Della yang teramat bahagia karena bertemu dengan Gerald, tidak menghiraukan keadaan sekitar hingga suara deheman Audy mengagetkannya.
"Audy! Kamu di sini sayang? Bunda sudah masak, ayo makan bersama." ujar Della yang nampak canggung. Keceriaan yang baru dirasa sekejap sudah pudar."Boleh, Bun. Audy juga lapar." Audy menghampiri mereka berdua, terasa aneh dan segan. Dirinya merasa kesal dengan Gerald yang seperti hendak mendekati Della lagi. Mau melarang Gerald tidak dekat-dekat dengan Della, tetapi atas dasar apa? Sebagai istri, tapi hanya istri di atas perjanjian, melarang karena mantan? Ah ... Itu hanya alasan yang akan membuat Gerald melambung di udara yang artinya ia cemburu. Hubungan yang aneh, tapi nyata. Sang Pencipta mungkin sudah menggariskan ini semua, hanya saja ia harus menguatkan hati. Agar luka lama tak tergores lagi. Hidup seperti candaan untuknya. "Em ... Ini enak sekali!" seru Gerald yang sudah menggigiGerald melepaskan dasi yang bertengger di lehernya. lantas melemparkannya ke sembarang arah. Ia juga membuka dua kancing teratas kemejanya.Gerald merasa ada yang aneh dengan dirinya. Tubuhnya terasa gerah. Langkah kaki Gerald yang semula berhenti di dekat ranjang kini diteruskan menuju kamar mandi. Gerald mengguyur tubuh menggunakan shower."Sial, apa ini? Kenapa rasanya aneh sekali!" umpat Gerald yang merasakan naluri lelakinya bangkit.Gerald berusaha menghilangkan rasa panas yang membangkitkan gairah dengan air dingin yang mengalir diatas kepalanya, untuk beberapa saat ia merasa tubuhnya segar kembali."Apa ini karena, Mommy?" Tuduh Gerald yang nampak berpikir. Setelah selesai dengan ritual mandinya, Gerald melilitkan handunya diatas pinggang, lalu melangkah keluar.Audy menelan ludah melihat tubuh atletis Gerald. Tangan yang berotot sera perut kotak-kotak milik Gerald membuat dirinya ingin menghambur ke dala
Pagi kembali menjelang, untuk sepasang suami istri, pergulatan semalam membuat tubuh Audy remuk redam. Matanya terasa lengket masih ingin terus terpejam. Audy enggan untuk bangun, tapi suara alarm yang biasa ia pasang mau tidak mau membuatnya membuka mata.Pertama kali pemandangan pagi yang dilihatnya adalah wajah tampan Gerald. Namun, sekarang pemandangan itu membuat ia merasakan malu.Ia masih mengingat dengan jelas, hal bodoh apa yang telah ia perbuat.Audy dengan suka rela menyerahkan barang berharga pada seorang yang tak pernah mencintainya, meskipun itu adalah suaminya sendiri. Entah seperti apa masa depannya nanti jika Gerald menendangnya pergi.Janda muda beranak satu? Audy bergidik ngeri membayangkan masa depannya sendiri.Audy membalikkan tubuhnya membelakangi Gerald. Air matanya kini mulai membanjiri wajahnya."Kau menangis?" tanya Gerald, saat mendengar isakan Audy
Lelah, keadaan yang membuat seseorang akan melepaskan segala sesuatu yang tengah dipertahankan. Begitupun dengan Audy ia sudah lelah dengan semua ini, bolehkah ia bahagia? Ada kalanya saat kita tidak sanggup memperbaiki lebih baik tutup telinga dan mata. Sudah 2 minggu lamanya setelah kejadian Gerald menginginkan Audy untuk ikut program keluarga berencana, yang membuat hatinya seperti teriris belati. Bukan sakit karena Gerald tidak menginginkan anak dari rahimnya, ia lebih sakit karena dianggap seperti jalang, yang habis dipakai lalu dibuang, bedanya hanya pada status saja, suami istri. "Kau lembur lagi?" Tanya Shinta yang melihat Audy masih sibuk dengan komputernya. "Iya, aku harus segera menyelesaikan ini semua." "Apa ada masalah?" "Tidak ada." "Baiklah, aku harap kau tidak mengabaikan kesehatan mu. Lihat itu kantong matamu sudah menghitam semua." Shinta mencoba untuk memberikan p
