Charlotte menatap hasil beberapa gaun rancangan dari designer ternama yang khusus mendesign gaun pernikahnnya. Ya, di pernikahannya ini Charlotte memiliki lima gaun pengantin dengan bertaburan batu swarovski dan berlian. Tentu saja ini karena Charlotte menginginkan pernikahannya tampak sempurna. Resepsi yang megah dan besar adalah impian Charlotte. Terutama banyaknya media yang nanti meliput pernikahannya termasuk dalam list yang tidak boleh terlewatkan. Charlotte ingin seluruh orang mengetahui tentang pernikahannya. Sejak dulu Charlotte memang menyukai ketika kehidupannya disorot oleh media.Suara dering ponsel terdengar membuat Charlotte mengalihkan pandangannya, pada dering ponsel itu. Charlotte mengambil ponselnya, dan menatap ke layar. Seketika kening Charlotte berkerut kala melihat nomor Arsen yang muncul di layar ponselnya. Padahal tadi pagi mereka baru saja bertemu untuk fitting gaun pengantin. Tanpa menunggu, Charlotte menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan, sebelum
Kini Miracle mematut cermin. Tubuhnya telah terbalut oleh gaun berwarna maaron lengan panjang. Gaun ini diberikan sentuhan hiasan brokat. Yang membuat gaun ini begitu sempurna di tubuh Miracle yaitu gaun ini memperlihatkan punggung polos dan indah Miracle. Dengan tubuh yang tinggi, serta make up bold menyempurna penampilannya, membuat Miracle layaknya seperti model-model catwalk. Kehamilan Miracle masih muda. Perutnya masih belum terlihat. Itu kenapa bentuk tubuh Miracle masih sangat indah. Ditambah dengan rambut cokelat panjang yang halus dan berkilau, membuat semua orang akan selalu berdecak kagum melihat penampilan Miracle hari ini.Ya, hari ini adalah hari yang ditunggu oleh Arsen dan Charlotte. Setelah perjuangan Arsen mendapatkan hati Charlotte berakhir dengan manis. Meski berkali-kali Charlotte menolak Arsen tapi akhirnya pria itu mampu meluluhkan hati wanita keras kepala itu. Dan orang yang turut berperan dalam membantu hubungan Arsen dan Charlotte adalah Mateo dan Miracle. Ma
“Arsen… Charlotte… Selamat atas pernikahan kalian.” Miracle berseru dengan bahagia seraya memberikan pelukan pada Arsen dan Charlotte bergantian.“Terima kasih, Miracle.” Charlotte menjawab dengan hangat.“Selamat, kau akhirnya mendapatkan wanita yang kau inginkan.” Mateo menepuk pelan bahu Arsen.Arsen tersenyum bangga. “Kau tahu, sejak dulu aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan. Dan aku yakin, Charlotte memang untukku.”Miracle terkekeh mendengar ucapan Arsen. Sedangkan Mateo hanya menatap malas Arsen.“Arsen… Charlotte…” Selena memeluk lengan Sean dan Dominic. Well, tidak ada pasangan membuat Selena akhirnya memutuskan untuk menggandeng langsung kakak laki-laki dan adik laki-lakinya yang tampan. Tidak bisa dipungkiri sejak tadi pun banyak wanita yang berdecak kagum melihat Sean dan Dominic. Sayangnya kedua pria itu, tidak sama sekali menunjukan senyumannya pada para wanita.“Domino—”Dominic menghunuskan tatapan dingin pada Miracle yang selalu memanggilnya Domino.Miracle pun
