-saat genting semacam ini pun malah tak ada yang langsung bertindak.Hingga pada akhirnya. Dengan berat hati dokter itu segera mengambil sebuah benda pipih di saku jasnya. Menggulir layar ponselnya beberapa kali hingga menghubungkannya dengan sambungan telepon."Halo, Polisi, cepat datang! Ada pasien rumah sakit jiwa yang mengakhiri hidupnya dengan gantung diri ...." Dokter itu berbicara panjang lebar dari sambungan telepon. Menjelaskan secara rinci kejadian yang ia lihat dan lokasi yang harus dituju oleh polisi tersebut. Hingga pada akhirnya sambungan telepon terputus."Cari data keluarga Pasien! Kita harus segera menghubungi keluarganya!" ucap dokter itu panik pada salah satu rekannya setelah selesai meletakkan kembali ponselnya di saku jas putih."Ba-baik." Meski dengan sedikit ketakutan yang masih terasa, namun salah satu perawat segera beranjak melakukan perintah yang ditujukan padanya. Jika dirinya tida

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Betari mengakhiri hidupnya

    ***Rumah sakit jiwa. Pukul satu dini hari.Di jam-jam istirahat kali ini sedikit berbeda. Suasana sunyi seketika terasa mencekam setelah salah satu ruangan dalam rumah sakit itu digunakan salah seorang pasien untuk mengakhiri hidupnya.Betari yang kini telah sedikit kembali mendapatkan kewarasannya sontak celingukan ke kanan dan ke kiri saat mendapati bunyi hentakan kaki di dalam ruangannya."Keenan? Apakah itu kamu?" ucap Betari yang masih menganggap sang putra masih hidup, dan berkhayal seolah sang putra tengah menemaninya setiap hari."Bu ...."Betari segera memutar kepala menghadap belakang, saat samar-samar telinganya menangkap suara Keenan yang tengah memanggilnya."Keenan? Kamu di mana? Jangan main-main dengan Ibu! Cepat keluar!" ucap Betari dengan wajah setengah panik. Pandangan matanya mengedar ke seluruh sudut ruangan, namun tak kunjung ditemukan siapa pun di dalam sana selain dirinya sendiri."Bu, aku di sini."Lagi, suara itu terdengar kembali dan semakin jelas. Betari so

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Penderitaan Mayang

    "Tutup mulut kalian ...!" teriak Mayang lantang dengan tatapan nyalang yang ia layangkan pada lima tahanan wanita yang satu sel dengannya.Sontak seluruh tahanan wanita menatap heran ke arahnya. Merasa bingung, dari mana asal keberanian yang Mayang milik untuk menantang mereka semua.Deru nafas memburu terdengar jelas saat Mayang membulatkan matanya dengan tatapan tajam mengintimidasi. Berdiri tegak dengan satu betisnya yang dililit oleh perban dengan darah yang masih merembes keluar."Cih! Kaki pincang saja masih berani meninggikan suara. Apakah ingin segera dihabis oleh kita?" cibir salah satu tahanan wanita yang memiliki tato di lengannya. Berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat rapi di depan dada dengan gestur angkuh.Sontak kalimat itu membuat Mayang bergidik ngeri. Dirinya melupakan kondisi kakinya saat ini. Meski begitu, dirinya juga tak memiliki pengalaman bela diri sekali pun untuk melawan. Lantas, apa yang harus Mayang lakukan saat ini? Bodoh sekali dirinya sampai meningg

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Hinaan para tahanan

    "Terima kasih, Tuan," ucap para pengawal serempak.Tak berselang lama, sebuah mobil mewah berwarna silver terlihat mulai memasuki halaman, membuat pagar rumah terbuka secara otomatis tanpa disentuh."Kebetulan sekali, Gavin kamu antar saya pergi ke kantor Polisi," ucap Aksa setengah berteriak saat pemuda dengan kacamata bening itu baru menjejakkan kakinya di atas lantai saat turun dari dalam mobil.Sontak Gavin hanya menatap sang majikan dengan beberapa pengawal yang tengah sibuk mengerjakan sesuatu. 'Apa yang terjadi?'Kini Gavin mulai beranjak turun dan menghampiri sang atasan yang masih berdiam diri di tempat semula."Tuan, apa yang telah terjadi? Untuk apa Anda pergi ke kantor Polisi? Apakah ada situasi darurat?"Rentetan pertanyaan itu membuat Aksa terdiam dengan perasaan kesal yang mulai menyertai.Jujur saja, kekhawatiran hebat seketika terbesit di dalam pikiran Gavin saat sang atasan menyebutkan kantor polisi.Melihat sang atasan yang tidak kunjung merespon apa pun, membuat pe

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Mayang di penjara

    Adira segera membuka kotak obat yang baru ia ambil. Mengeluarkan kapas, obat merah dan perban dari dalam sana.Setelah membersihkan luka Aksa dari sisa darah yang telah berhenti mengalir, Adira segera mengoleskan obat merah dan membalut lukanya dengan perban yang ia lilitkan di telapak tangan sang suami."Apakah sakit? Aku akan melonggarkannya jika itu terasa sakit untukmu," ucap Adira saat melihat wajah sang suami masih terpejam dengan suara pekikan yang tertahan."Tidak. Asalkan darahnya sudah tidak terlihat, tidak masalah untukku," jawab Aksa masih terdiam mematung.Hingga dua tangan terasa melingkar di pinggangnya. Sontak membuat Aksa segera membuka mata sebab terkejut."Terima kasih telah melindungiku dari tusukan pisau itu," ucap Adira seraya memeluk erat pinggang sang suami.Sementara Aksa yang merasa pundaknya basah sontak segera melepaskan pelukan Adira di pinggangnya.Terlihat mata Adira yang mulai sembab dan berair. Suara isak tangis terlihat berusaha mati-matian Adira reda

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Suami siaga

    Alih-alih langsung menyerang Adira dengan tangannya sendiri, Mayang justru mendekati Aksa yang tengah memicingkan mata menatapnya dari arah meja makan tanpa sedikit pun beranjak dari sana."Tuan Aksa ... lihatlah apa yang diperbuat Adira padaku!" ucap Mayang seraya merengek. Berharap Aksa akan bersimpati padanya.Namun alih-alih merasa iba, Aksa dengan cepat menutup hidungnya, dengan satu tangan lain menodongkan pisau buah yang ia raih sembarangan dari atas meja makan. "Mundur! Jangan mendekatiku! Baumu busuk sekali."Sontak kalimat itu membuat Mayang menghentikan langkah kakinya. Seraya menciumi tubuhnya sendiri.Aroma tak sedap yang datang dari bubur yang telah basi di pakaiannya teras begitu menusuk hidung. Pantas saja Aksa memintanya untuk segera pergi menjauh."Adira ...!" geram Mayang dengan nada meningkat. Melayangkan tatapan nyalang pada wanita yang tengah berdiri menghadapnya."Maafkan aku Mayang. Aku ketiduran tadi malam, jadi tidak sempat untuk mengambilkanmu baju ganti," u

DMCA.com Protection Status