Tubuh Audy luruh ke tanah. Air matanya tak mampu dibendung lagi. Satu tetes air bening jatuh menuruni pipi. Disusul tetesan bening lainnnya. Gerald berdecak kencang, ia sudah bosan melihat air Audy yang sudah sering terjatuh.
"Menangislah sesuka hatimu. Tapi harus kamu tau, air matamu tak akan merubah apapun." Cerca Gerald melangkah lebih dulu untuk meninggalkan Audy. Dia berjalan dengan penuh kemenangan melihat Audy yang terluka. Satu dari sekian rasa sakitnya telah terbalaskan. "Ini baru permulaan Audy. Aku akan membuat air matamu kering setelah ini." Desis Gerald licik. Siulan riang terlontar dari bibir tipisnya. Ia melangkah gontai menuju ruang keluarga tempat mereka berkumpul tadi.Hanya kurang sepuluh meter Gerald akan memasuki ruang utama Villa, saat dirinya sadar tak ada Audy disisinya. Gerald memperhatikan Audy dari kejauhan. Hatinya sedikit iba saat melihat Audy yang tengah mengusap air mata."Tidak Gerald. Kamu tidak bolTiga hari waktu yang sangat cepat untuk Audy lalui. Audy tidak menyangka dia harus benar-benar menikah dengan Gerlad. Sepertinya semua ini sudah terencana dengan sangat matang. Dengan waktu tiga hari semua sudah siap, meskipun pernikahan dilakukan dikediaman Purnama.Audy menarik nafas dalam-dalam, ia menatap dirinya dalam pantulan cermin. Riasan tebal penuh make up telah menyatu sempurna dengan wajah bundarnya. Tak lupa pula gaun putih bertabur kristal telah Ia kenakan. Ini adalah gaun kedua yang ia pakai setelah gaun pertama untuk acara akad.Beberapa jam lagi acara resepsi akan segera dimulai. Sambil ditata riasannya, ia mengenang kembali bagaimana dia telah sah menjadi Nyonya Purnama. Hatinya berdebar saat untuk pertama kali Gerald menyentuhnya."Audy, apa kamu sudah siap? Acara sudah akan dimulai." Ucap Della memberi tahu. Ada rasa getiran aneh dihatinya, bagaimana mungkin? anak angkatnya sekarang sudah menikah dengan mantannya bahkan sempat akan menjadi suami
Gerald yang Sudah sampai didepan pintu kamarnya mengisyaratkan agar Audy membuka pintu. Bukannya Gerald tidak ingin menurunkan Audy, tapi karena kedua keluarga itu masih melihat mereka hingga sampai dikamar.Gerald membawa tubuh Audy masuk kedalam kamar, terlihat disana ranjang king zize yang sudah dihias dengan bunga mawar berbetuk love. Tak lupa mereka juga memberikan aroma terapi dalam ruangan tersebut.Gerald merebahkan tubuh Audy dengan sangat lembut. Ditatapnya manik Audy yang masih menatapnya karena Gerald tak kunjung melepaskan pegangannya.Kedua mata mereka saling beradu pandang, hal ini sukses membuat jantung Audy berdetak keras.Gerald semakin mendekatkan dirinya diatas tubuh Audy hingga tak berjarak walau sesenti. Dirinya bahkan perlahan menindih tubuh itu dengan sedikit tekanan."Yak, Gerald apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Audy memalingkan wajahnya saat Gerald hampir saja mendaratkan ciuman dibibirnya.&
