Gerald menatap pantulan dirinya di cermin. Kedua sudut bibirnya mengembangkan senyuman. Hari ini adalah hari pertamanya kembali ke kantor, sudah sejak pukul enam pagi Gerald berdandan rapi.
Gerald menyisir rambutnya dengan tangan. Setelah yakin dengan penampilannya, Ia pun melangkah menuju meja makan untuk sarapan."Sepi," Gerald menyapukan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, mencari keberadaan Mommy dan daddy nya. "Aden cari Tuan dan Nyonya?" tanya mbok Irna yang paham gelagat tuan mudanya."Iya. Mereka kemana Mbok?" balas Gerald disela dirinya yang menunggu mbok Irna menyiapkan sarapan."Nyonya sudah pergi sejak pagi. Dia bilang sedang ada urusan mendadak sedangkan Tuan, sepertinya masih di kamar."Gerald menaikan satu alisnya. Merasa heran dengan sikap mommynya. Tak biasanya dia pergi sepagi ini, apa lagi tanpa memberi tahunya.Kedua alis Gerald bertautan. "Urusan apa?" "Emm, maafBola mata Hendra memutar jengah, melihat siapa yang datang. Langkah kakinya terhenti, dia tercekat ketika telah melihat siapa yang datang. Terlebih Rudi, keningnya sampai berkerut melihat wanita tua berdaster yang sedang meronta ronta meminta dilepaskan oleh security."Simbok? kenapa malam-malam begini kemari?" tanya Hendra penasaran. Yah, wanita itu adalah mbok Ani, pembantu setia di keluarga Gunawan."Maaf Tuan, saya hanya diperintah nyonya Della.""Kenapa dengan Nyonya? Apa dia belum tidur?" Hendra sekilas melirik jam tangannya. Jarum jam menunjukan pukul sepuluh malam."Nyonya bilang dia ngidam, pengen saya memanggil Tuan untuk menemui Nyonya di bawah."Hendra menepuk jidatnya perlahan. Dirinya semakin dibuat heran dengan sikap Della yang semakin aneh."Oh astaga, kenapa dia ngidamnya aneh-aneh saja." Ucap Hendra sambil mengibaskan tangannya pertanda agar melepaskan mbok Ani yang sedari tadi masi
Hormon ibu hamil terkadang suka berubah-ubah, entahlah Della merasakan sesak yang mendalam saat teringat penghianat nya waktu yang lalu."Ck, apa ini. Berhentilah kalian, mataku terasa terkontaminasi." Gerutu Audy saat sudah sampai ruang makan melihat Della dan Hendra sedang bermesraan.Hendra dan Della terkekeh saat mendengar gerutuan Audy. "Pagi, Audy." Sapa Della setelah selesai menahan tawanya."Pagi Bun. Pagi Ayah." Sapa Audy matanya berbinar-binar, ia bersyukur Tuhan memberikan kebahagiaan yang sangat luar bisa setelah badai menghampiri."Pagi juga, Sayang. Oh ya kamu sudah ijin kantor kamu kan? Kita akan liburan ke Bandung." Ujar Hendra."Sudah Ayah. Audy tidak akan melewatkan moment ini." Audy berseru riang, sambil mengambil sarapannya lalu ditaruh ke piring.Hendra menatap Audy penuh keperihatinan. Ia menyesal dengan keputusan yang telah dibuatnya, tanpa membicarakan terlebih dah
Kedua keluarga besar itu saling berdiam, menatap makanan yang sudah tersaji di meja makan. Hendra dengan wajah terlihat sangat cemas, sedangkan Della dengan wajah yang gelisah sekaligus cemas.Satu jam yang lalu sebelum kedatangan Audy. Hendra berdebat panjang dengan keluarga Purnama. Ia tak bisa lagi memendam kegelisahannya. Saat dirinya memberanikan diri mengutarakan keinginannya yang akan membatalkan perjodohan Audy dan Gerald, disitulah Keluarga Purnama merespon unjuk gigi."Jadi bagaimana Pak Hendra?. Apa kamu sudah membicarakan dengan Audy?" tnya mommy Mika yang terlihat sangat menggebu-gebu langsung ke pokok inti.Dirinya yang sudah sangat menginginkan Audy sebagai menantunya tak mau mengulur waktu lebih lama lagi. Saat mendengar keluarga Gunawan berlibur di Bandung, langsung saja Keluarga Purnomo menyusulnya dan berniat untuk melamarnya sekaligus."Saya sudah membicarakannya dengan Audy, tapi semua keputusan akan kembali lagi pad