Miracle menatap list apa saja yang harus dia beli untuk dibawa ke Indonesia nanti. Ya, setelah pernikahan Arsen dan Charlotte, Mateo langsung mengajak Miracle untuk bersiap-siap ke Indonesia. Tentu saja Miracle menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Pasalnya sudah lama Miracle ingin pergi ke Indonesia, negara di mana Ibunya lahir dan dibesarkan. Sejak kecil Miracle pun sering berlibur ke Indonesia. Meski terkenal dengan negara tropis tapi nyatanya keindahan Indonesia membuat Miracle sangat jatuh cinta pada negara yang terkenal keramahannya itu.Ini pertama kalinya Miracle mengunjungi Indonesia bersama dengan seorang pria. Tidak tanggung-tanggung, Miracle langsung mendatangi Indonesia denagn suaminya langsung. Selama ini Miracle tidak pernah membawa seorang pria ke Indonesia. Hidup Miracle terlalu disibukan dengan kuliah dan mengurus bisnisnya sendiri saat masih tinggal di Roma. Namun, sekarang setelah Miracle menikah dan ikut suami menetap di Milan, bisa dikatakan seratus persen hidup
Matahari sudah tinggi. Kicauan burung bersahutan menandakan pagi telah menyapa. Kini Miracle tengah mengemasi barang-barang pridi miliknya dan Mateo yang akan dibawa ke Indonesia. Ya, Mateo mengatakan mereka akan berada di Indonesia kurang lebih dua minggu. Semua itu tergantung situasi. Karena meski Mateo menemani Miracle ke Indonesia untuk Babymoon tetap saja Mateo disibukan dengan pekerjaannya. Suaminya itu tetap mengawasi perusahaan dari kejauhan.“Selesai,” ucap Miracle kala dia sudah memasukan barang-barang pribadi miliknya dan Mateo ke dalam koper. Miracle menutup koper itu, dan meletakannya ke dekat jendela, mensejajarkannya dengan deretan koper yang lain.“Miracle, apa kau sudah siap?” tanya Mateo seraya melangkah mendekat ke arah sang istri.“Mateo? Kau tadi dari mana?” Miracle memeluk pinggang sang suami, mendongak menatap suaminya itu penuh dengan lembut dan kasih sayang.“Tadi aku menerima telepon dari Gustav.” Mateo membawa tangannya mengelus lembut sang istri. “Kau ingin
Sepanjang perjalanan Mateo dan Miracle memperdebatan ke mana mereka harus tempati saat mereka berada di Indonesia. Mateo mengajak Miracle untuk tinggal di Hotel Kempinski, salah satu hotel berbintang lima di Jakarta.Hanya saja Miracle menolaknya dengan tegas. Karena memang Miracle memaksa Mateo untuk tinggal saja di rumah keluarganya. Lagi pula selama ini jika Miracle berlibur ke Jakarta, dia akan memilih untuk menempati rumah keluarganya. Marsha—Ibunya itu memiliki banyak hunian mewah di Jakarta. Mulai dari Pondok Indah, Pluit, Menteng dan masih banyak lainnya. Itu kenapa sangat sayang jika harus menginap di hotel.“Mateo, aku ingin tinggal di rumahku yang di Menteng saja,” tuntut Miracle dengan nada memaksa.Mateo mengembuskan napas kasar. “Kita tinggal di hotel saja, Miracle.”“Aku tidak mau, Mateo.” Miracle mencebikan bibirnya kesal. “Yasudah kalau kau memaksa, kau tidur di hotel, dan aku memilih tidur di rumah keluargaku yang di Menteng.”Mateo berdecak seraya mengumpat dalam ha
Keesokan hari, Miracle langsung meminta pelayan menyajikan makanan Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, Miracle meminta pelayan menyajikan krecek, rendang, empal daging, semur ayam dan masih banyak menu lainnya.Tidak lupa Miracle juga meminta pelayan menyajikan sambal matah, sambal khas bali dan juga sambal terasi yang pedas. Mungkin lebih tepatnya Miracle balas dendam karena di Milan, dia tidak bisa menemukan makanan Indonesia.Walau ada restoran Indonesia di Milan, tapi bagi Miracle tetap saja citra rasanya berbeda. Makanan Indonesia memiliki citra rasa khas rempah-remah tradisional yang tidak mudah ditemukan di negara lain.Meski ada yang mengekspor tapi tetap saja tidak sepenuhnya ada. Terutama negara di Benua Eropa dan Amerika, pasti akan sangat sulit. Meningat lidah orang di sana tidak bisa memakan makanan pedas.Miracle menatap jam dinding, kini sudah pukul sepuluh pagi. Tadi Mateo mengatakan akan berolah raga karena sudah beberapa hari ini sang suami tidak berolah raga. Miracl