Mommy Mika memandang koper yang sudah tersusun rapi. Setelah membantu membereskan baju, kini waktunya mommy Mika melepaskan Audy. Untuk orang tua Audy, mereka sudah pulang setelah sarapan pagi selesai, karena Hendra ada meeting mendadak."Ger, kalian tinggal saja disini ya?" Rengek mommy Mika tiba-tiba tidak ikhlas Gerald dan Audy pergi. Ia memegang lengan Audy erat, seolah takut kehilangan."Bukannya Mommy tadi sudah setuju?""Iya, tapi setelah seharian bersama Audy, Mommy jadi tidak ingin berpisah dengannya.""Astaga Mom. Bukankah dulu Mommy juga biasa saja saat belum mengenal Audy? kenapa sekarang jadi manja sekali dengannya?""Bersama Audy membuat Mommy merasakan punya anak perempuan. Apalagi Audy gadis yang menyenangkan, Mommy menjadi tak kesepian.""Sudahlah Mom. Biarkan mereka pergi!" Sahut Robert menengahi."Iya, mom. Nantikan Audy bisa maen kesini atau gak Mommy yang kesana. Lagian
Pagi hari kembali menyapa, pagi kedua untuk Audy setelah sah menjadi nyonya Purnama.Audy bangun terlebih dahulu dibandingkan dengan Gerald, matanya masih mengantuk badannya terasa remuk padam, karena tidur di lantai untuk dua malam ini.Matahari malu-malu menampakkan sinarnya dari ufuk timur, Audy memaksakan tubuhnya untuk beranjak, melipat kembali badcover dan selimut yang menjadi tumpukan tidurnya semalam. Malas, iya itu yang dirasakan Audy. Namun, Audy memaksakan diri mencuci muka lalu akan melakukan rutinitas paginya menjalankan kewajibannya sebagai istri yang baik."Ck, kau bilang akan menjadikan ku pembantu. Tanpa kau minta aku akan menjalankan, hanya saja aku belum bisa menerima ucapan mu secara terang-terangan." Gumam Audy menatap tubuh lelaki yang masih tertidur pulas di atas ranjang yang empuk dengan berbalut selimut menutupi tubuhnya.Bagi Audy, meskipun menikah karena terpaksa dan harus terlibat dalam perjanjian
Sejak dari supermarket hingga kini perjalanan pulang, Audy masih diam seribu bahasa. Ia merasa, jika berbicara dengan Gerald hanya akan membuang tenaganya. Karena sudah bisa dipastikan, akhir dari pembicaraan itu adalah sebuah perdebatan yang akan menambah luka di hatinya.Begitu tiba di rumah Audy langsung menuju dapur untuk menata bahan belanjaannya. Gerald terus mengikuti langkah Audy, mengamati bagaimana cekatannya wanita itu dalam memindahkan bahan - bahan makanan ke dalam kulkas. Gerald nampak kagum, wanita yang selalu dikatain sebagai gadis manja itu ternyata bisa melakukan hal seperti ini!"Kenapa kau melihatku seperti itu?" Tanya Audy yang menangkap basah Gerald sedang memandanginya."Aku melihat belanjaan yang sudah kita beli, dan memastikan tidak ada yang terlewat. Lagi pula aku juga ingin memasak."Suasana di dapur semakin menjadi kian memanas. Keduanya tak ada yang mau mengalah.Audy meninggalkan
Tring ... Tring .... TringAudy dibuat kelabakan dengan suara alarm itu. Suara alarm yang sengaja ia pasang karena tidak ingin kesiangan. Namun, karena Gerald terus saja mengoceh tidak ada hentinya dan membuat ia susah tidur. Terpaksa ia menggunakan handset.Audy teringat kembali tindakan konyolnya semalam, ia baru saja melanggar perjanjian yang tidak akan ikut campur masalah masing-masing."Kau mau kemana malam-malam seperti ini?" t1anya Audy yang melihat Gerald sudah rapi dan terlihat sangat tampan seperti biasanya."Bukan urusanmu.""Baiklah, pergi sana. Aku bisa tidur nyenyak malam ini. Pulanglah hingga pagi menjelang." Ujar Audy sambil merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk dua hari tidur dilantai, membuat badannya terasa ngilu."Tanpa kau suruh akan kulakukan. Melihat ibu hamil yang satu itu akan membuat mood booster ku kembali normal." Ucap Gerald dengan penuh semangat, ia mengambil kunci mobilnya dan sudah siap untuk pergi.
