"Mau pergi kemana lagi?""Hah?" Kepala Marigold menoleh cepat pada Max yang duduk menyetir di sebelahnya."Sejak keluar dari butik mewah itu, wajahmu terus sumringah. Bahkan aku terkejut melihatmu keluar dari butik mewah itu dengan membawa kantung besar. Tadi katanya tidak mau belanja disana, eh tidak taunya malah borong," komentar Max dengan melirik kaca spion tengah, melihat jok belakang yang penuh dengan kantung belanjaan.Marigold mengedikkan bahunya. "Sebenarnya sih malas beli, tapi aku tidak tega melihat ada pegawai junior diremehkan seniornya. Ah, lebih tepatnya, aku yang diejek pegawai senior itu karena tidak mungkin membeli gaun mahal di butik itu. Lalu aku memberi pelajaran pada pegawai yang songongnya minta ampun itu.""Dengan memborong stok mereka?" Alis Max terangkat tinggi, ternyata ada kejadian seperti itu. Nanti, Max akan menyuruh Martin, asisten pribadinya, menegur pemilik butik itu. Tak seorangpun yang bisa mengusik istri seorang Max, tanpa mendapatkan pelajaran. Dan
"Sayangnya tante harus setuju, karena Nina sedang mengandung bayiku.""APA?!"Bukan hanya Martha yang terpekik syok, Nina pun tidak kalah terkejut. Namun, Nina segera menguasai diri, lalu menjewer pelan kuping si biang masalah."Hamil?! Memangnya siapa yang kamu bilang hamil, hah?!" tanya Nina mendesis."Tentu saja kamu." Martin menjawab santai, sembari mengelus perut Nina yang rata.Nina segera menepis tangan Martin yang kurang ajar. Nina gelisah bukan hanya karena sikap Martin yang berlebihan, tetapi juga karena pelotototan tajam dari Martha, mama kandungnya.Nina menggeram dengan merapatkan giginya. "Hentikan Martin! Kamu pikir aku ini alien, hah? Kita hanya satu kali bercinta, dan itu baru terjadi kemarin. Kamu pikir bimsalabim gitu, langsung jadi benihnya?! Padi saja butuh waktu untuk jadi bulir beras, apalagi jadi nasi. Kalau ngomong itu yang masuk akal dikit dong.""Tapi Nina sayang, kamu mau kan menikah denganku? Tidak peduli kamu hamil bayiku atau tidak, aku tidak bisa membia
Max menurunkan Marigold di teras Edelweis mansion."Jangan cemberut begitu dong," bujuk lembut Max sembari membantu melepaskan sabuk pengaman Marigold.Cup. Max memberikan kecupan panjang di kening Marigold."Kamu janji akan menemaniku sepanjang malam," tuduh Marigold sambil menusuk dada bidang suaminya dengan jari telunjuknya. "Tapi kenyataannya.. belum ada satu jam berjanji, sudah ingkar. Dasar plin-plan."Max meraih pergelangan tangan istrinya, lalu mengecup punggung tangannya. "Bukan begitu sayang. Jangan pernah menuduhku ingkar janji, aku hanya memundurkan janji. Kan kamu dengar sendiri, kalau tadi kakekku tiba-tiba menelpon. Mereka ingin makan malam bersamaku."Marigold melingkarkan kedua tangan di leher Max. "Kalau begitu, biarkan aku ikut makan malam denganmu. Aku kan istrimu, jadi aku juga termasuk keluargamu. Lagipula sejak menikah denganmu, aku jarang bertemu keluargamu. Tiap hari hanya bertemu dengan para siluman di mansionmu itu sampai aku muak.""Lain kali saja, sayang,"
Satu jam sebelumnya di Edelwise Mansion.Entah mengapa suasana hening saat memasuki pintu utama mansion, membuat bulu kuduk Marigold berdiri, seolah dirinya sedang travelling ke istana berhantu. Marigold melirik jam tangannya. "Baru jam sembilan malam," gumam Marigold lirih dengan mata menyapu setiap sudut ruangan yang sunyi, bahkan para pelayan pun tidak nampak batang hidungnya. "Aku tidak salah masuk rumah kan? Tumben, mansion sepi kayak kuburan. Kemana semua orang, kok tiba-tiba menghilang? Atau.. jangan-jangan mereka diculik alien?"Tok-tok-tok-tok-tok.Suara sepatu Marigold menggema di ruangan yang dilewatinya. Marigold mengedikkan bahunya, mencoba tidak mempedulikan suasana yang cukup mencekam. "Sudahlah. Kebetulan juga aku sedang malas berbasa-basi dengan para siluman itu."Tiba-tiba.. sebelum kakinya naik ke anak tangga pertama menuju kamarnya, sekelebat bayangan muncul di samping kiri Marigold dan membuatnya terpekik kaget."Astaga.." Tangan Marigold mencengkram bajunya kar
