Pagi hari kembali menyapa, pagi kedua untuk Audy setelah sah menjadi nyonya Purnama.
Audy bangun terlebih dahulu dibandingkan dengan Gerald, matanya masih mengantuk badannya terasa remuk padam, karena tidur di lantai untuk dua malam ini. Matahari malu-malu menampakkan sinarnya dari ufuk timur, Audy memaksakan tubuhnya untuk beranjak, melipat kembali badcover dan selimut yang menjadi tumpukan tidurnya semalam. Malas, iya itu yang dirasakan Audy. Namun, Audy memaksakan diri mencuci muka lalu akan melakukan rutinitas paginya menjalankan kewajibannya sebagai istri yang baik. "Ck, kau bilang akan menjadikan ku pembantu. Tanpa kau minta aku akan menjalankan, hanya saja aku belum bisa menerima ucapan mu secara terang-terangan." Gumam Audy menatap tubuh lelaki yang masih tertidur pulas di atas ranjang yang empuk dengan berbalut selimut menutupi tubuhnya. Bagi Audy, meskipun menikah karena terpaksa dan harus terlibat dalam perjanjianSejak dari supermarket hingga kini perjalanan pulang, Audy masih diam seribu bahasa. Ia merasa, jika berbicara dengan Gerald hanya akan membuang tenaganya. Karena sudah bisa dipastikan, akhir dari pembicaraan itu adalah sebuah perdebatan yang akan menambah luka di hatinya.Begitu tiba di rumah Audy langsung menuju dapur untuk menata bahan belanjaannya. Gerald terus mengikuti langkah Audy, mengamati bagaimana cekatannya wanita itu dalam memindahkan bahan - bahan makanan ke dalam kulkas. Gerald nampak kagum, wanita yang selalu dikatain sebagai gadis manja itu ternyata bisa melakukan hal seperti ini!"Kenapa kau melihatku seperti itu?" Tanya Audy yang menangkap basah Gerald sedang memandanginya."Aku melihat belanjaan yang sudah kita beli, dan memastikan tidak ada yang terlewat. Lagi pula aku juga ingin memasak."Suasana di dapur semakin menjadi kian memanas. Keduanya tak ada yang mau mengalah.Audy meninggalkan
Tring ... Tring .... TringAudy dibuat kelabakan dengan suara alarm itu. Suara alarm yang sengaja ia pasang karena tidak ingin kesiangan. Namun, karena Gerald terus saja mengoceh tidak ada hentinya dan membuat ia susah tidur. Terpaksa ia menggunakan handset.Audy teringat kembali tindakan konyolnya semalam, ia baru saja melanggar perjanjian yang tidak akan ikut campur masalah masing-masing."Kau mau kemana malam-malam seperti ini?" t1anya Audy yang melihat Gerald sudah rapi dan terlihat sangat tampan seperti biasanya."Bukan urusanmu.""Baiklah, pergi sana. Aku bisa tidur nyenyak malam ini. Pulanglah hingga pagi menjelang." Ujar Audy sambil merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk dua hari tidur dilantai, membuat badannya terasa ngilu."Tanpa kau suruh akan kulakukan. Melihat ibu hamil yang satu itu akan membuat mood booster ku kembali normal." Ucap Gerald dengan penuh semangat, ia mengambil kunci mobilnya dan sudah siap untuk pergi.
Gerald baru saja keluar dari kamar mandi, dia terkejut dengan pemandangan yang ada didepannya. Pandangan Gerald langsung fokus pada Audy yang sudah mengenakan baju kerja, ia memakai kemeja dengan setelan celana katun panjang yang membentuk kaki jenjang wanita itu. Sungguh, Audy terlihat lebih cantik dengan fashion seperti itu, ia menunjukkan jika wanita itu benar-benar wanita Karir yang tegas dengan pembawaannya."Gerald, buruan mandinya sudah siang ini." Teriak Audy lalu memiringkan badannya sekitar 90 derajat menatap Gerald yang masih mematung didepan pintu kamar mandi. "Aku tunggu dibawah. Ayo, sarapan." Ujar Audy saat tidak ada jawaban dari Gerald. Ia langsung turun kebawah menuju meja makan.Audy menyajikan menu sarapan yang sudah ia masak sebelumnya. Tak lama Gerald pun turun. Audy mengambil sepiring nasi goreng untuk dirinya. Lantas memakan dengan lahap. Tidak peduli dengan tatapan Gerald yang seolah mengintimidasinya, Audy terus mengunyah dengan ten
