Di tempat lain..Martin sedang duduk di belakang kemudi mobilnya, sambil mengunyah beef burger yang kedua. Ketika melihat sebuah mobil lain datang mendekat, Martin segera memasukkan sisa burger ke dalam mulutnya, lalu menyeruput soft drink yang sudah tak ada rasanya, untuk mendorong burger itu masuk ke tenggorokannya."Pa," panggil Martin yang keluar dari mobilnya sendiri, lalu berlari kecil mendekati mobil papanya yang sedang menunggu pintu pagar rumah dibukakan."Martin?" Papanya membuka kaca mobil dan mengernyit. "Sedang apa kamu disini? Kenapa tidak langsung masuk saja?"Martin menghela napas panjang. "Tante Martha tidak mengizinkanku masuk, bahkan para satpam sudah diperintahkan supaya tidak membukakan pintu untukku.""Kalau begitu masuk mobil papa saja. Kita masuk sama-sama," ucap papanya yang tahu tujuan putranya datang ke rumah untuk menemui Nina, namun selalu dihalang-halangi istri keduanya."Terima kasih, pa." Martin berlari kecil, melewati bagasi, lalu membuka pintu penumpa
Entah berapa kali, Nina menghela napas hari ini. Sepanjang pagi hingga menjelang siang, Nina sudah menyumbang karbondioksida yang cukup banyak hingga menciptakan hawa panas di sekelilingnya. Karena hanya itulah yang bisa dilakukan Nina saat dirinya menghadapi mama dan tingkah keras kepalanya.Dari jam enam pagi, pintu kamar tidur Nina sudah diketuk tanpa henti hingga dirinya terpaksa membukanya. Setelah itu, Nina mendapati dirinya digiring ke kamar mandi untuk menyegarkan diri, lalu duduk di depan cermin yang dipenuhi dengan lampu-lampu terangnya. Jiwa yang belum terkumpul sepenuhnya, membuat Nina merasa gamang dan hanya bisa menurut apa pun yang diperintahkan padanya."Huft.." Helaan napas lega ketika Nina akhirnya dibiarkan sendiri di kamarnya, setelah dirinya dipermak habis-habisan. Tanpa membuang waktu, Nina segera memasang alat penyadap suara yang diberi suami kedua mamanya, di bagian dalam pakaiannya. Nina sudah diwanti-wanti agar alat penyadap pemberian Martin itu, jangan samp
"Selamat datang."Martin mengangguk ketika seorang satpam membukakan pintu kaca sebuah lobi hotel mewah berbintang lima. Martin terus mencengkram pergelangan tangan Nina, menariknya hingga mendekati meja resepsionis."Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" Seorang resepsionis pria menyapa ramah."Hmm." Martin mengangguk sembari memberikan kartu tanda pengenalnya pada resepsionis itu. "Aku sudah melakukan reservasi untuk satu kamar double room. Aku datang untuk check in. Pesanan atas nama Martin.""Baik. Mohon ditunggu."Nina mengguncang tangan kiri Martin dan bertanya dengan resah. "Heh Martin, kenapa kita malah pergi ke hotel? Bukannya kita harus segera menjauh dari mama? Jangan bilang kamu mau ena-ena ya. Ingat, aku sedang lampu merah," tudingnya sewot."Ck, buang semua pikiran kotor dari otak mungilmu itu." Martin menjitak lembut dahi Nina. "Aku seorang gentleman, bukan predator para gadis. Tidak ada pemaksaan dalam kamusku soal bercinta.""Aw, sakit," rengek Nina sambil mengusa
Drrrtt-drrrtt-drrrtt.."Halo, siapa ini?""Marigold," jawabnya sembari mencari posisi yang nyaman untuk mengobrol. "Sedang apa kamu, Nina? Tidak sibuk kan? Aku harus menumpahkan semua uneg-uneg, kalau tidak.. aku bisa bisulan.""Oh Marigold, nomermu baru ya?" jawab Nina di ponsel, dengan latar belakang suara krasak-krusuk. "Dan kenapa suaramu menggema begitu? Memangnya kamu berada dimana?""Bukan nomer baru. Aku menelponmu memakai ponsel Max," jawab Marigold dengan mata menyapu pandangan di depannya. "Suaraku menggema ya? Sori, aku lagi di kamar mandi. Rasanya seharian badanku gerah melulu, jadinya aku sudah satu jam berendam untuk menetralkan suhu tubuh sekaligus hati dan otakku yang panas membara."Nina berdecak sinis mendengar ocehan absurd Marigold, sepupunya. "Lalu ponselmu sendiri kenapa?""Justru aku mau ngedumel soal ponselku.""Maksudnya.." Suara Nina terdengar bingung.Marigold menarik napas panjang sebelum memulai aksi mengomelnya.. "Kamu tahu kalau si Max itu sudah seenak