Gerald bergegas menuju mobil, yang kebetulan mobil itu terpakir tidak jauh dari posisi Audy dan Rakha. Entahlah rasa laparnya tiba-tiba saja menghilang. Gerald mengambil ponsel di dalam sakunya.Tangannya dengan lincah mengetik nama Audy. Namun, sayang nama itu tidak ada di ponselnya. Saat ia mengingat kembali, nomor Audy hanya diberikan inisial A, Gerald tersenyum getir. Gerald menghela nafas berat. Abaikan dulu masalah nama kontak, yang terpenting sekarang bagaimana membuat Audy pulang dan memberinya pelajaran. Namun, matanya tak bisa untuk berpaling dari pandang yang disuguhkan, lelaki itu benar-benar membuat Audy bisa tertawa tanpa ada beban. Ingin rasanya ia turun lalu menghajar lelaki itu, tapi niatnya diurungkan saat Audy menyentuh tangan lelaki itu."Brengsek! Beraninya kau, Audy." Umpatan keluar dari mulut Gerald.Tak menunggu waktu lama Gerald menekan nomor Audy, menunggu Audy menjawab pangg
'Menjaganya' entah kata dari mana itu terlintas dalam otak Gerald. Satu prioritas yang mampu membuatnya bertanggungjawab."Kau di sini saja. Apa kau ingin sesuatu?" tanya Gerald dengan lembut.'Mengapa lelaki ini berubah?" tanya Audy pada dirinya sendiri. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Gerald. Perubahannya yang berbeda 180 derajad dari sebelumnya membuat Audy harus tetap waspada."Audy?!" Seru Gerald mengibas-ngibaskan tangannya di depan Wajah Audy yangtampak melamun."Eh, iya. Tidak ada. Aku ingin jus jambu saja," ucap Audy yang mendapatkan anggukan dari Gerald."Baiklah, tunggu sebentardan jangan kemana-mana." Peringat Gerald sebelum melangkah pergi. Ia bersiul pelan, melangkah masuk ke dalam restoran.20 menit berlalu, Gerald kini kembali ke mobil dengan membawa makanan dan juga minum sesuai pesanan Audy."Ini untukmu," Gerald memberikan satu box makanan yang berisi cumi saos tiram dan juga udang
Sinar mentari menembus kaca jendela ruangan, di mana Audy sedang dirawat. Sinarnya sedikit menyilaukan, membuat Audy terbangun dari tidur panjangnya. Perlahan-lahan mata Audy mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap sekelilingnya, infus yang terpasang di tangannya membuat ia susah bergerak."Auhh ...." Audy mengaduh kesakitan. Satu hal yang sangat ia benci, saat ia ingin tumbuh menjadi mandiri saat itu juga ia membenci saat dia sakit dan terbaring lemah tak berdaya.Gerald yang masih terlelap kini bangun saat mendengar suara Audy. Ia pun beranjak dari sofa menuju ke ranjang Audy."Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sembari mengucek matanya agar terbuka dengan sempurna"Iya, aku baik-baik saja." Audy berusaha bangkit dari ranjang saat merasa ingin buang air kecil. Ia meringis kecil, kepala yerasa pening saat ia menggerakan tubuhnya."Apa yang ingin kau lakukan?" Heran Gerald dengab sigap memegangi tubuh Audy."Aku ingin ke ka