Sementara itu Gerald yang sudah sampai di perusahaannya segera menanyakan jadwalnya pada sekertarisnya. "Jadi apa jadwal ku?""Nanti siang kita ada rapat dengan CEO perusahaan RH Grub. Selebihnya tidak ada jadwal.""Perusahaan RH grup?""Ya Presdir, mereka yang bertanggung jawab untuk bidang kontraktor dan penyedia bahan-bahannya, untuk pendirian mall baru kita.""Bagaimana dengan desain mall kita yang baru?""Untuk masalah itu, mommy Mika yang mengurusnya.""Baiklah, aku ingin kamu mempersiapkan semua. Buat perjanjian dengan sejelas-jelasnya, aku tidak ingin ada Kesalahan." Ujar Gerald pada pria yang terbilang lebih tua darinya, ia pun mengangguk hormat sebelum keluar dari kantornya."Apa ini takdir atau musibah untukmu Audy? Bersiaplah akan ku buat kau lebih menderita." Gumam Gerald, dengan pandangan penuh arti.🍁🍁🍁🍁🍁🍁Suasana kantor semakin memanas. Puluhan karyawan mulai dari office boy & gril hingga ja
Audy melirik punggung Gerald sekilas. Dari gesture tubuhnya saja bisa ditebak jika laki-laki itu berusaha menguping."Bagaimana Audy? apa kau keberatan?" ulang RakhaAudy cepat menggelengkan kepalanya. "Tentu saja tidak. Suatu kehormatan bisa makan siang bersama dengan Anda." Jawab Audy mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Gerald.Rakha tertawa keras. "Ayolah, Audy. Jangan begitu. Bukankah kita sudah berteman sejak lama? ini terlalu berlebihan." Ucap Rakha santai. Meski dia adalah bos di perusahaan, Ia tetap menganggapnya sebagai teman bukan karyawan.Langkah Gerald terhenti. Ia tercengang mendengar kata teman lama yang dilontarkan Rakha. Seorang gadis manja dan polos bisa berteman dengan seseorang lelaki terlebih lelaki itu kaya? Bagaimana mungkin?."Jadi ini yang kau maksud untuk mengantri jadi kekasihmu?" Gerald tersenyum geli dalam hati. Ia masih ingat bagaimana bangganya Audy saat mengatakan banyak yang
Satu minggu sudah Gerald dan Audy mengarungi bahtera rumah tangga mereka. Satu minggu itu juga mereka tidak hentinya bertengkar dengan hal-hal kecil. Rumah tangga yang dibangun dengan bermacam perjanjian ini akan dibawa kemana? Kehidupan bahagia? itu hal yang mustahil jika keduanya masih dengan ego masing-masing.Satu-satunya jalan mungkin dengan perpisahan, akan tetapi hal itu juga sangat sulit dilakukan oleh keduanya. Gerald yang tak ingin jadi orang miskin, meskipun dalam hatinya, alasan pernikahan dengan Audy hanya ingin membalas sakit hatinya. Dan Audy yang tak ingin kehidupan rumah tangga ayahnya hancur memilih untuk menjalani seperti air yang mengalir."Ger, bangun. Ini sudah setengah tujuh lewat." Audy menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Gerald lalu membuangnya ke lantai. Hal itu mampu membuat Gerald kesal dan mengumpat padanya, dengan malas Gerald bangun lalu mengerjap-ngerjapkan matanya.Pandangannya fokus pada Audy yang sedang me
Gerald mengepalkan tangannya, raut wajahnya melukiskan emosi yang tertahan. Wanita itu pergi pagi dan tidak menemani ia sarapan, justru sedang berada di sini bersama lelaki lain. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Gerald tanpa basa-basi dengan nada mengintimidasi. Tatapan tak suka ia layangkan langsung menusuk manik hitam milik Audy. "Kami hanya sedang melakukan tinjauan lapangan." Jawab Rakha mewakili Audy yang masih membisu. Gadis itu merasa ada yang janggal dengan nada bicara Gerald. Kenapa laki-laki itu seperti sedang marah? Batin Audy bingung. "Berdua?" tandas Gerald to the point. "Ya. Karena ini proyek yang sangat penting, jadi saya memutuskan untuk terjun langsung." Gerald mengangguk-anggukan kepalanya. Seringaian licik terbit dari bibir tipis Gerald. "Waah, anda perhatian sekali, Pak Rakha. Semoga hasilnya tidak mengecewakan, ya." "Tentu. Saya akan bekerja semaksimal mungkin."
Della yang teramat bahagia karena bertemu dengan Gerald, tidak menghiraukan keadaan sekitar hingga suara deheman Audy mengagetkannya."Audy! Kamu di sini sayang? Bunda sudah masak, ayo makan bersama." ujar Della yang nampak canggung. Keceriaan yang baru dirasa sekejap sudah pudar."Boleh, Bun. Audy juga lapar." Audy menghampiri mereka berdua, terasa aneh dan segan. Dirinya merasa kesal dengan Gerald yang seperti hendak mendekati Della lagi. Mau melarang Gerald tidak dekat-dekat dengan Della, tetapi atas dasar apa? Sebagai istri, tapi hanya istri di atas perjanjian, melarang karena mantan? Ah ... Itu hanya alasan yang akan membuat Gerald melambung di udara yang artinya ia cemburu.Hubungan yang aneh, tapi nyata. Sang Pencipta mungkin sudah menggariskan ini semua, hanya saja ia harus menguatkan hati. Agar luka lama tak tergores lagi. Hidup seperti candaan untuknya."Em ... Ini enak sekali!" seru Gerald yang sudah menggigi