Gerald baru saja keluar dari kamar mandi, dia terkejut dengan pemandangan yang ada didepannya. Pandangan Gerald langsung fokus pada Audy yang sudah mengenakan baju kerja, ia memakai kemeja dengan setelan celana katun panjang yang membentuk kaki jenjang wanita itu. Sungguh, Audy terlihat lebih cantik dengan fashion seperti itu, ia menunjukkan jika wanita itu benar-benar wanita Karir yang tegas dengan pembawaannya."Gerald, buruan mandinya sudah siang ini." Teriak Audy lalu memiringkan badannya sekitar 90 derajat menatap Gerald yang masih mematung didepan pintu kamar mandi. "Aku tunggu dibawah. Ayo, sarapan." Ujar Audy saat tidak ada jawaban dari Gerald. Ia langsung turun kebawah menuju meja makan.Audy menyajikan menu sarapan yang sudah ia masak sebelumnya. Tak lama Gerald pun turun. Audy mengambil sepiring nasi goreng untuk dirinya. Lantas memakan dengan lahap. Tidak peduli dengan tatapan Gerald yang seolah mengintimidasinya, Audy terus mengunyah dengan ten
Sementara itu Gerald yang sudah sampai di perusahaannya segera menanyakan jadwalnya pada sekertarisnya. "Jadi apa jadwal ku?""Nanti siang kita ada rapat dengan CEO perusahaan RH Grub. Selebihnya tidak ada jadwal.""Perusahaan RH grup?""Ya Presdir, mereka yang bertanggung jawab untuk bidang kontraktor dan penyedia bahan-bahannya, untuk pendirian mall baru kita.""Bagaimana dengan desain mall kita yang baru?""Untuk masalah itu, mommy Mika yang mengurusnya.""Baiklah, aku ingin kamu mempersiapkan semua. Buat perjanjian dengan sejelas-jelasnya, aku tidak ingin ada Kesalahan." Ujar Gerald pada pria yang terbilang lebih tua darinya, ia pun mengangguk hormat sebelum keluar dari kantornya."Apa ini takdir atau musibah untukmu Audy? Bersiaplah akan ku buat kau lebih menderita." Gumam Gerald, dengan pandangan penuh arti.🍁🍁🍁🍁🍁🍁Suasana kantor semakin memanas. Puluhan karyawan mulai dari office boy & gril hingga ja
Sinar mentari yang menerobos masuk lewat kisi-kisi jendela membangunkan Della dari mimpi indahnya. Ia menggeliat sejenak, lantas mengelus perutnya yang mulai membuncit.Hawa dingin yang menyergapnya membuat dirinya enggan beranjak. Dia segera menarik kembali selimut yang ia kenakan hingga menutupi seluruh tubuhnya."Sayang, kau sudah bangun?" ujar Hendra yang baru saja selesai membersihkan diri."Hmmm." Della bergumam pendek. Malas menanggapi pertanyaan retoris Hendra. Entah mengapa sejak kemarin moodnya belum juga membaik.Belum lagi benaknya yang mendadak memikirkan Gerald, cinta pertamanya yang semakin membuatnya lesu."Kau kenapa? Apa kau merasa tidak enak badan?" Hendra yang cepat menyelesaikan ikatan dasi di lehernya, beranjak mendekati Della."Aku tidak papa," elak Della saat tangan kekar itu ingin meraih dahinya."Tapi Bunda terlihat lesu. Apa Bunda menginginkan sesuatu?" tawar Hendra."Tidak, Yah. Bunda han
Gerald memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di halaman rumahnya. Lantas melepas seatbelt yang Audy kenakan. "Ckkk. Seperti anak kecil saja," Ujar Audy. Namun, ia membiarkan Gerald melakukan hal itu untuknya. "Tapi kau suka kan?" Goda Gerald. Kemudian membuka seatbelt yang dikenakannya sendiri. "Dasar bucin," Cibir Audy bersiap turun sebelum Gerald melempar gombalan lebay nya. "Biar aku saja," Cegah Gerald menahan lengan Audy. "Aku bisa sendiri, Ger. Tak perlu berlebihan," Sahut Audy lalu membuka pintu mobil. "Dasar tak bisa diajak romantis," Desis Gerald. Perlahan ia melangkahkan kakinya ikut turun. Audy mengabaikan kekesalan Gerald. Ia dengan santai melangkah masuk ke dalam rumah mereka. Melangkah terus hingga ke kamar. Lalu membaringkan diri di atas ranjang sebelum Gerald menyuruhnya.