Tubuh Audy luruh ke tanah. Air matanya tak mampu dibendung lagi. Satu tetes air bening jatuh menuruni pipi. Disusul tetesan bening lainnnya. Gerald berdecak kencang, ia sudah bosan melihat air Audy yang sudah sering terjatuh."Menangislah sesuka hatimu. Tapi harus kamu tau, air matamu tak akan merubah apapun." Cerca Gerald melangkah lebih dulu untuk meninggalkan Audy. Dia berjalan dengan penuh kemenangan melihat Audy yang terluka. Satu dari sekian rasa sakitnya telah terbalaskan."Ini baru permulaan Audy. Aku akan membuat air matamu kering setelah ini." Desis Gerald licik. Siulan riang terlontar dari bibir tipisnya. Ia melangkah gontai menuju ruang keluarga tempat mereka berkumpul tadi.Hanya kurang sepuluh meter Gerald akan memasuki ruang utama Villa, saat dirinya sadar tak ada Audy disisinya. Gerald memperhatikan Audy dari kejauhan. Hatinya sedikit iba saat melihat Audy yang tengah mengusap air mata."Tidak Gerald. Kamu tidak bol
Tiga hari waktu yang sangat cepat untuk Audy lalui. Audy tidak menyangka dia harus benar-benar menikah dengan Gerlad. Sepertinya semua ini sudah terencana dengan sangat matang. Dengan waktu tiga hari semua sudah siap, meskipun pernikahan dilakukan dikediaman Purnama.Audy menarik nafas dalam-dalam, ia menatap dirinya dalam pantulan cermin. Riasan tebal penuh make up telah menyatu sempurna dengan wajah bundarnya. Tak lupa pula gaun putih bertabur kristal telah Ia kenakan. Ini adalah gaun kedua yang ia pakai setelah gaun pertama untuk acara akad.Beberapa jam lagi acara resepsi akan segera dimulai. Sambil ditata riasannya, ia mengenang kembali bagaimana dia telah sah menjadi Nyonya Purnama. Hatinya berdebar saat untuk pertama kali Gerald menyentuhnya."Audy, apa kamu sudah siap? Acara sudah akan dimulai." Ucap Della memberi tahu. Ada rasa getiran aneh dihatinya, bagaimana mungkin? anak angkatnya sekarang sudah menikah dengan mantannya bahkan sempat akan menjadi suami
Gerald yang Sudah sampai didepan pintu kamarnya mengisyaratkan agar Audy membuka pintu. Bukannya Gerald tidak ingin menurunkan Audy, tapi karena kedua keluarga itu masih melihat mereka hingga sampai dikamar.Gerald membawa tubuh Audy masuk kedalam kamar, terlihat disana ranjang king zize yang sudah dihias dengan bunga mawar berbetuk love. Tak lupa mereka juga memberikan aroma terapi dalam ruangan tersebut.Gerald merebahkan tubuh Audy dengan sangat lembut. Ditatapnya manik Audy yang masih menatapnya karena Gerald tak kunjung melepaskan pegangannya.Kedua mata mereka saling beradu pandang, hal ini sukses membuat jantung Audy berdetak keras.Gerald semakin mendekatkan dirinya diatas tubuh Audy hingga tak berjarak walau sesenti. Dirinya bahkan perlahan menindih tubuh itu dengan sedikit tekanan."Yak, Gerald apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Audy memalingkan wajahnya saat Gerald hampir saja mendaratkan ciuman dibibirnya.&