“Sayang, aku ingin pergi ke taman. Aku sudah lama sekali tidak ke sana. Setelah dari taman, nanti kita mengunjungi Grandpa Mario dan Grandma Clara.” Miracle berujar seraya memoles wajahnya dengan make up tipis.Cuaca di Jakarta sangat panas. Terik matahari benar-benar membuat Miracle harus menggunakan riasan yang nyaman dan pakaian yang nyaman. Setiap kali Miracle datang ke Jakarta, Miracle biasa menggunakan celana pendek dengan atas tube top atau kaos dengan tali spaghetti. Namun karena sekarang Miracle tengah hamil dirinya harus memakai dress dengan bahan katun yang nyaman.“Kau ingin ke taman? Taman di mana?” Mateo mendekat, lalu mengusap bahu sang istri dan memberikan kecupan di sana.“Tidak jauh dari sini, Mateo. Aku hanya merindukan masa kanak-kanakku. Dulu Ibuku sering membawaku ke taman itu. Aku, Ka Selena dan Charlotte kami bertiga sering menghabiskan waktu di taman itu.” Miracle mendongakan kepalanya, menatap Mateo.Mateo mengganguk. “Baiklah, aku tidak hafal Jakarta. Aku pe
Paris, Prancis. Beberapa bulan kemudian… “Marcel… Moses… Jangan berlari terlalu kencang. Kasihan kakakmu.” Suara Miracle berseru pada kedua putra kembarnya yang terus berlari kencang. “Sayang. Kau tidak perlu khawatir. Anak buahku selalu mengikuti anak kita. Lebih baik kita duduk.” Mateo menarik tangan Miracle, mengajaknya untuk duduk seraya menikmati keindahan kota Paris. Musim semi salah satu musim yang terbaik. Cuaca dingin yang menyejukan. Miracle mengembuskan napas kasar. “Marcel dan Moses itu sering sekali berlari-lari. Aku tidak ingin mereka terjatuh, Sayang. Ditambah mereka mengajak Michaela berlari,” ujarnya kala sudah duduk di samping sang suami. “Marcel dan Moses pasti akan menjaga kakak mereka. Aku ingin memberikan mereka tanggung jawab menjaga Michaela. Sebagai anak laki-laki, mereka harus melindungi kakak perempuan mereka,” ujar Mateo menjelaskan. Miracle mencoba mengerti. Dia menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami. Memeluk suaminya itu dengan erat. “Mate
“Mommy….” Suara bocah laki-laki dan perempuan berlari menghampiri Charlotte yang tengah menata foto-foto di ruang keluarga. Charlotte langsung mengalihkan pandangannya kala mendengar suara yang begitu dia kenal. Seketika senyuman di wajah Charlotte terukir melihat kedua anaknya melangkah mendekat padanya. Charlotte segera memberikan pelukan hangat pada kedua anaknya itu. “Sayang, kalian sudah pulang.” Charlotte bersimpuh, mensejajarkan tubuhnya pada kedua anaknya itu. Dia tersenyum hangat melihat kedua anaknya yang masih lengkap dengan seragam sekolah. “Bagaimana hari kalian di sekolah? Apa menyenangkan?” tanyanya dengan tatapan kelembutan seorang ibu dan tersirat penuh kasih sayang. Austin Geovan Romano dan Carmella Geovan Romano adalah anak kembar Charlotte dan Arsen. Sungguh, Charlotte tidak menyangka akan memiliki anak kembar laki-laki dan perempuan. Persis seperti dirinya dan Kelvin yang kembar. Kehidupan Charlotte dan Arsen kini benar-benar sempurna. Kehadiran buah cinta mere