Gerald mendudukan pantatnya di sofa sembari menunggu Audy keluar. Sesekali ia melirik pintu kamar mandi, agar bisa bergerak sigap jika gadis itu akan keluar. 'Maafkan aku, karena keegoisanku kamu menjadi terluka. Tapi aku berjanji, aku akan melupakan masa laluku dan memulai hidup bersamamu.'Gerald larut dalam pikirannya. Perasaan bersalah kembali menggeleyutinya. Ia beruntung semesta menyadarkan dirinya dengan cepat sehingga gadis itu belum terlepas darinya.Suara deringan ponsel terdengar nyaring, membuat lamunan Gerald buyar. Diliriknya ponsel Audy yang berada di atas nakas.Gerald menatap ke arah pintu toilet, sepertinya Audy belum selesai dengan urusannya."Apa aku saja yang mengangkatnya ya?" Gumam Gerald menimbang sebentar.Deringan itu masih terus berbunyi, Gerald menunggu sebentar lagi berharap Audy cepat keluar."Baiklah, biar aku saja yang mengangkatnya. Siapa tahu saja itu telepin penting," pungkas Gerald segera mende
Perlahan Gerald membantu membaringkan Audy di atas ranjang. Dengan tangan kanan menahan punggung Audy agar tidak langsung Gerak pun sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Audy.Sekilas tatapan mereka bertemu, Audy cukup lama menatap Gerald. Ia masih tak menyangka bila suaminya kini telah berubah menjadi malaikat yang super lembut.Begitu pula dengan Gerald, Laki-laki itu balas menatap wajah cantik Audy. Dalam hatinya ia berjanji, tak akan menyia-nyiakan istrinya lagi."Permisi. " Suara seorang pramusaji membuat Gerald dan Audy sontak mengalihkan tatapannya. Gerald lekas menarik tangannya yang tertindih punggung Audy. Lantas, membaringkan Audy dengan hati-hati.Wajah Audy sedikit memerah saat melihat pramusaji itu tersenyum canggung."Masuk saja, Sus," Ucap Audy sadar bila bila sosok yang berdiri di depan pintu tampak ragu. Mungkin saja
Sinar mentari yang menerobos masuk lewat kisi-kisi jendela membangunkan Della dari mimpi indahnya. Ia menggeliat sejenak, lantas mengelus perutnya yang mulai membuncit.Hawa dingin yang menyergapnya membuat dirinya enggan beranjak. Dia segera menarik kembali selimut yang ia kenakan hingga menutupi seluruh tubuhnya."Sayang, kau sudah bangun?" ujar Hendra yang baru saja selesai membersihkan diri."Hmmm." Della bergumam pendek. Malas menanggapi pertanyaan retoris Hendra. Entah mengapa sejak kemarin moodnya belum juga membaik.Belum lagi benaknya yang mendadak memikirkan Gerald, cinta pertamanya yang semakin membuatnya lesu."Kau kenapa? Apa kau merasa tidak enak badan?" Hendra yang cepat menyelesaikan ikatan dasi di lehernya, beranjak mendekati Della."Aku tidak papa," elak Della saat tangan kekar itu ingin meraih dahinya."Tapi Bunda terlihat lesu. Apa Bunda menginginkan sesuatu?" tawar Hendra."Tidak, Yah. Bunda han
Gerald memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di halaman rumahnya. Lantas melepas seatbelt yang Audy kenakan. "Ckkk. Seperti anak kecil saja," Ujar Audy. Namun, ia membiarkan Gerald melakukan hal itu untuknya. "Tapi kau suka kan?" Goda Gerald. Kemudian membuka seatbelt yang dikenakannya sendiri. "Dasar bucin," Cibir Audy bersiap turun sebelum Gerald melempar gombalan lebay nya. "Biar aku saja," Cegah Gerald menahan lengan Audy. "Aku bisa sendiri, Ger. Tak perlu berlebihan," Sahut Audy lalu membuka pintu mobil. "Dasar tak bisa diajak romantis," Desis Gerald. Perlahan ia melangkahkan kakinya ikut turun. Audy mengabaikan kekesalan Gerald. Ia dengan santai melangkah masuk ke dalam rumah mereka. Melangkah terus hingga ke kamar. Lalu membaringkan diri di atas ranjang sebelum Gerald menyuruhnya.
