"Bang, udah? Kok cepet banget?"Istriku Rahma bertanya perihal aku yang cepat sekali kembali ke rumah. Memang aku izinnya juga sampai siang hari tapi sekarang kurang dari satu setengah jam aku sudah kembali lagi ke rumah.Pasti Rahma tidak tahu skandal apa yang terjadi tadi di antara aku dan juga pengacara bos kami."Iya, nggak lama kok. Bikinin kopi gih! Aku juga mau goreng pisang." Aku menyuruhnya supaya pergi sejenak untuk mengistirahatkan pikiran ini.Namun Rahma nampak heran akan permintaanku yang sepertinya aneh-aneh. "Hah, goreng pisang, Bang? Ini bukan pagi-pagi atau ini bukan sedang hujan. Biasanya kamu minta goreng pisang itu kalau di waktu-waktu itu." Dia benar-benar protes seperti apa yang aku pikirkan.Aku langsung menyergah dan menjelaskan. "Kalau lagi pengen itu nggak perlu nunggu waktu. Cepetan buatin nanti Abang kasih uang. Si bos baru aja transfer bonus," perintahku lagi."Ah, ya sudahlah aku bikinkan. Kebetulan ada pisang dari tetangga. Mereka ngasih katanya panen d
(masih) PoV Jimy***"Kamu jangan buat aku semakin gemeteran. Tadi Satria tidak berbicara apa-apa membahas kalau dia akan mengatakan segalanya. Dia benar-benar membuat aku tanda tanya.""Ya udah coba diangkat, Bang. Mau gimana kamu jelasinnya?" usul Rahma.Aku menggaruk kepala dengan bingung. Handphone milikku masih juga berdenting dan masih dengan nama yang sama yaitu putriku. Entah ada angin apa dia menghubungiku kalau bukan karena dia mengetahui kejelasan dari Satria. Tapi masak iya Satria langsung gerak cepat menjelaskan semuanya kepada putriku? Ternyata dia sekejam itu."Mas, angkat saja!" Rahma terus saja mengusulkan.~ kom Komala ~"Angkat, ya?" Aku malah bertanya kepada Rahma. Dia manggut-manggut dan memberiku penjelasan bahwa kalau apapun yang terjadi lebih baik jujur saja. Kalaupun Afni tidak mau mengakui karena kami miskin, Ya sudahlah. Lagian dengan tidak ditemuiku bertahun-tahun saja, seharusnya dia sudah benci.Tapi Rahma juga ragu karena dia mendengar bahwa didikan Hana
PoV Satria***"Permisi, Pak. Ada yang ingin bertemu, tapi tidak ada di jadwal Bapak."Sekretarisku menghampiri ke ruangan setelah mengetuk pintu. Ia menginformasikan bahwa ada tamu yang ingin bertemu namun belum membuat jadwal denganku."Siapa?" Jelas aku langsung mempertanyakan."Namanya …."Baru saja sekretarisku akan menjawab namun tiba-tiba seorang perempuan malah nyelonong dari belakang. Bagaimana tidak, kini foksuku teralihkan. "Selamat siang, Satria."Sekretarisku pun kaget dan dia langsung menoleh. Ia resah dengan etika yang diperlihatkan oleh tamu saat ini. Sepertinya dia juga malu terhadapku.Siapa lagi yang tidak punya etika kalau bukan Nindi? Aku pun saat ini benar-benar kaget dengan kedatangan perempuan itu."Maaf, Bu, saya baru akan bicara dengan Bapak. Ibu tadi saya suruh tunggu di luar," kata sekretarisku kepada Nindi. Sepertinya ia kesal, tapi mempertahankan etika."Lah, Kenapa harus menunggu segala sih? Aku itu sama Satria sudah sahabatan." Perempuan itu malah tidak
"Sat, Sebenarnya aku memang belum resmi bercerai. Dia itu mengulur-ngulur waktu terus. Dia seakan nggak mau pisah dari aku gitu. Tapi dia menggantungkan aku dan terus menyiksa aku. Pokoknya kamu harus bantu ya supaya suamiku itu bisa cepat menceraikan aku dan aku dapatkan harta gono gini.""Oke, akan aku bantu. Tapi aku juga perlu penjelasan yang nyata bukan sekadar belaka mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Dan tentang KDRT, kamu juga harus menyertakan bukti visum kalau kamu benar-benar mendapatkan kekerasan dari mantan suami kamu. Ada lagi yang ingin kamu katakan mengenai bukti-bukti yang lain?""Udah, gak ada. Cuma itu. Aku mohon kamu bantu aku. Seriously nggak ada orang yang bisa aku pintai pertolongan selain kamu."Aku tak begitu menanggapi perempuan itu. Tatapanku saja hanya mengarah kepada layar karena sedang mengetik."Ya sudah kalau sudah tidak ada lagi yang ingin kamu jelaskan, lebih baik sekarang kamu segera pergi dari ruangan ini." Aku memang harus mengusirnya."Ck, Satr