Sementara Marigold mendesah tak berdaya di bawah pelukan Max, Archie mondar-mandir gelisah di kamar tidurnya. Akhir-akhir ini, dirinya tidak bisa menghilangkan sosok istri ketujuh sepupunya itu dari pikirannya. Wanita itu berbeda dengan yang lain, begitu lugu dan polos. Rasanya begitu menyegarkan ketika berada di dekat Marigold. "Apa Marigold akan baik-baik saja bersama Max?" gumam Archie semakin galau ketika sambungan telponnya pada Marigold, diputus begitu saja oleh Max. "Aku kenal baik sepupuku. Max memang pecinta wanita, tapi dia bukan pria yang berhati lembut. Max tidak akan segan menghukum seseorang jika melakukan kesalahan. Jadi.. aku harus memikirkan cara, bagaimana menyelematkan Marigold dari cengkraman kejam Max?"Archie mengusap tengkuknya dengan gelisah. Otaknya terus berpikir keras. Sesekali berdecak girang saat menemukan sebuah ide cemerlang menyelematkan Marigold, namun tidak jarang menggelengkan kepala karena tidak yakin rencananya akan berhasil. Archie yakin pengaman
Perut kenyang membuat Marigold duduk dengan nyaman dan bahagia. Akhir-akhir ini, dirinya selalu merasa lapar dan lapar. Padahal tadi pagi, baru saja menyantap semangkuk bubur ayam, namun mulutnya tidak bisa menolak hidangan lezat yang tersaji di meja. Boro-boro sisa dan membungkus makanan, Marigold masih merasa lapar dan menambah makanan penutup berupa cake lava coklat yang creamy."Tuan Archie, terima kasih sudah mentraktirku makan besar dan lezat. Rasanya baru kali ini aku makan dengan puas. Ahh, perutku kenyang sekali."Archie tergelak geli pada sikap Marigold yang apa adanya, bersendawa pelan dan mengelus perutnya yang kekenyangan. Lalu katanya.. "Siap untuk melanjutkan petualangan hari ini?""Petualangan? Kita akan pergi kemana? Anda tadi mengatakan akan membawaku ke tempat yang spesial," cecar Marigold penuh semangat, lupa jika dirinya sedang bersama pria lain, bukan suaminya."Ayo, kita berangkat sekarang."Sejurus kemudian.."Kita.. ke taman bermain?" Alis Marigold terangkat k
"Hanya sebutir obat tidur dalam jus jeruknya.""Obat tidur?!" Archie terkejut mendengarnya. Plak."Kurang ajar!" Archie menampar pipi asistennya dengan keras. "Lancang sekali kamu menyakiti teman kencanku. Aku tidak menyuruhmu melakukan hal hina itu, Gerry! Brengsek! Memberi obat tidur, huh?! Aku Archie, seorang perayu ulung, harus menggunakan obat tidur untuk membawa seorang wanita ke tempat tidur?!" hardiknya murka. "Kamu sudah mencoreng wajahku dengan tindakan cerobohmu!""Maafkan saya, Tuan Archie. Saya terpaksa melakukannya," ucap datar Gerry menunduk. "Saya hanya ingin melihat Tuan Archie bahagia. Selama ini, puluhan wanita cantik dan seksi tidak pernah membuat Tuan Archie rileks serta tertawa lepas, seperti bersama Nyonya Marigold yang polos dan sederhana. Karena itu saya berinisiatif untuk memberinya obat tidur agar Tuan Archie bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya. Saya tahu, wanita ini tidak akan secara sukarela naik ke ranjang Tuan Archie. Maafkan kecerobohan say
Acara besar dua tahunan The Alexander's Perfume diadakan di hotel keluarga Alexander yang terkenal. Banyak petinggi negara dan juga para pengusaha seluruh dunia datang untuk membicarakan bisnis serta investasi. Di kamar suite hotel, para istri Max berkumpul, tak terkecuali Marigold. Tujuh wanita itu telah berdandan paripurna, bak tujuh bidadari cantik yang turun dari khayangan."Hei Marigold, kamu kenapa? Kok terlihat tegang begitu?" Lotus, istri keenam bersimpati pada Marigold yang terlihat gelisah."Tentu saja dia gelisah, karena ini adalah acara besar pertamanya," komentar Chrysan sembari mengulurkan segelas minuman. "Nih minum dulu, supaya rileks.""Aku.." Marigold ragu menerima sesuatu dari Chrysan. Ingatan si dogi kecil yang mati keracunan, masih membuatnya trauma berdekatan dengan para istri, apalagi harus menerima sesuatu dari mereka."Ck, tidak ada racunnya," sembur Chrysan ketus, sembari meraih tangan Marigold dan menjejalkan gelas itu ke tangannya. "Jangan berpikir negatif