Selesai sarapan, Gerald masih terus memberika perhatian pada Audy. Ia pun mengambilkan segelas air putih untuknya."Terima kasih. " Lidah Audy terasa kelu. Tidak terbiasa dengan sikap Gerald. Perhatian kecil dari laki-laki itu sukses membuatnya salah tingkah.Gerald tersenyum manis. Menatap Audy yang semakin terlihat cantik dengan sedikit rona merah di pipinya."Biar aku saja," tawar Gerald saat Audy hendak meletakan gelas itu kembali."Apa kau tidak pergi bekerja Ger?" Ujar Audy. Bila ditaksir mungkin sekarang sudah pukul tujuh lebih."Tidak. Aku akan menemanimu di sini.""Aku baik-baik saja," ucap Audy. Walau dalam hatinya ia berharap agar Gerald terus di sisinya.'Bodoh kau Audy. Apa sekarang kau mulai berharap padanya? Ap kau lupa bagaimana mudahnya dia mencampakkanmu?' Batin Audy mendadak dilema.
Perlahan Gerald membantu membaringkan Audy di atas ranjang. Dengan tangan kanan menahan punggung Audy agar tidak langsung Gerak pun sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Audy.Sekilas tatapan mereka bertemu, Audy cukup lama menatap Gerald. Ia masih tak menyangka bila suaminya kini telah berubah menjadi malaikat yang super lembut.Begitu pula dengan Gerald, Laki-laki itu balas menatap wajah cantik Audy. Dalam hatinya ia berjanji, tak akan menyia-nyiakan istrinya lagi."Permisi. " Suara seorang pramusaji membuat Gerald dan Audy sontak mengalihkan tatapannya. Gerald lekas menarik tangannya yang tertindih punggung Audy. Lantas, membaringkan Audy dengan hati-hati.Wajah Audy sedikit memerah saat melihat pramusaji itu tersenyum canggung."Masuk saja, Sus," Ucap Audy sadar bila bila sosok yang berdiri di depan pintu tampak ragu. Mungkin saja
Gerald mendudukan pantatnya di sofa sembari menunggu Audy keluar. Sesekali ia melirik pintu kamar mandi, agar bisa bergerak sigap jika gadis itu akan keluar. 'Maafkan aku, karena keegoisanku kamu menjadi terluka. Tapi aku berjanji, aku akan melupakan masa laluku dan memulai hidup bersamamu.'Gerald larut dalam pikirannya. Perasaan bersalah kembali menggeleyutinya. Ia beruntung semesta menyadarkan dirinya dengan cepat sehingga gadis itu belum terlepas darinya.Suara deringan ponsel terdengar nyaring, membuat lamunan Gerald buyar. Diliriknya ponsel Audy yang berada di atas nakas.Gerald menatap ke arah pintu toilet, sepertinya Audy belum selesai dengan urusannya."Apa aku saja yang mengangkatnya ya?" Gumam Gerald menimbang sebentar.Deringan itu masih terus berbunyi, Gerald menunggu sebentar lagi berharap Audy cepat keluar."Baiklah, biar aku saja yang mengangkatnya. Siapa tahu saja itu telepin penting," pungkas Gerald segera mende
Sinar mentari menembus kaca jendela ruangan, di mana Audy sedang dirawat. Sinarnya sedikit menyilaukan, membuat Audy terbangun dari tidur panjangnya. Perlahan-lahan mata Audy mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap sekelilingnya, infus yang terpasang di tangannya membuat ia susah bergerak."Auhh ...." Audy mengaduh kesakitan. Satu hal yang sangat ia benci, saat ia ingin tumbuh menjadi mandiri saat itu juga ia membenci saat dia sakit dan terbaring lemah tak berdaya.Gerald yang masih terlelap kini bangun saat mendengar suara Audy. Ia pun beranjak dari sofa menuju ke ranjang Audy."Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sembari mengucek matanya agar terbuka dengan sempurna"Iya, aku baik-baik saja." Audy berusaha bangkit dari ranjang saat merasa ingin buang air kecil. Ia meringis kecil, kepala yerasa pening saat ia menggerakan tubuhnya."Apa yang ingin kau lakukan?" Heran Gerald dengab sigap memegangi tubuh Audy."Aku ingin ke ka