Mommy Mika memandang koper yang sudah tersusun rapi. Setelah membantu membereskan baju, kini waktunya mommy Mika melepaskan Audy. Untuk orang tua Audy, mereka sudah pulang setelah sarapan pagi selesai, karena Hendra ada meeting mendadak."Ger, kalian tinggal saja disini ya?" Rengek mommy Mika tiba-tiba tidak ikhlas Gerald dan Audy pergi. Ia memegang lengan Audy erat, seolah takut kehilangan."Bukannya Mommy tadi sudah setuju?""Iya, tapi setelah seharian bersama Audy, Mommy jadi tidak ingin berpisah dengannya.""Astaga Mom. Bukankah dulu Mommy juga biasa saja saat belum mengenal Audy? kenapa sekarang jadi manja sekali dengannya?""Bersama Audy membuat Mommy merasakan punya anak perempuan. Apalagi Audy gadis yang menyenangkan, Mommy menjadi tak kesepian.""Sudahlah Mom. Biarkan mereka pergi!" Sahut Robert menengahi."Iya, mom. Nantikan Audy bisa maen kesini atau gak Mommy yang kesana. Lagian
Pagi hari kembali menyapa, pagi kedua untuk Audy setelah sah menjadi nyonya Purnama.Audy bangun terlebih dahulu dibandingkan dengan Gerald, matanya masih mengantuk badannya terasa remuk padam, karena tidur di lantai untuk dua malam ini.Matahari malu-malu menampakkan sinarnya dari ufuk timur, Audy memaksakan tubuhnya untuk beranjak, melipat kembali badcover dan selimut yang menjadi tumpukan tidurnya semalam. Malas, iya itu yang dirasakan Audy. Namun, Audy memaksakan diri mencuci muka lalu akan melakukan rutinitas paginya menjalankan kewajibannya sebagai istri yang baik."Ck, kau bilang akan menjadikan ku pembantu. Tanpa kau minta aku akan menjalankan, hanya saja aku belum bisa menerima ucapan mu secara terang-terangan." Gumam Audy menatap tubuh lelaki yang masih tertidur pulas di atas ranjang yang empuk dengan berbalut selimut menutupi tubuhnya.Bagi Audy, meskipun menikah karena terpaksa dan harus terlibat dalam perjanjian
Sinar mentari yang menerobos masuk lewat kisi-kisi jendela membangunkan Della dari mimpi indahnya. Ia menggeliat sejenak, lantas mengelus perutnya yang mulai membuncit.Hawa dingin yang menyergapnya membuat dirinya enggan beranjak. Dia segera menarik kembali selimut yang ia kenakan hingga menutupi seluruh tubuhnya."Sayang, kau sudah bangun?" ujar Hendra yang baru saja selesai membersihkan diri."Hmmm." Della bergumam pendek. Malas menanggapi pertanyaan retoris Hendra. Entah mengapa sejak kemarin moodnya belum juga membaik.Belum lagi benaknya yang mendadak memikirkan Gerald, cinta pertamanya yang semakin membuatnya lesu."Kau kenapa? Apa kau merasa tidak enak badan?" Hendra yang cepat menyelesaikan ikatan dasi di lehernya, beranjak mendekati Della."Aku tidak papa," elak Della saat tangan kekar itu ingin meraih dahinya."Tapi Bunda terlihat lesu. Apa Bunda menginginkan sesuatu?" tawar Hendra."Tidak, Yah. Bunda han
Gerald memarkirkan mobilnya dengan hati-hati di halaman rumahnya. Lantas melepas seatbelt yang Audy kenakan. "Ckkk. Seperti anak kecil saja," Ujar Audy. Namun, ia membiarkan Gerald melakukan hal itu untuknya. "Tapi kau suka kan?" Goda Gerald. Kemudian membuka seatbelt yang dikenakannya sendiri. "Dasar bucin," Cibir Audy bersiap turun sebelum Gerald melempar gombalan lebay nya. "Biar aku saja," Cegah Gerald menahan lengan Audy. "Aku bisa sendiri, Ger. Tak perlu berlebihan," Sahut Audy lalu membuka pintu mobil. "Dasar tak bisa diajak romantis," Desis Gerald. Perlahan ia melangkahkan kakinya ikut turun. Audy mengabaikan kekesalan Gerald. Ia dengan santai melangkah masuk ke dalam rumah mereka. Melangkah terus hingga ke kamar. Lalu membaringkan diri di atas ranjang sebelum Gerald menyuruhnya.