Lima tahun kemudian… “Mommy….” Dua anak laki-laki berusia empat tahun berlari menghampiri Mirale yang tengah menata bunga-bunga di taman megah mansionnya itu. Miracle mengalihkan pandangannya kala mendengar suara kedua putranya. Benar saja. Kedua putranya itu tengah berlari menghampirinya. Miracle langsung menundukan tubuhnya, memeluk erat kedua putranya itu. “Sayang… Kalian sudah pulang? Mommy pikir kalian masih menginap di rumah Grandpa dan Grandma,” ujar Miracle seraya mengurai pelukannya dan mengelus lembut pipi kedua putranya itu.Ya, Imanuel Marcellino Geovan De Luca dan Imanuel Moses Geovan De Luca adalah kedua anak laki-laki kembar Mateo dan Miracle. Kehamilan kedua, Miracle mengandung bayi laki-laki kembar. Namun, Moses dan Marcel tidak kembar indentik. Keduanya memiliki wajah yang berbeda. Sama seperti Miracle dan Selena yang tidak kembar identik. “Kami sudah pulang, Mommy. Tadi sopir mengantar kami. Daddy bilang katanya hari ini kita akan makan diluar bersama,” ujar Mar
Katedral Milano, Milan, Italia. “Sayang… Ayo berfoto lagi. Aku ingin kita memiliki banyak foto bersama,” seru Charlotte dengan riang. Tampak raut wajahnya begitu bahagia. Arsen menghela napas panjang. “Sayang, apa kau tidak lelah? Fotografer sudah memotret ratusan foto kita hari ini. Nanti juga kau pasti hanya memajang dinding hanya beberapa saja. Tidak semuanya,” katanya yang mulai kesal. Bibir Charlotte tertekuk. Dia mengusap perut Charlotte yang membuncit itu. “Ini keinginan anak kita, Sayang. Kau tega tidak menuruti keinginan anak kita?” Arsen berdecak kesal. Semua keinginan istrinya itu selalu saja mengatas namakan keinginan anak mereka. Kandungan Charlotte memasuki minggu ke tiga puluh lima. Tepatnya hari ini Charlotte ingin melakukan fotoshoot dengan Arsen. Mengingat perut Charlotte kini sudah semakin membesar, tentu saja Charlotte ingin mengabadikan moment itu. Namun, bayangkan saja Charlotte tidak pernah lelah sedikit pun. Sudah banyak mereka berpindah-pindah tempat di M
“Sayang… Lapar, ya? Anak Mommy yang cantik pintar sekali.” Miracle berucap lembut pada putri kecilnya seraya memberikan ASI pada putri kecilnya itu. “Michaela, Namamu sangat indah. Daddy-mu memang yang terbaik. Dia memberikan nama yang indah untukmu, Nak.” Miracle tengah duduk di sofa kamar seraya memberikan ASI untuk putri kecilnya. Saat itu, Kini Miracle dan Mateo telah pindah ke mansion baru mereka yang megah. Seperti apa yang direncanakan oleh Miracle, bahwa mereka akan pindah jika sudah melahirkan. Saat ini usia Michaela sudah tiga bulan. Waktu berjalan begitu cepat. Miracle seperti baru saja melahirkan putri kecilnya. Namun, kenyataan putrinya ini sudah berusia tiga bulan. Tubuh Michaela gemuk. Kulit putih. Rambut cokelat tebal. Ditambah mata biru, membuat Michaela seperti boneka barbie hidup. Setiap harinya Michaela begitu menggemaskan. Tingkah-tingkah gemas Michaela membuat Mateo dan Miracle selalu dipenuhi tawa setiap harinya. Banyak orang mengatakan seorang putri akan jau
Huee…. Huee….Charlotte memuntahkan semua isi perutnya ke wastafel. Kepalanya memberat. Pandangannya sedikit buram. Charlotte memutar keran wastafel, lalu membasuh mulutnya dengan air bersih. Sesaat Charlotte memijat pelipisnya kala rasa sakit di kepalanya begitu menyerang. “Astaga, kenapa aku pusing sekali seperti ini. Ada apa denganku.” Charlotte bergumam pelan. “Sudahlah lebih baik aku istirahat saja.” Charlotte melangkah keluar dari kamar mandi, tetapi tatapannya teralih pada suara pintu terbuka. Seketika mata Charlotte tampak terkejut melihat Arsen yang membuka pintu kamar. Padahal tadi baru saja suaminya itu berpamitan untuk berangkat ke kantor. “Arsen? Kenapa kau kembali?” Charlotte hendak mendekat. Namun pandangan Charlotte semakin buram. Rasa sakit dikepalanya begitu menyerang. Tiba-tiba tubuh Charlotte tidak seimbang. Tepat di saat Charlotte terjatuh, Arsen langsung menangkap tubuhnya. “Sayang kau kenapa?” Arsen menjadi panik saat menangkap tubuh Charlotte yang hampir te