'Menjaganya' entah kata dari mana itu terlintas dalam otak Gerald. Satu prioritas yang mampu membuatnya bertanggungjawab."Kau di sini saja. Apa kau ingin sesuatu?" tanya Gerald dengan lembut.'Mengapa lelaki ini berubah?" tanya Audy pada dirinya sendiri. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Gerald. Perubahannya yang berbeda 180 derajad dari sebelumnya membuat Audy harus tetap waspada."Audy?!" Seru Gerald mengibas-ngibaskan tangannya di depan Wajah Audy yangtampak melamun."Eh, iya. Tidak ada. Aku ingin jus jambu saja," ucap Audy yang mendapatkan anggukan dari Gerald."Baiklah, tunggu sebentardan jangan kemana-mana." Peringat Gerald sebelum melangkah pergi. Ia bersiul pelan, melangkah masuk ke dalam restoran.20 menit berlalu, Gerald kini kembali ke mobil dengan membawa makanan dan juga minum sesuai pesanan Audy."Ini untukmu," Gerald memberikan satu box makanan yang berisi cumi saos tiram dan juga udang
Gerald bergegas menuju mobil, yang kebetulan mobil itu terpakir tidak jauh dari posisi Audy dan Rakha. Entahlah rasa laparnya tiba-tiba saja menghilang. Gerald mengambil ponsel di dalam sakunya.Tangannya dengan lincah mengetik nama Audy. Namun, sayang nama itu tidak ada di ponselnya. Saat ia mengingat kembali, nomor Audy hanya diberikan inisial A, Gerald tersenyum getir. Gerald menghela nafas berat. Abaikan dulu masalah nama kontak, yang terpenting sekarang bagaimana membuat Audy pulang dan memberinya pelajaran. Namun, matanya tak bisa untuk berpaling dari pandang yang disuguhkan, lelaki itu benar-benar membuat Audy bisa tertawa tanpa ada beban. Ingin rasanya ia turun lalu menghajar lelaki itu, tapi niatnya diurungkan saat Audy menyentuh tangan lelaki itu."Brengsek! Beraninya kau, Audy." Umpatan keluar dari mulut Gerald.Tak menunggu waktu lama Gerald menekan nomor Audy, menunggu Audy menjawab pangg
Lelah, keadaan yang membuat seseorang akan melepaskan segala sesuatu yang tengah dipertahankan. Begitupun dengan Audy ia sudah lelah dengan semua ini, bolehkah ia bahagia? Ada kalanya saat kita tidak sanggup memperbaiki lebih baik tutup telinga dan mata. Sudah 2 minggu lamanya setelah kejadian Gerald menginginkan Audy untuk ikut program keluarga berencana, yang membuat hatinya seperti teriris belati. Bukan sakit karena Gerald tidak menginginkan anak dari rahimnya, ia lebih sakit karena dianggap seperti jalang, yang habis dipakai lalu dibuang, bedanya hanya pada status saja, suami istri. "Kau lembur lagi?" Tanya Shinta yang melihat Audy masih sibuk dengan komputernya. "Iya, aku harus segera menyelesaikan ini semua." "Apa ada masalah?" "Tidak ada." "Baiklah, aku harap kau tidak mengabaikan kesehatan mu. Lihat itu kantong matamu sudah menghitam semua." Shinta mencoba untuk memberikan p