Selesai sarapan, Gerald masih terus memberika perhatian pada Audy. Ia pun mengambilkan segelas air putih untuknya."Terima kasih. " Lidah Audy terasa kelu. Tidak terbiasa dengan sikap Gerald. Perhatian kecil dari laki-laki itu sukses membuatnya salah tingkah.Gerald tersenyum manis. Menatap Audy yang semakin terlihat cantik dengan sedikit rona merah di pipinya."Biar aku saja," tawar Gerald saat Audy hendak meletakan gelas itu kembali."Apa kau tidak pergi bekerja Ger?" Ujar Audy. Bila ditaksir mungkin sekarang sudah pukul tujuh lebih."Tidak. Aku akan menemanimu di sini.""Aku baik-baik saja," ucap Audy. Walau dalam hatinya ia berharap agar Gerald terus di sisinya.'Bodoh kau Audy. Apa sekarang kau mulai berharap padanya? Ap kau lupa bagaimana mudahnya dia mencampakkanmu?' Batin Audy mendadak dilema.
Perlahan Gerald membantu membaringkan Audy di atas ranjang. Dengan tangan kanan menahan punggung Audy agar tidak langsung Gerak pun sedikit membungkuk untuk menyamakan tingginya dengan Audy.Sekilas tatapan mereka bertemu, Audy cukup lama menatap Gerald. Ia masih tak menyangka bila suaminya kini telah berubah menjadi malaikat yang super lembut.Begitu pula dengan Gerald, Laki-laki itu balas menatap wajah cantik Audy. Dalam hatinya ia berjanji, tak akan menyia-nyiakan istrinya lagi."Permisi. " Suara seorang pramusaji membuat Gerald dan Audy sontak mengalihkan tatapannya. Gerald lekas menarik tangannya yang tertindih punggung Audy. Lantas, membaringkan Audy dengan hati-hati.Wajah Audy sedikit memerah saat melihat pramusaji itu tersenyum canggung."Masuk saja, Sus," Ucap Audy sadar bila bila sosok yang berdiri di depan pintu tampak ragu. Mungkin saja
Gerald mendudukan pantatnya di sofa sembari menunggu Audy keluar. Sesekali ia melirik pintu kamar mandi, agar bisa bergerak sigap jika gadis itu akan keluar. 'Maafkan aku, karena keegoisanku kamu menjadi terluka. Tapi aku berjanji, aku akan melupakan masa laluku dan memulai hidup bersamamu.'Gerald larut dalam pikirannya. Perasaan bersalah kembali menggeleyutinya. Ia beruntung semesta menyadarkan dirinya dengan cepat sehingga gadis itu belum terlepas darinya.Suara deringan ponsel terdengar nyaring, membuat lamunan Gerald buyar. Diliriknya ponsel Audy yang berada di atas nakas.Gerald menatap ke arah pintu toilet, sepertinya Audy belum selesai dengan urusannya."Apa aku saja yang mengangkatnya ya?" Gumam Gerald menimbang sebentar.Deringan itu masih terus berbunyi, Gerald menunggu sebentar lagi berharap Audy cepat keluar."Baiklah, biar aku saja yang mengangkatnya. Siapa tahu saja itu telepin penting," pungkas Gerald segera mende
Sinar mentari menembus kaca jendela ruangan, di mana Audy sedang dirawat. Sinarnya sedikit menyilaukan, membuat Audy terbangun dari tidur panjangnya. Perlahan-lahan mata Audy mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia menatap sekelilingnya, infus yang terpasang di tangannya membuat ia susah bergerak."Auhh ...." Audy mengaduh kesakitan. Satu hal yang sangat ia benci, saat ia ingin tumbuh menjadi mandiri saat itu juga ia membenci saat dia sakit dan terbaring lemah tak berdaya.Gerald yang masih terlelap kini bangun saat mendengar suara Audy. Ia pun beranjak dari sofa menuju ke ranjang Audy."Apa kau baik-baik saja?" tanyanya sembari mengucek matanya agar terbuka dengan sempurna"Iya, aku baik-baik saja." Audy berusaha bangkit dari ranjang saat merasa ingin buang air kecil. Ia meringis kecil, kepala yerasa pening saat ia menggerakan tubuhnya."Apa yang ingin kau lakukan?" Heran Gerald dengab sigap memegangi tubuh Audy."Aku ingin ke ka