PoV Satria"Sat, ini kopi yang kamu pesan." Nindi membawa secangkir kopi. Ia menampakkan senyuman yang membuat keningku mengernyit.Tiba-tiba ada perempuan itu muncul kembali. Entah kenapa dia belum juga pergi. Aku pikir dia sudah pergi dari kantor ini, ternyata belum. Pantas saja Hanah tak bertemu dengannya atau berpapasan.“Eh, ada kamu, ya? Apa kabar?”Bola mataku membelalak lebar atas apa yang ia katakan. Dia menegur istriku seperti barusan, sedangkan yang tak pantas ada di sini itu adalah dirinya.Istriku mengerutkan keningnya heran. Ia pun menatapku aneh. Dia pasti mempertanyakan, kenapa ada perempuan itu di sini.“Kamu ngapain masih di sini? Kamu belum pulang?” tanyaku kesal. Eh, dia malah nyelonong duduk di sofa. “Sat, aku bawakan kopi yang kamu minta. Ini kopinya! Diminum dong!" ujarnya dengan santai, sedangkan istriku saja masih berdiri belum duduk."Kamu ngapain di sini?" Istriku bertanya. Kuharap tidak ada keributan di dalam kantor ini. Aku tak mau itu terjadi."Lah, aku
PoV Hanah**"Silakan dinikmati, Pak, Bu," ucap pelayan resto kepada kami sebagai pengunjung. Dengan anggukkan ramah, aku dan Mas Satria pun sembari menyemai senyuman membalas kesantunannya.Pelayan telah kembali. Ia juga menanyakan lagi apa ada lagi yang bisa kami bantu. Namun rasanya sudah cukup. Makanan dan minuman sudah tersaji di meja bundar.Resto ini menjadi pelarian aku dengan Mas Satria dari perempuan yang lebih bagus disebut Nenek Lampir. Perempuan yang gatal, bahkan eksim perihal cintanya pada suami orang.Tadi sebelumnya memang dia menghubungiku. Entah dapat dari mana nomor pribadiku, pasti dia mengemis pada orang. Hadeuh, sebegitunya dia ya. Tapi aku suka, biar aku simpan kontaknya untuk memanas-manasi dia suatu saat.Inginnya aku tergelak tawa dengan ekspresi Nindi tadi di kantor. Dia bak Perempuan yang tak ada harga dirinya. Sudah sok-sokan, dia juga sok diinginkan oleh Mas Satria. Kebohongannya tadi membuat aku terkekeh tawa.Kopi yang ia bawa jelas bukan kopi yang sel
"Ini kertas apa? Kamu mau kasih aku SP?"Sebelum membuka, Mas Satria sudah suuzon saja. Aku bukannya ingin ketus, tapi aku malah terkekeh. "Iya, itu SP buat kamu dari aku. Itu SP karena kamu telah membuat sesuatu hal yang membuat anak orang jadi mendapatkan akibatnya."Mendengar celotehanku, Mas Satria malah mengernyitkan keningnya. Matanya memicing untuk melihat kertas yang aku berikan. Ternyata dia juga drama sekali. Haha. Dia seperti cemas dengan apa yang aku katakan soal SP. Iya saja, aku ini perusahaan yang tak suka dengan kinerjanya sampai aku kasih dia surat peringatan. Mas, Mas."Hah? Yang?"Nampak dia sangat kaget. Dia telah berhasil membaca surat yang aku berikan untuknya itu. Dia juga nampak memegang benda yang menjadi bukti kuat atas informasi yang dibacanya. Mas Satria kini masih terus membaca sampai akhir untuk memastikan semuanya.Aku di sini tersenyum bahagia. Sungguh, tak ada yang lebih membahagiakan untuk hari ini dibanding semua ini."Mas," ucapku supaya dia cepat-c
"Iya. Aku pikir kamu kesambet gak mau makan yang berlemak. Haha." Dia terkekeh kembali. Kami pun baru mulai menyantap makan siang ini dengan hati yang gembira. Mas Satria juga tak berhenti mengucap terima kasih karena kami akan segera memiliki momongan. Afni dan Kaila akan secepatnya mendapatkan adik baru. Akan ada anggota keluarga baru di rumah kami. Ya ampun, Ya Allah, Alhamdulillah. Aku sangat berterima kasih atas rezeki yang Engkau berikan ini."Kamu kenapa gak ajak aku ke dokter? Kamu gak ngasih tahu aku." Pada akhirnya dia berkomentar juga."Mas, aku ingin memastikan sendiri. Aku terlambat datang bulan soalnya. Dan ternyata … Alhamdulillah.""Sekali lagi makasih ya, Sayang. Makasih banyak."Aku manggut-manggut untuk mendominasi rasa bahagia ini. Benar-benar keajaiban yang menakjubkan. Sekian lama menikah dengan Mas Satria, hari ini kami diberikan amanah ini. Kami ke resto menggunakan kendaraan milik Mas Satria saja. Jadi, mobilku ditinggal di halaman kantor. Saat ini, kami akan