Karena terlambat ke kantor, Jenna makan siang di perusahaan. Tidak ada Yura yang membantu, cukup membuat Jenna kewalahan.
Langit sudah gelap, saat Jenna membereskan meja kerjanya. Cukup lelah, tetapi sebagian besar dokumen telah selesai ditandatangani.
Mengambil tas tangan dan Jenna melangkah menuju pintu ruang kerjanya. Saat pintu dibuka, Jenna terkejut, sebab Leo berada di sana. Apakah Leo menunggunya? Mengapa suaminya itu tidak masuk? Bahkan wajah pria itu terlihat begitu lelah.
"Apakah kamu menungguku?" tanya Jenna.
Leo, setelah menerima foto itu, ia sama sekali tidak dapat fokus dalam pekerjaannya. Walau tidak sepenuhnya percaya, tetapi itu amat mengganggu dan ia harus menunggu, agar mendapatkan kepastian.
"Aku akan tinggal di apartemen, banyak yang harus dipersiapkan menjelang acara ulang tahun," jelas Leo. Itu bohong, sebab hanya dengan menatap Jenna, foto-foto itu kembali terbayang di benaknya. Jadi, bagaimana
Yura begitu ketakutan, saat melihat api menyala semakin besar. Dengan kaki dan tangan yang terikat kencang, Yura berusaha mendekati putrinya."T-Tasya!""TASYA!"Yura berusaha membangunkan putrinya, tetapi sia-sia. Tasya, sama sekali tidak bergeming.Pondok yang tertutup rapat, membuat asap begitu cepat memenuhi ruangan sempit ini. Masih mencoba membangunkan putrinya, Yura berteriak begitu kencang. Jika ia sendirian, maka memiliki kesempatan untuk pergi. Namun, tidak mungkin baginya, untuk meninggalkan putrinya sendiri.Bernapas, menjadi sulit dilakukan. Mata begitu perih, karena asap yang semakin tebal. Suhu udara semakin meningkat, begitu panas, membuat seluruh tubuh Yura menjadi lemas. Menatap putrinya dengan berlinang air mata, Yura berkata, "Maafkan, Ibu. Ibu akan membayar semua ini, di kehidupan berikutnya."Tubuh Yura terkulai di atas tubuh, putrinya. Api melahap satu sisi tembok pondok dan menjalar ke bagian lain, b
Di persimpangan jalan, ada kecelakaan. Jadi, jalur masuk ke jalan yang dilalui mobil Jenna, terhalang.Benci dan marah, itulah yang dirasakan oleh Leo. Rasa bersalah yang melilitnya, sirna. Apa pun yang terjadi, ia harus membalas perlakuan Jenna kepadanya. Ia akan membalas, berkali-kali lipat.Begitu juga dengan Jenna. Ia memang sudah membenci pria itu, tetapi sekarang semakin benci. Bahkan kepura-puraan pria itu hanya bertahan dalam hitungan hari. Ya, Jenna sama sekali tidak tahu, mengenai keberadaan foto-foto itu. Sama sekali, tidak tahu.Air mata mengaburkan pandangan Jenna, ia bahkan tidak mendengar segala peringatan Paman Bong, yang berada di kursi penumpang bagian belakang. Jalanan sepi, membuat Jenna tidak sadar, bahwa mobil sudah melaju begitu kencang.Saat itulah, seekor kucing melompat keluar dari bahu jalan.Jenna, walaupun yakin ia tidak lagi seperti dulu. Namun, sifat asli seseorang sulit diubah. Sedari du
Jenna terbangun, dengan tubuh yang tersentak kuat, akibat terkejut. Seakan baru saja, ia terjatuh dari tebing yang tinggi.Kali ini, keadaan sekitar begitu sepi dan kembali, pandangannya gelap gulita. Mencoba menenangkan debar jantung yang menggila, karena ketakutan, Jenna mencerna apa yang terjadi.Mulailah dirasakan bagian tubuhnya. Kedua kaki dapat digerakkan, tetapi begitu sakit dan tidak leluasa. Begitu juga dengan kedua tangannya. Jenna mencoba menggeser tubuhnya, tetapi itu langkah yang salah. Ia begitu kesakitan, keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Sepertinya ada tulang yang patah.Jenna dapat mendengar langkah kaki mendekat dan pintu dibuka, semua terdengar begitu jelas."Anda sudah siuman?" tanya seseorang yang baru melangkah masuk."S-Siapa k-kamu?" tanya Jenna dengan suara serak."Saya adalah perawat di rumah sakit King. Minumlah sedikit, itu akan membuat tenggorokan Anda lebih baik," uja