'Menjaganya' entah kata dari mana itu terlintas dalam otak Gerald. Satu prioritas yang mampu membuatnya bertanggungjawab."Kau di sini saja. Apa kau ingin sesuatu?" tanya Gerald dengan lembut.'Mengapa lelaki ini berubah?" tanya Audy pada dirinya sendiri. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Gerald. Perubahannya yang berbeda 180 derajad dari sebelumnya membuat Audy harus tetap waspada."Audy?!" Seru Gerald mengibas-ngibaskan tangannya di depan Wajah Audy yangtampak melamun."Eh, iya. Tidak ada. Aku ingin jus jambu saja," ucap Audy yang mendapatkan anggukan dari Gerald."Baiklah, tunggu sebentardan jangan kemana-mana." Peringat Gerald sebelum melangkah pergi. Ia bersiul pelan, melangkah masuk ke dalam restoran.20 menit berlalu, Gerald kini kembali ke mobil dengan membawa makanan dan juga minum sesuai pesanan Audy."Ini untukmu," Gerald memberikan satu box makanan yang berisi cumi saos tiram dan juga udang
Gerald bergegas menuju mobil, yang kebetulan mobil itu terpakir tidak jauh dari posisi Audy dan Rakha. Entahlah rasa laparnya tiba-tiba saja menghilang. Gerald mengambil ponsel di dalam sakunya.Tangannya dengan lincah mengetik nama Audy. Namun, sayang nama itu tidak ada di ponselnya. Saat ia mengingat kembali, nomor Audy hanya diberikan inisial A, Gerald tersenyum getir. Gerald menghela nafas berat. Abaikan dulu masalah nama kontak, yang terpenting sekarang bagaimana membuat Audy pulang dan memberinya pelajaran. Namun, matanya tak bisa untuk berpaling dari pandang yang disuguhkan, lelaki itu benar-benar membuat Audy bisa tertawa tanpa ada beban. Ingin rasanya ia turun lalu menghajar lelaki itu, tapi niatnya diurungkan saat Audy menyentuh tangan lelaki itu."Brengsek! Beraninya kau, Audy." Umpatan keluar dari mulut Gerald.Tak menunggu waktu lama Gerald menekan nomor Audy, menunggu Audy menjawab pangg
Lelah, keadaan yang membuat seseorang akan melepaskan segala sesuatu yang tengah dipertahankan. Begitupun dengan Audy ia sudah lelah dengan semua ini, bolehkah ia bahagia? Ada kalanya saat kita tidak sanggup memperbaiki lebih baik tutup telinga dan mata. Sudah 2 minggu lamanya setelah kejadian Gerald menginginkan Audy untuk ikut program keluarga berencana, yang membuat hatinya seperti teriris belati. Bukan sakit karena Gerald tidak menginginkan anak dari rahimnya, ia lebih sakit karena dianggap seperti jalang, yang habis dipakai lalu dibuang, bedanya hanya pada status saja, suami istri. "Kau lembur lagi?" Tanya Shinta yang melihat Audy masih sibuk dengan komputernya. "Iya, aku harus segera menyelesaikan ini semua." "Apa ada masalah?" "Tidak ada." "Baiklah, aku harap kau tidak mengabaikan kesehatan mu. Lihat itu kantong matamu sudah menghitam semua." Shinta mencoba untuk memberikan p