Ketika Max dan Archie menghambur masuk ke dalam Edelweis mansion, keduanya mendapati Marigold tengah dikerumuni dan dihakimi oleh para istri. Sedangkan kepala Marigold menunduk lesu, memandang ke bawah, tidak mempedulikan dengan jari-jari telunjuk yang merecokinya."Ck, malam-malam begini kenapa kamu membuat keributan, Marigold?" gerutu Lotus, istri keenam, sembari mengikat erat tali jubah tidurnya. Lalu kedua tangannya bersedekap di dada, memandang tak suka pada Marigold."Kenapa anak anjing itu?" tanya Amarilis, istri kelima menimpali sambil berjongkok untuk melihat si dogi lebih dekat. "Apa dia sakit? Kalau sakit, bawa saja ke dokter hewan. Atau panggil saja dokternya kemari. Kasihan kalau cuma diselimuti seperti itu.""Kata Thomas, anjing itu sudah tidak ada napasnya." Chrysan, istri kedua menjawab datar. Thomas adalah kepala pelayan di Edelweis mansion."Mati?! Anak anjing itu sudah mati?" seru kaget Lotus dan Amarilis berbarengan."Marigold, kamu yang membunuhnya? Tega sekali ka
Apartemen Max.Cklek.Max membawa Marigold ke apartemen pribadinya. Sepanjang perjalanan dari Edelweis mansion hingga pintu apartemen terbuka, sama sekali tidak ada pembicaraan diantara keduanya. Hanya isak tangis lirih Marigold yang sesekali terdengar.Blam. Pintu tertutup. Max mengurung tubuh lesu Marigold pada pintu. Disentuhnya dagu istrinya hingga mata yang berkaca-kaca itu mau menatapnya. Ibu jari Max mengusap lembut air mata yang mengalir di pipi Marigold. Sorot mata yang kecewa itu membuat hati Max pedih. "Sayang," bisik Max yang membungkuk ingin mencium bibir Marigold, namun istrinya itu memalingkan wajahnya hingga bibir maskulin itu hanya mengenai pipi lembutnya."Biarkan aku sendiri." Sikap penolakan Marigold membuat Max semakin sedih. Istrinya ini sama sekali tidak mau memandangnya. Seumur hidupnya, Max tidak pernah menghibur seorang wanita yang sedih. Max hanya paham bagaimana memanjakan wanita serta menyenangkan mereka dengan hartanya. Juga tidak sulit membuat para wa
Sementara itu di Edelweis mansion.Sepeninggal Tuan Max, Marigold, dan Tuan Archie, para istri duduk berkumpul di ruang keluarga di Edelweis mansion. Televisi layar datar 70 inci sudah dinyalakan, dengan program acara berita seputar luar negeri. "Yes, kita berhasil. Kita berhasil. Kita berhasil membuat Max marah pada Marigold dan menghukumnya. Well, apa rencana kita berikutnya? Benar-benar tidak sabar melihatnya kembali gemetar dan ketakutan." Istri kembar, Lily dan Peony yang kompak berkomentar bersahutan. "Huh, tentu saja berhasil. Siapa dulu yang merancangnya?" Chrysan mengibaskan rambutnya, berjumawa."Tapi aku tidak suka rencanamu yang melibatkan anak anjing yang tidak bersalah itu. Meskipun aku tidak menyukai hewan, tapi itu terlalu kejam, Chrysan. Bisa-bisanya kita meracuni hewan kecil yang tidak bersalah." Raut wajah Lotus yang muram, menggeleng tak setuju."Ck, untuk memuluskan rencana, apa pun itu bisa dilakukan," bantah ketus Chrysan memicingkan mata pada Lotus yang keban
Di tempat lain..Martin sedang duduk di belakang kemudi mobilnya, sambil mengunyah beef burger yang kedua. Ketika melihat sebuah mobil lain datang mendekat, Martin segera memasukkan sisa burger ke dalam mulutnya, lalu menyeruput soft drink yang sudah tak ada rasanya, untuk mendorong burger itu masuk ke tenggorokannya."Pa," panggil Martin yang keluar dari mobilnya sendiri, lalu berlari kecil mendekati mobil papanya yang sedang menunggu pintu pagar rumah dibukakan."Martin?" Papanya membuka kaca mobil dan mengernyit. "Sedang apa kamu disini? Kenapa tidak langsung masuk saja?"Martin menghela napas panjang. "Tante Martha tidak mengizinkanku masuk, bahkan para satpam sudah diperintahkan supaya tidak membukakan pintu untukku.""Kalau begitu masuk mobil papa saja. Kita masuk sama-sama," ucap papanya yang tahu tujuan putranya datang ke rumah untuk menemui Nina, namun selalu dihalang-halangi istri keduanya."Terima kasih, pa." Martin berlari kecil, melewati bagasi, lalu membuka pintu penumpa