Begitulah kehidupan Jenna, kembali terpuruk di titik terendah. Hatinya membeku, kemalangan seakan menyatu dengan dirinya."Apakah kamu baik-baik saja?"Jenna tahu, suara siapa itu. Itu ibu mertuanya, pertanyaan itu dilontarkan dengan nada penuh rasa cemas. Wajar ibu mertuanya merasa seperti itu, tentu saja ia tidak akan ikhlas jika warisan yang diterima Jenna, berakhir dengan disumbangkan.Jenna tidak menjawab pertanyaan itu, ia hanya duduk diam, mematung."Aku memperkerjakan seorang perawat, untuk mendampingi dirimu. Matamu buta, tentu akan sulit melakukan sesuatu," jelas Rosa yang melangkah masuk bersama seorang perawat. Perawat itu, dipekerjakan oleh Rosa dan semua hal yang berkaitan dengan Jenna, harus dilaporkan kepadanya."Selamat siang, Nyonya. Saya Maya, perawat Anda," sapa wanita paruh baya, yang dipekerjakan oleh Rosa.Jenna, tidak bergeming."Abaikan sikapnya itu, memang ia tidak pe
Seperti biasa, malam ini Leo pulang dalam keadaan mabuk. Hanya saja, ia tidak langsung tidur. Semenjak Jenna pulang dari rumah sakit, Leo tidak lagi tinggal di apartemen. Ia memutuskan untuk kembali ke kediaman dan menempati kamar utama, bersama dengan Jenna. Walaupun, itu selalu membuat emosi dan gairahnya tersulut, secara bersamaan.Setelah berpesta dan bercinta dengan wanita tadi, Leo tahu yang diinginkan adalah Jenna, bukan wanita yang mirip dengan istrinya itu.Tidak lagi terlalu mabuk, Leo melangkah ke dalam kamar yang remang dan menuju sisi ranjang, di mana Jenna terlelap. Duduk di sisi ranjang dan menatap cukup lama, wajah istrinya.Leo mengangkat tangan dan membelai sisi wajah Jenna. Tentu ia masih marah dan belum memaafkan wanita itu. Namun, jika kali ini Jenna tidak menolaknya, maka Leo mungkin akan mengesampingkan kenyataan pahit itu.Setelah tangannya membelai wajah Jenna, Leo membungkukkan tubuh dan mendekatkan wajahn
Hari-hari, dilewati dengan begitu lambat. Terkadang, Jenna berharap ia mati. Jika ia mati, maka semua ini tidak lagi perlu dijalani. Hanya saja, rasa benci tidak mengizinkannya.Setelah kehilangan indera penglihatan, indera pendengarannya menjadi lebih tajam.Jenna dapat mendengar langkah kaki yang masih jauh dari kamarnya dan tahu, siapa itu.Itu adalah langkah kaki ibu mertuanya.Pintu kamar dibuka dan Rosa yang begitu bahagia, berkata, "Maya, pastikan Nyonya butamu itu, tidak meninggalkan kamar. Hari ini, aku mengundang beberapa orang sahabat dan aku tidak mau, wanita buta itu mempermalukan diriku!""Baik, Nyonya," jawab Maya, sopan.Lalu, pintu kamar dibanting oleh Rosa, saat meninggalkan kamar itu.Jenna tahu, keberadaannya semakin tidak diperhitungkan. Namun, selama ia masih bernapas, maka kesempatan untuk membalas dendam pasti ada.Maya, di hadapan Rosa adalah perawat yang kompet
Digendong begitu saja, membuat Jenna langsung memeluk leher suaminya itu, saat takut terjatuh.Melangkah masuk ke dalam kamar, Leo mendudukkan Jenna di sisi ranjang."Duduk diam di sana!" perintah Leo dan meninggalkan Jenna sendirian.Kedua tangan Jenna yang berada di atas pangkuan, saling bertautan. Ia tahu, pasti Leo marah. Namun, seharusnya pria itu bertanya apa penyebabnya. Hanya saja, Jenna yakin pria itu tidak akan peduli.Jenna duduk diam di sana, tidak bergerak. Ia tidak ingin mencari masalah dengan Leo. Ia dapat berkelahi dengan ibu mertuanya itu, tetapi tidak dengan Leo.Pintu kamar dibuka dan Leo melangkah masuk.Leo meletakkan nampan di atas ranjang, tepat di samping Jenna. Lalu, melepaskan jas dan menggulung lengan kemejanya.Dari suara setiap gerakan, Jenna tahu Leo melepaskan jas dan saat ini berada tepat di hadapannya. Dari hembusan napas dan kehangatan tubuh Leo, yang dirasaka
Raut wajah Rosa, menghitam. Mendengar bahwa kedatangan Logan adalah untuk menemui Jenna, membuatnya merasa begitu cemburu. Namun, sesaat kemudian Rosa mulai tersenyum. Ya, hubungannya dengan Logan sudah tidak begitu baik dan ia, tidak ingin semakin memperburuk."Jenna ada di kamarnya, mari aku antar," balas Rosa dan melangkah pergi, diikuti oleh Logan yang menggandeng tangan putrinya.Tok tok tok!Rosa mengetuk pintu, sebelum membukanya."Jenna, Logan dan Anastasya datang menjengukmu," ujar Rosa, datar."Masuklah kalian, aku akan meminta pelayan mengantarkan teh," ujar Rosa kembali, kali ini kepada Logan.Jenna yang duduk di sudut ranjang, mengangkat wajahnya. Tubuhnya tersentak, saat merasakan bagaimana Anastasya yang berlari ke arahnya dan memeluknya erat. Kehangatan pelukan gadis kecil itu, menggetarkan jiwanya yang membeku."Bibi, apakah mata Bibi masih sakit?" tanya Anastasya, sambil meng