Selesai sarapan, Gerald masih terus memberika perhatian pada Audy. Ia pun mengambilkan segelas air putih untuknya."Terima kasih. " Lidah Audy terasa kelu. Tidak terbiasa dengan sikap Gerald. Perhatian kecil dari laki-laki itu sukses membuatnya salah tingkah.Gerald tersenyum manis. Menatap Audy yang semakin terlihat cantik dengan sedikit rona merah di pipinya."Biar aku saja," tawar Gerald saat Audy hendak meletakan gelas itu kembali."Apa kau tidak pergi bekerja Ger?" Ujar Audy. Bila ditaksir mungkin sekarang sudah pukul tujuh lebih."Tidak. Aku akan menemanimu di sini.""Aku baik-baik saja," ucap Audy. Walau dalam hatinya ia berharap agar Gerald terus di sisinya.'Bodoh kau Audy. Apa sekarang kau mulai berharap padanya? Ap kau lupa bagaimana mudahnya dia mencampakkanmu?' Batin Audy mendadak dilema.
Perlahan Gerald membantu membaringkan Audy di atas ranjang. Dengan tangan kanan menahan punggung Audy agar tidak langsung Gerak pun sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Audy.Sekilas tatapan mereka bertemu, Audy cukup lama menatap Gerald. Ia masih tak menyangka bila suaminya kini telah berubah menjadi malaikat yang super lembut.Begitu pula dengan Gerald, Laki-laki itu balas menatap wajah cantik Audy. Dalam hatinya ia berjanji, tak akan menyia-nyiakan istrinya lagi."Permisi. " Suara seorang pramusaji membuat Gerald dan Audy sontak mengalihkan tatapannya. Gerald lekas menarik tangannya yang tertindih punggung Audy. Lantas, membaringkan Audy dengan hati-hati.Wajah Audy sedikit memerah saat melihat pramusaji itu tersenyum canggung."Masuk saja, Sus," Ucap Audy sadar bila bila sosok yang berdiri di depan pintu tampak ragu. Mungkin saja
Gerald mendudukan pantatnya di sofa sembari menunggu Audy keluar. Sesekali ia melirik pintu kamar mandi, agar bisa bergerak sigap jika gadis itu akan keluar. 'Maafkan aku, karena keegoisanku kamu menjadi terluka. Tapi aku berjanji, aku akan melupakan masa laluku dan memulai hidup bersamamu.'Gerald larut dalam pikirannya. Perasaan bersalah kembali menggeleyutinya. Ia beruntung semesta menyadarkan dirinya dengan cepat sehingga gadis itu belum terlepas darinya.Suara deringan ponsel terdengar nyaring, membuat lamunan Gerald buyar. Diliriknya ponsel Audy yang berada di atas nakas.Gerald menatap ke arah pintu toilet, sepertinya Audy belum selesai dengan urusannya."Apa aku saja yang mengangkatnya ya?" Gumam Gerald menimbang sebentar.Deringan itu masih terus berbunyi, Gerald menunggu sebentar lagi berharap Audy cepat keluar."Baiklah, biar aku saja yang mengangkatnya. Siapa tahu saja itu telepin penting," pungkas Gerald segera mende
Sinar mentari menembus kaca jendela ruangan, di mana Audy sedang dirawat. Sinarnya sedikit menyilaukan, membuat Audy terbangun dari tidur panjangnya. Perlahan-lahan mata Audy mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap sekelilingnya, infus yang terpasang di tangannya membuat ia susah bergerak."Auhh ...." Audy mengaduh kesakitan. Satu hal yang sangat ia benci, saat ia ingin tumbuh menjadi mandiri saat itu juga ia membenci saat dia sakit dan terbaring lemah tak berdaya.Gerald yang masih terlelap kini bangun saat mendengar suara Audy. Ia pun beranjak dari sofa menuju ke ranjang Audy."Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sembari mengucek matanya agar terbuka dengan sempurna"Iya, aku baik-baik saja." Audy berusaha bangkit dari ranjang saat merasa ingin buang air kecil. Ia meringis kecil, kepala yerasa pening saat ia menggerakan tubuhnya."Apa yang ingin kau lakukan?" Heran Gerald dengab sigap memegangi tubuh Audy."Aku ingin ke ka