Di ruang persalinan, suasana begitu mencekam. Suara jeritan dan rintihan sakit Miracle membuat Mateo semakin panik. Berkali-kali Mateo membiarkan istrinya itu menggigit lengannya dan menarik rambutnya hanya demi sang istri bisa mengurangi rasa sakitnya. Sekitar satu jam lalu dokter baru saja memeriksa Miracle. Sang dokter mengatakan harus menunggu sebentar karena kepala bayi masih belum terlihat. Mateo sudah menawarkan Miracle untuk melakukan proses persalinan dengan operasi sesar. Sayangnya Miracle menolak itu dengan tegas. Miracle berkali-kali menekankan pada Mateo bahwa ingin melahirkan secara normal. Well… Keras kepala Miracle membuat jantung Mateo ingin berhenti. Bagaimana tidak? Sudah cukup lama mereka di rumah sakit tapi dokter masih memgatakan harus menunggu. Sedangkan Mateo tidak tega melihat Miracle yang sejak tadi merintih kesakitan. “Mateo…” Miracle menatap sang suami dengan wajah yang masih pucat. “Iya, Sayang. Aku di sini. Bertahanlah.” Mateo menghapus keringat sang
Kandungan Miracle mulai memasuki tiga puluh delapan minggu. Perutnya kian membesar. Mateo sudah melarang Miracle berpergian. Hari demi hari, Miracle lewati dengan bersantai di rumah. Atau kalau pun bosan, biasa Miracle menonton film di rumah dan emminta Charlotte untuk menemaninya. Miracle sungguh bersyukur karena di Milan tidak tinggal seorang diri. Ada Charlotte—sepupunya yang selalu menemani dirinya. Seperti saat ini, Miracle pun tengah duduk di sofa empuk kamarnya sembari menonton film action kesukaannya. Tadi pagi Mateo mengatakan akan pulang terlambat hari ini. Mengingat banyaknya tanggung jawab Mateo, membuat Miracle paling tidak mengerti. Lagi pula Miracle pun masih belum merasakan apa apa. Terakhir saat konsultasi dengan dokter, kandungan Miracle sehat dan baik-baik saja. Kelahiran bayinya diperkirakan baru minggu depan. Itu kenapa Miracle masih duduk bersantai di rumah. “Ah, kenapa wanita itu lemah sekali. Harusnya dia menghajarnya dari sisi kiri. Gunakan pisaumu dengan b
Miracle melihat sebuah gaun indah berwarna merah yang sangat cantik. Baru saja anak buah suaminya mengantarkan gaun untuknya. Gaun yang tepat untuk wanita hamil. Bagian perut terlihat longgar, membuat Miracle yakin dirinya akan merasa nyaman. Jujur, Miracle masih bingung ke mana Mateo akan membawanya. Biasanya kalau ada jamuan makan malam maka suaminya itu akan mengatakan padanya. Namun kenyataannya Mateo tidak mengatakan apa pun. Membuat dirinya benar-benar semakin penasaran. Miracle menghela napas panjang. Dia mengalihkan pandangannya ke jam dinding—waktu menunjukan pukul lima sore. Sudah waktunya, dia untuk bersiap-siap. Kini Miracle memilih untuk merias wajahnya. Semenjak hamil, Miracle memang menyukai bersolek. Bahkan kemampuan Miracle dalam merias wajah sangatlah hebat. Seperti saat ini, nyatanya Miracle begitu hebat merias wajahnya dengan riasan bold. Dia memadukan make up bold dengan gaun warna merah yang diantarkan oleh anak buah suaminya itu. Setelah selesai berias, Mira