'Menjaganya' entah kata dari mana itu terlintas dalam otak Gerald. Satu prioritas yang mampu membuatnya bertanggungjawab."Kau di sini saja. Apa kau ingin sesuatu?" tanya Gerald dengan lembut.'Mengapa lelaki ini berubah?" tanya Audy pada dirinya sendiri. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Gerald. Perubahannya yang berbeda 180 derajad dari sebelumnya membuat Audy harus tetap waspada."Audy?!" Seru Gerald mengibas-ngibaskan tangannya di depan Wajah Audy yangtampak melamun."Eh, iya. Tidak ada. Aku ingin jus jambu saja," ucap Audy yang mendapatkan anggukan dari Gerald."Baiklah, tunggu sebentardan jangan kemana-mana." Peringat Gerald sebelum melangkah pergi. Ia bersiul pelan, melangkah masuk ke dalam restoran.20 menit berlalu, Gerald kini kembali ke mobil dengan membawa makanan dan juga minum sesuai pesanan Audy."Ini untukmu," Gerald memberikan satu box makanan yang berisi cumi saos tiram dan juga udang
Gerald bergegas menuju mobil, yang kebetulan mobil itu terpakir tidak jauh dari posisi Audy dan Rakha. Entahlah rasa laparnya tiba-tiba saja menghilang. Gerald mengambil ponsel di dalam sakunya.Tangannya dengan lincah mengetik nama Audy. Namun, sayang nama itu tidak ada di ponselnya. Saat ia mengingat kembali, nomor Audy hanya diberikan inisial A, Gerald tersenyum getir. Gerald menghela nafas berat. Abaikan dulu masalah nama kontak, yang terpenting sekarang bagaimana membuat Audy pulang dan memberinya pelajaran. Namun, matanya tak bisa untuk berpaling dari pandang yang disuguhkan, lelaki itu benar-benar membuat Audy bisa tertawa tanpa ada beban. Ingin rasanya ia turun lalu menghajar lelaki itu, tapi niatnya diurungkan saat Audy menyentuh tangan lelaki itu."Brengsek! Beraninya kau, Audy." Umpatan keluar dari mulut Gerald.Tak menunggu waktu lama Gerald menekan nomor Audy, menunggu Audy menjawab pangg
Lelah, keadaan yang membuat seseorang akan melepaskan segala sesuatu yang tengah dipertahankan. Begitupun dengan Audy ia sudah lelah dengan semua ini, bolehkah ia bahagia? Ada kalanya saat kita tidak sanggup memperbaiki lebih baik tutup telinga dan mata. Sudah 2 minggu lamanya setelah kejadian Gerald menginginkan Audy untuk ikut program keluarga berencana, yang membuat hatinya seperti teriris belati. Bukan sakit karena Gerald tidak menginginkan anak dari rahimnya, ia lebih sakit karena dianggap seperti jalang, yang habis dipakai lalu dibuang, bedanya hanya pada status saja, suami istri. "Kau lembur lagi?" Tanya Shinta yang melihat Audy masih sibuk dengan komputernya. "Iya, aku harus segera menyelesaikan ini semua." "Apa ada masalah?" "Tidak ada." "Baiklah, aku harap kau tidak mengabaikan kesehatan mu. Lihat itu kantong matamu sudah menghitam semua." Shinta mencoba untuk memberikan p